RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara merangkai resistor menjadi susunan seri dan paralel?
2. Bagaimana cara menggunakan basicmeter dengan benar?
3. Jelaskan prinsip hukum-hukum Kirchhoff?
4. Bagaimana karakteristik rangkaian seri dan paralel resistor?
TUJUAN
1. Mahasiswa terampil dalam merangkai merangkai resistor menjadi susunan seri
dan paralel.
2. Mahasiswa dapat menempatkan dan menggunakan basicmeter dengan benar.
3. Mahasiswa dapat memahami prinsip hukum-hukum Kirchhoff.
4. Mahasiswa dapat memahami karakteristik rangkaian seri dan paralel resistor.
METODOLOGI EKSPERIMEN
Teori Singkat
Ketika dua atau lebih resistor dihubungkan dari ujung ke ujung, dikatakan
mereka dihubungkan secara seri. Resistor-resistor tersebut bisa merupakan resistor
biasa atau berupa bola lampu, elemen pemanas, atau alat penghambat lainnya.
Muatan yang melalui R1 juga akan melewati R2 dan kemudian R3 hingga berlanjut
ke hambatan berikutnya. Dengan demikian arus I yang sama melewati setiap
resistor. Kita tentukan V menyatakan tegangan pada ketiga resistor. Kita anggap
semua resistor yang ada pada rangkaian dapat diabaikan, sehingga V sama dengan
tegangan baterai. Kita tentukan V1, V2, dan V3, berturut-turut. Dengan hukum Ohm,
V1 = IR1, V2 = IR2, V3 = IR3. Karena resistor tersebut dihubungkan ujung ke ujung,
kekekalan energi menyatakan bahwa tegangan total V sama dengan jumlah
tengangan dari masing-masing resistor (Giancoli, 2001: 95).
I = I1= I2= I3 ................................................ (1)
Pada kenyataannya, jika kita pasang beberapa hambatan secara seri,
hambatan total merupakan jumlah hambatan-hambatan tersebut jika dipisah. Hal
ini berlaku untuk sejumlah hambatan berapapun secara seri. Perhatikan bahwa
jika anda menambahkan lebih banyak hambatan pada rangkaian, arus akan terus
berkurang. Dengan pengkabelan paralel, jika Anda memutuskan hubungan dengan
satu alat, arus tidak akan banyak terganggu. Tetapi pada rangkaian seri, jika satu
alat dolepaskan, arus ke yang lainnya terhenti (Giancoli, 2001:96).
Pada rangkaian paralel, arus total I yang meninggalkan baterai terbagi
menjadi tiga cabang misalnya. Kita tentukan I1, I2, dan I3 berturut-turut sebagai
arus yang melalui setiap resistor, R1, R2, dan R3. karena muatan listrik kekal, arus
yang masuk ke dalam titik cabang harus sama dengan arus yang keluar dari titik
cabang. Ketika resistor-resistor terhubung paralel, masing-masing mengalami
ketegangan yang sama (Giancoli, 2001:96).
I = I 1 + I2 + I 3 ................................................ (2)
Hasil pegukuran beda potensial pada resistor R1 dan R2 (nilainya berbeda)
yang disusun secara seri menunjukkan hasil yang berbeda, namun jika diukur arus
yang melewati kedua resistor maka diperoleh pengukuran yang sama. Berbeda
halnya jika resistor disusun secara paralel, diperoleh hasil pengukuran yang
berbeda. Arus yang melalui setiap resistor berbeda, namun pengukuran tegangan
pada setiap resistor sama. Fakta ini menunjukkan bahwa jenius susunan resistor
menentukjan besar nilai variabel tegangan dan kuat arus dalam rangkaian. Pada
susunan seri. Resistor berfungsi sebagai pembagi tegangan, yang berarti jika
tegangan pada setiap resistor dijumlahkan maka jumlahnya sama dengan besarnya
tegangan sumber. Sedangkan jika resistor disusun paralel, maka resistor berfungsi
sebagai pembagi arus, yang berarti jika kuat arus listrik yang melewati setiap
resistor diukur, maka akan memiliki nilai yang sama dengan arus total sebelum
titik percabangan (hukum 1 Kirchhoff) (Herman, 2015: 21).
Hukum pertama Kirchhoff atau hukum titik cabang berdasarkan pada
kekekalan muatan, dan kita telah menggunakannya untuk menurunkan hukum
untuk resistor paralel. Hukum ini menyatakan bahwa “pada setiap titik cabang,
jumlah semua arus yang memasuki cabang harus sama dengan jumlah arus yang
meninggalkan cabang tersebut”. Sebagai contoh jika I3 adalah arus yang masuk,
sedangkan I1 dan I2 keluar, dengan demikian hukum titik cabang Kirchhoff
menyatakan bahwa I3 = I1 + I2. Hukum kedua Kirchhoff atau hukum Loop
didasarkan pada kekekalan energi. Hukum ini menyatakan bahwa “jumlah
perubahan potensial mengelilingi lintasan tertutup pad suatu rangkaian harus nol”
(Giancoli, 2001: 104)
Untuk mengukur arus yang melalui resistor dalam suatu rangkaian
sederhana kita tempatkan Ammeter secara seri dengan resistor, sehingga Ammeter
dan resistor membawa arus yang sama. Karena ammeter memiliki resistansi, arus
dalam rangkaian akan sedikit berkurang karena ammeter disisipkan. Idealnyam
Ammeter memiliki resistansi yang sangat kecil, sehingga hanya sedikit perubahan
yang terjadi terhadap arus yang akan diukur (Tipler, 2001: 193).
Beda potensial pada resistor diukur dengan menempatkan voltmeter yang
dihubungkan secara paralel dengan resistor, sehingga tegangan jatuh pada
Voltmeter sama seperti resistor. Voltmeter mengurangi resistansi antara titik
percabangan, lalu meningkatkan arus total dalam rangkaian dan mengubah
tegangan jatuh pada resistor. Sebuah Voltmeter yang baik memiliki resistansi
yang besar sehingga efeknya pada rangkaian minimal (Tipler, 2001:194).
Kegiatan 2
1. Tegangan sumber (V) yakni besar beda potensial atau tegangan yang diukur
menggunakan bascimeter untuk sisi volt. Basicmeter/voltmeter diletakkan
secara paralel dengan kedua resistor. Satuan SI untuk tegangan sumber yakni
Volt (V).
2. Tegangan pada R1 (V) yakni besar beda potensial atau tegangan pada resistor
pertama. Tegangan ini diukur menggunakan basicmeter pada sisi V atau Volt.
Basicmeter diletakkan paralel dengan resistor pertama saja. Satuan SI untuk
tegangan sumber yakni Volt (V).
3. Tegangan pada R2 (V) yakni besar beda potensial atau tegangan pada resistor
kedua. Tegangan ini diukur menggunakan basicmeter pada sisi V atau Volt.
Basicmeter diletakkan paralel dengan resistor kedua saja. Satuan SI untuk
tegangan sumber yakni Volt (V).
4. Kuat arus listrik melalui R1 (I)
Kuat arus listrik melalui R1 yakni besar kuat arus yang mengalir melalui R1.
Variabel ini diukur menggunakan Basicmeter untuk sisi I (A).
Basicmeter/Amperemeter diletakkan secara seri atau berdampingan dengan
hambatan pertama maksudnya titik percabangan diletakkan pada R1. Satuan
SI untuk kuat arus listrik ini yakni Ampere (A).
5. Kuat arus listrik total (A) yakni besar kuat arus yang mengalir melalui R I dan
R2. Variabel ini diukur menggunakan Basicmeter untuk sisi I (A).
Basicmeter/Amperemeter dirangkai secara seri atau berdampingan, serta
diletakkan sebelum titik percabangan pada rangkaian paralel R 1 dan R2.
Satuan SI untuk kuat arus listrik ini yakni Ampere (A).
6. Kuat arus listrik setelah R2 yakni besar kuat arus yang mengalir melalui
hambatan kedua. Variabel ini diukur menggunakan Basicmeter untuk sisi I
(A). Basicmeter/Amperemeter dirangkai secara seri atau berdampingan
dengan hambatana kedua. Satuan SI untuk kuat arus listrik ini yakni Ampere
(A).
7. Hambatan 1 R1 yakni besar hambatan yang tertera pada resistor pertama dan
juga berupa besar hambatan yang dihitung dan kemudian dibandingkan
dengan nilai hambatan yang tertera pada resistor/hambatan. Hambatan ini
dirangkai secara seri terhadap Basicmeter/Amperemeter, dan rangkai secara
paralel terhadap Basicmeter/Voltmeter. Satuan SI untuk variabel ini yakni
Ohm (Ω).
8. Hambatan 1 R2 yakni besar hambatan yang tertera pada resistor kedua dan
juga berupa besar hambatan yang dihitung dan kemudian dibandingkan
dengan nilai hambatan yang tertera pada resistor/hambatan. Hambatan ini
dirangkai secara seri terhadap Basicmeter/Amperemeter, dan rangkai secara
paralel terhadap Basicmeter/Voltmeter. Satuan SI untuk variabel ini yakni
Ohm (Ω).
Prosedur Kerja
Kegiatan 1. Rangkaian Seri
1. Memastikan perangkat percobaan telah tersedia, dan berfungsi dengan baik.
2. Merangkai setiap perangkat dengan susunan seri terhadap resistor dan
mengukur tegangan pada masing-masing resistor, mencatat hasilnya pada
tabel hasil pengukuran.
3. Mengukur arus yang melewati masing-masing resistor, mencatat hasilnyapada
tabel hasil pengukuran.
4. Melanjutkan pengukuran untuk nilai tegangan sumber yang berbeda,
kemudian mencatat hasilnya.
Kegiatan 2
dI = │ R-1│dV+ │V R-2│Dr
∆I R-1 V R-2
I
=| | | |
VR
-1
∆V+
VR
-1
∆R
∆V ∆R
∆I =│ + │I
V R
0,5 V
∆I = │ │ 0,0 12 A
3,0 V
∆I = │0, 16 V│0,012 A
∆I = 0,00192 A
∆I 0,00192 A
KR = × 100% = × 100 % = 16 % 2 AB
I 0,012 A
praktek-teori (0 ,01 6 – 0,012 )A
% diff = × 100 % = × 100 % = 28,5 %
praktek + teori 0,028
2 ( 2 ) A
I =│Í ± ∆I│A
I =│0,1 ±1,2 │10-2A
b. Tegangan 1 (V1)
R1
V1 = VS1
R1 + R 2
150Ω
V1 = 3,0 = 1,8 V
(150 + 100)Ω
R1
V1 = VS1
R1 + R 2
V1 = R1 (R1 + R2)-1 x VS1
Karena R tidak diukur maka nilai R adalah konstan
δV
dV =│ │ d V S1
δ V S1
dV = │VS1│d VS1
∆V S1
∆V = │ │V
VS1
0,5 V
∆V = │ │ 1 ,8 V
3,0 V
∆V = │0, 16 V│ 1, 8 V
∆V = 0,28 V
∆V 0, 28 V
KR = × 100% = × 100 % = 15,5 % 2 AB
V 1, 8 V
praktek-teori ( 3 ,0- 1, 8 )V
% diff = × 100 % = × 100 % = 5 0 %
praktek + teori 3,0 + 1,8
2 (2 ) V
V =│ V́± ∆V│V
V =│1, 8 ± 0,2│V
c. Tegangan 2 (V2)
R2
V2 = V
R 1 + R2 S1
100Ω
V2 = 3 , 0 V = 1,2 V
(150 + 100)Ω
∆V = 0,192 V
KR = 16 % 2 AB
% diff = 85,7 %
V =│ V́ ± ∆V│V
V =│1, 2±0, 1│V
Dengan menggunakan cara yang sama diperoleh data sebagai berikut yang
disajikan dalam tabel perbandingan hasil praktikum dan teori terhadap kuat arus
listrik
Tabel 5. Perbandingan kuat arus pada setiap tegangan sumber
No Praktikum Teori
1 R 1 + R2
=
R T R1 R 2
Arus total
1 R + R2
= 1
R T R1 R 2
1 (150+100)Ω 250
= =
R T (15 0×1 0 0)Ω 15000
15000Ω
RT = = 60Ω
250Ω
R1 R2
RT =
(R 2+ R 1)
R T = R1 R2 ( R 2 + R 1 ) -1
∆R 1 ∆R 2 ∆(R2 + R1 )
∆R T = ( R1
+
R2
+
R2 + R 1 ) RT
∆R T = {7,5 +
5
+
12,5
15 0 1 0 0 250 }
60
∆R T = {0,05+0,05+0,05 } 60Ω
∆R T = 9Ω
B. Secara teori
Vs 2,5 V
IT = = = 0,0 4 A
Rp 60 Ω
V
I = =V R-1
R
dI R−1 dV VR−2 dR
= +
R R R
∆I R-1 V R-2
I
= | | | |
V R-1
∆V+
V R-1
∆R
∆I ∆V ∆R
= +
I V R
Karena R tidak diukur maka nilai R adalah konstan (∆R = 0) maka,
∆I =|∆V
V |
I
0,5
∆I =| |0,0 4 A
2,5
∆I = |0,2| 0,0 4 A
∆I = 0,0 08 A
∆I 0,0 08 A
KR = ×100% = ×100% = 20 %
I 0,0 4 A
Pelaporan fisika
I = | 0,0 40 ± 0,0 08 |A
%diff = |praktik-teori
rata-rata |×100% =|
(0,04-0,0 4 )A
0,0 4 A |×100% = 0 %
Arus pada R1
V 1 2,5 V
I R1 = = = 0,0 1 A
R1 1 5 0Ω
∆I = (∆V
V
+
∆R
R )
I
Karena ∆R = 0 maka,
∆I =(∆V
V )
I
0,5
∆I = (
2,5 )
0,01 A
∆I = 0, 2 × 0,0 1 A
∆I = 0,00 2 A
∆I 0,002 A
KR = ×100% = ×100% = 20 %
I 0,01 A
Pelaporan fisika
I = |0,0 1 0 ± 0,002 |A
%diff = |praktik-teori
rata-rata |×100% =|
(0,02-0,0 1)A
0,015 A |×100% = 66 %
Arus pada R2
V 2 2,5 V
I R2 = = = 0,0 25 A
R2 1 0 0Ω
∆I = (∆V
V )
I
0,5
∆I = (
2 ,5 )
0,0 25 A
∆I = 0, 2 × 0, 025 A
∆I = 0,00 5 A
∆I 0,005 A
KR = ×100% = ×100% = 20 % = 2 AB
I 0,025 A
I = |0,025± 0,005| A
%diff = |praktik-teori
rata-rata |×100%=|
(0,02-0,02 5 )A
0,0325 A |×100% = 15,3 %
Dengan menggunakan cara yang sama diperoleh data sebagai berikut yang
disajikan dalam tabel perbandingan hasil praktikum dan teori terhadap kuat arus listrik
Tabel 7. Perbandingan hasil praktikum dan teori terhadap kuat arus listrik (I) pada
rangkaian paralel.
Kuat arus Hasil Hasil teori KR (%) %Diff (%)
(A) Praktikum
IT (A) |0,04 ± 0,01| |4,0 ± 0,8|10-2 20 0
|0,08 ± 0,01| |8,3 ± 0,8|10-2 10 2,5
|0,14 ± 0,01| |1,3 ±8,0|10-3 6,1 4,8
|0,18 ± 0,01| |1,80 ± 0,08|10-1 4,4 0
I1 (A) |0,02 ± 0,01| |1,0 ± 0,2|10-2 20 66
|0,04 ± 0,01| |3,0 ± 0,3|10-2 10 28,5
|0,06 ± 0,01| |5,3± 0,3|10-2 6,2 8,43
|0,08 ± 0,01| |0,73 ± 0,03|10-1 4,5 6,03
I2 (A) |0,02 ± 0,01| |2,5 ± 0,5|10-2 20 15,3
|0,04 ± 0,01| |5,0 ± 0,5|10-2 10 22,2
|0,08 ± 0,01| |8,0 ± 0,5|10-2 6,25 0
|0,10 ± 0,01| |1,10 ± 0,05| 4,5 86
PEMBAHASAN
PENUTUP
Simpulan
1. Resistor disusun secara seri maksudnya resistor disusun secara berdampingan
dengan resistor lainnya yang dihubungkan dengan kabel penghubung. Dengan
kata lain resistor pada susunan seri dalam satu jalur yang sama tanpa ada titik
percabangan. Resistor disusun secara paralel maksudnya resistor disusun
menurun secara vertikal dengan menggunakan jalur percabangan (ada titik
percabangan) baik sebelum resistor maupun sesudah resistor. Meskipun
resistor disusun secara seri dan paralel, namun Ammeter/Amperemeter harus
tetap dirangkai seri terhadap resistor dan Voltmeter tetap dirangkai paralel
terhadap resistor.
2. Cara melakukan pengukuran kuat arus listrik dan beda potensial dengan
menggunakan alat ukur yang sesuai. Dimana dalam hal ini kami melakukan
pengukuran kuat arus dan tegangan listrik dengan menggunakan basicmeter.
Adapun cara pengukurannya yakni untuk basicmeter yang digunakan sebagai
ammperemeter dipasang secara seri terhadap rangkaian sehingga arus yang
terukur nilainya sama sebab jika dipasang secara paralel, maka ammeter yang
memiliki hambatan yang kecil akan semakin kecil hingga akhirnya tegangan
yang mengalir terlalu besar dan dapat merusak alat, sedangkan untuk
basicmeter yang digunakan sebagai voltmeter dipasang secara paralel terhadap
hambatan sebab voltmeter dalam hal ini memiliki hambatan yang besar pula
dan jika dipasang secara seri maka hasil pengukurannya akan terlalu kecil
nilainya dari yang sebenarnya. menentukan nilai kesetaraan energi dalam tiga
kali perngukuran.
3. Dari percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip hukum Kirchhoff
yang pertama yakni pada setiap titik cabang, jumlah arus yang memasuki
cabang harus sama dengan semua arus yang meninggalkan cabang tersebut,
hukum ini disebut juga sebahai hukum titik, atau aturan percabangan.
Sedangkan prinsip hukum Kirchhoff yang kedua yakni jumlah potensial
mengelilingi lintasan tertutup pada suatu rangkaian harus nol.
4. Karakteristik rangkaian seri resistor yaitu kuat arus listrik yang melewati atau
menuju masing-masing resistor nilainya sama sedangkan tegangan listrik
ditiap resistor nilainya berbeda, sedangkan untuk rangkaian paralel resistor,
tegangan pada tiap resistor nilainya sama sedangkan kuat arus pada tiap titik
percabangan akan berbeda dengan kuat arus sebelum percabangan. Pada
rangkaian paralel resistor berlaku hukum pertama Kirchhoff. Sedangkan
hukum kedua Kirchhoff berlaku pada rangkaian seri resistor.
Saran
Sebaiknya praktikan meningkatkan ketelitian dan konsentrasinya sehingga
dalam melakukan percobaan tidak terjadi kesalahan yang berakibat fatal dan
mengakibatkan pengambilan data berulang-ulang.
Kepada laboran diharapkan agar alat dan bahan yang digunakan dapat
diganti jika memang sudah tidak dapat digunakan dan lebih dilengkapi agar
kesalahan kalibrasi dapat dihindari.
DAFTAR RUJUKAN
Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika (Edisi 5 Jilid 1), terjemahan Dra. Yuhilza
Hanum, M.Eng., dkk. Jakarta:Erlangga
Herman, asisten LFD. 2015. Penuntun Praktikum Fisika Dasar 2. Makassar: Unit
Laboratorium Fisika Dasar Jurusan Fisika FMIPA UNM
Tipler, Paul A. 2001. Fisika untuk Sains dan Teknik (Edisi 3 Jilid 1), terjemahan
Dr. Lea Prasetio, M.Sc, dkk. Jakarta: Erlangga