Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSAKA

A. Definisi Conginetal Talipes Equino Varus (CTEV)

CTEV, bisa disebut juga dengan clubfoot, merupakan suatu

kombinasi deformitas yang terdiri dari supinasi dan adduksi forefoot pada

sendi midtarsal, heel varus pada sendi subtalar, equinus pada sendi ankle,

dan deviasi pedis ke medial terhadap lutut . Deviasi pedis ke medial ini

akibat angulasi neck talus dan sebagian internal tibial torsion. Kata talipes

equinovarus berasal dari bahasa Latin, dimana talus (ankle), pes (foot),

equinus menunjukkan tumit yang terangkat seperti kuda, dan varus berarti

inversidan adduksi. Deformitas CTEV meliputi tiga persendian, yaitu

inversi pada sendi subtalar, adduksi pada sendi talonavicular, dan equinus

pada ankle joint. Komponen yang diamati dari clubfoot adalah equinus,

midfoot cavus, forefoot adduction, dan hindfoot varus (Maheshwari,

Mhaskar, & Maheshwari, 2015).

B. Anatomi Ankle

Ankle dan kaki merupakan struktur komplek yang terdiri dari 28

tulang dan 55 artikulasi yang dihubungkan dengan ligamen dan otot. Ankle

merupakan sendi yang menopang beban tubuh terbesar pada

permukaannya, puncak beban mencapai 120% ketika berjalan dan hampir

275% ketika berlari. Sendi dan ligamen berperan sebagai stabilitator untuk
melawan gaya dan menyesuaikan ketika aktivitas menahan beban agar

stabil.

1. Tulang pada Ankle

Bagian distal dari tulang tibia dan fibula berartikulasi dengan

tulang tarsal padapergelangan kaki yang membentuk struktur kaki. Yang

termasuk tulang tarsal adalah calcaneus, talus, navicular, cuneiform 1,

cuneiform 2, cuneiform 3 dan cuboid, hampir sama dengan tulang carpal

pada tangan. Dikarenakan menumpu beban yang besar maka bentuk dan

ukurannya lebih luas. Kaki memiliki persendian yang kompleks dengan 7

tulang tarsal, 5 tulang meta tarsal dan 14 tulang phalang yang menopang

beban tubuh ketika berdiri, berjalan dan berlari. Penyusun tulang kaki

tertera pada gambar 2.1 dan gambar 2.2.

Gambar 2.1 Tulang pada kaki lateral view (Milner, 2008)

Gambar 2.2 Tulang pada kaki medial view (Milner, 2008)


2. Otot pada Ankle

Sendi ankle terbentuk dari struktur yang kompleks seperti tulang,

ligamen dan otot. Struktur tersebut yang memungkinkan sendi ankle

menjadi fleksibel dan mudah beradaptasi dengan lingkungan. Fleksibilitas

ini dibutuhkan karena kaki beresentuhan langsung dengan tanah dan harus

dapat beradaptasi ketika berubah posisi. Fungsi otot sangat berpengaruh

terhadap fleksibilitas tersebut. Otot pada kaki dibedakan menjadi empat

macam, yaitu : Otot bagian anterior (m. tibialis anterior, m. peroneus

tertius, m. extensor digitorum longus, m. extensor hallucis longus)

berfungsi untuk gerakan dorsi fleksi.

a. Otot bagian posterior (m. gastrocnemius, m. soleus, m. plantaris, m.

flexor digitorum longus, m. flexor hallucis longus, m. tibialis anterior)

berfungsi untuk gerakan plantar fleksi.

b. Otot bagian lateral terdiri dari m. tibialis anterior untuk gerakan supinasi

dan m. peroneus tertius yang berfungsi untuk gerakan pronasi.

c. Otot bagian dalam, m. extensor digitorum longus untuk gerakan

ekstensi empat jari kaki dan m. extensor hallucis longus untuk gerakan

supinasi serta gerakan ekstensi tungkai kaki. M. dorsal pedis untuk

gerakan abduksi jari kaki, m. plantar interossei, m. lumbricalis, m.

digiti minimi, m.flexor digiti minimi, m. flexor hallucis brevis, m.

flexor digitorum brevis, m. abductor digit minimi, m.abductor.

3. Persendian pada Ankle


Sendi pergelangan kaki (Ankle Joint) terdiri dari bagian distal dari

tulang tibia, distal fibula dan bagian superior tulang talus. Jenis dari ankle

joint adalah hinge joint. Dengan bagian lateral dan medial diikat oleh

ligamen. Adapun artikulasi disekitarnya antara lain adalah talus dan

calcaneus (subtalar joint), antara tulang tarsal (midtarsal joint), antar

tarsal bagian depan (anterior tarsal joint), antara tarsal dengan metatarsal

(tarsometatarsal joint), antara metatarsal dengan phalang

(metatarsophalangeal joint) dan antara phalang (proximal & distal

interphalangeal joint).

4. Ligamen pada Ankle

Talocrural joint (sendi ankle) termasuk dalam dua artikulasi antara

os tibia dengan os talus dibagian medial dan os fibula dengan os talus

dibagian lateral yang tergabung dalam satu kapsul sendi. Jaringan pada

sendi ankle diikat oleh beberapa ligamen, antara lain adalah ligamen

anterior tibiofibular dan ligamen posterior tibiofibular yang mengikat

antara tibia dengan fibula, ligamen deltoid yang mengikat tibia dengan

telapak kaki bagian medial, ligamen collateral yang mengikat fibula

dengan telapak kaki bagian lateral. Tendon calcaneal (Achilles) terletak

pada otot betis sampai calcaneus yang membantu kaki untuk gerakan

plantar fleksi dan membatasi dorsi fleksi.

5. Biomekanik pada Ankle

Secara gerakan sendi ini dapat melakukan gerakan dorsofleksi,

plantarfleksi, inversi dan eversi. ROM (Range of Motion) dalam keadaan


normal untuk dorsofleksi adalah 20˚, plantarfleksi adalah 50˚, gerakan

eversi adalah 20˚, dan gerakan inversi adalah 40˚.

C. Etiologi Conginetal Talipes Equino Varus (CTEV)tambahin

Etiologi yang sebenarnya dari CTEV tidak diketahui dengan pasti.

Pada beberapa kelainan adanya perkembangan defek fetal dimana terjadi

ketidakseimbangan otot onvektor dan evektor. Akan tetapi banyak teori

mengenai etiologi CTEV, antara lain :

1. Faktor mekanik intra uteri

Faktor mekanik adalah teori tertua dan diajukan pertama kali oleh

Hipokrates. Dikatakan bahwa kaki bayi ditahan pada posisi

equinovarus karena kompresi eksterna uterus. Parker dan Browne, dkk

mengatakan bahwa adanya oligohidramnion mempermudah terjadinya

penekanan dari luar karena keterbatsan gerak fetus.

2. Genetik

Wynne dan Davis, dkk mengemukakan bahwa adanya mutasi gen yang

menyebabkan fenotip CTEV. Insiden terjadinya DDH sangatlah

bervariasi bergantung pada ras, jenis kelamin, dan riwayat keluarga.

Insiden terjadinya DDH pada ras Tionghoa adalah 1,2/1000 kelahiran,

pada ras kaukasia 6,8/1000 kelahiran. Lochmiller, dkk melaporkan

angka kejadian CTEV pada laki-laki dibanding wanita sebesar 2,5:14,

dan pasien dengan riwayat keluarga CTEV memiliki faktor resiko

yang lebih besar.

D. Klasifikasi Conginetal Talipes Equino Varus (CTEV)


Beberapa jenis klasifikasi yang dapat ditemukan antara lain :

1. Typical clubfoot merupakan jenis clubfoot yang klasik hanya

menderita kaki pengkor saja yang sering ditemukan. Umumnya dapat

dikoreksi dengan casting dan manajemen dari Ponseti mengatakan

bahwa hasil jangka panjangnya baik dan sempurna.

2. Positional clubfoot. Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan

diduga akibat jepitan intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai

dengan satu atau dua kali digips.

3. Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau

lebih.

4. Alternatively treated typical clubfoot termasuk kaki pengkor yang

ditangani secara operatif atau digips dengan metode non-Ponseti.

E. Patofisiologi Conginetal Talipes Equino Varus (CTEV)

Penyebab CTEV atau clubfoot masih belum diketahui sampai saat

ini namun para peneliti percaya ada pengaruh genetik lingkungan dalam

kasus ini, sekitar 80% kasus CTEV ialah idiopatik dan sisanya 20%

memiliki hubungan dengan kasus lainnya yang paling umum Spina Bifida,

cerebral Palsy dan Artogryposis. Beberapa teori diajukan untuk

menjelaskan asal usul CTEV, mempertimbangkan penyebab intrinsik dan

eksentrik, termasuk posisi intrauterine janin, kompresi mekanis atau

peningkatan tekanan hidrolik, gangguan dalam perkembangan janin,

infeksi virus, defisiensi pembuluh darah, perubahan otot, perubahan

neurologis, cacat dalam perkembangan struktur tulang dan cacat genetik.


Sebagian besar informasi menunjukkan bahwa CTEV adalah

keturunan, artinya berjalan dari keluarga. Tidak jelas kerusakan genetik

apa yang menyebabkan masalah ini, belum diketahui apakah cacat

mempengaruhi perkembangan otot, pembuluh darah atau tulang pada kaki.

Selama Sembilan bulan kehamilan, terjadi perubahan terhadap

janin termasuk pemisahan setiap tulang dalam tubuh suatu individu. CTEV

terjadi karena kecacatan dalam proses ini, dimana terjadi kegagalan

pemisahan pada tulang tarsal. CTEV ini bukan malformasi embrionik,

kaki yang pada mulanya normal menjadi bengkok pada trisimster kedua

kehamilan. Kasus ini jarang terdeteksi oleh ultrasonografi pada janin

dengan usia di bawah 16 minggu (Adnan,2019).

F. Tanda dan Gejala Conginetal Talipes Equino Varus (CTEV)

CTEV memiliki tanda dan gejala yang dapat terlihat setelah proses

kelahiran ialah sebagai berikut :

1. Bentuk kaki mengarah ke bawah (plantar) dan ke dalam (varus)

2. Terdapat kelemahan terhadap beberapa otot kaki

3. Kaki yang mengalami Club Foot cenderung lebih pendek dari pada

kaki yang sehat (unilateral)

4. Pada kasus bilateral panjang kaki mungkin memiliki beberapa

asimetri.

G. Prognosis Conginetal Talipes Equino Varus (CTEV)

Untuk progonis sendiri dari kasus CTEV bisa tergolong bisa

kembali dengan normal untuk fungsi bisa seperti pada anak normal pada

umumnya namun yang disayangkan semakin tumbuhnya anak makan


relaps atau perubahan kembali keposisi varus kemungkinan besar bisa

kembali namun jika tetap dilakukan penangan dan perawatan mulai dari

sejak umur bayi maka fungsi kaki akan bisa optimal seperti biasanya

(Adnan,2019).

H. Problematika Fisioterapi Conginetal Talipes Equino Varus (CTEV)

Problematika fisioterapi yang ditemukan yang meliputi

permasalahan kapasitas fisik dan permasahan kapasitas fungsional yang

meliputi :

1. Impairment

Adanya hipotonus pada kedua tungkai, adanya kelemahan pada

otot ankle joint, adanya keterbatasan lingkup gerak sendi pada ankle

joint

2. Fungtional Limitation

Anak belum bisa berdiri dari posisi jongkok, berjalan, berdiri

tanpa pegangan, dan berjalan tanpa pegangan.

3. Disability

Pasien belum mampu melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan

orang lain.

I. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Conginetal Talipes Equino Varus

(CTEV)

Perawatan clubfoot terdiri dari tujuan jangka pendek dan jangka

panjang. Tujuan jangka pendek adalah untuk memperbaiki kelainan


sehingga pergelangan kaki berda pada posisi plantigrade pada saat bayi

akan berusai 3 bulan. Tujuan jangka panjangnya adalah mempertahankan

pergelangan kaki yang diperbaiki dan menindaklanjuti koreksi yang

dipertahankan sampai bayi mulai berjalan dan jika memungkinan

pembrian tidak lanjut yang lebih lanjut untuk menghindari kekambuhan

pada kaki bayi.

1. Teknik Pontesi

Ponseti adalah teknik manipulative yang bertujuan untuk

mengoreksi konginetal CTEV tanpa operasi invasive, adapun prosedur

pelaksanaan posenti yang dapat diberikan sebagai berikut.

a. Temukan kepala lateral talus akan menjadi titik pusat atau titik

tumpu dimana kaki bergerak saat dikoreksi, dan tepat dimana ibu

jari seorang terapis yang memberikan manipulasi perlu

memberikan tekanan lembut. Karena itu penting untuk

diidentifikasi sebelum koreksi dilakukan. (masukin gambar ya sis)

Kepala lateral talus pada bayi biasanya sekitar 1 cm anterior ke

lateral malleolus. Pada beberapa anak prosesus anterior calcaneum

juga dapat dirasakan, tepat dibawah kepala lateral talus.

b. Cara fiksasi pada kaki ada beberapa cara untuk menahan kaki saat

melakukan manipulasi ponseti. Gunakan ibu jari untuk memegang

malleolus sisi lateral dan untuk jari telunjuk dan jari lainnya

memegang sisi medial malleolus usahakan tangan anda tidak

menyentuh bagian calcaneus. Selanjutnya terapis bebes melakukan

memanipulasi gerakan yang ada di ankle.


c. Koreksi arkus, cavus dikoreksi dengan mengutamankan kaki

depan, sehingga menempatkan kaki depan selaras dengan kaki

belakang. Telapak kaki harus diperiksa saat melakukan ini, dengan

tujuan memposisikan kaki depan untuk membuat lengkugan kaki

yang normal, karena cavus biasanya bukan cacat tetap saat lahir,

koreksi cavus yang parah pada kaki yang kaku akan membutuhkan

waktu 2 atau 3 perubahan cast dengan kaki depan di supinasi.

d. Koreksi adductus setelah cavus dikoreksi maka manipulasi untuk

memperbaiki adduksi kaki depan dapat dimulai kaki yang

mengalami plantar fleksi secara perlahan diadduksikan, sementara

tekanan diberika kepada kepala talus. Ligament yang ada pada sisi

medial kaki diberikan stretch. Ujung distal calcaneum terlepas dari

posisinya di bawah kepala talus dan memungkinakan calcaneum

untuk diabduksikan.

e. Automic correction of farus varus pada tumit dan seluruh kaki

tidak perlu dikoreksi secara aktif karena ia akan mengoreksi secara

otomatis karena adduksi kaki deoan dikoreksi. Sementara kaki

depan diabduksikan, navicular berbentuk kubus, dan seluruh kaki

dipindahkan secara lateral sehubungan dengan kepala talus. Bagian

anterior calcaneum mengikuti, dan secara otomatis kelainan bentuk

varus dikoreksi.

f. Koreksi equinus tahap ini adalah tahap terakhir dalam koreksi

deformitas pada kasus CTEV, sedikit koreksi equinus secara alami

ketika kaki diarahkan ke abduksi, tetapi tidak ada upaya yang harus
dilakukan untuk dorsofleksi aktif sampai kepala talar tertutup, kaki

diabduksikan hingga 50-70 dderajat, tumit dalam valgus atau

setidaknya normal

g. Penggunaan gips merupakan bagian penting dari koreksi

deformitas CTEV. Hal ini dibutuhkan untuk mempertahakan

koreksi yang telah dicapai dengan manoipulasi. Jika gips dipasang

tidak tepat dapat membuat koreksi menjadi tidak optimal dan

menyisakan luka pada kaki anak.

h. Foot abductor brace selanjutnya setelah beberapa treatment diatas

dilakukan selanjutnya diberikan penanganan pemberian brace

harus dipakai selama 2 sampai 3 bulan dan setelah itu pada malam

hari selama 3-4 tahun. Penjepit yang dikenal sebgai oot abductor

brace terdiri dari sebuah bar (panjangnya adalah jarak antara bahu

bayi) dengan sapatu berujung terbuka yang terpasang di ujung bar

antara 70 derajat rotasi eksternal. Bayi mungkin merasa tidak

nyaman pada awalnya ketika mencoba melakukan gerakan

menendang dengan satu kakise secara bersamaan dan merasa

nyaman. Pada anak-anak yang hanya memiliki atu kaki yang

bermasalah, sepatu untuk kaki normal dioasang di bar dalam 40

derajat rotasi eksternal. Pada siang hari anak-anak memakai sepatu

biasa.

J. Relaps

Walaupun sudah dilakukan reposisi sehingga mengarah ke posisi

anatomis, pada beberapa kasus, CTEV dapat mengalami kekambuhan atau


yang disebut relaps. Kekambuhan tersebut dapat diketahui oleh beberapa

cara, ialah sebagai berikut :

a. Ketika brace mulai dipakai setelah peleapasan gips, buatlah jadwal

control sebagai tujuan untuk memeriksa kerutinan pemakaian brace dan

memeriksa kemungkinan timbulnya relaps.

b. 2 minggu berikutnya untuk menilai kerutinan dalam fulltime bracing.

c. 3 bulan kemudian untuk menilai kerutinan dalam pemakaian brace pada

malam hari dan siang hari ketika anak tertidur

d. Sampai usia 3 tahun control setiap 4 bulan untuk memonitor pemakaian

brace dan kemungkinan relaps

e. 3-4 tahun control setiap 6 bulan

f. Usia 4 tahun sampai dewasa control 1-2 tahun.

Penyebab paling banyak dari munculnya relaps ialah program

bracing yang tidak berjalan dengan baik. Seorang peneliti menemukan

bahwa relaps hanya terjadi sekitar 6% pada keluarga yang taat dna lebih

dari 80% terjadi pada keluarga yang kurang taat, namun apabila relaps

muncul pada bayi yang masih memakai brace maka penyebabnya ialah

ketidakseimbangan otot kaki yang dapat menyebabkan kekauan dan relaps.

Anda mungkin juga menyukai