Nur Rofiqoh
NIM: 15801012
Nurrofye@gmail.com
ABSTRACT
1
A. Introduction
Komunikasi merupakan salah satu faktor yang penting dalam menjalankan
proses administrasi dan interaksi antar elemen pada suatu organisasi atau
lembaga, baik internal maupun eksternal. Tanpa adanya jalinan komunikasi yang
baik dan benar, besar kemungkinan semua proses di dalam organisasi
tersebut tidak akan dapat berjalan dengan maksimal dan sesuai dengan yang
telah direncanakan. Kemampuan komunikasi yang baik akan sangat membantu
semua proses yang ada dalam suatu organisasi.
Agar dapat menjalankan kepemimpinannya, seorang pimpinan setidaknya
harus memiliki kompetensi dasar, yakni : mengdiagnosis, mengadaptasi, dan
mengkomunikasikan. Kemampuan diagnosis merupakan kemampuan kognitif
yang dapat memahami situasi saat sekarang dan apa yang di harapkan pada masa
yang akan datang. Kompetensi mengadaptasi adalah kemampuan seseorang
menyesuaikan perilakunya dengan lingkungannya. Sedangkan kompetensi
mengkomunikasikan terkait dengan kemampuan seseorang dalam menyampaikan
pesan-pesannya agar dapat dipahami orang lain dengan baik dan jelas.
Terkait dengan kepemimpinan maka komunikasi yang baik sangatlah penting
dimiliki oleh seorang pemimpin karena berkaitan dengan tugasnya
untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan, mendorong anggota untuk
melakukan aktivitas tertentu guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan serta
mencapai efektifitas dalam kepemimpinan, perencanaan, pengendalian,
koordinasi, latihan, manejemen konflik serta proses-proses organisasi lainnya.
Lalu bagaimana mungkin komunikasi bisa berjalan dengan baik jika seorang
pemimpin tidak memberikan kenyamanan, malahan yang ada adalah ketakutan
bagi bawahannya dalam menyampaikan informasi kepadanya.
Selanjutnya banyak orang yang salah paham tentang coaching, karena
kebanyakan orang mengerti bahwa coaching selalu bersangkutan dengan olahraga
karena pelatih olahraga mereka disebut coach. Coaching itu sendiri ialah
memfasilitasi melalui bertanya, feedback dan berperan sebagai ahli yang berperan
2
memberikan arahan kepada seseorang tentang bagaimana mengelola cara kerja
otaknya agar lebih efektif, mampu menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri,
mampu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan sekita agar tetap tumbuh
dan berkembang dan mengendalikan dirinya sendiri.
Menurut pakar management Michael Armstrong, coaching bersifat personal
atau one to one. Coaching merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seorang
pemimpin untuk meningkatkan performa dari bawahannya agar menjadi lebih
baik. Coaching juga sebuah proses membekali diri seseorang dengan metode
pengetahuan dan kesempatan yang dibutuhkan untuk mengembangkan diri.
Coaching adalah proses pemberian umpan balik motivasi untuk
mempertahankan dan meningkatkan kinerja. Coaching dirancang untuk
memaksimalkan kekuatan karyawan dan meminimalkan kelemahan. Sebagai
sarana meningkatkan kinerja, organisasi melatih mereka manajer untuk menjadi
pelatih, dan diperkirakan akan terus karena pembinaan meningkatkan
performance. Mengembangkan keterampilan pelatihan Anda adalah bagian
penting dari Anda kepemimpinan development.
Dan tanda-tanda awal konflik terlihat dalam peningkatan intensitas ketidak
sepakatan diantara anggota-anggota. Konflik dalam diri individu dinyatakan
melalui keluh kesah, gerakan-gerakan kegelisahan pada wajah, perilaku gagap,
melamun, dan ucapan-ucapan yang ketus. Sedangkan konflik antar individu
maupun kelompok ditandai dengan semakin menurunnya ketidak saling
percayaan, ketidak saling terbukaan, dan kerjasama kelompok diantara kedua
belah pihak. Akibat adanya konflik yang terjadi disuatu organisasi berakibat pada
renggangnya hubungan antar individu di organisasi tersebut. Selain itu berakibat
pula pada perkembangan organisasi itu sendiri.
Di dalam suatu organisasi memang terdapat sumber daya manusia yang terdiri
dari bermacam-macam individu atau pribadi. Setiap individu pasti memiliki
kepentingan yang berbeda, salah satu tugas atau peran pimpinan yaitu harus
dapat menyelesaikan konflik yang sifatnya merugikan untuk menciptakan suatu
3
organisasi yang sehat dan tertib dengan cara menggunakan metode pendekatan
penyelesaian yang tepat untuk menangani konflik sehingga setiap konflik itu
dapat diselesaikan dengan baik dan tidak ada yang merasa dirugikan.
1
Effendy Uchjana Onong, Ilmu Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003, hal 250
4
akan semakin banyak informasi yang didapatnya dan semakin besar peluang
keberhasilan seseorang itu dalam kehidupannya.
2
Herujito, dan Yayat M., Dasar-dasar Manajemen, Jakarta: Grasindo. 2001, hal 437
5
Fungsi Komunikasi Kepemimpinan
Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial,
komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat
fungsi, yaitu:
1. Fungsi informative
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemproseskan informasi
(information processing system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu
organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik
dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota
organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti, informasi pada
dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan
dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan
informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi
konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan)
membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan
kesehatan, izin cuti dan sebagainya.
2. Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam
suatu organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang
berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
a. Atasan atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka
yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang
disampaikan. Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk
memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi
kemungkinan mereka ditempatkan pada posisi atas (position of authority)
supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya.
6
b. Berkaitan dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya
berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-
peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan
selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini,
maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi (membujuk secara
halus) bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan
secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar
dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan
kewenangannya.
4. Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan
karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran
komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut
(newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi, juga saluran komunikasi
informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja,
pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini
akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri
karyawan terhadap organisasi.
Bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi ketika mereka
melaksanakan tindak berbagi informasi dan gagasan. Untuk itu kita perlu
memahami style atau gaya seseorang ketika ia berkomunikasi. Gaya komunikasi
(communication style) didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi
yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu (a specialized
set of interpersonal behaviors that are used in a given situation). Masing-masing
gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai
untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu
7
pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada
maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).3
Gaya Komunikasi Kepemimpinan
Gaya komunikasi mengendalikan (The Controlling Style) ditandai dengan
adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur
perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan
gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way
communications. Gaya komunikasi ini dapat dibagi atas beberapa bagian antara
lain :
8
penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua
arah (two-way traffic of communication).
Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka.
Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun
pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang
demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan
pengertian bersama.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan
ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta
kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks
pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian style ini akan
memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam
memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil
keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi ini
pula yang menjamin berlangsungnya tindakan share/berbagi informasi di antara
para anggota dalam suatu organisasi.
3. The Structuring Style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal
secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus
dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi.
Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk
mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan
organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi
tersebut.
Stogdill dan Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State
University, menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka
beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan Coons
menjelaskan bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-
orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan
9
tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan yang muncul.
4. The Dynamic Style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena
pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya
berorientasi pada tindakan (action-oriented). The dynamic style of
communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor
yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau
merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik.
Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-
persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau
bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang
kritis tersebut.
5. The Relinguishing Style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran,
pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi
perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi
perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan
atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas,
berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas
atau pekerjaan yang dibebankannya.
6. The Withdrawal Style
Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak
komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini
untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun
kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.
10
Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya
tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia
mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu
keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu,
gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.
Gambaran umum yang diperoleh dari uraian di atas adalah bahwa the
equalitarian style of communication merupakan gaya komunikasi yang ideal.
Sementara tiga gaya komunikasi lainnya: structuring, dynamic dan relinguishing
dapat digunakan secara strategis untuk menghasilkan efek yang bermanfaat bagi
organisasi. Dan dua gaya komunikasi terakhir yaitu: controlling dan with
drawal mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya interaksi yang
bermanfaat.4
2. Coaching
1. Pengertian Coaching
Coaching merupakan proses untuk mencapai suatu prestasi kerja dimana ada
seorang yang mendampingi, memberikan tantangan, menstimulasi dan
membimbing untuk terus berkembang sehingga seseorang bisa mencapai suatu
prestasi yang diharapkan. Seseorang yang melakukan coaching disebut coach dan
orang yang di coaching disebut coachee. Proses coaching akan sangat menolong
seseorang untuk mengaktualisasikan dirinya, yaitu untuk mencapai satu titik
dimana dia tidak hanya dapat mengetahui keberadaannya saat itu akan tetapi juga
mengetahui potensi kemampuan yang seharusnya dapat dicapai. Orang yang
melakukan coaching terikat dalam satu kerjasama yang baik dengan coacheenya
sehingga melalui proses ini terjalin satu kedekatan dan saling pengertian yang
lebih mendalam.5
4
Abdullah Masmuh, Komunikasi Organisasi, Malang: UMM PRESS, , 2013, hal 279
5
Riandi, Widodo, dan Supriatno, Developing of Video – Based Coaching Package. Result the Second
Year Research Project. Jakarta: PMIPA UPI, 2008, hal 143
11
Proses coaching sering diartikan sebagai sarana untuk membantu mengatasi
dan memecahkan masalah pada individu, memberikan motivasi dan dukungan
semangat dalam melaksanakan tugasnya. Kesempatan untuk peningkatan kerja
bisa diperoleh melalui keterampilan. Untuk memperoleh bantuan yang nyata dapat
diberikan dari dukungan individu atau organisasi. Beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh seorang fasilitator dalam melakukan bimbingan:
a. Apa hasil yang diharapkan atau yang diinginkan
b. Bagaimana cara mengukurnya
c. Perubahan apa yang diperlukan untuk memenuhi harapan atau hasil yang
diinginkan
Fasilitator harus menentukan apakah peserta mampu memenuhi harapan atau
hasil yang diinginkan. Terkait dengan waktu dan usaha yang diperlukan untuk
tujuan tersebut juga harus ditentukan dengan menggunakan panduan kinerja.6
2. Tujuan Coaching
Tujuan yang umum diperoleh dari coaching adalah dapat meningkatkan
kinerja individu dan organisasi, keseimbangan yang lebih baik antara pekerjaan
dengan kehidupan, motivasi yang lebih tinggi, pemahaman diri yang lebih baik,
pengambilan keputusan yang lebih baik dan peningkatan pelaksanaan manajemen
perubahan. Beberapa tujuan coaching yaitu:
a. Menstimulan pengembangan keterampilan peserta secara individual.
b. Membantu peserta menggunakan pekerjaan sebagai pengalaman pembelajaran
dengan bimbingan dan mengembangkan profesional peserta.
c. Memberi kesempatan kepada peserta untuk melengkapi pekerjaan yang
diberikan fasilitator dan pada saat yang sama mempersiapkan keterampilan
peserta dalam mengambil tanggung jawab dan pekerjaan mendatang.
6
Mercurio, N. Mastering Individual Effectiveness Through the Coaching Process. Toronto: The
Canadian Manager, 2008, hal 94
12
d. Meningkatkan kemampuan kemandirian belajar dari peserta dan mengatasi
permasalahan yang dihadapi mereka.
3. Proses Coaching
Proses coaching adalah untuk menetapkan dan menjelaskan arah dan tujuan
serta untuk mengembangkan rencana-rencana kerja untuk mencapai tujuan. Selain
itu dijelaskan juga satu pengertian mengenai hal-hal yang penting dalam
kehidupan bahwa kita diberikan kemampuan untuk mengambil dan melaksanakan
tanggung jawab yang telah diberikan dan membangun serta melakukan setiap
rencana kerja. Secara sederhana proses coaching akan membantu untuk
menciptakan visi yang terbaik dan terbaru yang dimiliki dalam rangka mencapai
suatu keberhasilan. Dimana keberhasilan adalah saat kita dapat mencapai tujuan
secara kontinyu.
Orang yang sedang di coaching atau coachee, akan diarahkan untuk
membahas secara terperinci dimulai dari tujuan evaluasi pekerjaan saat itu, siapa
dan bagaimana keberadaan coachee, apa dan dimana yang menjadi prioritas dan
coachee akan diarahkan untuk menyadari untuk membuat satu keputusan tentang
masa depan. Melalui bantuan seorang personal coach maka seorang coachee akan
semakin mempertajam kehidupan personalnya dan dia akan lebih efektif di dalam
menyelesaikan segala persoalan kehidupannya.
Proses coaching pada intinya adalah suatu percakapan, dialog antara seorang
peserta dengan orang yang membimbing (fasilitator). Penerapan konteks
pendekatan hasil (result oriented) yang produktif, seorang coach akan melibatkan
si coachee untuk membicarakan sesuatu yang sudah diketahui. Pada kenyataannya
seorang coachee sudah memiliki semua jawaban terhadap semua pertanyaan,
apakah itu sudah ditanyakan atau belum ditanyakan. Dapat disimpulkan bahwa
proses coaching juga meningkatkan proses berpikir dari yang dibimbing.
Seorang coach akan membantu coachee di dalam suatu proses pembelajaran,
tetapi coach bukanlah seorang guru dan tidak perlu untuk mengetahui bagaimana
mengerjakan sesuatu dengan lebih baik daripada yang dikerjakan coachee. Tetapi
13
yang terpenting adalah seorang coach akan lebih mengobservasi mengenai pola,
menetapkan tahap-tahap tindakan atau action yang lebih baik yang akan
dikerjakan. Dimana proses ini melibatkan proses pembelajaran melalui berbagai
teknik coaching seperti:
a. Mendengarkan
b. Refleksi, menanyakan pertanyaan dan menyediakan informasi
c. Seorang coach akan menolong coachee untuk menjadi seorang yang mampu
mengoreksi dirinya sendiri dan membangkitkan diri sendiri. Sehingga dia dapat
belajar untuk memperbaiki sikap dan tingkah lakunya, membangkitkan
pertanyaan-pertanyaan dan menemukan jawabannya.
4. Teknik Coaching
a. Tahap Orientasi
Tahap ini merupakan tahap perkenalan dan tahap pengkondisian agar
tercipta suasana yang saling mempercayai.
b. Tahap Klarifikasi
Pada tahap ini dilakukan analisis permasalahan. Masalah yang akan
dipecahkan diuraikan sehingga jelas mana permasalahan utama dan juga
permasalahan mana yang akan dipecahkan terlebih dahulu.
d. Tahap Pemecahan (Perubahan)
Pada tahap ini coachee dengan bantuan coach berusaha mencari solusi
terhadap permasalahan yang dihadapi. Coach berusaha memberikan saran dan
alternatif-alternatif, namun coachee sendirilah yang harus mengembangkan
solusi permasalahan yang dihadapi.
d. Tahap Penutup
Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap apa yang telah
dicapai coachee dari proses coaching. Hal-hal yang pada tahap pendahuluan
disepakati untuk diubah atau diperbaiki akan dinilai apakah tujuan tersebut
telah tercapai atau belum.
14
Teknik yang efektif bisa digunakan untuk mempercepat proses
pembelajaran, teknik yang terbaik adalah dengan memiliki koneksi
dengan coachee dan dengan teknik yang sederhana seperti mendengarkan,
mengajukan pertanyaan, mengklarifikasi dan memberi umpan balik
merupakan teknik-teknik dasar utama dalam coaching.
3. Conflict Skills
Tugas seorang pemimpin yaitu mampu memecahklan masalah dengan baik,
mampu mengembangkan konflik sehingga dapat mencapai titik kritis namun
jangan sampai tiba pada titik kepatahan atau “breaking point”, adalah betul-betul
mengandung resiko dan bahaya dan merupakan tugas yang sangat berat.7 Seorang
Pemimpin memerlukan jiwa yang dinamis, kreatif, berani, bertanggung jawab dan
berdedikasi penuh pengabdian, yang hanya dimiliki oleh pribadi pemimpin yang
berkarakter kuat. Pemimpin modern harus mampu mendorong bawahannya agar
menemukan ide-ide sendiri, berpartisipasi aktif dan mau menerima banyak
perbedaan dan keragaman. Lalu menciptakan kondisi yang merangsang konflik
positif yang terkendali dan menyelesaikannya dengan baik. Adapun cara
pemimpin untuk mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi, yaitu:
7
Thariq Muhammad As-Suwaidan, Memproduksi Pemimpin Hebat, Surabaya: PT. Elba Fitrah Mandiri
Sejahtera, 2009, hal 153
15
b. Apabila cara tidak berhasil, pimpinan mencarikan beberapa alternatif, saran,
masukan yang baik dan memberikan rasapercaya diri kepada bawahan supaya
yakin apa yang akan dipilih adalah solusi terbaik untuk menentukan tujuan
yang dilaksanakannya.
2. Konflik antar individu maupun antar kelompok
Banyak cara untuk memecahkan persoalan konflik antar pribadi maupun antar
kelompok, misalnya membuka diri, menerima umpan balik, menaruh kepercayaan
terhadap orang lain. Ada beberapa strategi untuk mengurangi konflik di organisasi,
yaitu :
2. Mempersatukan tujuan
Tujuan yang dipersatukan ini sama dengan tujuan yang harus dicapai oleh
kelompok yang tengah berselisih. Tujuan bersama itu harus bisa dicapai
karena sifatnya imperative atau memaksa. Melalui jalan kooperatif dan
disertai rasa solidaritas tinggi, orang harus bisa bekerjasama atas dasar saling
percayadan mempercayai satu sama lain.8
8
Wahyudi. Manajemen Konflik dalam Organisasi. Bandung: Alfabeta, 2011 hal 145
16
3. Menghindari konflik
Cara paling wajar dan mudah yaitu menghindari suatu konflik, yang
bertujuan untuk tidak melakukan, menentang, lalu mendesak semua kesebalan
dan kekecewaan kedalam ketidaksabaran sehingga menjadi kompleks-
kompleks terdesak, yang sering menjadi sumber pengganggu bagi ketenangan
batin sendiri. Dengan jalan pendesakan bertujuan menghindari kesusahan.
Yang penting adalah menghindari orang yang tidak disenangi, dan
menghindari konflik terbuka. Selanjutnya cepat atau lambat orang harus
berani saling berkonfrontasi dan mencari jalan penyelesaiannya.
4. Memperhalus konflik
17
piha. Keputusan hasil kompromi itu merupakan produk penalaran,saling
mengalah, saling memberi dan menerima dimana kedua belah pihak saling
terpuaskan.
6. Tindakan yang otoriter
Dalam struktur organisasi formal dengan adanya relasi atasan-bawahan,
maka otoritas dan kewibawaan pemimpin yang berkedudukan paling tinggi
merupakan suara pemutus bagi konflik antar-individu dan antar-kelompok.
Kekuasaan formal merupakan bentuk arbitrage atau perwasitan dan sebagai
alat penentu. Kepemimpinan otoriter dengan tindakan-tindakan yang tegas
dan drastis itu disaat genting itu bisa menegakkan orde, bisa menjadi alat
koordinasi yang efektif.
7. Mengubah struktur individual dan struktur organisasi
Cara lain untuk mengurangi konflik yaitu dengan cara mengubah struktur
organisasi. Memindahkan dan mempertukarkan anggota-anggota kelompok
dan pemimpinnya, dengan semboyan “the right man in the right place”,
membentuk badan koordinasi, memperkenalkan sistem konsultasi dan sistem
apel, memperluas partisipasi aktif para anggota dan anak buah.
Dengan menukar-nukar anggota dan pemimpin dapat tercapai iklim psikis
baru, sehingga suasana kompetitif dan konfliktius bisa dikurangi menjadi
seminim mungkin.9
C. Critical Reviews
Sejarah manusia telah memperlihatkan bahwa sejak zaman dahulu manusia
yang hidup berkelompok sudah mengenal pemimpin yang akan memimpin
mereka. Dan seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan dalam
berkomunikasi. Karena komunikasi memiliki hubungan yang erat sekali dengan
kepemimpinan, bahkan dapat dikatakan bahwa tiada kepemimpinan tanpa
komunikasi. Apalagi syarat seorang pemimpin selain ia harus berilmu,
9
Wahyudi. Manajemen Konflik dalam Organisasi. Bandung: Alfabeta, 2011 hal 147
18
berwawasan kedepan, ikhlas, tekun, berani, jujur, sehat jasmani dan rohani, ia
juga harus memiliki kemampuan berkomunikasi. Disinilah pentingnya
kemampuan berkomunikasi bagi seorang pemimpin, khususnya dalam usaha
untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Inilah hakekatnya dari suatu
manajemen dalam organisasi.
Hal lain yang penting bagi seorang pemimpin dalam menjalankan
kepemimpinannnya yang meliputi dari mahir dalam berkomunikasi, bisa
mengarahkan anggotanya dengan menggunakan coaching dan bisa memecahkan
masalah (konflik kepemimpinan). Ada satu hal yang sangat penting selain hal
tersebut bagi seorang pemimpin harus bertanggung jawab, karena setiap
pemimpin akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya dan juga akan di
minta pertanggung jawaban oleh Allah SWT. Dalam hadist Bukhori No. 853
dijelaskan:
ُرْ اَةJJئُوْ ٌل َع ْنهُ ْم َو ْالَ َمJ ِه َو َم ْسJ ِاْاَل ِ ِم ْي ُر َعلَي َر ِعيِّتJJَ ِه فJ ِ ُؤوْ ٌل ع َْن َر ِعيِّتJ اع َو ُكلٌّ ُك ْم َم ْس
ٍ ُكلُّ ُك ْم َر
ٍ ت زَ وْ ِجهَا َو ِه َي َم ْس ُؤوْ لَةٌ َع ْنهُ َو ْال َع ْب ُد َر
َ Jُاع َعلَي َما ِل َسيِّ ِد ِه َوه
ُؤوْ ٌلJ و َم ْسJ ِ َرا ِعيَّةٌ َعلَي بَ ْي
َُع ْنه
Artinya:
setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu bertanggung jawab terhadap
kepemimpinannya. Seorang gubernur adalah pemimpin bagi rakyatnya dan
bertanggung jawab tentang mereka, seorang wanita adalah pemimpin bagi
rumah suaminya dan bertanggung jawab atasnya. Seorang budakpun adalah
pemimpin atas harta tuannya dan bertanggung jawab atasnya.
D. Conclusion
19
Terkait dengan kepemimpinan maka komunikasi yang baik sangatlah penting
dimiliki oleh seorang pemimpin karena berkaitan dengan tugasnya
untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan, mendorong anggota untuk
melakukan aktivitas tertentu guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan serta
mencapai efektifitas dalam kepemimpinan, perencanaan, pengendalian,
koordinasi, latihan, manejemen konflik serta proses-proses organisasi lainnya.
Dan proses coaching akan sangat menolong seseorang untuk mengaktualisasikan
dirinya, yaitu untuk mencapai satu titik dimana dia tidak hanya dapat mengetahui
keberadaannya saat itu akan tetapi juga mengetahui potensi kemampuan yang
seharusnya dapat dicapai.
E. Reference
Effendy Uchjana Onong, Ilmu Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2003
Herujito, dan Yayat M., Dasar-dasar Manajemen, Jakarta: Grasindo. 2001
Abdullah Masmuh, Komunikasi Organisasi, Malang: UMM PRESS, 2013
20
Riandi, Widodo, dan Supriatno, Developing of Video – Based Coaching
Package. Result the Second Year Research Project. Jakarta: PMIPA UPI, 2008
Mercurio, N. Mastering Individual Effectiveness Through the Coaching Process.
Toronto: The Canadian Manager, 2008
Thariq Muhammad As-Suwaidan, Memproduksi Pemimpin Hebat, Surabaya: PT.
Elba Fitrah Mandiri Sejahtera, 2009
Wahyudi, Manajemen Konflik dalam Organisasi. Bandung: Alfabeta, 2011
21