Anda di halaman 1dari 19

ENABLE OTHERS TO ACT

Abdurrahman
NIM:
noonrohman_gibol@yahoo.co.id

ABSTRAKSI

Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah adalah sebagai khalifah


(pemimpin) di muka bumi ini. Karena itu, pemimpin juga harus menerapkan
pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki melalui tindakan yang nyata.
Namun demikian, kepemimpinan itu tidak akan berjalan sendirian tanpa
bantuan orang lain. Dalam tubuh kepemimpinan harus ada yang membantu,
yang juga berperan aktif dalam menjalankan roda kepemimpinan tersebut.
Sebagai contoh, seorang presiden masih membutuhkan menteri, seorang rektor
membutuhkan pembantu rektor dan seorang kepala sekolah membutuhkan
wakil-wakil kepala sekolah. Selain itu, pemimpin juga harus memberi
kepercayaan sepenuhnya kepada yang membantu atau bawahan untuk bisa
menjalankan tugasnya masing-masing.

Kata kunci: pemimpin, kepemimpinan, kerjasama.

A. KATA PENGANTAR
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai pemimpin dimuka bumi ini, baik
untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain. Kepemimpinan menyentuh berbagai
lini kehidupan manusia. Kiranya tidak bisa di sangkal lagi bahwa kepemimpinan
dalam suatu organisasi sangat tergantung pada kualitas kepemimpinan dalam suatu
organisasi memainkan sangat vital untuk mencapai keberhasilannya1.
Pemimpin bisa berpengaruh dalam beberap bidang sekaligus atau lazim
disebut menyandang kepemimpinan yang bersifat polymorphic. Tetapi pemimpin
juga bisa berpengaruh pada satu bidang saja atau lazim disebut menyandang

1
Hefniy Rozak, Kepemimpinan dalam Al-Qur’an: Tinjauan Sakralitas, Profanitas dan Gabungan,
Yogyakarta: Teras, 2014, hlm. 01.

1
kepemimpinan yang bersifat monomorphic2. Dalam konteks semacam ini, ajaran
Islam memang mungkin dijadikan rujukan dalam memecahkan masalah sosial,
ekonomi dan politik. Karena ajaran Islam yang sesungguhnya bukan hanya
memuat petunjuk tentang bagaimana menjalin hubungan dengan Tuhan (hablun
minallah), melainkan juga memberikan arahan bagaimana bertindak antar sesama
manusia (hablun minannas).
Pemimpin juga harus berorientasi ke depan. Karena jika hanya berorientasi
dalam jangka pendek, itu seperti ekstasi. Ia memabukkan, membuat kita hanyut
namun mewariskan poison pill, yaitu pil beracun yang mematikan pemimpin-
pemimpin berikutnya. Ya, beracun karena membuat generasi penerus harus bekerja
lebih keras dan lebih berisiko mengubah orientasi publik3.

B. PEMBAHASAN
1. Memberi Kesempatan Kepada Orang Lain Untuk Bekerja
Pemimpin memungkinkan orang lain untuk mengerjakan pekerjaan
dengan baik. Mereka menyadari bahwa siapapun yang diharapkan untuk dapat
memproduksi hasil yang baik harus memiliki rasa kepemilikan dan kekuatan
dalam hatinya. Pemimpin memahami bahwa teknik main perintah dan
pengendalian pada masa revolusi Industri tidak dpat lagi diterapkan,
sebaliknya, pemimipin harus bekerja untuk membuat orang merasa kuat,
mampu, dan memiliki komitmen. Pemimpin memunginkan orang lain untuk
bertindak, tidak dengan mendelegasikannya, pemimpin teladan memperkuat
kapasitas setiap orang untuk menepati janji yang mereka buat.
Kemampuan seorang pemimpin untuk memungkinkan orang lain
melakukan tindakan sangatlah penting. Para pengikut tidak akan memberikan
kinerja terbaik mereka ataupun tetap setia dalam jangka waktu yang lama jika
pemimpin mereka membuat mereka merasa lemah, memiliki ketergantungan,

2
Imam Suprayogo, Kyai dan Politik: Membaca Citra Politik Kyai, Malang: UIN Maliki Press, 2009. Hlm.
34.
3
Rhenald Kasali, Change Leadership Non-Finito: Masa Depan Ada di Tangan Pemimpin yang Mau
Mengubah Constraint Menjadi Kesempatan, Jakarta: Mizan, 2015. Hlm. 74-75.

2
atau terasingkan. Namun ketika seorang pemimpin membuat orang merasa
kuat dan mampu, dimana mereka dapat berbuat lebih dari apa yang selama ini
mereka pikirkan. Mereka akan memberikan yang terbaik bahkan melebihi
ekspektasi mereka sendiri. Ketika kepemimpinan menjadi sebuah hubungan
yang dibangun berlandaskan rasa saling percaya serta kepercayaan diri, orang
akan berani mengambil risiko, membuat perubahan, terus menjaga organisasi
dan pergerakannya tetap hidup. Melalui hubungan tersebut, para pemimpin
mengubah para pengikut mereka menjadi pemimpin pula4.
Untuk melakukan hal-hal yang luar biasa, seorang pemimpin harus
dapat menggerakkan orang lain untuk bertindak. Hal ini dilakukan dengan
memupuk kolaborasi, mempromosikan tujuan bersama, dan membangun
sebuah kepercayaan. Kouzes dan Posner menyebutkan, pemimpin teladan
mempunyai orientasi kerja bahwa keberhasilan yang diraih adalah buah dari
kerja tim, bukan hasil kerja pribadi pemimpin. Sehingga dalam penyampaian
argumentasi pemimpin akan sering menggunakan kata “kami” daripada kata
“saya”. Kerja sama tim ini tidak hanya terbatas pada kelompok kecil tim saja,
tetapi merupakan kerja sama tim yang mempunyai visi bersama organisasi5.
Bukti-bukti yang tersedia sangatlah banyak untuk sudut pandang ini.
Salah satu contohnya adalah riset Public Allies, sebuah organisasi yang
ditujukan untuk menciptakan pemimpin muda yang dapat memperkuat
komunitras mereka. Public Allies mencari opini dari orang-orang yang berusia
delapan belas hingga tiga puluh tahun mengenai subyek kepemimpinan. Di
antara soal-soal yang ada terdapat sebuah pertanyaan mengenai kualitas
seperti apa yang penting dalam diri seorang pemimpin yang baik. Teratas
dalam daftar jawaban responden adalah ”Kemampuan untuk melihat situasi
dari sudut pandang orang lain.” Di tempat kedua ” Dapat  berinteraksi dengan
baik dengan orang lain.”

4
Create a free website or blog at WordPress.com. di akses pada Minggu 25 September 2016.
5
Dwi Sadono, Resensi Buku The Leadership Challenge: How to Get Extraordinary Things Done in
Organizations Jurnal Penyuluhan September 2008, Vol. 4 No. 2. Hlm. 155.

3
Tugas pertama dalam hal melibatkan orang lain adalah mengenali para
pengikut dan mencari tahu apa yang menjadi aspirasi bersama untuk mereka.
Untuk keperluan ini, penting untuk menyediakan waktu tak terencana –
seringkali bersifat spontan – untuk diluangkan bersama orang lain. Pemimpin
berfungsi sebagai cermin dan merefleksikan kembali kepada para pengikutnya
atas apa yang mereka katakan paling diinginkannya. Loyalitas pengikut akan
ditunjukkan ketika pemimpin mampu menemukan kebutuhan dan
memecahkan masalah mereka, ketika pemimpin terlihat sebagai simbol norma
mereka, dan ketika gambaran tentang pemimpin kongruen dengan mitos dan
legenda mereka6.
Alasan mengapa mereka menyukai pekerjaan yang mereka lakukan,
adalah mereka menganggapnya penuh tantangan, penuh arti dan penuh tujuan.
Mereka menempatkan peringkat tinggi “pekerjaan yang menarik” daripada
“pendapatan yang tinggi”, dan “kualitas kepemimpinan” lebih memberikan
motivasi daripada “uang”. Nilai kerja serta ketertarikan akan kebebasan,
aktualisasi diri, pembelajaran, komunitas, keunikan, pelayanan, dan tanggung
jawab sosial benar-benar dapat menarik orang menuju kepada sebuah misi
bersama.
Visi bersama merupakan kunci dan untuk mampu membuat orang lain
terlibat, para pemimpin perlu membuat visi tersebut menjadi lebih menarik,
hidup dan berwujud.
Pemimpin dapat menggunakan berbagai cara untuk menyatakannya.
Pemimpin yang sukses menggunakan metafora. Bentuk bahasa lainnya yang
dapat digunakan seperti: memberikan contoh, bercerita, anekdot, kata-kata
yang gamblang, kutipan, slogan, simbol, lagu, puisi, kutipan, dan humor,
tetapi hal ini masih relatif jarang digunakan. Pemimpin lebih banyak
menggunakan angka dan akronim. Faktanya, keduanya sangat abstrak dan
perlu cukup waktu untuk memahaminya.

6
Dwi Sadono, Resensi Buku ....... Hlm. 157.

4
Peningkatan kinerja organisasi yang mengagumkan tidak akan terlepas
dari usaha aktif dan dukungan banyak orang. Setiap orang adalah penting,
tidak hanya pemimpin. Kerja tim dipandang sebagai rute interpersonal yang
memungkinkan peningkatan pengaruh, kredibilitas, dan semangat kerja
kelompok, serta tingkat tertinggi kepuasan bekerja dan komitmen.
Mengupayakan kerjasama adalah tentang mengajak orang lain untuk bekerja
bersama. Proses kerjasama tersebut harus dipelihara, diperkuat, dan dikelola.
Pada awalnya, pekerjaan dan tanggung jawab seorang pemimpin
adalah melakukan inovasi, bersifat original, mengembangkan hal yang ada,
fokus pada orang, menginspirasi kepercayaan, memiliki perspektif jangka
panjang, bertanya ‘mengapa?’, memperhatikan horizon, tidak mudah
dipengaruhi, melakukan sesuatu yang benar dan melakukan hal yang orisinil
serta menantang status qou7.
Sedangkan kerja tim adalah syarat perlu/esensial organisasi
berproduksi. Kerjasama diperlukan untuk menggabungkan komitmen dan
ketrampilan pekerja, pemecahan masalah, dan respon terhadap tekanan
lingkungan. Mengupayakan kerjasama tidak hanya ide yang baik, tetapi juga
menjadi kunci pemimpin untuk membuka energi dan bakat yang ada dalam
organisasi.
Strategi mendasar untuk memperoleh kerjasama menurut Axelord,
adalah “memperluas bayangan masa depan”. Orang mempunyai kemungkinan
besar untuk bekerjasama ketika mereka tahu yang akan mereka lakukan
dengan pihak lain di masa depan. Harapan interaksi di masa depan mendorong
orang untuk bekerjasama dengan pihak lainnya di saat ini. Bayangan masa
depan nampak paling besar ketika interaksinya bertahan lama dan berulang-
ulang.
Pemimpin membutuhkan anak buah atau bawahan, karena dalam suatu
kepemimpinan tidak akan bisa dilakukan seorang diri tanpa bantuan orang
lain. Kepada bawahan pula, pemimpin memperluas kesempatan bagi orang

7
Amy Y.S Rahayu, Manajemen Perubahan dan Inovasi, Jakarta: UI Press, 2013. Hlm. 122.

5
lain untuk berkeasi, beradaptasi, dan bertemu dengan kebutuhan dari masa
depan yang dapat diantisipasi8.

2. Memperkuat Orang Lain: Berbagi Kekuatan dan Informasi


Satu pelajaran penting dari temuan Arnold Tannembaum adalah
berbagi kekuatan akan menghasilkan kepuasan pekerja dan kinerja/efektivitas
organisasi yang lebih tinggi. Untuk pemimpin, ada paradoks Jack Telnack dari
Ford Motor Company: “saya harus memberikan kekuatan untuk memperoleh
kekuatan”. Ketika pemimpin berbagi kekuatan dengan orang lain, orang itu
pada gilirannya merasakan lebih dihubungkan dengan pemimpin dan merasa
terikat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sehingga organisasi
menjadi lebih efektif.
Kemampuan untuk membuat orang merasakan kuat adalah satu
kontribusi terpenting dari para pemimpin. Pemimpin mendapat hasilnya dari
upaya pemimpin melalui orang lain, sehingga pemimpin harus lebih sensitif
kepada orang dan kebutuhan tertentu mereka. Kapasitas untuk memperkuat
dan memberdayakan orang lain dimulai dengan derajat kekuatan yang anda
punya. Hanya pemimpin yang kuat yang akan mendelegasikan, memberi
imbalan terhadap bakat, dan membangun tim yang terdiri dari orang yang
mempunyai kekuatan sesuai tempatnya. Pemimpin dapat memberikankan
kekuatan kepada orang lain dan pada saat yang bersamaan mereka menerima
kekuatan juga dari orang lain. Ada empat strategi memperkuat orang lain
menurut Rosabeth Moss Kanter, yaitu: (1) Berikan pekerjaan penting untuk
dikerjakan pada saat isu penting, (2) Berikan pertimbangan dan kemandirian
atas tugas dan sumberdaya, (3) Berikan jarak penglihatan kepada yang lain
dan berikan pengakuan atas usahanya, dan (4) Bangun hubungan untuk orang
lain, hubungkan mereka dengan orang yang kuat dan temukan sponsor dan
pelatihnya.

8
Amy Y.S Rahayu, Manajemen .... Hlm. 134-135.

6
3. Mengakui Kontribusi: Menghubungkan Imbalan dengan Kinerja
Orang-orang menikmati bekerja keras dan dalam waktu yang amat
panjang (lembur). Namun untuk tetap berada dalam keadaan itu selama
berbulan-bulan, orang memerlukan penyemangat. Salah satu cara penting bagi
pemimpin dalam memberikan semangat kepada orang lain adalah dengan
memberikan pengakuan terhadap kontribusi individual.
Satu resep tua dan sangat penting untuk mempengaruhi motivasi
pekerja adalah pertalian antara hasil (imbalan, pengakuan) dengan usaha dan
kinerjanya. Terdapat tiga kriteria kunci untuk mengintegrasikan sistem kinerja
– imbalan: buat pasti bahwa orang mengetahui apa yang diharapkan darinya,
sediakan umpan balik tentang kinerja, dan hargai yang mencapai standar.
Sistem penghargaan akan berfungsi terbaik ketika kinerja dapat diukur secara
tepat dan obyektif.
Terdapat banyak tipe imbalan/ penghargaan yang dapat digunakan
untuk mengakui usaha dan kontribusi anggota tim. Pemimpin sebaiknya tidak
hanya bergantung pada sistem penghargaan formal seperti promosi, yang
hanya menawarkan pilihan yang terbatas dan membutuhkan upaya yang
cukup besar. Daripada hanya bergantung pada penghargaan formal, para
pemimpin yang efektif menggunakan penghargaan intrinsik – imbalan yang
dibangun dalam pekerjaan itu sendiri termasuk faktor seperti: rasa pencapaian,
peluang untuk menjadi lebih kreatif, serta pekerjaan yang menantang –
sebagai hasil yang dapat segera dicapai berkat upaya yang dilakukan.
Walaupun peningkatan gaji atau bonus dihargai, kebutuhan individu
akan penghargaan dan apresiasi atas hasil kerjanya adalah jauh lebih penting.
Pengakuan verbal di depan sesama rekannya, juga penghargaan yang nyata
seperti halnya sertifikat, plakat, dan pemberian berwujud lainnya, benar-benar
berdaya guna tinggi.
Kepemimpinan adalah gabungan dari keahlian dan praktek yang dapat
dikenali, yang terdapat pada diri setiap orang, bukan hanya sedikit pria dan

7
wanita yang karismatik. Kepemimpinan merupakan hubungan antara mereka
yang terpanggil untuk memimpin dan mereka yang memilih untuk mengikuti.
Kesuksesan dalam kepemimpinan, bisnis, dan kehidupan telah,
sedang, dan akan terus menjadi seberapa baik orang bekerja dan bermain
bersama. Kesuksesan pemimpin sepenuhnya bergantung pada kapasitas untuk
membangun dan mempertahankan hubungan manusia yang memunginkan
orang untuk mewujudkan hal-hal yang luar biasa secara reguler.
Menciptakan kompetisi diantara anggota kelompok ternyata bukan
merupakan suatu cara untuk mencapai kinerja tertinggi. Apa yang dapat
menciptakan kerjasama, kolaborasi, dan tujuan, pertama adalah berbagi visi
dan misi. Kelompok kerja, melengkapi aturan, dan berbagi imbalan juga
merupakan hal yang penting. Para pekerja menyadari bahwa kerjasama terjadi
ketika norma organisasi mendukungnya untuk berbagi informasi,
mendengarkan ide orang lain, bertukar sumberdaya, dan merespon
permohonan pihak lain melalui ketergantungan yang positif. Untuk itu,
lingkungan komunikasi yang mendukung dan saling percaya (trust) perlu
diciptakan di setiap level pekerjaan.
Ketika kepemimpinan menjadi sebuah hubungan yang dibangun
berlandaskan rasa saling percaya serta kepercayaan diri, orang akan berani
mengambil resiko, membuat perubahan, terus menjaga organisasi dan
pergerakannya tetap hidup. Melalui hubungan tersebut, para pemimpin telah
mengubah para pengikutnya menjadi pemimpin pula.

C. NILAI-NILAI KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM


Di dalam Islam nilai-nilai itu dapat kita temukan, baik secara tersurat
maupun secara tersirat, yang tertulis dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis. Nilai-
nilai yang tertulis dalam ayat-ayat dan hadits itu antara lain sebagai berikut:
1. Cerdas
Cerdas atau mampu merupakan suatu nilai yang dalam Islam menempati
posisi yang sangat penting sekaligus mendapat apresiasi yang sangat tinggi.

8
Nilai ini demikian penting dan tinggi karena urgensinya secara fundamental
meliputi semua ranah kehidupan manusia. Manusia tidak akan sukses meraih
apa yang ia inginkan manakala ia tidak cerdas dan mampu mengelolanya
secara baik.
Dalam Al-Quran ayat yang mengisyaratkan nilai itu, antara lain sebagai
berikut:
‫ان‬ ِ ‫ت َواأْل َ ْر‬
ُ ِ‫ض فَا ْنفُ ُذوا اَل تَ ْنفُ ُذونَ إِاَّل ب‬
ٍ َ‫س ْلط‬ َّ ‫ستَطَ ْعتُ ْم أَنْ تَ ْنفُ ُذوا ِمنْ أَ ْقطَا ِر ال‬
ِ ‫س َما َوا‬ ِ ‫ش َر ا ْل ِجنِّ َواإْل ِ ْن‬
ْ ‫س إِ ِن ا‬ َ ‫يَا َم ْع‬
Artinya :
“Wahai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi)
penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya
melainkan dengan kekuatan”(QS. Al-Rahman (55): 33).
Ayat diatas mengingatkan manusia bahwa apa saja yang dipikirkan dan
dibayangkan dalam bentuk visi dan misi semuanya bisa menjadi kenyataan,
asalkan manusia memiliki sulthan (kekuatan/kemampuan). Kemampuan
merupakan kriteria dasar bagi setiap pemimpin dalam mengelola serta
mengembangkan organisasi/institusi. Kemampuan oleh para ahli dapat
diklasifikasi menjadi 3 (tiga) jenis. Kemampuan intelektual, kemampuan
emosional, dan kemampuan spiritual. Ketiga kemampuan ini harus dimiliki
oleh setiap pemimpin di setiap level kepemimpinan. Ia harus mempunyai akal
dan pikiran yang cerdas, karena dengan itu ia bisa merencanakan,
mengorganisir, dan mengendalikan organisasi secara rasional, tidak
menghayal dan membabi buta dalam membuat police atau kebijakan.
Lebih dari itu, ada aspek-aspek organisasional tertentu yang membutuhkan
penanganan dengan sentuhan-sentuhan emosi, seperti memotivasi
bawahan/karyawan, memunculkan rasa memiliki dan rasa bertanggung jawab
terhadap organisasi (sens of belonging and sens of responsibility), membuat
kebijakan-kebijakan simpatik, baik terhadap anggota organisasi maupun bagi
masyarakat lingkungan sebagai stakeholder.9

9
Agus Nggermanto, Quantum Quotient-Kecerdasan Quantum, Bandung : Penerbit Nuansa, 2002. Hlm.
165.

9
2. Visioner
Visi merupakan konsep imajinasi seseorang atau beberapa orang pemimpin
tentang masa depan dari suatu organisas/lembaga yang dipimpin. Akan seperti
apakah lembaga yang dipimpinnya dimasa yang akan datang. Karena itu,
kewajiban utama seorang pemimpin/manajer adalah bagaimana
memperjuangkan serta mempertahankan visinya agar bisa tercapai.
Kemampuan mempertahankan serta memperjuangkan visi ini sama seperti
dalam Islam, seseorang yang telah berikrar beriman hanya kepada Allah tidak
kepada selain-Nya (laa ilaha illallah), tanpa mengenal ruang dan waktu.
3. Inisiatif
Inisiatif merupakan salah satu nilai penting yang harus dimiliki oleh
pemimpin/manajer. Pemimpin yang tidak memiliki inisiatif akan membuat
organisasi menjadi mandek serta tidak berkembang apalagi ingin ada
perubahan, harapan agar organisasi bertumbuh sesuai dengan perkembangan
tidak akan tercapai, sekalipun lingkungan (stakeholder) menghendaki.
4. Rela Berkorban
Manajer/pemimpin yang baik/efektif senantiasa harus mengedepankan sikaf
rela berkorban. Pemimpin yang memiliki nilai ini selalu memberi harapan
bagi lingkungannya bahwa ia dan organisasinya akan tetap menjalankan
kewajiban-kewajibannya serta memenuhi hak-hak, baik itu hak-hak 
bawahan/karyawan, hak mereka yang dilayani (pelanggan) maupun hak-hak
sosial sebagai bentuk komitmen menyeluruh atas keberpihakannya terhadap
lingkungan organisasi. Tipe kepemimpinan seperti ini oleh Andy Kirana
disebut kepemimpinan etis10.
5. Bertanggung Jawab
Bertanggung jawab merupakan nilai yang melekat pada diri seorang
manajer/pimpinan setelah ia memangku suatu jabatan. Pimpinan yang tidak
bertanggung jawab berarti ia tidak menjalankan satu syarat penting sebagai
manajer/pimpinan, yaitu melaksanakan proses pelimpahan wewenang dari

10
Andy Kirana, Etika Manajemen-Ancangan Bisnis Abad – 21, Yogyakarta: LkiS, 1997. Hlm. 61-68.

10
atasan /pimpinan yang lebih tinggi. Pelimpahan wewenang (delegasi) terdiri
dari tiga unsur yaitu; kewenangan (authority), tugas/tanggung jawab
(responsibility), dan pertanggung jawaban (accountability)11.
6. Percaya Diri
Percaya diri merupakan nilai yang harus dimiliki pemimpin setelah  memiliki
inisiatif. Bila pemimpin tidak percaya diri maka inisiatifnya tidak bakal
terlaksana. Ia tidak yakin akan kemampuan dirinya, sekalipun kapasitasnya
sebagai pemimpin. Visi/ide-idenya akan tenggelam dalam bayang-bayang
ketidakpercayaan dirinya.
Nilai percaya diri sangat terkait dengan sejauh mana seorang pemimpin
merasa pahit getirnya. Atau dengan kata lain seberapa besar pengalaman yang
dimiliki dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinan/manajerial dan
kemasyarakatan. Dengan mengalami serta menjalankan tugas-tugasnya secara
langsung, ia akan melakukan proses trial and error. Karena itu seorang
manajer/pemimpin selain harus memiliki segudang pengalaman juga harus
menimbulkan rasa percaya diri (self confidence) yang tinggi dalam
merealisasikan visi/misi (ide-ide) yang dimiliki.
7. Responsif
Pemimpin yang memiliki nilai ini selalu merasa bahwa semua orang pasti
mempunyai kebutuhan. Kebutuhan yang diharapkan manusia itu ada yang
sama dan ada pula yang tidak sama. Pemimpin/manajer yang baik pasti selalu
berusaha untuk mengetahui kebutuhan orang lain, baik itu kebutuhan bawahan
maupun kebutuhan orang yang dilayani (pelanggan) dan berusaha sedapat
mungkin agar dapat merealisasikannya. Proses dimana seorang manajer/
pemimpin berusaha mengetahui dan merealisasikan kebutuhan bawahan
maupun kebutuhan pelanggan   itulah biasanya disebut responsif (tanggapa).
8. Empati

J. Winardi, Manajemen Perubahan (Management Of Change), Jakarta: Prenadamedia Group, 2005.


11

Hlm. 403.

11
Empati sebenarnya merupakan gerbang (entry point) bagi lahirnya sikap
responsif di atas. Empati merupakan sikaf serta kemampuan seseorang
manajer/pemimpin memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain.
Nilai empati hanya dimiliki oleh para pemimpin yang tanggap terhadap
lingkungannya. Pemimpin yang memiliki nilai ini akan selalu dekat dengan
masyarakat, baik itu bawahan maupun orang yang dilayani. Ia akan bahagia
jikalau bawahan atau pelanggannya (orang yang dilayani) menjadi bahagia,
dan ia akan resah bila mereka mengalami kesulitan.
9. Inovatif
Inovatif atau inovasi selalu beriringan dengan kreatifitas. Nilai ini
meniscayakankan bagi pemimpin membuat pembaruan-pembaruan atau
penemuan-penemuan hal baru baik berupa produk, jasa, metode, kebijakan,
tehnik dan seterusnya yang bisa ditawarkan kapada pengguna (User).
Untuk sampai pada taraf ini, seorang pemimpin harus cerdas terutama dari sisi
intelektual. Karena seseorang yang secara intelek mampu, ia dapat
menciptakan sesuatu yang baru atau mampu mendisain sesuatu yang lama
(merekayasa) dengan kemasan dan tampilan baru12.
10. Toleran
Sikaf toleransi bagi seorang manajer/pemimpin dalam mengelola suatu
organisasi juga tidak kalah penting bila dibandingkan dengan nilai-nilai lain.
Nilai ini memungkinkan pemimpin melakukan tugas-tugas koordinasi secara
baik dan berkesinambungan, terutama pada setiap level manajemen yang
sama. Sikaf toleran dalam banyak hal dapat memuluskan jalan diantara dua
pendapat yang berbeda. Sering pimpinan bagian/divisi/unit secara superior
hanya mengandalkan bagian, divisi, atau unitnya yang terbaik, dan
menganggap bagian, divisi, atau unit lain imperior dan tidak baik.
11. Sederhana

Hasan Langgulung, Manusia Dan Pendidikan – Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Jakarta: Al-
12

Husna Zikra, 1995. Hlm. 5.

12
Nilai kesederhanaan merupakan suatu unsur penting yang harus dimiliki oleh
setiap pemimpin. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu
menempatkan posisinya ditengah-tengah orang yang ia pimpin. Maksudnya
seorang pemimpin tidak sewajarnya hanya dekat dengan orang-orang
yang berada pada level atas saja, tapi juga bisa mendengar dan melihat dari
dekat problema-problema yang terjadi pada orang-orang yang ada pada level
bawah. Dengan menempatkan diri secara tepat, berarti seorang pemimpin
telah menunjukkan sikaf kesederhanaan.
12. Efektif dan Efisien
Dalam manajemen, efektifisien (efektif dan efisien) merupakan parameter
bagi keberhasilan atau kegagalan dari suatu pekerjaan. Suatu kegiatan
dikatakan produktif jika telah terjadi efisiensi pengelolaan masukan (input)
dan efektif dalam setiap pencapaian sasaran. Efektifisien yang tinggi akan
menghasilkan produktifitas yang tinggi.
Dalam suatu lembaga, faktor ini sangat erat kaitannya dengan proses
pemanfaatan sumber daya yang dimiliki dalam usaha mencapai tujuan dari
lembaga/organisasi. Sumber daya dimaksud antara lain seperti; biaya, tenaga
kerja, energi, material, waktu, dan teknologi. Bila semua sumber daya ini di-
manage secara baik sesuai takaran kebutuhan dari masing-masing
program/kegiatan, maka tidak akan terjadi pemborosan yang memungkinkan
produknya menjadi mahal (high cost) sehingga  susah dijangkau oleh
kalangan ekonomi lemah.
13. Keteladanan
Hampir disetiap organisasi terutama dinegara kita, pemimpin/manajer selalu
Cdijadikan contoh (panutan).  Sikaf ini tidaklah berlebihan, sebab corak
budaya kita bersifat pathernalistik selain itu pemimpin/manajer dianggap
sebagai orang yang memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan
mereka (bawahan). Karena itu dalam beberapa lembaga/organisasi, para
pemimpin/manajer biasanya melakukan beberapa peranan strategis sehingga
mereka selalu diapresiasi secara baik. Peranan-peranan dimaksud antara lain

13
seperti; bertindak sebagai tokoh (figurhead), pemimpin (leader), penghubung
(liason), juru bicara ( the spokes person), pihak yang menyelesaikan gangguan
(turbulance handler), perunding (negotiator),13 dan lain-lain. Peranan-peranan
itu menghendaki para bawahan senantiasa menghormati dan menghargai
setiap langkah dan kebijakan yang diambil setiap pemimpin, dengan tetap
mengedepankan azas-azas kebersamaan, kejujuran, dan keadilan, serta tidak
bersikaf like and dis like teristimewa dalam menilai dan mendistribusikan
tugas dan tanggung jawab.
Di dalam Islam, Nabi Muhammad  SAW. sebagai rasul dan pemimpin umat
oleh Al-qur’an  dipandang sebagai pribadi yang patut dicontoh. Sebab beliau
dianggap telah sukses dalam menjalankan tugas-tugasnya secara baik dengan
mengedepankan sikaf-sikaf  terpuji yang semestinya ditiru. Dalam Alquran
dikatakan: “ Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu teladan yang baik
bagimu”(QS. Al-Ahzab (33): 21).
14. Terbuka
Keterbukaan (transparan) sesungguhnya merupakan suatu sikap yang dalam
manajemen modern sangat dianjurkan keberadaannya dalam suatu
lembaga/organisasi. Masyarakat dewasa ini terutama mereka yang
pendidikannya relatif baik, terkadang hanya percaya pada organisasi yang
terbuka melaporkan seluruh kegiatannya secara berkala kepada masyarakat
(stakeholder) sebagai mitra kerjanya. Organisasi akan berkinerja dan
berkembang dengan baik manakala para stakeholder merespons semua
kegiatan organisasi secara baik pula14. Karena itu agar suatu organisasi eksis
dimasyarakat  dan bisa berkompetisi secara sehat, maka seluruh pihak yang
terlibat didalamnya khususnya pada level pimpinan (manajemen) harus dapat
bersikap transparan dalam mengelola organisasi, sehingga kredibilitas
lembaga tetap terjaga.

13
J. Winardi, Manajemen .... Hlm. 41.
14
Sinetar, Marsha. Mengembangkan Kepemimpinan Yang Potensial, dalam A. Dale Timpe, The Art and
Science of Business Management Leadership dialih bahasakan oleh : Susanto Budidharmo dengan judul :
Seri Manajemen Sumber Daya Manusia – “Kepemimpinan”, Jakarta: Media Komputindo, 1999. Hlm. 87.

14
D. KRITIK DAN SARAN
Pemimpin pada dasarnya adalah tokoh utama yang sangat menentukan
kemajuan dan keunggulan kompetetif suatu organisasi. Ia tidak hanya berfungsi
sebagai manajer yang efektif, namun sekaligus juga menjadi pemimpin
transformasional. Pemimpin diharapkan dapat membawa organisasi/institusi
mencapai kinerja yang melebihi ekspektasi secara berkelanjutan. Dalam iklim
usaha yang tidak menentu seperti sekarang ini adalah sangat penting bagi seorang
pemimpin mengendalikan organisasi kearah yang jelas dan konsisten. Mereka
harus secara berani mengelola ketidakpastian serta menangani kondisi sekarang
secara efektif, kemudian secara simultan mengantisipasi dan merespons tuntutan-
tuntutan masa depan. Oleh karena itu, pemimpin mestinya selalu
mengekspresikan, menjelaskan, mengembangkan, dan bila perlu merevisi misi dan
strategi organisasi, karena keduanya hanya merupakan metodologi belaka bukan
tujuan akhir.
Pemimpin idealnya memiliki wawasan dan pandangan yang luas kedepan
jauh melebihi apa yang dilihat. Karena harus begitu luas wawasan dan
pandangannya sehingga diharapkan dapat melebihi apa yang diimpikan anak
buahnya. Pemimpin harus punya mimpi (dream), sebab tanpa mimpi ia tidak akan
memiliki bayangan masa depan seperti apa organisasi yang dipimpinnya nanti.
Pemimpin dalam banyak hal berbeda dengan seorang manajer terutama
dari segi perannya. Seorang manajer berperan dalam suatu pekerjaan yang sudah
ada yang telah ditetapkan agar dilakukan secara baik (right), sedangkan pimpinan
berperan dalam melakukan pilihan dari segala sesuatu yang ada (thing). Jadi lebih
diarahkan kepada pilihan dari berbagai alternatif yang dianggap paling tepat.
Karena itu, dalam menghadapi kondisi lingkungan yang tidak menentu
seperti sekarang ini diperlukan seorang pimpinan yang efektif, seorang pemimpin
yang mampu menggunakan kewenangan yang ada padanya secara baik dan
konstruktif, pemimpin yang mampu merumuskan sasaran yang jelas dan dapat
dicapai berdasarkan kemampuan sumberdaya yang dimiliki, pemimpin yang

15
mampu mengkomunikasikan kepada bawahannya apa yang dipikirkan, pemimpin
yang arif, dimana dalam menghadapi dan memecahkan persoalan selalu
mengedepankan rasio dengan tetap mempertimbangkan rasa. Tegasnya pemimpin
yang efektif itu adalah seorang pemimpin yang secara kuat memperjuangkan
idealisme yang ingin dicapai.
Bila dilihat secara tajam dan jernih, sesungguhnya kepemimpinan efektif
itu merupakan implementasi kreatif dari prinsip dan nilai-nilai Islam. Mengapa
tidak ?, Jika kita perhatikan semangat dari seorang pemimpin yang efektif, maka
selamanya ia senantiasa mengedepankan prinsip-prinsip atau nilai-nilai kerja
sama, kerja keras, cerdas dan memiliki kearifan, kreatif, inovatif, efektifisien,
transpormatif, komunikatif,dan teladan. Nilai-nilai atau prinsip-prinsip tersebut
paling tidak dari perspektif Islam memiliki hujjah yang kuat untuk menjadi
landasan implementatif dalam berinisiatif dan bekerja secara efektif. Apakah itu
untuk perorangan,  kelompok apalagi bagi seorang pemimpin. Demikian pula
berlaku untuk semua jenis lembaga, apakah organisasi, perusahaan, ataupun
lembaga-lembaga kemasyarakatan dan lain-lain. Nilai-nilai atau prinsip-prisip
yang dikemukakan di atas bila diamati dengan cermat, maka sesungguhnya secara
relatif implementasinya dapat menyebabkan suatu kepemimpinan  menjadi efektif,
tentunya harus disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi.
Namun pada keyataannya, saat ini banyak pemimpin yang belum bisa
mengimplementasikan seluruh tugasnya dengan baik dan belum berani melakukan
perubahan-perubahan sekalipun mendasar. Nilai-nilia kepemimpinan yang luhur
tidak berjalan sepenuhnya dengan baik. Banyak pemimpin tidak mau melakukan
perubahan hanya karena takut melakukan kesalahan. Padahal, menurut Lord
Erlington yang dikutip oleh Rhenal Kasali, pemimpin yang tidak melakukan
kesalahan adalah pemimpin yang tidak melakukan apa-apa15.
Bahkan yang paling miris adalah ketika pemimpin tidak bisa
memberdayakan bawahannya dengan baik. Sehingga bawahan tersebut tidak tahu

Rhenald Kasali, Let’s Change Kepemimpinan, Keberanian dan Perubahan, Jakarta: Kompas, 2014.
15

Hlm. 61.

16
harus berbuat apa. Karena dari pemimpin sendiri belum bisa memahami arti dari
kepemimpinan yang diembannya. Memungkinkan pemberdayaan kepada orang
lain adalah bentuk kepekaan pemimpin untuk saling memberi dukungan terhadap
tugas-tugas yang telah diamanatkan. Pemimpin tidak dapat bekerja sendiri, seperti
dalam organ-organ tubuh yang setiap anggotanya saling melengkapi dan saling
menyempurnakan.

E. KESIMPULAN
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu melakukan tugas-
tugasnya secara efektif. Pemimpin yang setiap saat me-review misinya agar selalu
relevan dengan semua situasi kepemimpinannya. Pemimpin yang mampu
menyesuaikan kebutuhan organisasi dengan keinginan masyarakatnya
(stakeholder). Pemimpin yang berbakat mendayagunakan seluruh sumber daya
dan mengembangkan talenta orang-orang yang ada dalam organisasi untuk
mencapai tujuan berkelanjutan.
Bagi pemimpin, penugasan terhadap orang lain –dalam arti staf atau
bawahan- adalah perubahan bentuk kerjasama untuk mecapai sebuah keberhasilan.
Pemimpin bukanlah pencipta pengikut, melainkan pencipta pemimpin-pemimpin
baru. Memimpin ke atas dan memimpin kebawah merupakan bagain dari vertical
alignment, sedangkan memimpin ke samping bagian horizontal alignment. Setiap
bawahannya tidak terperangkap peran pemimpin ke atas.
Dalam Islam tertera nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang mendasari pola-
pola kepemimpinan efektif. Kepemimpinan efektif ekuivalen dengan pemimpin
yang dalam melaksanakan tugasnya selalu mengedepankan nilai-nilai atau prinsip-
prinsip Islam seperti;  kecerdasan, visibilitas, inisiatif, rela berkorban, tanggung
jawab, percaya diri, tanggap, empati, inovatif, toleran, kesederhanaan, efektifisien,
keteladanan, dan keterbukaan. Pemimpin/manajer yang mengacu akan nilai-nilai
ini, ia akan mempunyai dua keistimewaan. Keistimewaan yang pertama ia disebut
khalifah dan keistimewaan yang kedua ia akan disebut a’bid. Khalifah karena ia

17
mengadopsi nilai-nilai kepemimpinan, dan a’bid karena ia mengimplementasikan
ajaran-ajaran ketuhanan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Kirana, Andy. Etika Manajemen – Ancangan Bisnis Abad – 21, Yogyakarta: Andi, 1997

Kasali, Rhenald, Let’s Change Kepemimpinan, Keberanian dan Perubahan, Jakarta:


Kompas, 2014.

Kasali, Rhenald, Change Leadership Non-Finito: Masa Depan Ada di Tangan


Pemimpin yang Mau Mengubah Constraint Menjadi Kesempatan, Jakarta:
Mizan, 2015.

Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan – Suatu Analisa Psikologi dan


Pendidikan, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995.

Langgulung, Hasan.  Manusia dan Pendidikan – Suatu Analisa Psikologi dan


Pendidikan, Cet. III, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995.

Nggermanto, Agus, Quantum Quotient-Kecerdasan Quantum, Bandung : Penerbit


Nuansa, 2002.

Rahayu, Amy Y.S, Manajemen Perubahan dan Inovasi, Jakarta: UI Press, 2013.

Rozak, Hefniy, Kepemimpinan dalam Al-Qur’an: Tinjauan Sakralitas, Profanitas dan


Gabungan, Yogyakarta: Teras, 2014.

Sadono, Dwi, Resensi Buku The Leadership Challenge: How to Get Extraordinary
Things Done in Organizations Jurnal Penyuluhan September 2008, Vol. 4 No. 2.

Sinetar, Marsha. Mengembangkan Kepemimpinan Yang Potensial, dalam A. Dale Timpe,


The Art and Science of Business Management Leadership dialih bahasakan oleh :
Susanto Budidharmo dengan judul : Seri Manajemen Sumber Daya Manusia –
“Kepemimpinan”, Cet. IV, Jakarta: Alex Media Komputindo, 1999.

Suprayogo, Imam, Kyai dan Politik: Membaca Citra Politik Kyai, Malang: UIN Maliki
Press, 2009.

Winardi, J., Manajemen Perubahan (Management of Change), Jakarta: Prenadamedia


Group, 2005.

Create a free website or blog at WordPress.com.

19

Anda mungkin juga menyukai