Referat Pneumonia - Jesiandra Wagiu-18014101056
Referat Pneumonia - Jesiandra Wagiu-18014101056
Oleh :
Jesiandra Isabel M. Wagiu
18014101056
Masa KKM : 06 April 2020 – 19 April 2020
Pembimbing :
dr. Alfa GEY Rondo, Sp.Rad, M.Kes
BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU
MANADO
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Pneumonia
Oleh:
Mengetahui,
Pembimbing:
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena
atas berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan judul
“ Pneumonia.”
Presentasi ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam
kepaniteraan klinik di bagian Radiologi RSUP Prof Dr.dr. R.D. Kandou
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan penyelesaian kasus ini, terutama
kepada:
1. dr. Alfa GEY Rondo, Sp. Rad, M.Kes selaku pembimbing dalam referat
ini.
2. Dokter dan staf SMF Radiologi RSUP Prof Dr.dr. R.D. Kandou
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUP Prof Dr.dr. R.D.
Kandou atas bantuan dan dukungannya.
Saya menyadari dalam pembuatan presentasi kasus ini masih banyak
terdapat kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan
presentasi kasus ini sangat saya harapkan.
Akhir kata, semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
terutama dalam bidang ilmu bedah.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang
jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia
didapatkan adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan
tubuh. Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang-orang lanjut usia (lansia)
dan sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Juga dapat terjadi
pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus, payah jantung,
penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi renal, penyakit saraf kronik dan
penyakit hati kronik.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Larynx (Tenggorokan)
b. Trakea
c. Bronkus
2
lagi menjadi segmen lobus, kemudian menjadi segmen bronchus.
Percabangan ini terus menerus sampai cabang terkecil yang
dinamakan bronchioles terminalis yang merupakan cabang saluran
udara terkecil yang tidak mengandung alveolus.Bronchiolus terminal
kurang lebih bergaris tengah 1 mm. Bronchiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah. Diluar bronchiolus terminalis terdapat
asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, tempat pertukaran
gas. Asinus terdiri bronchiolus respiratorius, yang kadang- kadang
memiliki kantung udara kecil atau alveoli yang bersal dari dinding
mereka. Duktus alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan
sakus alveolaris terminalis merupakan struktur akhir paru-paru.
d. Paru-Paru
3
bronkhiolus ini bercabang- cabang banyak sekali, cabang ini disebut
duktus alveolus.Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang
diameternya antara 0,2- 0,3mm. Letak paru dirongga dada di bungkus
oleh selaput tipis yang bernama selaput pleura.
Pleura dibagi menjadi dua :1.) pleura visceral (selaput dada pembungkus)
yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru.2.) pleura parietal
yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura
ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura.Pada keadaan
normal, kavum pleura ini vakum (hampa udara)sehingga paru dapat
berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang
berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan
antara paru dan dinding sewaktu ada gerakan bernafas. Tekanan dalam
rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, sehingga mencegah
kolpas paru kalau terserang penyakit, pleura mengalami peradangan, atau
udara atau cairan masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru
tertekan atau kolaps.
4
5
2.2. FISIOLOGI PERNAFASAN
6
b. Pernafasan jaringan (pernafasan interna)
Besarnya daya muat udara dalam paru 4500 ml- 5000 ml (4,5 – 5
liter). Udara diproses dalam paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%
kurang lebih 500 ml disebut juga udar a pasang surut (tidal air) yaitu
yang dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasan biasa. Pada
seorang laki- laki normal (4-5 liter) dan pada seorang perempuan (3-4
liter). Kapasitas (h) berkurang pada penyakit paru-paru dan pada
kelemahan otot pernafasan.
7
BAB III
PEMBAHASAN
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstisial.(1) Penyakit ini merupakan penyakit yang dapat menyerang
semua umur terutama pada bayi/anak, usia lebih dari 65 tahun, dan seseorang
yang mempunyai penyakit pemberat lain seperti penyakit jantung kongestif,
diabetes dan penyakit paru kronis.
b. Virus
8
c. Jamur
Candida albicans.
d. Aspirasi
3.3 EPIDEMIOLOGI
9
kematian urutan ke 15. pada pasien yang dirawat di rumah sakit, 25-50% pada
pasien ICU.
Di Amerika Serikat insiden penyakit pneumonia mencapai 12 kasus tiap
1000 orang dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan kuang dari 1%, tetapi
kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi, yaitu 14%. Di
negara berkembang sekitar 10-20% pasien yang memerlukan perawatan di
rumah sakit dan angkat kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu
sekitar 30-40%. Di Indonesia sendiri, terdapat 5-11 kasus pneumonia per 1.000
orang dewasa; 15-45% perlu di rawat dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10%
diobati di ICU. Insidensi paling tinggi pada pasien yang sangat muda dan usia
lanjut dengan ortalitas 5-12%
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas
angka nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %,
Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.
Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang
jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia
didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan
tubuh. Frekuensi relative terhadap mikroorganisme petogen paru bervariasi
menurut lingkungan ketika infeksi tersebut didapat. Misalnya lingkungan
masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu factor iklim dan
letak geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.
Beberapa kelompok yang mempunyai faktor risiko lebih tinggi untuk terkena
b. Riwayat merokokis
10
c. Paralisis laringeal
d. Malnutrisi
f. Diabetes Mellitus
h. Kanker
3.5 PATOFISIOLOGI
penyebab yang masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien,
berkolonisasi di orofaring.
Asprasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang
terjadi. Pada saluran nafas bagan bawah, kuman menghadapi dayatahan tubuh
11
berupa sistem pertahanan mukosilier, daya tahan selular makrofag alveolar, limfosit
bronkial, dan netrofil. Juga daya tahan humoral igA dan igG dari sekresi bronkial.
luasnya daerah paru yang terkena serta penurunan daya tahan tubuh.Pneumonia
dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas.Namun pada
kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau
bakteri, baik yang didapat di masyarakat maupun dari semua kasus rumah sakit.Di
atau saliva.Lobus bagian bawah paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah
mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon khas yang terdiri dari 4
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru tampak merah dan bergranula
(hepatisasi = seperti hepar) karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit
12
4. Resolusi (7 sanrpai 11 hari) : eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi
demam, nyeri pleuritik, batuk dan sputum yang berwarna seperti karat.Ronki basah
dan gesekan pleura dapat terdengar di atas jaringan yang terserang oleh karena
eksudat dan fibrin dalam alveolus dan dapat pula dalam permukaan pleura.Hampir
selalu terdapat hipoksemia dalam tingkat tertentu, akibat pirau darah melalui daerah
radiogram dada, hitung leukosit dan pemeriksaan sputum terdiri dari pemeriksaan
lebih lama perlu di curigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non
bakteri seperti oleh jamur, mikobacterium atau parasit. Karena itu perlu
dengan gangguan imunitas yang berat mempunyai prognosis yang lebihburuk dan
13
3.6 KLASIFIKASI PNEUMONIA
pemeriksaan penunjang.
Klasifikasi tradisional berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:
H.Influenza
psittae. Klasifikasi ini sudah tidak digunakan lagi karena ditemukan bahwa
14
2. Pneumonia lobular (bronkopneumonia) sering ditemukan pada pneumonia
konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen atau lobus atau bercak
Dari beberapa bagian diatas, hanya pneumonia komunitas dan nosokomial yang
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu
tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi.
15
Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang
berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu
bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-
kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi
basah kasar pada stadium resolusi.
16
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang
paling akhir terkena.
Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign
(terperangkapnya udara pada bronkus karena tiadanya pertukaran udara
pada alveolus).
17
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
18
CT Scan
Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai
ke perifer.
19
konsolidasi dalam lobus. Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak
homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.
CT Scan
2. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
20
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial
prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih
terlihat, diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.
CT Scan
B. Atelektasis
tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru
21
yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Memberikan
dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk
lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan
22
gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu
Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax PA
C. Efusi Pleura
jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar.
Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign (+) tanda khas pada efusi
pleura.
23
Efusi pleura pada foto thorax posisi PA
3.8 PENATALAKSANAAN
dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 1
pneumonia.
1. Pemberian Antibiotik
24
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
Golongan Penisilin
TMP-SMZ
Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
Marolid baru dosis tinggi
Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
Aminoglikosid
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem : Meropenem, Imipenem
Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid
Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin gen. 2 atau 3
Fluorokuinolon respirasi
Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin
Makrolid
25
Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid
Fluorokuinolon
26
Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 3
27
Kategori -Pneumonia -S.pneumonia - Sefalosporin -Carbapenem/
IV berat -Legionella sp generasi 3 meropenem
-Perlu dirawat -Batang Gram (-) (anti -Vankomicin
di ICU aerob pseudomonas) -Linesolid
-M.pneumonia + makrolid -Teikoplanin
-Virus - Sefalosporin
-H.influenzae generasi 4
-M.tuberculosis - Sefalosporin
-Jamur endemic generasi 3 +
kuinolon
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan
napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan
ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan
pernapasan.1
dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat
28
pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik,
termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini
pneumonia adalah:
c. Respiratory arrest.
9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang
29
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan
obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi
biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan
secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi
sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Pasien
beralih dari intravena ke oral terapi ketika hemodinamik sudah stabil dan
perbaikan terbukti secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan memiliki
3.9 KOMPLIKASI
1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada
transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan
cairan eksudat.
30
2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia
intrahepatik.
4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi
5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari
4-6 minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti
Pseudomonas aeruginosa.
dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis
3.10 PROGNOSIS
antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar
adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan
kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru
31
lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk.
Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan
di RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat
jalan kecuali:
3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:
b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas >
>30.000)
BAB III
KESIMPULAN
32
Dengan berpegangan pada prinsip-prinsip diatas diharapkan dokter-dokter
dapat memberikan perawatan optimal dan efektif untuk pasien dan menekan
angka morbiditas dan mortalitas serendah mungkin.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI, 2009. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008. Pusat Data Kesehatan.
Jakarta.
34