Anda di halaman 1dari 9

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

“WARIS”

Oleh :

Kelompok 5

Rica Oktasari 332018007

Dosen Pengampu :

Mardiah, S. Pd. I., M. Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah senantiasa kami ucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang hingga
saat ini masih memberikan nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberikan kesempatan
yang luar biasa ini yaitu berkesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah
tentang “Warisan”

Sholawat serta salam tidak lupa selalu dihanturkan untuk junjungan nabi agung kita, yaitu
Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk kita semua, yang
merupakan petunjuk yang paling benar, yakni syariah agama Islam yang sempurna dan
merupakan suatu karunia yang paling besar bagi seluruh alam semesta.

Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan tugas mata kuliah “Al-
Islam Kemuhammadiyahan”. Saya harap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi setiap pembaca.

Palembang, Mei 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Waris adalah masalah yang sangat penting dan selalu menjadi salah satu
pokok bahasan utama dalam hukum Islam, karena hal ini selalu ada dalam setiap
keluarga dan masalah waris ini rentan dengan masalah/konflik di masyarakat akibat
pembagian yang dianggap kurang adil atau ada pihak-pihak yang merasa
dirugikan.Oleh sebab itu syariat Islam membuat aturan yang begitu lengkap tentang
masalah waris yang terdapat dalam Alquran seperti (QS. An-Naml: 16 dan An-Nisa :
7-12).
Selain dari pada hukum Islam, hukum perdata juga ketat mengatur tentang
waris dikarenakan aturan ini berlaku khusus kepada masyarakat nonmuslim.
Walaupun demikian masih banyak masyarakat yang membagi warisannya dengan
menggunakan hukum adat yang berlaku di masyarakat masing-masing.
Secara teoritis orang yang beragama Islam harus melakukan pembagian
warisannya menurut agama Islam, dan jika ada sengketa harus dilakukan di depan
sidang Pengadilan Agama sebagaimana kewenangan/kekuasaan Peradilan Agama
yaitu berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :a. Perkawinan,
b.Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, dan c.
waqaf dan shadaqah. Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
huruf bialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai
hartapeningggalan, penentuan mengenai bagian masing-masing ahli waris,
danmelaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian dari waris dalam Islam?
1.2.2 Apa saja balit-balit Al-qur’an dan Hadist tentang waris?
1.2.3 Apa saja sebab-sebab pewarisan?
1.3 Tujuan Masalah
1.3.1 Untuk mengetahui apa itu pengertian waris dalam Islam
1.3.2 Untuk mengetahui balit-balit Al-quran dan Hadist tentang waris
1.3.3 Untuk mengetahui sebab-sebab pewarisan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Warisan Dalam Islam


Warisan adalah berpindahnya hak dan kewajiban atas segala sesuatu baik harta
maupun tanggungan dari orang yang telah meninggal dunia kepada keluarga yang
masih hidup. “Dan masing-masing (laki-laki dan perempuan) Kami telah menetapkan
para ahli waris atas yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan karib kerabatnya.
Dan orang-orang yang kamu telah bersumpah setiap dengan mereka, maka berikanlah
kepada mereka bagiannya. Sungguh, Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS.
4/An-Nisa’ : 33).

2.2 Balit-balit Al-qur’an dan Hadist Tentang Waris


Hukum-hukum pembagian waris bersumber pada :
1. Al-quran, merupakan sebagian besar sumber hukum waris yang banyak
menjelaskan ketentuan-ketentuan tiap-tiap ahli waris seperti tercantum dalam
surat An-Nissa ayat 7,11,12 dan 176.
2. Al-Hadist yang antara lain di riwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a :
“berilah orang-orang yang mempunyai bagian tetap sesuai dengan bagiannya
masing-masing, sedangkan kelebihannya diberikan kepada saudara yang lebih
dekat, yaitu orang laki-laki yang lebih utama.” (H.R. Bukhari-Muslim)
3. Sebagian kecil dari ijmak para ahli, dan beberapa masalah di ambil dari ijtihad
para sahabat.
Ijmak dan Ijtihad sahabat, imam madzhab, dan para mujtahid dapat digunakan
dalam pemecahan-pemecahan masalah waris yang belum dijelaskan oleh nash dan
sharih. Misalnya :
a. Status saudara-saudara bersama-sama dengan kakek. Dalam Al-quran,
masalah ini tidak dijelaskan. Akan tetapi, menurut kebanyakan sahabat dan
imam madzhab yang mengutip pendapat Zain bin Sabit, saudara-saudara
tersebut mendapat waris secara muqasammah bersama dengan kakek.
b. Status cucu-cucu yang ayahnya meninggal lebih dulu meninggal dari pada
kakek yang bakal mewarisi bersama-sama dengan saudara-saudara ayahnya.
Menurut ketentuan mereka, cucu-cucu tersebut tidak mendapatkan bagian apa-
apa karena ada saudara-saudara ayahnya, tetapi menurut undang-undang
wasiat Mesir yang meng-istinbatkan dari ijtihad para ulama muqaddimin
mereka diberi bagian berdasarkan wasiat wajibah.

2.3 Sebab - Sebab Kewarisan


Hal-hal yang menyebabkan seseorang dapat mewarisi terbagi atas tiga macam, yaitu
sebagai berikut :
1. Karena hubungan keterabatan atau nasab
Kekerabatan artinya adanya hubungan nasab antara orang yang mewarisi
dengan orang yang di warisi disebabkan oleh kelahiran.
Kekerabatan merupakan sebab adanya hak yang paling kuat karena kekerabatan
merupakan unsur kausalitas adanya seseorang yang tidak dapat dihilangkan begitu
saja :
Ditinjau dari garis yang menghubungkan nasab antara yang diwarisi dan
mewarisi, kerabat dapat digolongkan menjadi 3 yaitu :
a. Furu’ yaitu anak dari si pewaris
b. Usul, yaitu leluhur yang menyebabkan adanya si pewaris
c. Hawasyi, yaitu keluarga yang dihubungkan dengan si pewaris

Dilihat dari penerimanya, hubungan kekerabatan ini dapat dibedakan menjadi


3 kelompok, yaitu :
a. Ashabul farud nasabiyah, yaitu orang-orang yang karena hubungan darah
berhak menerima bagian – bagian tertentu
b. Ashabul nasabiyah, yaitu orang-orang yang karena hubungan darah berhak
menerima bagian sisa dari ashabul furud. Jika ashabul furud tidak ada, maka
mereka dapat menerima seluruh harta warisan. Tetapi jika harta warisan habis
dibagi pada ashabul furud maka mereka tidak mendapatkan apa-apa.

2. Hubungan Pernikahan
Hubungan pernikahan ini yang terjadi setelah dilakukannya akad nikah yang
sah dan terjadi antara suami-istri sekalipun belum terjadi persetubuhan.
Pernikahan yang menurut syari’at islam merupakan ikatan untuk
mempertemukan seorang laki-laki dengan seorang perempuan selama ikatan
pernikahan itu masih terjadi. Masing-masing pihak adalah teman hidup dan saling
membantu dalam memikul beban hidup bersama. Oleh karena itu, adalah
bijaksana kalau Allah memberikan sebagian tertentu sebagai imbalan dari jerih
payahnya, bila salah satu diantara keduanya meninggal dunia dan meninggalkan
harta pusaka.
Atas dasar itulah hak suami maupun istri tidak dapat terhijab sama sekali oleh
ahli waris siapapun. Mereka hanya dapat terhijab nuqsan (dikurangi bagiannya)
oleh anak mereka atau oleh ahli waris yang lain.
Perkawinan yang menyebabkan dapat mewarisi memerlukan 2 syarat yaitu :
a. Akad nikah itu sah menurut syari’at islam, baik keduanya telah berkumpul
maupun belum
b. Ikatan perkawinan antara suami istri itu masih utuh.

3. Karena Wala’
Wala’ adalah pewarisan karena jasa seseorang yang telah memerdekakan
seorang hamba kemudian budak itu menjadi kaya. Jika orang yang dimerdekakan
itu meninggal dunia, orang yang memerdekakannya berhak mendapat warisan.
Wala’ yang dapat dikatagorikan sebagai kerabat secara hukum disebut juga
dengan istilah wala’ul itqi. Hal ini karena pemberian kenikmatan kepada seorang
hamba seraya.
Jika seseorang membebaskan hamba sahaya dengan seluruh barang-barang
yang dimilikinya itu, berarti telah menjadi hubungan antara hamba sahaya yang
dibebaskan dengan orang yang membebaskannya dalam suatu ikatan yang disebut
wala’ul itqi. Orang yang telah membebaskan hamba sahaya karena wala’ul itqi
dapat mewarisi harta hamba sahaya yang telah dibebaskannya jika hamba sahaya
itu telah menjadi kaya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fiqih adalah ilmu yang mempelajari tentang siapa-siapa ahli waris yang
berhak menerima warisan, siapa-siapa yang tidak berhak menerima, serta bagian-
bagian tertentu yang diterimanya, dan bagaimana cara perhitungannya.
Dalam warisan memiliki sebab-sebab kewarisan diantaranya :
1. Karena hubungan keterabatan atau nasab
2. Hubungan pernikahan
3. Karena wala’

3.2 Saran
Semoga dengan adanaya makalah ini dapat bermanfaat bagi si pembaca dan si
pemakalah dalam sebuah hal pewarisa.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/29201671/MAKALAH_WARISAN
https://www.slideshare.net/ahmadsubhan92/makalah-waris

Anda mungkin juga menyukai