Anda di halaman 1dari 7

SUMBER PENERIMAAN DAERAH

OBLIGASI DAERAH
Obligasi adalah sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah daerah atau suatu badan
hukum sebagai bukti bahwa pemerintah atau badan hukum tersebut telah melakukan
pinjaman/utang kepada pemegang sertifikat yang telah diterbitkannya, dimana pinjaman tersebut
akan dibayar kembali sesuai dengan jangka waktu dan persyaratan yang telah sama- sama
disetujui. Secara umum obligasi yang diterbitkan oleh lembaga pemerintah atau badan hukum,
baik oleh badan hukum pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memiliki ciri- ciri dan
karakteristik yang sama, namun terdiri dari berbagai jenis antara lain obligasi umum (General
Obligation), obligasi pendapatan (Revenue Bond). (Octa, 2011)
Obligasi Daerah yang merupakan komponen dari pinjaman Daerah yang penerbitannya
ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal domestik dan dalam mata
uang Rupiah sehingga memberikan peluang bagi Daerah untuk mempercepat pembangunan di
Daerah dengan melibatkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan Daerah. Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, mengamanatkan bahwa
obligasi daerah yang diterbitkan hanya jenis obligasi pendapatan (revenue bonds).
Kegiatanyang didanai melalui penerbitan obligasi daerah harus menghasilkan penerimaan,
namun tidakharus mencapai pemulihan biaya penuh (full cost recovery). Peraturan yang sama
jugamengamanatkan bahwa apabila kegiatan belum menghasilkan dana yang cukup untuk
membayarpokok, bunga, dan denda maka pembayaran dilakukan dari APBD.
Secara khusus, Obligasi Daerah memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Merupakan pinjaman jangka panjang yang berasal dari masyarakat (lebih dari satu
tahunsesuai dengan syarat perjanjian pinjaman yang bersangkutan). Obligasi di
Indonesiaumumnya mempunyai jangka waktu sekitar 5 tahun atau lebih; SEMINAR
NASIONAL, Universitas Muhammadiyah, Gresik, 29-30 Juni 2013
2. Diterbitkan melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri;
3. Dikeluarkan dalam mata uang rupiah;
4. Hasil penjualan digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan
penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat; dan
5. Nilai obligasi daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal obligasi daerah pada
saat diterbitkan
Dana Alokasi Umum (DAU)
Adalah Sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom
(Provinsi/Kabupaten/Kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU
merupakan salah satu komponen belanja pada APBN, dan menjadi salah satu komponen
pendapatan pada APBD. Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan kemampuan keuangan
antardaerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.
Dana Alokasi Umum terdiri dari:

1. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi


2. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Kabupaten/Kota
Persentase Pembagian DAU antara Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah 10% dari total DAU
Nasional dialokasikan kepada Provinsi dan 90% dari total DAU Nasional dialokasikan
kepada Kabupaten/Kota
Perhitungan besaran DAU secara nasional adalah minimal 26% dari Pendapatan Dalam
Negeri Netto (PDN Netto)
Besaran alokasi DAU per daerah dihitung menggunakan rumus/formulasi yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005.

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah atau PDRD adalah pungutan oleh daerah yang


merupakan salah satu hak daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Hak-hak
daerah tersebut sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah.[1]
Hasil PDRD merupakan sebagian sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain dari
PDRD, sumber PAD adalah hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-
lain PAD yang sah. PDRD ditetapkan dengan Undang-Undang, terbaru dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemerintahan
daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang telah
ditetapkan Undang-Undang.[1]
Pelaksanaan Undang-Undang PDRD di daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah
(Perda). Penetapan rancangan Perda yang berkaitan dengan PDRD dikoordinasikan
terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan, dalam hal ini Direktorat Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah Ditjen Perimbangan Keuangan.[1]

Prinsip
Umum
 Keadilan (equity)
 Kepastian (certainity)
 Kemudahan (convenience)
 Efisiensi (efficiency)[2]

Pemungutan
 Didasarkan pada peraturan daerah
 Daerah memiliki potensi penerimaan pajak dan/atau retribusi yang memadai
 Penetapan tarif memperhatikan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan
 Administrasi pemungutan diatur secara efisien dan efektif
 Terdapat kepastian hukum dan pengaturan yang jelas mengenai hak dan kewajiban
pembayar dan pemungut pajak daerah dan retribusi daerah
 Pemungutan tidak dapat diborongkan
 Pemungutan tidak berlaku surut[2]
Perbedaan antara Pajak dan Retribusi
 Pembayar pajak tidak menerima imbalan langsung. Sedangkan pembayar retribusi
menerima imbalan/manfaat dari penerima retribusi.
 Objek pajak bukan merupakan objek retribusi.
 Pada retribusi berlaku sistem official assessment. Sedangkan pada pajak berlaku
sistem self assessment, official assessment, dan withholding.
Pajak Daerah
Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah Otonom (daerah) yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[3]

Ciri-ciri
 Dipungut oleh Pemda, berdasarkan kekuatan peraturan perundang-undangan.
 Dipungut apabila ada suatu keadaan, peristiwa dan perbuatan yang menurut
peraturan perundang-undangan dapat dikenakan pajak daerah.
 Dapat dipaksakan, yakni apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban pembayaran
pajak daerah, yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi (pidana dan denda).
 Tidak terdapat hubungan langsung antara pembayaran pajak daerah dengan
imbalan/balas jasa secara perseorangan.
 Hasil penerimaan pajak daerah disetor ke kas daerah.
Jenis Pajak Daerah
Pajak daerah terdiri atas pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Daerah dilarang
memungut pajak selain jenis pajak yang telah ditentukan, sebagaimana tersebut di bawah.
Pajak daerah dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai dan/atau
disesuaikan dengan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam
daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis pajak daerah
yang dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk daerah provinsi dan pajak
untuk daerah kabupaten/kota.[3]

Pajak Provinsi
Jenis pajak provinsi terdiri atas:[3]
1. Pajak Kendaraan Bermotor;
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
4. Pajak Air Permukaan; dan
5. Pajak Rokok.
Pajak Kabupaten/Kota
Jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas:[3]
1. Pajak Hotel;
2. Pajak Restoran;
3. Pajak Hiburan;
4. Pajak Reklame;
5. Pajak Penerangan Jalan;
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
7. Pajak Parkir;
8. Pajak Air Tanah;
9. Pajak Sarang Burung Walet;
10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Retribusi Daerah
Retribusi Daerah atau Retribusi adalah pungutan daerah (otonom) sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Ciri-ciri
 Dipungut oleh pemerintah daerah, berdasarkan kekuatan peraturan perundang-
undangan.
 Dapat dipungut apabila ada jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dan
dinikmati oleh orang atau badan.
 Pihak yang membayar retribusi daerah mendapatkan imbalan/balas jasa secara
langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.
 Wajib retribusi yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran retribusi daerah dapat
dikenakan sanksi ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi daerah tidak memperoleh
jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
 Hasil penerimaan retribusi daerah disetor ke kas daerah.
Objek dan Golongan Retribusi
Objek Retribusi adalah:
1. Jasa Umum;
2. Jasa Usaha; dan
3. Perizinan Tertentu.
Dengan demikian, retribusi digolongkan menjadi:
1. Retribusi Jasa Umum;
2. Retribusi Jasa Usaha; dan
3. Retribusi Perizinan Tertentu.
Jenis-jenis Retribusi
Retribusi Jasa Umum
Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah
Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau Badan.
Jenis Retribusi Jasa Umum adalah:
1. Retribusi Pelayanan Kesehatan;
2. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
3. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil;
4. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
5. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
6. Retribusi Pelayanan Pasar;
7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
8. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
9. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
10. Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
11. Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
12. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;
13. Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan
14. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
Jenis Retribusi di atas dapat tidak dipungut apabila potensi penerimaannya kecil dan/atau
atas kebijakan nasional/daerah untuk memberikan pelayanan tersebut secara cuma-cuma.
Retribusi Jasa Usaha
Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
dengan menganut prinsip komersial yang meliputi:
1. pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum
dimanfaatkan secara optimal; dan/atau
2. pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai
oleh pihak swasta.
Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah:
1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
2. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;
3. Retribusi Tempat Pelelangan;
4. Retribusi Terminal;
5. Retribusi Tempat Khusus Parkir;
6. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;
7. Retribusi Rumah Potong Hewan;
8. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan;
9. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga;
10. Retribusi Penyeberangan di Air; dan
11. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
Retribusi Perizinan Tertentu
Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah
Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan
pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga
kelestarian lingkungan.
Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah:
1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
2. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
3. Retribusi Izin Gangguan;
4. Retribusi Izin Trayek; dan
5. Retribusi Izin Usaha Perikanan.
Kriteria Retribusi
Selain jenis-jenis retribusi di atas, pemerintah pusat dapat berwenang pula menetapkan
jenis retribusi lain melalui Peraturan Pemerintah.
Kriteria retribusi adalah sebagai berikut:
1. Retribusi Jasa Umum:
1. Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa
Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu;
2. jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan Daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi;
3. jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau Badan yang
diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan
kemanfaatan umum;
4. jasa tersebut hanya diberikan kepada orang pribadi atau Badan yang
membayar retribusi dengan memberikan keringanan bagi masyarakat yang tidak
mampu;
5. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai
penyelenggaraannya;
6. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah
satu sumber pendapatan Daerah yang potensial; dan
7. pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan
tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik.
b. Retribusi Jasa Usaha:
1. Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa
Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu;
2. jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang
seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya
harta yang dimiliki/dikuasai Daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh
Pemerintah Daerah.
b. Retribusi Perizinan Tertentu:
1. perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan
kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi;
2. perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan
umum; dan
3. biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan
biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar
sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan;

Anda mungkin juga menyukai