DI SUSUN OLEH:
DEBBY NATALIA
NS1914901030
2019/2020
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dari otak
disertai/tanda perdarahan intestinal dalm substansi otak, tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas dari otak (Nugroho, 2011).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung pada
kepala (Suriadi dan Yuliani, 2011).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2011), trauma kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital oleh degenerative, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik.
Trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neurologis terjadi karena robekan
subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema
serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008)
Trauma kepala berat adalah trauma kepala yang mengakibatkan penurunan
kesadaran dengan skor GCS 3-8 mengalami amnesia >24 jam (Haddad, 2012).
B. ETIOLOGI
Penyebab dari trauma kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi
trauma oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak akibat benda
tajam, benda tumpul, peluru dan ledakan panas, efek dari kekuatan/energy yang
diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi)
pada otak, selain itu dapat disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, benturan pada
kepala, jatuh dari ketinggian dengan dua kaki, menyelam di tempat yang dalam,
olahraga yang keras, anak dengan ketergantungan, trauma akibat persalinan
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Kulit Kepala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek,
pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksiyang dapat
menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria dan
diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam tengkorak
(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau
avulasi.
2. Tulang Kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak).
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan
oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bias non
impresi (tidak masuk/menekan kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat
terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri dari 2
dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan
dinding dalam (tabula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia
anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteri-arteri ini dapat
menyebabkan tertimbunnya darah dalam ruang epidural
3. Lapisan Pelindung Otak/Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, asachnoid, diameter.
a. Durameter adalah membrane luas yang kuat, semi translusen, tidak elastic
menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat
diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter:
1) Melindungi otak
2) Menutupi sinus-sinus vena (yang terdiri dari durameter dan lapisan
endotekal saja tanpa jaringan vaskuler)
3) Membentuk periosteum tabula interna.
b. Arachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastic, tidak menempel
pada dura. Diantara durameter dan asahnoid terdapat ruang subdural yang
merupakan ruanga potensial. Pendarahan subdural dapat menyebar
dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks serebri dan
tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunyai sedikit
jaringan penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala.
c. Diameter adalah membrane halus yang sangat kaya dengan pembuluh
darah halus, masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus,
kedua lapisan yang lain haya menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura da
sulkus di sisi medial homisfer otak. Parameter embentuk sawan antar
ventrikel dan sulkus penyokong dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel
Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang ini
melebara dan mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan
sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam system vena
4. Otak
Otak terdapat didalam iquor cerebro spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai
pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran:
a. Efek langsung trauma pada fungsi otak,
b. Efek-efek lanjutan dari sel-sel otak yang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara ota dengan dunia luar (fraktru
cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari
hidung/telinga) merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat
menimbulkan peradangan otak.
Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dan karena
tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan
menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian
tekanan-tekanan intra cranial)
5. Tekanan Intra Cranial (TIK)
Tekanan intra cranial adalah hasil dari sejumlah jaringan otak,volume cairan
intracranial dan cairan serebrospina di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu.
Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15
mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), darah (75 ml),
cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu
berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro-Kellie
menyatakan: karenan keterbatasan ruang ini untuk ekspansi didalam
tengkorak, adanya peningkatan salah dari komponen ini menyebabkan
perubahan pada volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan
naik. Peningkatan TIK yang cukuptinggi menyebabkan turunnya batang otak
(herniasi batang otak) yang berakibat kematian
D. PATOFISIOLOGI
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakn struktur, misalnya
kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema
dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan
permeabilitas vaskuler. Patofisiologi dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera
kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala primer merupakan suatu
proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat
member dampak kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi
akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan
perdarahan.
Perdarah cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan
subaraknoid dan intra cerebral. Hematoma adalah berkumpulnya darah didalam
jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi
karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi
jaringa serebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak (Tartowo, 2007).
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut;
1. Cedera primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak, robek
pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk robeknya
durameter, laserasi, kontusio)
2. Cedera sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui
batas kompensasi ruang tengkorak.
Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan
volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah,
liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan
mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan tekanan
perfusi serebral (CPP) yang fatal pada tingkat seluler.
Cedera sekunder dan tekanan perfusi:
CPP=MAP-ICP
CPP: Cerebral Perfusion Pressure
MAP: Mean Arterial Pressure
ICP: Intra Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak. Iskemia otak
mengakibatkan edema sitotoksik, kerusakan seluler yang makin parah
(irreversible). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial hipotensi/syok, hiperkarbi,
hipoksia, hipertermi, kejang, dll.
3. Edema sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis
Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l.
glutamate, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat) dan
NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influksi berlebihan
yang menimbulkan edema dan mengaktivitasi enzyme degradatif serta
menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-kejang).
4. Kerusakan membrane sel
Dipicu Ca influx yang mengaktivitasi enzyme degradatif akan menyebabkan
keruskan DNA, protein, dan membrane fosfolipid sel (BBB breakdown) melalui
rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang banyak
diperlukan pada sintesa fosfolipid akan menyebabkan terbentuknya asam
arakhidonat yang mrnghasilkan radikal bebas yang berlebih
5. Apoptosis
Sinyal kematian sel diteruskan ke Nukleus oleh membrane bound apoptic
bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan
akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage)
E. PATHWAY TRAUMA CAPITIS
ETIOLOGI
Akselerasi Deselerasi
Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak kepala bergerak cepat ke satu arah dan Menyender
benda yang diam
Retak biasa pada Terjadi pada Fraktur tulang Benturan dengan tenaga Fraktur linear yang terjadi
hubungan tulang dan sutura tulang kepala yang lebih besar langsung mengenai pada dasar tulang
tidak merubah hub dari tengkorak dari satu fragmen tulang kepala tengkorak
kedua fragmen
Mengenai seluruh Pelebaran sutura Fraktur kominutif Penekanan atau laserasi Robekan durameter
ketebalan tulang kepala tulang tengkorak pada durameter dan didaerah basis
jaringan otak
Kebocoran cairan
Fraktur linear Fraktur diastatis serebrospinal
Fraktur impresi
Merobek arteri darah Pecahnya pembuluh darah vena adanya gaya akselerasi dan Bergesernya parenkim otak dari
Terkumpulnya darah antara deselerasi akibat trauma permukaan trhdp parenkim yang
durameter dan jaringan otak sebelah dalam
- Pupil anisokor
Maka aliran darah otak menurun
Edema serebral
Peningkatan TIK
Penekanan langsung Cedera saraf Herniasi (pergeseran otak) Produksi ADH meningkat
pada pusat muntah kronial
Peningkatan tekanan
Nadi menurun
hidrostatik
DX:
ketidakefektifan
pola nafas
Gagal nafas
Hipoksemia
Hipoksia jaringan
Metabolisme
anaerob
Penumpukan asam
laktat
Syok
F. KLASIFIKASI TRAUMA KEPALA
1. Berdasarkan keparahan cedera
a) Cedera kepalan ringan (CKR)
Tidak ada fraktur tengkorak
Tidak ada kontusio serebri hematom
GCS 13-15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran <30 menit
b) Cedera kepala sedang
Kehilangan kesadaran (amnesia) > 30 menit dan <24 jam
Muntah
GCS 13-15
Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientai ringan (bingung)
c) Cedera kepala berat
GCS 3-8
Hilang kesadaran >24 jam
Adanya kontusio serebri, laserasi/ hematoma intracranial
2. Berdasarkan jenis cedera kepala (Arif Mutaqqin, 2008)
a) Cedera kepala primer
Trauma kepala primer mencakup : fraktur tulang, cedera fokal, cedera otak
difusa, yang masing-masing mempunyai mekanisme etiologis dan patofisiologi
yang unik.
b) Kerusakan otak sekunder
Trauma kepala berat seringkali menampilkan gejala abnormalitas gangguan
sistemik akibat hipoksia dan hipotensi, dimana keadaan- keadaan ini merupakan
penyebab yang sering pada kerusakan otak sekunder.
c) Edema serebral
Tipe yang terpenting pada trauma kepala adalah edema vasogenik dan edema
iskemik.
d) Pergeseran otak
Adanya satu massa yang berkembang membesar (hematoma, abses, atau
pembengkakan otak) di semua lokasi dalam kavitas intra kranial, biasanya akan
menyebabkan pergerakan dan distorsi otak.
G. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pada trauma kepala berat:
a) Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b) Kebingungan
c) Iritabel
d) Mual dam muntah
e) Kepala pusing
f) Terdapat hematoma
g) Kecemasan
h) Sukar untuk dibangunkan
i) Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorhea) bila fraktur tulang temporal.
Manifestasi klinis spesifik :
1. Gangguan otak
a. Comotio serebri/ geger otak
Tidak sadar < 10 menit
Muntah-muntah, pusing
Tidak ada tanda defisit neurologis
b. Contusio cerebri / memar otak
Tidak sadar > 10 menit, bila area yang terkena luas dapat berlangsung >
2-3 hari setelah cedera
Muntah-muntah, amnesia retrograde
Ada tanda-tanda defisit neurologis
2. Perdarahan epidural/hematoma epidural
a. Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam
dan meningen paling luar. Terjadi akibat robekan arteri meningeal
b. Gejala : penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis dari kacau mental
sampai koma
c. Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan pernapasan, bradikardia,
penurunan TTV
d. Herniasi otak yang menimbulkan :
Dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang
Isokor dan anisokor
Ptosis
3. Hematoma subdural
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Foto polos kepala
Indikasi dilakukannya pemeriksaan meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka tembus
(peluru/tajam), deformasi kepala (dari inspeksi dan palpasi), nyeri kepala yang
menetap, gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran.
b) CT-Scan
Indikasi CT-Scan adalah :
1) Nyeri kepala menetap atau muntah- muntah yang tidak menghilang setelah
pemberian obat-obatan analgetik.
2) Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal bermakna terdapat pada lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
3) Penurun GCS lebih dari 1 dimana faktor- faktor ekstrakranial telah disingkirkan
(karena penurunan GCS dapat terjadi karena syok, febris, dll)
4) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai.
5) Adanya tembus akibat benda tajam.
6) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS
(Sthavira, 2012)
c) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI digunakan untuk pasien yang memiliki abnormalitas status mental yang
digambarkan oleh CT-Scan. MRI telah terbukti lebih sensitive daripada CT-Scan,
terutama dalam mengidentifikasi lesi difus non hemoragik cedera aksonal.
d) X-Ray
X-Ray berfungsi untuk mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/ edema), fragmen tulang (Rasad, 2011).
e) BGA (Blood Gas Analyze)
Mendeteksi masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial (TIK).
f) Kadar elektrolit
Mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial
(Musliha, 2010)
I. PENATALAKSANAAN
a) Resusitasi jantung paru (circulation, airway, breathing= CAB)
Pasien dengan trauma kepala berat sering terjadi hipoksia,hipotensi, dan
hiperkapnia akibat gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu urutan tindakan yang
benar adalah :
1) Sirkulasi (circulation)
Hipotensi menyebabkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan sekunder.
Hipotensi disebabkan oleh hipovoemia akibat perdarahan luar, ruptur organ
dalam, trauma dada disertai temponade jantung atau pneumotoraks dan syok
septik. Tindakan yang dilakukan adalah menghentikan pendarahan, perbaikan
fungsi jantung, dan mengganti darah yang hilang dengan plasma atau darah.
2) Jalan napas (airway)
Bebaskan jalan napas dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala
ekstensi dengan memasang orofaryngeal airway (OPA) atau pipa endotrakeal,
bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan
melalui pipa nasogastrik untuk menghindarkan aspirasi muntahan.
3) Pernapasan (breathing)
Gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral dan perifer.
Kelainan sentral adalah depresi pernapasan pada lesi medulla oblongata,
pernapasan cheyne stokes, ataksis, dan central neurogenic hyperventilation.
Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, emboli paru, infeksi.
Gangguan pernapasan dapat menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan
dengan pemberian 02 kemudian cari dan atasi faktor penyebab dan kalau perlu
memakai ventilator.
Memeriksaan lebih mendalam mengenai keadaan pupil (ukuran, bentuk, dan
reaksi terhadap cahaya) serta gerakan-gerakan bola mata.
b) Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan cedera kepala berat yang dilakukan di ruang ICU :
1) Penilaian ulang jalan napas dan ventilasi
2) Monitor tekanan darah
3) Pemasangan alat monitor tekanan darah intrakranial pada pasien dengan
dengan skor GCS<8
4) Penatalaksanaan cairan: hanya larutan isotonis (salin normal larutan RL) yang
diberikan kepada pasien dengan cedera kepala karena air bebas tambahan
dalam salin 0,45% atau dekstrose 5% dalam air dapat menimbulkan eksaserbasi
edema serebri
5) Nutrisi: cedera kepala berat menimbulkan respons hipermetabolik dan
katabolik, dengan keperluan 50-100% lebih tinggi dari normal
6) Temperatur badan : demam mengeksaserbasi cedera otak dan harus diobati
secara agresif dengan asetaminofalen atau kompres dingin
7) Antikejang : fenitolin 15-20 mg/kgBB bolus intravena kemudian 300 mg/ hari
intravena jika pasien tidak kejang fenitolin harus dihentikan 7-10 hari .
8) Antibiotik masih kontroversial. Golongan penisilin dapat mengurangi risiko
meningitis pada pasien dengan otorea, rinorea cairan serebrospinal atau udara
intrkranial tetapi dapat meningkatkan risiko infeksi dengan organisme yang lebih
virulen
9) Terapi manitol : berikan manitol 20% 1g/ kgBB intravena dalam 20-30 menit.
Dosis ulangan dapat dapat diberikan 4-6 jam kemudia ¼ dosis semula setiap 6
jam sampai maksimal 48 jam pertama
Indikasi pemberian manitol :
a) Osmolarita <320 mosmol/L
b) CVP 6-12 CmH2O
c) Tekanan darah sistolik 110 mmHg
d) Diuresis 24 jam positif
e) Fungsi ginjal normal
f) Hb> 10 mg/dl
J. KOMPLIKASI
Komplikasi trauma kepala berat dapat meliputi:
a) Perdarahan intrakranial
b) Kejang
c) Parese saraf cranial
d) Meningitis atau abses otak
e) Edema cerebri
f) Kebocoran cairan serebrospinal
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien wanita 18 tahun dengan BB 48 kg dirawat di ICU RS Pelamonia sejak tadi
malam karena terjatuh dari tangga dengan ketinggian ≤3 meter. Pada saat di IGD didapatkan
pasien mengalami penurunan kesadaran GCS 8, SPO2 89%, tampak jejas dibelakang telingan
kanan, irama pernafasan tidak teratur, muntah 1 kali dan kejang 2 kali dengan rata-rata
durasi ≤1 menit. Pada saat pengkajian di ICU didapatkan GCS M2V2E1 5 (Stupor), TTV:
TD=80/70 mmHg, Nadi=124x/menit, Pernapasan=32x/menit, Suhu=36,6oC, Spo2=87% via
non rebreathing mask oksigen 12 liter. Hasil pemeriksaan darah rutin: HB=11,5g/dL↓, HCT=
33.3%↓, Leukosit=10.70/uL. Hasil AGD: pH=7,31mmHg↓, PaCO2=33,1mmHg↓,
PO2=117mmHg↑, HCO3=18.0mmol/L↓, Laktat=1.27 mmol/L↑, kesan asidosis metabolik.
Hasil CT-scan kesan subdural hematoma sinistra dengan edema serebri. Tampak neck colar,
terpasang OPA, terdengar suara stridor, terpasang kateter urin 550/12jam, tampak
terpasang monitor jantung, tampak terpasang NGT, akral teraba dingin, tampak pasien
kejang 1 kali dengan durasi 1 menit pada saat pengkajian.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
- pH=7,31 mmHg
- PaCO2=33,1 mmHg
- PO2=117 mmHg
- HCO3=18.0 mmol/L
Blood (B2) Suara jantung S1 S2 S3 S4
Tunggal
Irama jantung Regular
CRT < 3 detik
JPV Normal
CVP Tidak ada
Edema Tidak ada
EKG Terpasang monitor EKG
Hasil: sinus takikardi
Lain – lain TTV: TD=80/70 mmHg,
Nadi=124x/menit,
Pernapasan=32x/menit,
Suhu=36,6oC,
Laktat=1.27 mmol/L
Leukosit=10.700/Ul
Brain (B3) Tingkat kesadaran Kualitatif : Somnollen
Kuantitatif:
- E:1
- V:2
- M:2
Reaksi pupil : Ada: Tampak reflex pupil
Kanan mengecil saat diberikan
cahaya.
Kiri Ada: Tampak reflex pupil
mengecil saat diberikan
cahaya.
Refleks fisiologis Ada : Tricep (+), Bicept (+),
Patella (+), Achiles (+)
Refleks patologis Tidak ada : Babinsky (-)
Meningeal sign Tidak ada
Lain – lain Pemeriksaan CT-scan: subdural
hematoma sinistra dan edema
serebri
Pasien kejang 1 dengan durasi 1
menit
Bladder (B4) Urin Jumlah : 550cc/12jam
Warna :kuning
Kateter Ada
Kesulitan BAK Tidak
Lain – lain
Bowel (B5) Mukosa bibir Kering
Lidah Bersih
Keadaan gigi Lengkap
Nyeri tekan Tidak ada
Abdomen Tidak distensi
Peristaltic usus Normal
Nilai : 12 x/mnt
Mual Tidak ada
Muntah Tidak ada
Hematemesis Tidak ada
Melena Tidak ada
Terpasang NGT Ada
Terpasang Colostomi Bag Tidak ada
Diare Tidak ada
Konstipasi Tidak ada
Asites Tidak ada
Lain-lain
Bone (B6) Turgor Baik
Perdarahan kulit Ada
Icterus Tidak ada
Akral Dingin
Pergerakan sendi Bebas
Fraktur Tidak ada
Luka Ada
Jejas di belakang telinga kanan
Lain-lain
B. ANALISA DATA
- Akral :dingin
- TTV: TD: 80/50mmHg
- Jejas di belakang telinga
kanan
- Pernapasan 32x/menit
- CRT <3 detik
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
I. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perifer
II. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan factor resiko trauma
III.Resiko syok dengan factor resiko hipoksia
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
- Mobilisasi di tempattidur: 4
Kanan kiri
Tangan 0 0
Kaki 0 0
Keterangan :
Nilai 5 : kekuatan penuh
Nilai 4 : kekuatan kurang disbanding sisi yang lain
Nilai 3 : mampu menahan tegak tapi tidak mampu menahan tekanan
Nilai 2 : mamou menahan gaya gravitasi namun dengan sentuhan akan
jatuh
Nilai 1 : tampak kontraksi otot sedikit ada sedikit Gerakan
Nilai 0: tampak tidak ada kontraksit otot sama sekali
5. Data
Kaki 0 0
Diagnose NOC
Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan Tindakan keperwatan Bantuanperawat
tirah baring diharapkan : 1. Pertimbangk
Perawatan diri : aktivitas sehari-hari meningkatk
1. Makan dipertahankan pada skala 1 2. Bantu pasie
(sangat terganggu) di tingkatkan ke (seperti; ma
skala 3 (cukupterganggu) eliminasi)
2. Kebersihan dipertahankan pada skala 1 3. Berikan ling
(sangat terganggu) di tingkatkan ke
dengan mem
skala 3 (cukup terganggu)
hangat, sant
3. Mandi dipertahankan pada skala 1
4. Ajarkan oran
(sangat terganggu) di tingkatkan ke
dalam peraw
skala 3 (cukup terganggu)
4. Makan dipertahankan pada skala 1
(sangat terganggu) di tingkatkan ke
skala 3 (cukup terganggu)
5. Berpakaian dipertahankan pada skala 1
(sangat terganggu) di tingkatkan ke
skala 3 (cukup terganggu)