Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TRAUMA KEPALA BERAT

Pembimbing :Yunita Carolina, Ns., M.Kep

DI SUSUN OLEH:

DEBBY NATALIA

NS1914901030

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

STELLA MARIS MAKASSAR

2019/2020
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dari otak
disertai/tanda perdarahan intestinal dalm substansi otak, tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas dari otak (Nugroho, 2011).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung pada
kepala (Suriadi dan Yuliani, 2011).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2011), trauma kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital oleh degenerative, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik.
Trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neurologis terjadi karena robekan
subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema
serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008)
Trauma kepala berat adalah trauma kepala yang mengakibatkan penurunan
kesadaran dengan skor GCS 3-8 mengalami amnesia >24 jam (Haddad, 2012).

B. ETIOLOGI
Penyebab dari trauma kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi
trauma oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak akibat benda
tajam, benda tumpul, peluru dan ledakan panas, efek dari kekuatan/energy yang
diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi)
pada otak, selain itu dapat disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, benturan pada
kepala, jatuh dari ketinggian dengan dua kaki, menyelam di tempat yang dalam,
olahraga yang keras, anak dengan ketergantungan, trauma akibat persalinan
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Kulit Kepala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek,
pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksiyang dapat
menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria dan
diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam tengkorak
(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau
avulasi.
2. Tulang Kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak).
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan
oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bias non
impresi (tidak masuk/menekan kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat
terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri dari 2
dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan
dinding dalam (tabula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia
anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteri-arteri ini dapat
menyebabkan tertimbunnya darah dalam ruang epidural
3. Lapisan Pelindung Otak/Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, asachnoid, diameter.
a. Durameter adalah membrane luas yang kuat, semi translusen, tidak elastic
menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat
diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter:
1) Melindungi otak
2) Menutupi sinus-sinus vena (yang terdiri dari durameter dan lapisan
endotekal saja tanpa jaringan vaskuler)
3) Membentuk periosteum tabula interna.
b. Arachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastic, tidak menempel
pada dura. Diantara durameter dan asahnoid terdapat ruang subdural yang
merupakan ruanga potensial. Pendarahan subdural dapat menyebar
dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks serebri dan
tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunyai sedikit
jaringan penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala.
c. Diameter adalah membrane halus yang sangat kaya dengan pembuluh
darah halus, masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus,
kedua lapisan yang lain haya menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura da
sulkus di sisi medial homisfer otak. Parameter embentuk sawan antar
ventrikel dan sulkus penyokong dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel
Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang ini
melebara dan mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan
sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam system vena
4. Otak
Otak terdapat didalam iquor cerebro spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai
pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran:
a. Efek langsung trauma pada fungsi otak,
b. Efek-efek lanjutan dari sel-sel otak yang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara ota dengan dunia luar (fraktru
cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari
hidung/telinga) merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat
menimbulkan peradangan otak.
Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dan karena
tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan
menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian
tekanan-tekanan intra cranial)
5. Tekanan Intra Cranial (TIK)
Tekanan intra cranial adalah hasil dari sejumlah jaringan otak,volume cairan
intracranial dan cairan serebrospina di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu.
Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15
mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), darah (75 ml),
cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu
berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro-Kellie
menyatakan: karenan keterbatasan ruang ini untuk ekspansi didalam
tengkorak, adanya peningkatan salah dari komponen ini menyebabkan
perubahan pada volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan
naik. Peningkatan TIK yang cukuptinggi menyebabkan turunnya batang otak
(herniasi batang otak) yang berakibat kematian

D. PATOFISIOLOGI
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakn struktur, misalnya
kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema
dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan
permeabilitas vaskuler. Patofisiologi dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera
kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala primer merupakan suatu
proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat
member dampak kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi
akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan
perdarahan.
Perdarah cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan
subaraknoid dan intra cerebral. Hematoma adalah berkumpulnya darah didalam
jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi
karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi
jaringa serebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak (Tartowo, 2007).
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut;
1. Cedera primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak, robek
pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk robeknya
durameter, laserasi, kontusio)
2. Cedera sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui
batas kompensasi ruang tengkorak.
Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan
volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah,
liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan
mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan tekanan
perfusi serebral (CPP) yang fatal pada tingkat seluler.
Cedera sekunder dan tekanan perfusi:
CPP=MAP-ICP
CPP: Cerebral Perfusion Pressure
MAP: Mean Arterial Pressure
ICP: Intra Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak. Iskemia otak
mengakibatkan edema sitotoksik, kerusakan seluler yang makin parah
(irreversible). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial hipotensi/syok, hiperkarbi,
hipoksia, hipertermi, kejang, dll.
3. Edema sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis
Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l.
glutamate, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat) dan
NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influksi berlebihan
yang menimbulkan edema dan mengaktivitasi enzyme degradatif serta
menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-kejang).
4. Kerusakan membrane sel
Dipicu Ca influx yang mengaktivitasi enzyme degradatif akan menyebabkan
keruskan DNA, protein, dan membrane fosfolipid sel (BBB breakdown) melalui
rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang banyak
diperlukan pada sintesa fosfolipid akan menyebabkan terbentuknya asam
arakhidonat yang mrnghasilkan radikal bebas yang berlebih
5. Apoptosis
Sinyal kematian sel diteruskan ke Nukleus oleh membrane bound apoptic
bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan
akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage)
E. PATHWAY TRAUMA CAPITIS

ETIOLOGI

Trauma tajam. Trauma tumpul,cedera akselerasi,kecelakaan lalu lintas,jatuh,perkelahian

Akselerasi Deselerasi

Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak kepala bergerak cepat ke satu arah dan Menyender
benda yang diam

bila benturannya hebat kerusakan di tempat benturan

Bila gencatan hebat


Retak/ hancurnya bagian kepala

Retak/ hancurnya bagian kepala


kerusakan pada kulit kepala

cedera kulit kepala


Cedera Kepala mengenai lobus gangguan pendengaran
temporal
Dx : Hambatan
komunikasi verbal

Retak biasa pada Terjadi pada Fraktur tulang Benturan dengan tenaga Fraktur linear yang terjadi
hubungan tulang dan sutura tulang kepala yang lebih besar langsung mengenai pada dasar tulang
tidak merubah hub dari tengkorak dari satu fragmen tulang kepala tengkorak
kedua fragmen

Mengenai seluruh Pelebaran sutura Fraktur kominutif Penekanan atau laserasi Robekan durameter
ketebalan tulang kepala tulang tengkorak pada durameter dan didaerah basis
jaringan otak

Kebocoran cairan
Fraktur linear Fraktur diastatis serebrospinal
Fraktur impresi

Fraktur basis krani


Pendarahan Intrakranial

Merobek arteri darah Pecahnya pembuluh darah vena adanya gaya akselerasi dan Bergesernya parenkim otak dari
Terkumpulnya darah antara deselerasi akibat trauma permukaan trhdp parenkim yang
durameter dan jaringan otak sebelah dalam

Pendarahan diarteri diantara pecahnya pembuluh darah di


Durameter dan tulang tengkorak robeknya vena kecil parenkim otak atau pembuluh pendarahan subarahnoit
dipermukaan Korteks cerebri darah kortikal dn subkortikal traumatika

Hematoma Epidural Fasopasme luas pembuluh darah


Pendarahan biasanya menutupi Intracebral Hematoma
seluruh Hemisfer otak
Terhentinya sirkulasi di parenkim
otak
Subdural Hematoma
Hipoksia iskemia
yang luas

Cedera otak difus

Kemampuan autoregulasi cerebral menurun

Jaringan otak tidak dapat membesar


Lesi akan menggeser dan mendorong jaringan otak

Bila tekanan terus meningkat akibat tekanan pada ruang

T.G : - Penurunan Kranium terus menerus meningkat


kesadaran (GCS<8)

- Pupil anisokor
Maka aliran darah otak menurun

DX: ketidakefektifan perfusi Hipoksia jaringan otak Kerusakan hemisfer otak


jaringan serebral

Adanya vasodilatasi dan edema otak penurunan kekuatan dan


tahanan otot

Edema akan terus bertambah


DX: Hambatan mobilitas fisik

Edema serebral

Peningkatan TIK

Penekanan langsung Cedera saraf Herniasi (pergeseran otak) Produksi ADH meningkat
pada pusat muntah kronial

Tekanan pada Menekan batang otak Hipotalamus terfiksasi


TG: Mual - muntah
batang otak
DX: Ketidakseimbangan meningkat
Produksi ADH menurun
Nutrisi kurang dari keb.
tubuh
perubahan tekanan darah Diabetes Insipidus
(pada diensefalon)
Penghentian
aliran darah ke iskemik dipusat
otak

Di batang otak Kerusakan Sel otak


Anoksia otak meningkat

Peningkatan curah jantung


Kematian otak Peningkatan Rangsangan
simpatis
Meningkatnya kegiatan
pompa jantung
Peningkatan tahanan
vascular sistematik
Untuk mempertahankan
aliran darah otak
Penurunan tekanan
pembuluh darah pulmonal
Usaha kompensasi

Peningkatan tekanan
Nadi menurun
hidrostatik

Denyut nadi menghilang Kebocoran cairan kapiler

KEMATIAN Oedemo paru

Difusi O2 terlambat T/G: hiperkopneo

DX:
ketidakefektifan
pola nafas
Gagal nafas
Hipoksemia

Hipoksia jaringan

Metabolisme
anaerob

Penumpukan asam
laktat

Pemasangan Asidosis metabolik

Syok
F. KLASIFIKASI TRAUMA KEPALA
1. Berdasarkan keparahan cedera
a) Cedera kepalan ringan (CKR)
 Tidak ada fraktur tengkorak
 Tidak ada kontusio serebri hematom
 GCS 13-15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran <30 menit
b) Cedera kepala sedang
 Kehilangan kesadaran (amnesia) > 30 menit dan <24 jam
 Muntah
 GCS 13-15
 Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientai ringan (bingung)
c) Cedera kepala berat
 GCS 3-8
 Hilang kesadaran >24 jam
 Adanya kontusio serebri, laserasi/ hematoma intracranial
2. Berdasarkan jenis cedera kepala (Arif Mutaqqin, 2008)
a) Cedera kepala primer
Trauma kepala primer mencakup : fraktur tulang, cedera fokal, cedera otak
difusa, yang masing-masing mempunyai mekanisme etiologis dan patofisiologi
yang unik.
b) Kerusakan otak sekunder
Trauma kepala berat seringkali menampilkan gejala abnormalitas gangguan
sistemik akibat hipoksia dan hipotensi, dimana keadaan- keadaan ini merupakan
penyebab yang sering pada kerusakan otak sekunder.
c) Edema serebral
Tipe yang terpenting pada trauma kepala adalah edema vasogenik dan edema
iskemik.
d) Pergeseran otak
Adanya satu massa yang berkembang membesar (hematoma, abses, atau
pembengkakan otak) di semua lokasi dalam kavitas intra kranial, biasanya akan
menyebabkan pergerakan dan distorsi otak.

G. MANIFESTASI KLINIS
 Tanda dan gejala pada trauma kepala berat:
a) Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b) Kebingungan
c) Iritabel
d) Mual dam muntah
e) Kepala pusing
f) Terdapat hematoma
g) Kecemasan
h) Sukar untuk dibangunkan
i) Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorhea) bila fraktur tulang temporal.
 Manifestasi klinis spesifik :
1. Gangguan otak
a. Comotio serebri/ geger otak
 Tidak sadar < 10 menit
 Muntah-muntah, pusing
 Tidak ada tanda defisit neurologis
b. Contusio cerebri / memar otak
 Tidak sadar > 10 menit, bila area yang terkena luas dapat berlangsung >
2-3 hari setelah cedera
 Muntah-muntah, amnesia retrograde
 Ada tanda-tanda defisit neurologis
2. Perdarahan epidural/hematoma epidural
a. Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam
dan meningen paling luar. Terjadi akibat robekan arteri meningeal
b. Gejala : penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis dari kacau mental
sampai koma
c. Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan pernapasan, bradikardia,
penurunan TTV
d. Herniasi otak yang menimbulkan :
 Dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang
 Isokor dan anisokor
 Ptosis
3. Hematoma subdural

a. Akumulasi darah antara duramater dan araknoid, karena robekan vena


b. Gejala : Sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfasia
c. Akut : gejala 24-48 jam setelah cedera, perlu intervensi segera
Sub akut : gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu setelah cedera
Kronis : 2 minggu sampai dengan 3-4 bulan setelah cedera
4. Hematoma intracranial
 Pengumpulan darah > 25 ml dalam parenkim otak
 Penyebab : fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi peluru,
gerakan akselerasi-deselerasi tiba-tiba
5. Fraktur tengkorak
a. Fraktur liner/ simple
 Melibatkan Os temporal dan parietal
 Jika garis fraktur meluas kearah orbital/ sinus paranasal dapat
menyebabkan resiko perdarahan
b. Fraktur basiler
 Fraktur pada dasar tengkorak
 Bisa menimbulkan kontak CSS dengan sinus, memungkinkan bakteri
masuk

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Foto polos kepala
Indikasi dilakukannya pemeriksaan meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka tembus
(peluru/tajam), deformasi kepala (dari inspeksi dan palpasi), nyeri kepala yang
menetap, gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran.
b) CT-Scan
Indikasi CT-Scan adalah :
1) Nyeri kepala menetap atau muntah- muntah yang tidak menghilang setelah
pemberian obat-obatan analgetik.
2) Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal bermakna terdapat pada lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
3) Penurun GCS lebih dari 1 dimana faktor- faktor ekstrakranial telah disingkirkan
(karena penurunan GCS dapat terjadi karena syok, febris, dll)
4) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai.
5) Adanya tembus akibat benda tajam.
6) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS
(Sthavira, 2012)
c) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI digunakan untuk pasien yang memiliki abnormalitas status mental yang
digambarkan oleh CT-Scan. MRI telah terbukti lebih sensitive daripada CT-Scan,
terutama dalam mengidentifikasi lesi difus non hemoragik cedera aksonal.
d) X-Ray
X-Ray berfungsi untuk mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/ edema), fragmen tulang (Rasad, 2011).
e) BGA (Blood Gas Analyze)
Mendeteksi masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial (TIK).
f) Kadar elektrolit
Mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial
(Musliha, 2010)

I. PENATALAKSANAAN
a) Resusitasi jantung paru (circulation, airway, breathing= CAB)
Pasien dengan trauma kepala berat sering terjadi hipoksia,hipotensi, dan
hiperkapnia akibat gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu urutan tindakan yang
benar adalah :
1) Sirkulasi (circulation)
Hipotensi menyebabkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan sekunder.
Hipotensi disebabkan oleh hipovoemia akibat perdarahan luar, ruptur organ
dalam, trauma dada disertai temponade jantung atau pneumotoraks dan syok
septik. Tindakan yang dilakukan adalah menghentikan pendarahan, perbaikan
fungsi jantung, dan mengganti darah yang hilang dengan plasma atau darah.
2) Jalan napas (airway)
Bebaskan jalan napas dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala
ekstensi dengan memasang orofaryngeal airway (OPA) atau pipa endotrakeal,
bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan
melalui pipa nasogastrik untuk menghindarkan aspirasi muntahan.
3) Pernapasan (breathing)
Gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral dan perifer.
Kelainan sentral adalah depresi pernapasan pada lesi medulla oblongata,
pernapasan cheyne stokes, ataksis, dan central neurogenic hyperventilation.
Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, emboli paru, infeksi.
Gangguan pernapasan dapat menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan
dengan pemberian 02 kemudian cari dan atasi faktor penyebab dan kalau perlu
memakai ventilator.
Memeriksaan lebih mendalam mengenai keadaan pupil (ukuran, bentuk, dan
reaksi terhadap cahaya) serta gerakan-gerakan bola mata.
b) Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan cedera kepala berat yang dilakukan di ruang ICU :
1) Penilaian ulang jalan napas dan ventilasi
2) Monitor tekanan darah
3) Pemasangan alat monitor tekanan darah intrakranial pada pasien dengan
dengan skor GCS<8
4) Penatalaksanaan cairan: hanya larutan isotonis (salin normal larutan RL) yang
diberikan kepada pasien dengan cedera kepala karena air bebas tambahan
dalam salin 0,45% atau dekstrose 5% dalam air dapat menimbulkan eksaserbasi
edema serebri
5) Nutrisi: cedera kepala berat menimbulkan respons hipermetabolik dan
katabolik, dengan keperluan 50-100% lebih tinggi dari normal
6) Temperatur badan : demam mengeksaserbasi cedera otak dan harus diobati
secara agresif dengan asetaminofalen atau kompres dingin
7) Antikejang : fenitolin 15-20 mg/kgBB bolus intravena kemudian 300 mg/ hari
intravena jika pasien tidak kejang fenitolin harus dihentikan 7-10 hari .
8) Antibiotik masih kontroversial. Golongan penisilin dapat mengurangi risiko
meningitis pada pasien dengan otorea, rinorea cairan serebrospinal atau udara
intrkranial tetapi dapat meningkatkan risiko infeksi dengan organisme yang lebih
virulen
9) Terapi manitol : berikan manitol 20% 1g/ kgBB intravena dalam 20-30 menit.
Dosis ulangan dapat dapat diberikan 4-6 jam kemudia ¼ dosis semula setiap 6
jam sampai maksimal 48 jam pertama
Indikasi pemberian manitol :
a) Osmolarita <320 mosmol/L
b) CVP 6-12 CmH2O
c) Tekanan darah sistolik 110 mmHg
d) Diuresis 24 jam positif
e) Fungsi ginjal normal
f) Hb> 10 mg/dl

J. KOMPLIKASI
Komplikasi trauma kepala berat dapat meliputi:
a) Perdarahan intrakranial
b) Kejang
c) Parese saraf cranial
d) Meningitis atau abses otak
e) Edema cerebri
f) Kebocoran cairan serebrospinal
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien wanita 18 tahun dengan BB 48 kg dirawat di ICU RS Pelamonia sejak tadi
malam karena terjatuh dari tangga dengan ketinggian ≤3 meter. Pada saat di IGD didapatkan
pasien mengalami penurunan kesadaran GCS 8, SPO2 89%, tampak jejas dibelakang telingan
kanan, irama pernafasan tidak teratur, muntah 1 kali dan kejang 2 kali dengan rata-rata
durasi ≤1 menit. Pada saat pengkajian di ICU didapatkan GCS M2V2E1 5 (Stupor), TTV:
TD=80/70 mmHg, Nadi=124x/menit, Pernapasan=32x/menit, Suhu=36,6oC, Spo2=87% via
non rebreathing mask oksigen 12 liter. Hasil pemeriksaan darah rutin: HB=11,5g/dL↓, HCT=
33.3%↓, Leukosit=10.70/uL. Hasil AGD: pH=7,31mmHg↓, PaCO2=33,1mmHg↓,
PO2=117mmHg↑, HCO3=18.0mmol/L↓, Laktat=1.27 mmol/L↑, kesan asidosis metabolik.
Hasil CT-scan kesan subdural hematoma sinistra dengan edema serebri. Tampak neck colar,
terpasang OPA, terdengar suara stridor, terpasang kateter urin 550/12jam, tampak
terpasang monitor jantung, tampak terpasang NGT, akral teraba dingin, tampak pasien
kejang 1 kali dengan durasi 1 menit pada saat pengkajian.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Breath (B1) Pergerakan dada Retraksi


Pemakaian otot bantu napas Ada
Pernapasang cuping hidung
Palpasi Vocal premitus : getaran dinding
paru kiri dan
kanan simetris
Nyeri tekan : tidak ada
Krepitasi : tidak ada
Perkusi Pekak
Lokasi : kedua lapang paru
Suara nafas Stridor
Lokasi : Penyempitan jalur napas
bagian atas akibat lidah
jatuh
Batuk Tidak produktif
Sputum Tidak ada
Warna lain : -
Alat bantu napas Ada
Jenis : O2 NRM 12liter/menit
Lain – lain Pernapasan: 32x/menit
SPO2: 87%
Pemeriksaan AGD : Asidosis
metabolik

- pH=7,31 mmHg
- PaCO2=33,1 mmHg
- PO2=117 mmHg
- HCO3=18.0 mmol/L
Blood (B2) Suara jantung S1 S2 S3 S4
Tunggal
Irama jantung Regular
CRT < 3 detik
JPV Normal
CVP Tidak ada
Edema Tidak ada
EKG Terpasang monitor EKG
Hasil: sinus takikardi
Lain – lain TTV: TD=80/70 mmHg,
Nadi=124x/menit,
Pernapasan=32x/menit,
Suhu=36,6oC,
Laktat=1.27 mmol/L
Leukosit=10.700/Ul
Brain (B3) Tingkat kesadaran Kualitatif : Somnollen
Kuantitatif:

- E:1
- V:2
- M:2
Reaksi pupil : Ada: Tampak reflex pupil
Kanan mengecil saat diberikan
cahaya.
Kiri Ada: Tampak reflex pupil
mengecil saat diberikan
cahaya.
Refleks fisiologis Ada : Tricep (+), Bicept (+),
Patella (+), Achiles (+)
Refleks patologis Tidak ada : Babinsky (-)
Meningeal sign Tidak ada
Lain – lain Pemeriksaan CT-scan: subdural
hematoma sinistra dan edema
serebri
Pasien kejang 1 dengan durasi 1
menit
Bladder (B4) Urin Jumlah : 550cc/12jam
Warna :kuning
Kateter Ada
Kesulitan BAK Tidak
Lain – lain
Bowel (B5) Mukosa bibir Kering
Lidah Bersih
Keadaan gigi Lengkap
Nyeri tekan Tidak ada
Abdomen Tidak distensi
Peristaltic usus Normal
Nilai : 12 x/mnt
Mual Tidak ada
Muntah Tidak ada
Hematemesis Tidak ada
Melena Tidak ada
Terpasang NGT Ada
Terpasang Colostomi Bag Tidak ada
Diare Tidak ada
Konstipasi Tidak ada
Asites Tidak ada
Lain-lain
Bone (B6) Turgor Baik
Perdarahan kulit Ada
Icterus Tidak ada
Akral Dingin
Pergerakan sendi Bebas
Fraktur Tidak ada
Luka Ada
Jejas di belakang telinga kanan
Lain-lain

B. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1.Breath (B1) Ketidakseimbangan Gangguan pertukaran gas
Data: ventilasi-perfusi

- Suara napas : stridor


- Pernapasan: 32x/menit
- Kesadaran kualitatif: Stupor
- Kesadaran kuantitatif :
E:1
V:2
M:2
- Nadi : 124x/menit
- Suhu 36,6oC
- SPO2: 87%
- Alat bantu napas :Ada
Jenis : NRM 12liter/menit
- Pemeriksaan AGD: Asidosis
metabolic
 pH=7,3 1mmHg
 PaCO2=33,1 mmHg
 PO2=117 mmHg
 HCO3=18.0 mmol/L
 BE= -7
 Asam laktat 1.27 mmol/L
2.Brain (B3) Trauma Resiko ketidakefektifan
Data: perfusi jaringan otak

- TTV: TD: 80/70 mmHg


- Akral : dingin
- Kejang 1 kali
- Kadar laktat 1.27 mmol/L
- SPO2:87%
- Pemeriksaan CT-scan:
subdural hematoma dextra
sinistra dan edema serebri
- Tingkat kedasaran :
Kualitatif : Stupor
Kuantitatif:
E:1
V:2
M:2
3.Bone (B6)
Data:

- Akral :dingin
- TTV: TD: 80/50mmHg
- Jejas di belakang telinga
kanan
- Pernapasan 32x/menit
- CRT <3 detik

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
I. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perifer
II. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan factor resiko trauma
III.Resiko syok dengan factor resiko hipoksia
D. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnose keperawatan NOC NIC


(NANDA)
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Tindakan Manajemen asam basa : asidosis metabolik
berhubungan dengan keperawatan di harapkan :
1. Monitor pola nafas
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi Respon Ventilasi Mekanik:
2. Monitor penyebab kurangnya atau rendahnya HCO3
Dewasa
(misalnya; hipotensi, hipoksia)
1. Tingkat pernapasan 32x/menit 3. Monitor tanda dan gejala rendahnya HCO3 (misalnya;
ditingkatkan ke 16-24x/menit HCO3 <22 MEq/L, Ph <7.35, BE <-7 MEq/L)
2. Tekanan parsial karbondioksida 4. Hindari pemberian pengobatan yang menyebabkan
di darah arteri (PaCO2) 33.1 rendahnya niai HCO3 (misalnya cairan yang berisi
mmHg di tingkatkan ke 35-45 klorin)
mmHg 5. Monitor indicator pengiriman oksigen jaringan
3. PH arteri 7.31 di tingkatkan ke (misalnya; PaO2, SaO2, nilai Hb)
7.35-7.45 6. Monitor penurunan bikarbonat dan asam
4. Saturasi oksigen 90% (misalnya;hipoksia jaringan)
ditingkatkan ke 95-100% 7. Siapkan tindakan untuk pencegahan kejang
5. Irama pernapasan 8. Monitor tanda-tanda pada system syaraf pusat
sebagai akibat memburuknya asidosis metabolic
Status Pernapasan: Ventilasi (kejang dan koma)
9. Sediakan nutrisi yang adekuat bagi pasien yang
1. Suara napas tambahan
mengalami asidosis metabolic
dipertahankan pada suara
Stridor ditingkatkan ke suara
Manajemen jalan nafas
napas vesikuler
1. Monitor status pernapasan dan oksigenasi
2. Auskultasi suara nafas
3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
4. Masukkan alat OPA
Resiko ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan Tindakan Monitor Neurologis:
jaringan otak dengan factor resiko keperawatan di harapkan : 1. Monitor tingkat kesadaran
trauma Perfusi jaringan: serebral 2. Monitr kecenderungan GCS
3. Monitor TTV
1. Tekanan darah sistolik 90
4. Elevasi kepala 30˚
mmHg ditingkatan ke 110-120
5. Kolaborasi dalam pemberian terapi farmakologi:
mmHg
Manitol
2. Tekanan darah diastolic 70
Manajemen Edema Serebral
mmHg ditingkatkan ke 60-80
1. Monitor karakteristik cairan serebrospinal: warna,
mmHg
kejernihan, konsistensi
3. Nilai rata-rata tekanan darah
2. Catat cairan serebrospinal
76,6 ditingkatkan ke 70-100
mmHg 3. Lakukan tindakan pencegahan terjadinya kejang
4. Muntah (devisiasi cukup sedang 4. Berikan anti kejang, sesuai kebutuhan
dari kisaran normal)
ditingkatkan ke skala 4 Monitor Tekanan Intrakranial
(devisiasi ringan dari kisaran 1. Berikan informasi kepada keluarga
normal) 2. Monitor tekanan aliran darah otak
5. Penurunan tingkat kesadaran 3. Monitor intake dan output
GCS 5 (M2V2E1) (Somnolen) 4. Berikan agen farmakologis untuk mempertahanka
ditingkatkan ke GCS 15 TIK dalam jangkauan tertentu
(composmentis)

Keparahan cedera fisik:

1. Memar dipertahankan pada


skala 2 (cukup berat)
ditingkatkan ke skala 3 (sedang)
2. Cedera kepala tertutup
dipertahankan pada skala 2
(cukup berat) ditingkatkan ke
skala 3 (sedang)
Status neurologis
1. Tekanan intracranial
dipertahankan pada skala 2
(banyak terganggu)
ditingkatkan ke skala 3 (cukup
terganggu)
2. Aktivitas kejang dipertahankan
pada skala 3 (cukup terganggu)
ditingkatkan ke skala 4 (sedikit
terganggu)
Resiko syok factor resiko hipoksia Setelah dilakukan Tindakan Pencegahan Syok:
keperawatan di harapkan : 1. Monitor terhadap adanya respon kompensasi awal
Keparahan Syok: Neurogenik syok (misalnya; dingin pada kulit , muntah)
2. Monitor terhadap adanya tanda-tanda respon
1. Denyut nadi teraba cepat
sindroma inflamasi sistemik (misalnya; takipnea)
dipertahankan pada skala 2
3. Monitor terhadap adanya tanda awal reakis alergi
(cukup berat) ditingkatkan pada
(misalnya, stridor)
skala 3 (sedang)
4. Monitor status sirkulasi (misalnya; tekanan darah,
2. Perubahan pola napas
temperature kulit, nadi dan irama)
dipertahankan pada skala 2
5. Monitor hasil lab, terutama nilai HgB dan HcT, AGD,
(cukup berat) ditingkatkan pada
Laktat
skala 3 (sedang)
3. Penurunan keluaran urin 6. Posisikan pasien dengan kaki ditinggikan
dipertahankan pada skala 2
(cukup berat) ditingkatkan pada
skala 3 (sedang)
E. Evaluasi hasil tindakan: (Kondisi yang didapatkan setelah tindakan
yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan)
F. Pengkajian sekunder (Meliputi pengkajian riwayat keperawatan dan
Head to toe)
1. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit: keluarga pasien mengatakan anaknya selalu menjaga
kesehatannya dengan menjaga pola makannya.
a. Riwayat kesehatan
b. Keluhan utama :Penurunan kesadaran
c. Riwayat keluhan utama: Keluarga pasien mengatakan pasien tidak sadarkan
diri setelah terjatuh dari atas tangga saat ingin mengambil sesuatu diatas
atap balkon. Keluarga mengatakan pasien jatuh ke belakang. Keluarga
mengatakan setelah terjatuh pasien mengeluh pusing dan sakit dan ± 2 jam
kemudian pasien mengalami penurunan kesadaran dan langsung di bawah
ke RS Pelamonia. Keluarga pasien mengatakan selama di perjalanan pasien
kejang 1 kali dengan durasi 20 detik dan muntah 1 kali
d. Riwayat kesehatan dahulu: Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki
riwayat penyakit lain
Riwayat kesehatan keluarga: Keluarga mengatakan tidak ada anggota
keluarga yang menderita penyakit serius

2. Pola Aktivitas dan Latihan


Sebelum sakit: Keluarga pasien mengatakan anaknya duduk di kelas 3 SMA,
dan semua aktivitas dilakukan secara mendiri
Sejak sakit: Keluarga pasien mengatakan aktivitas pasien dibantu sepenuhnya.
Observasi: Tampak pasien berbaring lemah terpasang ventilator dan semua
aktvitas dibantu perawat dan keluarga
Aktivitas Harian:
- Makan : 4
- Mandi : 3
0 : Mandiri
- Pakaian : 4
1 : Bantu dengan alat
- Kerapihan : 4
- Buang air besar : 4 3 : Bantuan alat dan orang

- Buang air kecil : 1 4 : bantuan penuh

- Mobilisasi di tempattidur: 4

Uji kekuatan otot:

Kanan kiri

Tangan 0 0

Kaki 0 0

Keterangan :
Nilai 5 : kekuatan penuh
Nilai 4 : kekuatan kurang disbanding sisi yang lain
Nilai 3 : mampu menahan tegak tapi tidak mampu menahan tekanan
Nilai 2 : mamou menahan gaya gravitasi namun dengan sentuhan akan
jatuh
Nilai 1 : tampak kontraksi otot sedikit ada sedikit Gerakan
Nilai 0: tampak tidak ada kontraksit otot sama sekali

3. Pemeriksaan Penunjang (Meliputi pemeriksaan lab, Rongten, CT scan dan lain-


lain)
a. Hasil pemeriksaan darah rutin:
- HB=11,5g/dL
- HCT= 33.3%
- Leukosit=10.70/uL.
b. Hasil AGD:
- pH=7,31 mmHg
- PaCO2=33,1 mmHg,
- PO2=117 mmHg,
- HCO3=18.0 mmol/L,
- Laktat=1.27 mmol/L
- BE= -7
c. Hasil CT-scan: kesan subdural hematoma sinistra dengan edema serebri.

4. Terapi yang diberikan:


- Manitol
- Ranitidine
- Phenitoin
- Diazepam
- Cairan RL

5. Data

Data Etiologi Masalah

Ds: Tirah baring Intoleransiaktivitas


- Keluarga pasien
mengatakan pasien masih
duduk di kelas 3 SMA
- Keluarga pasien
mengatakan aktivitas
pasien dibantu
sepenuhnya.
Do :

- Tampak pasien terbaring


lemah dan semua aktvitas
dibantu perawat dan
keluarga
- Aktivitas Harian:
 Makan : 3
 Mandi : 4
 Pakaian : 4
 Kerapihan : 4
 Buang air besar : 4
 Buang air kecil : 1
 Mobilisasi di tempat tidur:
4
- Uji kekuatan otot
Kanan kiri
Tangan 0 0

Kaki 0 0

6. Diagnose keperawatan Pengkajian Sekunder


Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring
7. Intervensi

Diagnose NOC
Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan Tindakan keperwatan Bantuanperawat
tirah baring diharapkan : 1. Pertimbangk
Perawatan diri : aktivitas sehari-hari meningkatk
1. Makan dipertahankan pada skala 1 2. Bantu pasie
(sangat terganggu) di tingkatkan ke (seperti; ma
skala 3 (cukupterganggu) eliminasi)
2. Kebersihan dipertahankan pada skala 1 3. Berikan ling
(sangat terganggu) di tingkatkan ke
dengan mem
skala 3 (cukup terganggu)
hangat, sant
3. Mandi dipertahankan pada skala 1
4. Ajarkan oran
(sangat terganggu) di tingkatkan ke
dalam peraw
skala 3 (cukup terganggu)
4. Makan dipertahankan pada skala 1
(sangat terganggu) di tingkatkan ke
skala 3 (cukup terganggu)
5. Berpakaian dipertahankan pada skala 1
(sangat terganggu) di tingkatkan ke
skala 3 (cukup terganggu)

Anda mungkin juga menyukai