Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : dr. IRfannuddin


Moderator : Galvin Pratama Koga
Sekretaris Meja : Surmila Apri Yulisa
Sekretaris Papan : Mujahidin Arisman
Aturan :
1. Ponsel dalam keadaan silent.
2. Izin bila ingin keluar
3. Mengacungkan tangan bila ingin mengajukan pendapat

2.2 Skenario Kasus


Skenario D Blok XIII
Ny. Susi, umur 25 tahun, datang ke dokter dengan keluhan utama bersin-bersin,
hidung tersumbat dan keluar ingus encer sejak 2 hari yang lalu. Ny. Susi juga
mengeluh matanya gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata
keluar. Pasien juga mengeluh susah tidur.
Ny. Susi juga mengatakan setiap kali mengkonsumsi udang dan terkena debu
langsung mengeluh bersin-bersin dan keluar ingus encer. Keluhan ini dirasakan
ny. Susi sejak umur 5 tahun. Ayah ny. Susi juga memiliki keluhan yang sama.
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum: Tampak sakit sedang, compos mentis.
Vital sign: TD: 110/70 mmHg, N: 90X/menit reguler, isi tegangan cukup, RR:
26x/menit, T: 37,0oC
Wajah: terdapat garis kehitaman pada kulit dibawah palpebra inferior.
Status THT:
- Telingan: membrana timpani utuh, refleks cahaya +/+
- Hidung: Cavum nasi sempit, sekret (+/+)
- Tenggorokan: Arcus faring simetris, uvula ditengah, tonsil T1-T1 tenang,
dinding faring posterior tampak kemerahan.

2.3 Klarifikasi Istilah


1. Bersin-bersin : Keluar udara dari hidung dan mulut secara tiba-
tiba.
2. Hidung tersumbat : Perasaan tidak nyaman dimana saluran pernapasan
tersumbat khususnya hidung.
3. Gatal : Sensasi kulit yang tidak nyaman menimbulkan rasa
ingin menggaruk/menggosok kulit.
4. Ingus encer : Sekresi mukus encer dari hidung.
5. Membran timpani : Lapisan tipis yang menutupi permukaan dan
melapisi rongga hidung.
6. Konka hipertrofi : Pembesaran atau pertumbuhan berlebihan sebuah
lempeng tulang tipis yang membentuk rongga
hidung.
7. Cavum nasi sempit : Rongga/lubang hidung menyempit.
8. Tonsil T1-T1 : Jaringan/massa yang bulat dan kecil khususnya
dari jaringan limpoid yang normal

2.4 Identifikasi Masalah


1. Ny. Susi, umur 25 tahun, datang ke dokter dengan keluhan utama
bersin-bersin, hidung tersumbat dan keluar ingus encer sejak 2 hari
yang lalu.
2. Ny. Susi juga mengeluh matanya gatal, yang kadang-kadang disertai
dengan banyak air mata keluar.
3. Pasien juga mengeluh susah tidur.
4. Ny. Susi juga mengatakan setiap kali mengkonsumsi udang dan
terkena debu langsung mengeluh bersin-bersin dan keluar ingus encer.
Keluhan ini dirasakan ny. Susi sejak umur 5 tahun. Ayah ny. Susi juga
memiliki keluhan yang sama.
5. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum: Tampak sakit sedang, compos mentis.
Vital sign: TD: 110/70 mmHg, N: 90X/menit reguler, isi tegangan
cukup, RR: 26x/menit, T: 37,0oC
Wajah: terdapat garis kehitaman pada kulit dibawah palpebra inferior.
6. Status THT:
- Telingan: membrana timpani utuh, refleks cahaya +/+
- Hidung: Cavum nasi sempit, sekret (+/+)
- Tenggorokan: Arcus faring simetris, uvula ditengah, tonsil T1-T1
tenang, dinding faring posterior tampak kemerahan.

2.5 Analisis Masalah


1. Ny. Susi, umur 25 tahun, datang ke dokter dengan keluhan utama bersin-bersin,
hidung tersumbat dan keluar ingus encer sejak 2 hari yang lalu.
a. Apa sistem yang terlibat pada kasus?
Sistem respirasi dan sistem pertahanan tubuh
b. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi pada kasus?
c. Apa penyebab bersin-bersin, hidung tersumbat dan keluar ingus encer
sejak 2 hari yang lalu?

Bersin
Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari
atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan
mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning
process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap
serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai
bersin patologis.
Penyebab bersin
1. Rhinitis vasomotor
sistem sarafnya sangat sensitif sekali pada segala sesuatu yang dingn,
serta sering dipicu oleh suhu dingin pagi hari, mudah bersin saat
terkena air, angin dari AC, saat menginjak lantai yang dingin tanpa
alas kaki). Rhinitis vasomotor jarang terjadi hingga sore hari, tapi
lebih sering terjadi saat pagi hari saat dingin.
2. Rhinitis alergi
Sering disebabkan oleh terhirupnya alergen pemicu alergi seperti
serbuk sari, spora jamur, tungau, dan debu rumah

Hidung tersumbat
1. Rhinitis alergi
2. Alergi serbuk sari
3. Polip hidung (hidung tersumbat hanya sebelah dan tidak
berpindah-pindah
4. Paparan zat kimia
5. Iritasi hidung karena faktor lingkungan (akibat paparan asap atau
debu)
6. Tumor
7. Septum menyimpang
8. Sakit kepala cluster
9. Benda asing
Ingus
a) Ingus yag encer dan berwarna bening (gejalan flu atau alergi)
b) Ingus yang kental dan berwarna kekuningan da sedikit kehijauan
(infeksi bakteri)
c) Ingus yang keluar disertai darah (terlalu kencang saat mendorong
ingus keluar, kekeringan membran hidung)
d) Ingus berwarna hijau dan sedikit berbau busuk ( benda asing yang
masuk dan telah menginfeksi hidung)

d. Apa makna bersin-bersin, hidung tersumbat dan keluar ingus encer sejak 2
hari yang lalu?
Terjadi alergi, karena alergi dapat timbul akibat terpejan oleh alergen yang
mengaktifkan sistem imun dan menyebabkan reaksi alergi.

e. Bagaimana mekanisme dari keluhan pada kasus?


Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang di awali dengan
tahap sensitisasi dan diikuti tahap provokas/ reaksi alergi. Reaksi alergi
terdiri dari 2 fase yaitu Immediated Phase Allergic Reaction atau Reaksi
Alergi Fase Cepat (RAFC) dan Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi
Alergi Fase Lambat (RAFL).
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji (APC) akan menangkap
alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung.  Setelah diproses,
antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan
molekul HLA kelas II membentuk komplek peptida MHC komplek
peptida MHC kelas II yang kemudian di presentasikan pada sel T helper
(Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti IL 1 yang akan
mengaktifkan  Th 0 yang berproliferasi menjadi Th 1 dan Th 2, sehingga
sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE.
Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang
sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi
degranulasi mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator
kimia terutama histamin.
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus
sehingga menimbulakn rasa gatal pada hidung dan bersin-
bersin.  Histamin juga menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet
mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga
terjadi rinore. 

f. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan?


Usia
Usia 15-30 tahun sangat rentan akan paparan alergen sehingga
menyebabkan rhinitis alergi. Rhinitis alergi adalah reaksi inflamasi yang
disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah
tersensitisasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik.
Jenis kelamin
Angka kejadian pada perempuan lebih tinggi, penderita perempuan lebih
banyak (54,1%) dibanding laki- laki (45,9%). Karena sistem imun laki-
laki lebih kuat daripada perempuan.

2. Ny. Susi juga mengeluh matanya gatal, yang kadang-kadang disertai dengan
banyak air mata keluar.
a. Apa penyebab matanya gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak
air mata keluar?
b. Bagaimana hubungan matanya gatal, yang kadang-kadang disertai dengan
banyak air mata keluar dengan keluhan utama?
c. Bagaimana mekanisme matanya gatal, yang kadang-kadang disertai
dengan banyak air mata keluar?
3. Pasien juga mengeluh susah tidur.
a. Bagaimana hubungan pasien juga mengeluh susah tidur dengan keluhan
utama?
b. Apa penyebab susah tidur pada kasus?
c. Bagaimana mekanisme susah tidur pada kasus?

4. Ny. Susi juga mengatakan setiap kali mengkonsumsi udang dan terkena debu
langsung mengeluh bersin-bersin dan keluar ingus encer. Keluhan ini
dirasakan ny. Susi sejak umur 5 tahun. Ayah ny. Susi juga memiliki keluhan
yang sama.
a. Apa makna setiap kali mengkonsumsi udang dan terkena debu langsung
mengeluh bersin-bersin dan keluar ingus encer?
Pasien mengalami alergi terhadap debu dan udang, hal ini dikarenakan
tubuh dari pasien merespon berlebihan terhadap suatu pajanan dari luar.
Ketika antigen mengikat antibodi IgE ganda pada sel mast atau basofil, sel
menjadi aktif yang akhirnya menyebabkan pelepasan mediator
proinflamasi yang mengakibatkan munculnya reaksi alergi yang dapat
berupa bersin-bersin dan keluar ingus encer.
Udang
Kandungan protein udang dikategorikan sebagai “complete protein”
karena kadar asam amino yang tinggi. Protein dapat menginduksi TH2,
yang merupakan subset CD4 dapat membelokkan sisntesis isotipe antibodi
dari bentuk IgM menjadi IgE. IgE menyebabkan sel sel menjadi aktif yang
akhirnya menyebabkan pelepasan mediator proinflamasi yang
mengakibatkan munculnya reaksi alergi.
Debu
Tungau ini banyak ditemukan pada debu yang terdapat pada berbagai
peralatan rumah tangga, khususnya perabotan yang terdapat di sekitar
kamar tidur, seperti kasur, seprei, selimut, wool dan peralatan lain.
Dermatophagoides menyukai tempat yang hangat, kering dan lembab.
Meskipun tungau ini tidak menggigit dan tidak menularkan suatu
penyakit, namun tungau ini menghasilkan material atau bahan yang
bersifat alergen. Material tersebut berukuran sangat kecil dan ringan
sehingga mudah terbang dan bersatu dengan debu di udara. Bila terhisap
dapat menimbulkan reaksi alergi pada orang yang sensitive.

Uppikke.staff.ipb.ac.id/ 2014
b. Apa penyebab alergi? (Sistem imun)
Reaksi alergi (hipersensitif tipe I) terjadi jika seseorang yang telah
memproduksi antibodi IgE akibat terpapar suatu antigen (alergen),
terpapar kembali oleh antigen yang sama. Alergen memicu terjadinya
aktivasi sel mast yang mengikat IgE pada jaringan. IgE dapat terbentuk
memerlukan antigen serta rute presentasi tertentu. TH2 yang merupakan
subset CD4 dapat membelokkan sisntesis isotipe antibodi dari bentuk IgM
menjadi IgE. IgE menyebabkan sel sel menjadi aktif yang akhirnya
menyebabkan pelepasan mediator proinflamasi yang mengakibatkan
munculnya reaksi alergi.
Hanya sedikit eosinofil yang ditemukan di sirkulasi darah. Sebagian besar
eosinofil ditemukan pada jaringan terutama pada jaringan ikat saluran
pernafasan, usus, dan epiteliumurogenital
repository.usu.ac.id
c. Bagaimana mekanisme alergi?
d. Bagaimana hubungan alergi dengan keluhan utama?
Ketika antigen mengikat antibodi IgE ganda pada sel mast atau basofil, sel
menjadi aktif yang akhirnya menyebabkan pelepasan mediator
proinflamasi. IgE diproduksi oleh sel B karena ada stimulasi IL-4 dan IL-
13, melalui sirkulasi darah molekul- molekul IgE dibawa ke jaringan
tubuh termasuk mukosa hidung dan terikat pada permukaan sel- sel yang
memiliki reseptor IgE terutama pada permukaan sel mast dan basofil. Sel
mast dan basofil terktifasi dan melepaskan berbagai mediator proinflamasi
salah satunya histamin. Sel-sel endotel dan otot polos pembuluh darah
serta ujung-ujung saraf nosiseptif tipe C pada mukosa hidung terdapat
reseptor histamin H1. Serat-serat noniseptif tipe C pada mukosa hidung
berasal dari cabang pertama dan cabang kedua nervus trigeminus. Serat-
serat ini bercabang dan tersebar secara luas pada submukosa. Hisatamin
yang terikat pada reseptor H1 pada serat nosiseptif akan menimbulkan
impuls saraf dan akan diteruskan ke pusat, mengaktifkan pusat gatal
sehingga timbul gejala hidung gatal. Impuls saraf ini sekaligus
mencetuskan refleks bersin serta refleks parasimpatik yang mengakibatkan
peningkatan sekresi kelenjar- kelenjar serus. Histamin yang terikat pada
reseptor H1 pada endotel mengakibatkan permeabilitas pembuluh darah
sehingga akan terjadi ekstravasai serum selanjutnya merembes di sela-sela
sel epitel mukosa, masuk ke rongga hidung, bermanifestasi sebagai rinore
encer. Terikatnya histamin pada reseptor H1 pada otot polos pembuluh
darah mengakibatkan vasodilatai pembuluh darah sehingga menyebaban
kongesti konka nasi dengan manifestasi gejala berupa hidung tersumbat.

repository.usu.ac.id

muhaiminrifai.lecture.ub.ac.id
e. Bagaimana hubungan usia dengan terjadinya alergi?
Pada saat lahir, kadar IgE pada darah tali pusat sebesar 1 IU/ml (1IU = 2,4
nanogram), namun pada lebih dari 50% bayi baru lahir belum ditemukan
IgE. Kemudian kadar IgE akan terus meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia, dan mencapai kadar puncak pada usia 10-15 tahun.
Kadar ini bertahan higga usia sekitar 50 tahun, dan kembali menurun
seiring bertambahnya usia. Kadar IgE cenderung berhubungan dengan
tingkat stimulasi antigen.

f. Apa makna Ayah ny. Susi juga memiliki keluhan yang sama?
Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek dan nenek penderita.
Bila ada orang tua menderita alergi kita harus mewaspadai tanda alergi
pada anak sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang menderita gejala
alergi maka dapat beresiko 20-40% menurun pada anak, kedua orang tua
alergi resiko meningkat menjadi 40-80%. Sedangkan jika tidak ada
riwayat alergi pada kedua orang tua maka resikonya adalah 5-15%. Bisa
saja gejala alergi pada saat anak timbul, setelah menginjak dewasa akan
banyak berkurang.
Judarwanto,W. 2005. Alergi Makanan, Diet Dan Autisme

g. Apa saja tipe hipersensitivitas alergi?

4 tipe reaksi hipersensitivitas oleh Gell dan Coombs

 Hipersensitivitas Anafilaktik (Tipe I)


Keadaan ini merupakan hipersensitivitas anafilaktik seketika dengan
reaksi yang dimulai dalam tempo beberapa menit sesudah terjadi kontak
dengan antigen. Kalau mediator kimia terus dilepaskan, reaksi lambat
dapat berlanjut sampai selama 24 jam. Reaksi ini diantarai oleh antibody
IgE (reagin) dan bukan oleh antibody IgG atau IgM. Hipersensitivitas tipe
I memerlukan kontak sebelumnya dengan antigen yang spesifik sehingga
terjadi produksi antibody IgE oleh sel-sel plasma. Proses ini berlangsung
dalam kelenjar limfe tempat sel-sel T helper membantu menggalakan
rekasi ini. Antibody IgE akan terikat dengan reseptor membrane pada sel-
sel mast yang dijumpai dalam jaringan ikat dan basofil. Pada saat kontak
ulang, antigen akan terikat dnegan antibody IgE di dekatnya dan
pengikatan ini mengaktifan reaksi seluler yang memicu proses
degranulasi serta pelepasan mediator kimia. Mediator kimia primer
bertanggung jawab atas berbagai gejala pada hipersensitivitas tipe I
karena efeknya pada kulit, paru-paru dan traktus gastrointestinal.

 Hipersensitivitas Sitotoksik (Tipe II)


Hipersensitivitas sitotoksik terjadi kalau system kekebalan secara keliru
mengenali konstituen tubuh yang normal sebagai benda asing. Reaksi ini
mungkin merupakan akibat dari antibody yang melakukan reaksi silang
dan pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan sel serta karingan.
Hipersensitivitas tipe II meliputi pengikatan antiodi IgG atau IgM dengan
antigenyang terikat sel. Akibat pengikatan antigen-antibodi berupa
pengaktifan rantai komplemen dan destruksi sel yang menjadi empat
antigen terikat.

Reaksi hipersensitivias tipe II terlibat dalam penyakit miastenia gravis


dimana tubuh secara keliru menghasilkan antibody terhadap reseptor
normal ujung saraf. Contoh lainnya adalah sindrom Goodpasture yang
pada sindrom ini dihasilkan antibody terhadap jaringan paru dan ginjal
sehingga terjadi kerusakan paru dan gagal ginjal. Anemia hemolitik imun
karena obat, kelainan hemolitik Rh pada bayi baru lahir dan reaksi
transfuse darah yang tidak kompatibel merupakan contoh hipersensitivitas
tipe II yang menimbulkan destruksi sel darah merah.

 Hipersensitivitas Kompleks Imun (Tipe III)


Kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat dengan antibody dan
dibersihkan dari dalam sirkulasi darah lewat kerja fagositik. Kalau
kompleks ini bertumpuk dalam jaringan atau endothelium vaskuler,
terdapat dua buah factor yang turut menimbulkan cedera, yaitu :
peningkatan jumlah kompleks imun yang beredar  dan adanya
aminavasoaktif. Sebagai akibatnya terjadi peningkatan permeabilitas
vaskuler dan cedera jaringn. Persendian dan ginjal merupakan organ yang
terutama rentan terhadap cedera ini. Hipersensitivitas tipe III berkaitan
dengan sistemik lupus eritematosus, atritis remaotid, serum sickness, tipe
tertentu nefritis dan beberapa tipe endokarditis bakterialis.

 Hipersensitivitas tipe Lambat (Tiper IV)


Reaksi ini yang juga dikenal sebgaai hipersensitivitas seluler, terjadi 24
hingga 72 jam sesudah kontak dengan allergen. Hipersensitivitas tipe IV
diantarai oleh makrofag dari sel-sel T yang sudah tersensitisasi. Contoh
reaksi ini adalah efek penyuntikan intradermal antigen tuberculin atau
PPD (purified protein derivative). Sel-sel T yang tersensitisasi akan
bereaksi dengan antigen pada atau didekat tempat penyuntikan. Pelepasan
limfokin akan menarik, mengaktifkan dan mempertahankan sel-sel
makrofag pada tempat tersebut. Lisozim yang dilepas oleh sel-sel
makrofag akan menimbulkan kerusakan jaringan. Edema dan fibrin
merupakan penyebab timbulnya reaksi tuberculin yang positif. Dermatitis
kontak merupaka hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak
dengan allergen seperti kosmetika, plester, obat-obatan topical, bahan
aditif obat dan racun tanaman. Kontak primer akan menimbulkan
sensitiasasi, kontak ulang menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang
tersusun dari molekul dengan berat molekul rendah atau hapten yang
terikat dengan protein atau pembawa dan kemudian diproses oleh sel-sel
Langerhans dalam kulit. Gejala yang terjadi mencangkup keluhan gatal-
gatal. Eritema dan lesi yang menonjol.

h. Apa tipe hipersensitivitas alergi pada kasus?

Hipersensitivitas Anafilaktik (Tipe I)


Keadaan ini merupakan hipersensitivitas anafilaktik seketika dengan
reaksi yang dimulai dalam tempo beberapa menit sesudah terjadi kontak
dengan antigen. Kalau mediator kimia terus dilepaskan, reaksi lambat
dapat berlanjut sampai selama 24 jam. Reaksi ini diantarai oleh antibody
IgE (reagin) dan bukan oleh antibody IgG atau IgM. Hipersensitivitas tipe
I memerlukan kontak sebelumnya dengan antigen yang spesifik sehingga
terjadi produksi antibody IgE oleh sel-sel plasma. Proses ini berlangsung
dalam kelenjar limfe tempat sel-sel T helper membantu menggalakan
rekasi ini. Antibody IgE akan terikat dengan reseptor membrane pada sel-
sel mast yang dijumpai dalam jaringan ikat dan basofil. Pada saat kontak
ulang, antigen akan terikat dnegan antibody IgE di dekatnya dan
pengikatan ini mengaktifan reaksi seluler yang memicu proses degranulasi
serta pelepasan mediator kimia.

5. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum: Tampak sakit sedang, compos mentis.
Vital sign: TD: 110/70 mmHg, N: 90X/menit reguler, isi tegangan cukup, RR:
26x/menit, T: 37,0oC
Wajah: terdapat garis kehitaman pada kulit dibawah palpebra inferior.
a. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik?
b. Bagaimana mekanisme dari pemeriksaan yang abnormal?
c. Apa hubungan terdapat garis kehitaman pada kulit dibawah palpebra
inferior dengan keluhan?

6. Status THT:
- Telingan: membrana timpani utuh, refleks cahaya +/+
- Hidung: Cavum nasi sempit, sekret (+/+)
- Tenggorokan: Arcus faring simetris, uvula ditengah, tonsil T1-T1 tenang,
dinding faring posterior tampak kemerahan.
a. Apa interpretasi dari status THT?
b. Bagaimana mekanisme dari pemeriksaan yang abnormal?
c. Apa hubungan status THT dengan keluhan?

7. Apabila seluruh keluhan dan gejala dihubungkan, maka:


a. Bagaimana cara mendiagnosis?
b. Apa DD pada kasus?
c. Apa pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan?
In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian
pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering
kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih
dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita
asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST
(Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno
Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat
memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap.
Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan
alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi
makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya
infeksi bakteri (Irawati, 2002).
In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji
intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point
Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan
menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat
kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat
alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui. Untuk alergi
makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan.
Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi
(“Challenge Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh
dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang
dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari,
selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap
kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala
menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan.
Irawati. 2002. repository.usu.ac.id

d. Apa working diagnosis pada kasus?


e. Bagaimana etiologi pada kasus?
f. Bagaiamana epidemiologi pada kasus?
g. Bagaimana tatalaksana pada kasus?
Terapi yang paling ideal adalah dengan alergen penyebabnya (avoidance)
dan eliminasi.
Simptomatis
a. Medikamentosa-Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1,
yang bekerja secara inhibitor komppetitif pada reseptor H-1 sel target,
dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai
sebagai inti pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam
kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.
Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin
generasi-1 (klasik) dan generasi -2 (non sedatif). Antihistamin
generasi-1 bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah
otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek
kolinergik. Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa
dipakai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan
antihistamin atau tropikal. Namun pemakaian secara tropikal hanya
boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis
medikamentosa. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala trauma
sumbatan hidung akibat respons fase lambat berhasil diatasi dengan
obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid tropikal
(beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason, mometasonfuroat dan
triamsinolon). Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium
bromida, bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi
reseptor kolinergik permukaan sel efektor.
b. b. Operatif - Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu
dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil
dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau troklor
asetat .
c. Imunoterapi - Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi.
Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody.
Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama
dan hasil pengobatan lain belum memuaskan

Mulyarjo. 2006. repository.usu.ac.id


h. Bagaimana komplikasi pada kasus?
a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous
glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih
eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet,
dan metaplasia skuamosa.
b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.
c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus
para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam
mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan
oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan
menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan
menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat
dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel
eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah

i. Bagaimana prognosis pada kasus?


j. Apa KDU pada kasus?
k. Bagaimana pandangan islam pada kasus?

2.6 Hipotesis
Ny. Susi, umur 25 tahun, datang ke dokter dengan keluhan utama bersin-bersin,
keluar ingus encer, mata gatal, disertai air mata yang keluar karena menderita
Rhinitis Alergi.
2.7 Kerangka konsep
Faktor risiko (Genetik)

Faktor Pencetus

Sistem Imun Hipersensitivitas (Alergen: debu,


udang)

Alergi

Peradangan membran mukosa hidung

Rhinitis Alergi

Ingus Encer Hidung tersumbat Bersin-bersin Mata gatal Keluarnya


air mata

Anda mungkin juga menyukai