1 Fungsi Ibadah
Hukum Islam adalah aturan Tuhan yang harus dipatuhi umat manusia dan kepatuhan merupakan
ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang.
2 Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Hukum Islam telah ada dan eksis mendahului masyarakat karena ia adalah bagian dari kalam
Allah yang qadim. Namun dalam prakteknya hukum Islam tetap bersentuhan dengan masyarakat.
Penetapan hukum tidak pernah mengubah atau memberikan toleransi dalam hal proses
pengharamannya. Contoh: Riba dan khamr tidak diharamkan secara sekaligus tetapi secara
bertahap oleh karena itu kita memahami fungsi kontrol sosial yang dilakukan lewat tahapan riba
dan khamr.
4 Fungsi Zawajir
Fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari segala
bentuk ancaman serta perbuatan yang membahayakan.
5 Fungsi Tanzim wa Islah al-Ummah
Fungsi tersebut adalah sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan memperlancar proses
interaksi sosial sehingga terwujudnya masyarakat harmonis, aman dan sejahtera.
Hal ini dapat dirangkum dalam hal berikut mengenai Hubungan Akhlak dan Tasawuf :
Ilmu adalah pohon yg mengeluarkan dahan dan cabang-cabang ilmu pengetahuan.Sedangkan Amal
ibarat buah dari pohon itu identik dengan teknologi dan seni. Islam adalah agama wahyu yang mengatur
sistem kehidupan yang paripurna. Keparipurnaannya terletak pada tiga aspek yaitu : aspek Aqidah,
aspek ibadah dan aspek akhlak. Keutuhan ketiga aspek tersebut dalam pribadi Muslim sekaligus
merealisasikan tujuan Islam sebagai agama pembawa kedamaian, ketentraman dan keselamatan.
1. Ukhuwah Islamiyah
Merasa dan mengakui bahwa sesama muslim diseluruh belahan dunia adalah saudara yang patut
kita lindungi, kita perjuangkan hak mereka atas islam jika berada pada negara yang sedang
berperang serta mendoakan mereka untuk kebaikan.
2. Ukhuwah Insaniyah
Merasa dan mengakui bahwa seluruh umat manusia didunia adalah saudara kita. Tidak ada
perbedaan yang menjadi dasarnya untuk saling bermusuhan, karena tidak ada satu manusiapun
yang hidup dalam keabadian.
KONSEP MASYARAKAT MADANI
Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang
mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur
kehidupan sosial.
Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara
kelompok menghormati pihak lain secara adil.
Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi
kebebasannya.
Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh Allah
sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda
tersebut.
Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu
pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
Berakhlak mulia.
Air kencing.
Tinja.
Kentut.
Mengeluarkan mani.
Hubungan kelamin.
Terhentinya haid dan nifas.
Cara mensucikanya
1. Hadas kecil atau hadats ringan untuk mensucikanya diwajibkan berwudhu
2. Hadas besar, untuk mensucikanya diwajibkan mandi sesuai dengan syara dan bila
dalam kondisi darurat dapat bertayamum.
Pertama ada air yang suci dan dapat mensucikan (air mutlak/air tohur). Yang termasuk kategori
air mutlak ini adalah setiap air yang tidak ada sifatnya sama sekali, Sekiranya kita tanyakan
kepada seseorang, Benda apakah yang ada digelas itu ? misalnya, maka mereka akan menjawab
“air”. Atau ada sifatnya, tetapi tidak mengikat, misalnya air sumur, maka sifat sumur itu tidak
mengikat. Bukankah jika air tersebut kita pindah ke bak mandi menjadi air bak mandi, atau kita
letakkan digentong menjadi air gentong. Atau kita alirkan ke sungai menjadi air sungai. Air
macam Ini juga dikatakan air mutlak. Lain halnya seperti air kelapa, dimanapun kita letakkan air
kelapa tersebut, orang akan selalu mengatakan bahwa air tersebut adalah air kelapa. Maka
hukum air tersebut suci dan boleh dikonsumsi, tapi tidak dapat digunakan untuk thaharah karena
air itu terikat dengan sifat yang melekat.
Air suci yang tidak bisa mensucikan ini terbagi menjadi dua macam, berikut ini penjelasannya :
1) Air Musta'mal
Air musta’mal adalah air yang bekas digunakan untuk thaharah yang wajib seperti mandi dan
wudhu’ wajib, akan tetapi air itu tidak dihukumi air musta’mal kecuali jika memenuhi syarat-
syarat berikut ini :
a) Air itu adalah air yang sedikit, yaitu air yang kurang dari dua qullah (216 liter). Jika air
tersebut dua qullah atau lebih, maka tidak akan menjadi air musta’mal walaupun digunakan
berulang-ulang untuk thaharah.
b) Air itu digunakan untuk toharoh yang wajib. Lain halnya jika air tersebut digunakan untuk
taharah yang sunnah, seperti wudhu tajdid (memperbaharui wudhu), mandi sunnah, dan lain-lain.
Maka Jika air bekasnya ditampung lalu digunakan lagi untuk thaharah tidak apa-apa, karena air
itu tidak dihukumi air musta’mal.
c) Air tersebut sudah terpisah dari anggota badan. Lain halnya jika air itu masih mengalir di
anggota badan, maka belum dihukumi air musta’mal, hingga air itu terpisah dari badannya.
d) Ketika menggunakan air tersebut tidak berniat ightirof. Lain halnya jika berniat igthirof, yaitu
berniat mengambil air itu dari tempatnya untuk digunakan diluar tempat tersebut, Maka air yang
tersisa ditempat tersebut tidak menjadi musta’mal. Dan jika tidak berniat ightiraf, begitu kita
memasukkan tangan untuk mengambil air ditempat itu setelah basuhan pertama tentunya
langsung menjadi air musta’mal.
Sedangkan macam kedua dari air yang dihukumi suci tetapi tidak dapat digunakan untuk bersuci
(thaharah) adalah air mutlak yang berubah salah satu sifatnya atau semuanya (bau, warna dan
rasanya). misalnya air itu berubah dikarenakan bercampur dengan sesuatu yang suci, seperti air
teh, kopi, sirup dan lain-lain. Maka hukumnya suci dapat dikonsumsi, tetapi tidak dapat
digunakan untuk thaharah. Sama hukumnya seperti air musta’mal asalkan air itu memenuhi
syarat-syarat berikut ini :
a) Berubahnya air itu dengan sesuatu yang suci, lain halnya jika berubahnya karena sesuatu yang
najis, maka air itu dihukumi najis.
b) Berubahnya dengan perubahan yang banyak sekiranya tidak lagi dinamakan air, seperti air
teh, kopi, dan lain-lain. Lain halnya jika perubahannya sedikit, agak keruh, dan lain-lain akan
tetapi nama air masih melekat pada air itu, maka tidak berubah hukum asalnya yaitu suci dan
dapat digunakan untuk bersuci / thoharoh.
c) Berubahnya air itu dengan sesuatu yang mukholit yaitu sesuatu yang tidak dapat dipisahkan
dari air tersebut atau tidak dapat dibedakan dengan pandangan mata mana yang air dan mana
sesuatu yang merubahnya tersebut seperti air kopi, maka kita tidak dapat membedakan mana air
dan mana kopinya dan tidak dapat dipisahkan antara air dan kopinya setelah keduanya sudah
menyatu.
d) Menjaga air itu dari sesuatu yang dapat merubah sifat air tersebut adalah pekerjaan yang
mudah. Lain halnya jika menjaga air tersebut supaya tidak tercampur dengan sesuatu itu sulit
untuk dilaku-kan, maka hukum air tersebut tetap tidak berubah, yaitu suci dan dapat digunakan
untuk bersuci, seperti air yang bercampur dengan lumut, atau tanah di sungai, dan lain-lain.
Ada beberapa macam air yang jika kita gunakan untuk thaharah makruh hukumnya, akan tetapi
sah thaharahnya karena air tersebut memang suci sebanrnya, macam macam dan jenis airnya
seperti dibawah ini :
1) Air yang sangat panas, karena ditakutkan orang yang menggunakannya tidak akan
menyempurnakan wudhu nya.
2) Air yang sangat dingin, karena juga ditakutkan orang yang menggunakannya tidak
menyempurnakan wudhu’nya.
3) Air yang berada ditempat tempat yang pernah diturunkan Adzab oleh Allah di tempat itu.
Karena ditakutkan ada Adzab susulan dan juga karena semua hal yang ada ditempat tersebut
akan membawa keapesan (tidak ada keberkahan).
4) Air yang panas karena sengatan matahari. Adapun sebab makruhya menggunakan air tersebut,
karena dari bejana yang terkena sengatan matahari itu akan mengeluarkan dzat yang akan
menyebabkan orang yang menggunakannya akan terkena penyakit lepra. Akan tetapi tidak
makruh menggunakan air yang panas karena sengatan matahari kecuali jika memenuhi syarat-
syarat dibawah ini :
a) Air itu sudah terasa panas dengan sengatan matahari. Lain halnya jika belum panas, misalnya
baru hangat kuku, maka tidak makruh menggunakannya.
b) Air itu digunakan disaat masih panas. Lain halnya jika air tersebut digunakan setelah menjadi
dingin, maka hukumnya tidak makruh menggunakannya.
c) Air itu digunakan untuk orang yang hidup. Dan harom jika digunakan untuk orang yang sudah
mati jika hal itu menyakitkan.
d) Air itu ditampung oleh bejana yang dapat dipatri/ las, seperti besi, tembaga dan timah.
Dikecualikan bejana yang terbuat dari emas dan perak, karena tidak akan mengeluarkan zat yang
membahayakan kulit manusia, akan tetapi hukumnya harom dari segi menggunakan tempat yang
terbuat dari emas dan perak. Lain halnya jika bejana yang menampung air itu terbuat dari tanah
liat, beling, plastik, dan lain-lain maka tidak makruh hukum menggunakannya.
e) Air tersebut digunakan pada musim panas. Lain halnya jika digunakan pada musim dingin,
maka tidak makruh menggunakannya walaupun air itu masih panas.
f) Air itu digunakan untuk badan. Lain halnya jika air tersebut digunakan untuk mencuci baju,
maka tidak makruh.
g) Air itu terkena panas matahari disuatu kota yang panas. Lain halnya jika berada dikota yang
tidak panas, maka tidak makruh.
h) Orang yang menggunakannya tidak takut akan terjadi penyakit pada dirinya. Lain halnya jika
dia yakin kalau menggunakan air itu akan terkena penyakit lepra, maka hukumnya menjadi
harom menggunakannya.
i) Air tersebut bukan satu-satunya yang dia punya. Lain halnya jika tidak ada air lagi selain air
tersebut, maka hukumnya wajib menggunakannya untuk thaharahnya (bersuci) dan tidak boleh
bertayammum karenanya.
Adapun macam air yang ketiga adalah air yang terkena benda najis dan dinamakan air mutanajis.
Sedangkan hukum dari air tersebut diperinci sebagai berikut:
Jika air itu sedikit (kurang dari dua qullah / 216 liter) lalu kejatuhan benda najis, maka hukum air
tersebut menjadi najis walaupun tidak berubah sifatnya (bau, warna maupun rasanya).
Dan jika air itu banyak (dua qullah atau lebih) lalu kejatuhan najis, maka air itu tidak dihukumi
najis, kecuali jika berubah salah satu sifatnya (warna, bau ataupun rasanya).
Itu tadi penjelasan mengenai jenis dan Macam-Macam Air Untuk Bersuci Dalam Hukum Fiqih
Islam. semoga bermanfaat dan menjadikan kita semakin mengerti akan klasifikasi pembagian air
dalam islam supaya proses bersuci kita menjadi lebih baik dan sempurna. wallahu a'lam.
1. Najis Mughallazhah
Najis Mughallazhah adalah suatu nejis yang tergolong kepada najis yang berat. Najis ini
contohnya adalah seperti najis dari Anjing dan Babi. Hal ini didasarkan kepada ayat dalam Al-
Quran Surat Al An-Am, ayat 145 yang mengharamkan dan menganggap bahwa babi adalah
najis.
Hal ini disamapaikan dalam sebuah hadist Rasulullah SAW, “Dari Abi Hurairota RA telah
berkata : Bahwa Rosulallah SAW telah bersabda “, Cara mensucikan bejana tempat air salah
satu dari kalian adalah dengan, jika dijilat anjing maka hendaklah dibasuh sebanyak tujuh kali
yang salah satunya dicampur dengan tanah”. (HR Muslim)
Di dalam hadist yang lain, Rasulullah juga pernah menyampaikan bahwa air liur anjing dlaha
suatu yang najis dan wajib untuk membersihkannya dengan tanah atau membasuhnya sebanyak
tujuh kali.
2. Najis Mukhaffafah
Najis ini adalah najis yang masuk dalam kategori najis ringan. Najis seperti ini contohna adalah
air kencing bayi yang berusia dibawah 2 tahun. Apa yang dimakan dan diminum masih berupa
ASI atau air susu dari ibunya. Tentu kotorannya pun masih bersih dan tidak tercampur zat yang
macam-macam.
Untuk membersihkannya maka bisa dibasuh dengan air yang terkena najis tersebut atau
menggunakan lap. Bisa juga dipercikkan air dan di lap hingga kering dan bersih.
Hal ini juga disampaikan dalam hadist, ”Sesungguhnya ia pernah membawa seorang anaknya
yang laki-laki yang belum makan makanan (kecuali ASI). Lalu anak itu dipangku oleh
Rosulallah SAW lalu anak itu kencing di pangkuannya. Kemudian Beliau meminta air lalu
memercikanair itu ke bagian yang terkena air kencing dan beliau tidak membasuhnya” (HR.
Bukhari Muslim)
3. Najis Mutawassithah
Najis ini tergolong kepada najis yang sedang. Najis ini keluar dari kemaluan atau dubur manusia
dan juga hewan. Air yang memabukkan, bangkai (selain manusia, ikan, dan belalang).
Hal ini sebagaimana disampaikan dalam hadist, “Dari Ibnu Umar RA telah berkata : Telah
dihalalkan dua bangkai, yaitu ikan dan belalang. Adapun dua darah yaitu hati dan limpa” (HR
Ibnu Majah & Hakim)
Selain ketiga najis tersebut, najis yang bisa dimaafkan adala yang tidak perlu dibasuh atau dicuci.
Contoh dari najis ini adalah seperti bangkai binatang yang tidak ada darah mengalir, nanah atau
darah yang setitik saja, debu, atau air-air yang bersemburat sedikit.