OLEH :
FITRIANI
X.IS.2
2020
Pengertian Akulturasi Kebudayaan
Akulturasi Kebudayaan merupakan percampuran dari unsur, ciri khas kebudayaan satu dan juga
kebudayaan lain, percampuran inilah kemudian membentuk suatu Kebudayaan baru yang ciri
khasnya berasal dari dua budaya itu. Unsur yang khas pada masing-masing kebudayaan itu tak
dapat hilang dengan muncunya kebudayaan baru tersebut. Proses dari Akulturasi kebudayaan
yang bercampur tersebu haruslah mempunyai unsur seimbang. Dan berikut contoh dari
Akulturasi Kebudayaan Nusantara dengan kebudayaan Hindu Budha :
Kitab Ramayana dan juga Mahabarata adalah salah satu dari kitab Kepahlawanan dan lumayan
dikenal di Indonesia. Perkembangan seterusnya yakni dari kitab-kitab itu lalu muncul sebuah
seni pertunjukan yang bernama Wayang Kulit. Nah, seni pertunjukan dari Wayang ini telah
terkenal sekali terutama di Pulau Jawa, nilai-nilai dalam pertunjukan itu bersifat Edukatif. Dan
menariknya adalah kalau cerita-cerita pada pertunjukan wayang itu berasal dari negara India
tetapi wayangnya asli dibuat oleh orang Indonesia. Contoh tersebut adalah bentuk akulturasi
kebudayaan dari nusantara dengan kebudayaan hindu budha.
Akulturasi kebudayaan dari nusantara dan kebudayaan hindu budha terlihat dalam seni
bangunan, seperti contoh bangunan candi-candi kerajaan Hindu Budha di Indonesia. Bentuk
candi tersebut adalah bentuk akulturasi antara unsur kebudayaan dari India dengan kebudayaan
Nusantara. Unsur asli kebudayaan dalam seni bangunan adalah bentuknya punden berundak.
Seni rupa dengan seni ukir adalah contoh akulturasi kebudayaan nusantara dengan kebudayaan
hindu budha. Pengaruh akulturasi pada bidang seni Rupa dengan Seni ukir itu bisa dilihat dari
relief-relief candi. Contoh dari relief di dinding Candi Borobudur yakni adalah pahatan riwayat
hidup Sang Buddha, pada sekitar relief itu terdapat sebuah relief berbentuk burung merpati dan
juga rumah panggung dan itu adalah ciri khas unsur kebudayaan Indonesia. Disamping itu
adajuga relief kala makara dengan memiliki motif binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Pada awalnya bangsa Indonesia merupakan menyembah roh dari nenek moyang, namun
sesesudah masuk pengaruh kebudayaan dari India, kepercayaan yang memang teah dianut yakni
animisme tak hilang jika dilihat dari fungsi candi yang ada di Indonesia.Di India, candi
fungsinya adalah untuk tempat pemujaan. Tetapi, di Indonesia disamping utnuk tempat
pemujaan, namun, juga dipakai sebagai tempat pemakaman raja-raja. Dari penjelasan diatas,
bahwa memang ada perpaduan kebudayaan yakni fungsi candi di India dan juga tradisi
pemujaan roh dari nenek moyang serta sebagai pemakaman di Indonesia.
Contoh Akulturasi Sistem Pemerintahan
Pada awanya sistem pemerintahan diIndonesia bersifat sederhana, dimana rakyat mengangkat
pemimpin menjadi kepala suku. Dengan riteria : seorang yang senior, punya kesaktian, dapat
membimbing, ekonominya lebih, punya wibawa serta arif. Tetapi sesudah pengaruh kebudayaan
India masuk, sistem kepercayaan lama tak hilang begitu saja.
Karena pemimpin-pemimpin yang memang telah ada selanjutnya diangkat jadi seorang raja
dengan kekuasaannya yakni kerajaan. Bukti dari akulturasi kebudayaan Nusantara dengan
kebudayaan Hindu Budha pada bidang pemerintahan bisa dilihat dari syarat seorang bisa
menjadi seorang raja, yaitu harus mempunyai kesaktian danjuga wibawa. Raja dengan kesaktian
dinila punya kedekatan dengan para dewa.
Arsitektur pada bidang Arsitektur seperti bentuk bangunan keagamaan yakni banyak candi yang
terkenal di masa Hindu Budha. Contohnya : Candi Tikus, Candi Sewu, Candi Gedong
Song,Candi Cetho, Candi Jatulanda dan sebagainya.
Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan para ahli tentang perkembangan Hindu-Buddha di
Indonesia.
1. Hipotesis Brahmana
Hipotesis ini mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan dalam upaya penyebaran
budaya Hindu di Indonesia. Para brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia untuk
menobatkan raja dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Pendukung hipotesis ini adalah
Van Leur.
2. Hipotesis Ksatria
Pada hipotesis ksatria, peranan penyebaran agama dan budaya Hindu dilakukan oleh kaum
ksatria. Menurut hipotesis ini, di masa lampau di India sering terjadi peperangan antargolongan
di dalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang, lantas
meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka ada pula yang sampai ke wilayah Indonesia.
Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan koloni-koloni baru sebagai tempat
tinggalnya. Di tempat itu pula terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu. F.D.K.
Bosch adalah salah seorang pendukung hipotesis ksatria.
3. Hipotesis Waisya
Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang berasal dari kelompok pedagang
telah berperan dalam menyebarkan budaya Hindu ke Nusantara. Para pedagang banyak
berhubungan dengan para penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah membuka
peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. N.J. Krom adalah salah satu
pendukung dari hipotesis waisya.
4. Hipotesis Sudra
Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan
golongan sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan
mengikuti kaum waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi
andil dalam penyebaran budaya Hindu ke Nusantara.
Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar
agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut
Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya.
Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.
Pada umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya
budaya Hindu ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri.
Bukti tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu Buddha di
daerah Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang
sama dengan arca yang dibuat di Amarawati (India).
Para ahli memperkirakan, arca Buddha tersebut merupakan barang dagangan atau barang
persembahan untuk bangunan suci agama Buddha. Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti
tertua dalam bahasa Sanskerta dan Malayu kuno. Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu
memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar di Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7
Masehi.
1. Agama
2. Pemerintahan
Sistem pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini kelompok-
kelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang
terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu, lahir kerajaan-
kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, dan Sriwijaya.
3. Arsitektur
Salah satu tradisi megalitikum adalah bangunan punden berundak-undak. Tradisi tersebut
berpadu dengan budaya India yang mengilhami pembuatan bangunan candi. Jika kita
memperhatikan Candi Borobudur, akan terlihat bahwa bangunannya berbentuk limas yang
berundak-undak. Hal ini menjadi bukti adanya paduan budaya India-Indonesia.
4. Bahasa
5. Sastra
Berkembangnya pengaruh India di Indonesia membawa kemajuan besar dalam bidang sastra.
Karya sastra terkenal yang mereka bawa adalah kitab Ramayana dan Mahabharata. Adanya
kitab-kitab itu memacu para pujangga Indonesia untuk menghasilkan karya sendiri. Karya-karya
sastra yang muncul di Indonesia adalah:
7 Contoh hasil akulturasi antara kebudayaan Hindu Budha dengan kebudayaan Lokal asli
Indonesia adalah sebagai berikut:
Adanya pengaruh dari India tentu saja membawa perkembangan di dalam bidang Seni Rupa,
ukir maupun pahat. Hal ini kenyataannya bisa disaksikan pada seni ukir atau relief-relief yang
dipahat di bagian dinding candi. Misalkan Relief yang dipahat pada Candi Borobudur yang
berupa pahatan riwayat sang Buddha.
Bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya adalah bentuk akulturasi antara unsur
budaya Hindu Budha dengan budaya Lokal asli Indonesia. Bangunan yang megah, patung-
patung perwujudan Buddha / dewa, serta bagian dari stupa dan candi merupakan unsur-unsur
dari India. Bentuk candi di Indonesia pada hakikatnya merupakan punden berundak yang tidak
lain merupakan unsur asli Indonesia. Candi Borobudur adalah salah satu dari contoh
akulturasi tersebut.
Candi Borobudur
Masuknya budaya India di Indonesia membawa pengaruh perkembangan seni sastra yang cukup
besar di Indonesia. Seni Sastra pada masa itu ada yang berbentuk puisi dan ada juga yang
berbentuk prosa. dilihar dari isinya, kesusastraan dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
Kitab hukum
Tutur (Pitutur kitab keagamaan)
Wiracarita (Kepahlawanan)
Bentuk wiracarita sangat populer di Indonesia. Misal seperti Bharatayuda, yang digubah Mpu
Panuluh dan Mpu Sedah.
Wayang Kulit
Karya Sastra yang semakin berkembang terutama yang bersumber dari Ramayana dan
Mahabharata ini, yang telah memunculkan seni pertunjukan wayang kulit. Pertunjukan wayang
kulit yang ada di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sudah sangat mendarah familiar. Cerita di
dalam pertunjukan wayang kulit ini berasal dari India, namun wayangnya berasal dari Indonesia
asli.
JLA Brandes berpendapat bahwa Gamelan adalah salah satu instrumen diantara seni pertunjukan
asil yang dimiliki oleh Indonesia sebelum unsur-unsur budaya dari India masuk. Selama
berabad-abad, gamelan telah mengalami perkembangan dengan masuknya unsur budaya baru
baik pada segi bentuk maupun kualitas.
Xylophones
Chordophones
Membranophones
Aerophones
Tidophones
Sejak masa pra aksara, masyarakat di Kepulauan Indonesia sudah mengenali adanya simbol-
simbol yang bermakna filosofis. misalnya jika terddapat orang yang meninggal, di dalam
kuburnya disertai dengan beberapa benda. Diantara benda tersebut biasanya terdapat lukisan
orang yang sedang naik perahu, yang bermakna bahwa orang yang telah wafat, rohnya akan
melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan yang membahagiakan yakni alam baka.
Masyarakat pada kala itu sudah percaya bahwa adanya kehidupan setelah mati yakni sebagai
roh-roh halus. Maka, roh nenek moyang mereka dipuja oleh orang yang masih hidup.
Sesudah Masuknya pengaruh India, kepercayaan atas roh halus tidak hilang. Contohnya bisa
dilihat pada fungsi candi. Fungsi kuil atau candi di India ialah sebagai tempat pemujaan. Sedang
Di Indonesia, di samping sebagai tempat pemujaan, candi juga sebagai makam raja atau untuk
menyimpan abu jenazah raja yang sudah meninggal. Hal Ini jelas sebagai perpaduan antara
fungsi candi di India dan tradisi pemakaman serta pemujaan roh nenek moyang yang sudah ada
di Indonesia.
Bangunan keagamaan seperti candi sangat dikenal pada masa Hindu Budha. Hal tersebut terlihat
jelas di mana pada sosok bangunan sakral peninggalan Hindu, seperti Cadi Gedungsongo
maupun Candi Sewu.
Bangunan pertapaan wihara juga merupakan bangunan yang berundak. Terlihat di beberapa
Candi Tikus, Candi Jalatunda, dan Candi Plaosan.
Bangunan suci berundak tersebut sebenarnya telah berkembang pada zaman pra aksara, yang
menggambarkan alam semesta yang bertingkat. Tingkat paling atas adalah tempat semayam para
roh leluhur (nenek moyang).
Sesudah datangnya Budaya India di Indonesia, dikenal adanya sistem pemerintahan secara
sederhana. Pemerintahan yang dimaksud ialah semacam pemerintah di suatu daerah tertentu
(seperti desa). Rakyat mengangkat seorang kepala suku (pemimpin). Orang yang dipilih
sebagai kepala suku biasanya orang yang sudah tua (senior) dapat membimbing, berwibawa,
arif, memiliki kelebihan tertentu seperti di bidang ekonomi dan biasanya dianggap mempunyai
semacam kekuatan gaib atau kesaktian.
Sesudah pengaruh budaya India masuk, maka pemimpin tadi diubah menjadi raja kemudian
wilayahnya disebut sebagai wilayah kerajaan. Contoh nya seperti di Kutai.