Anda di halaman 1dari 3

NaCl

AgNO3

K2CrO4

Cl-

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan untuk menentukan kadar khlor dalam
sampel air secara argentometri. Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum,
yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat
dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasarkan pembentukan endapan dengan
ion Ag+. Pada percobaan argentometri ini sampel air yang hendak ditentukan kadar khlornya
yaitu air danau PUSPIPTEK. Yang menjadi parameter terukur adalah jumlah AgNO3 (ml) yang
diperlukan saat titrasi untuk merubah atau hingga timbul endapan berwarna merah bata.
Sedangkan, yang menjadi parameter terhitung adalah kadar khlor dalam sampel air danau
PUSPIPTEK.

Percobaan untuk menentukan kadar khlor dalam sampel air secara argentometri ini
menggunakan metode Mohr. Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromide
dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan
kalium kromat sebagai indikator. Pada percobaan ini menggunakan larutan NaCl, penggunaan NaCl
merupakan salah satu cirri pula dari titrasi argentometri menggunakan metode Mohr karena biasanya
metode Mohr digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl. NaCl kemudian ditambahkan
ditambahkan dengan indicator K2CrO4dan dititrasi dengan larutan AgNO3. Pada saat larutan NaCl
ditambahkan beberapa tetes larutan K2CrO4, larutan NaCl yang pada awalnya bening berubah warna
mendekati warna dari indikator K2CrO4. Saat dititrasi dengan larutan AgNO3, pada awalnya terjadi
perubahan warna dari warna kuning bening ke warna keputih-putihan. AgNO3 akan bereaksi dengan
NaCl membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. Bila semua Cl- sudah habis bereaksi dengan
Ag+ dari AgNO3, reaksi yang terjadi: NaCl + AgNO3 -> AgCl + NaNO3.

Selanjutnya kelebihan sedikit Ag+akan bereaksi dengan CrO42- dari indikator K2CrO4yang
ditambahkan. Mulai terjadi perubahan warna suspensi dari kuning menjadi merah bata atau
kuning kecoklatan. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat
hampir mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hampir berikatan menjadi AgCl. Reaksi yang
terjadi: AgNO3 + K2CrO4-> Ag2CrO4 + 2KNO3. Indikator menyebabkan terjadinya reaksi
pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata,
yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan
Ag+. Pengaturan pH sangat perlu pada saat menggunakan metode Mohr, pH diatur agar
tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang
selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai.

2Ag+(aq) + 2OH-(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l)

Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena reaksi

2H+(aq) + 2CrO42-(aq) ↔ Cr2O72- +H2O(l)

, yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau
sangat terlambat. Selama titrasi dengan menggunakan metode Mohr, larutan harus diaduk
dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal akan terjadi kelebihan titran yang menyebabkan
indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.

Tingkat keasaman (pH) larutan yang mengandung NaCl


berpengaruh pada titrasi. Titrasi dengan metoda Mohr
dilakukan pada pH 8. Jika pH terlalu asam (pH < 6), sebagian
indikator K2CrO4 akan berbentuk HCrO4, sehingga larutan
AgNO3 lebih banyak yang dibutuhkan untuk membentuk
endapan Ag2CrO4. Pada pH basa (pH 8), sebagian Ag+ akan
diendapkan menjadi perak karbonat atau perak hidroksida,
sehingga larutan AgNO3sebagai penitrasi lebih banyak yang
dibutuhkan.
Pada pH diatas 10 maka endapan AgOH yang berwarna kecoklatan akan
terbentuk sehingga hal ini akan menghalangi pengamatan titik akhir titrasi. Analit
yang bersifat asam dapatditambahkan kalsium karbonat agar pH nya berada pada
kisaran pH tersebut atau dapat jugadilakukan dengan menjenuhkan analit dengan
menggunakan padatan natrium hydrogen karbonat.Disebabkan kelarutan AgCl dan
Ag2CrO4 dipengaruhi oleh suhu maka semua titrasi dilakukan pada temperatur
yang sama.

Pada percobaan ini, duplo awal diperuntukkan untuk pembuatan atau


penetapan standar. Dan duplo selanjutnya diperuntukkan untuk
menentukan kadar khlor pada sampel air. Berkenaan dengan asumsi
bahwa NaCl yang ditambahkan dengan sampel air memiliki kadar khlor
yang lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah khlor yang ada
pada larutan khlor (pada konsentrasi dan volume NaCl yang sama).
Sehingga kada khlor dalam sampel dapat ditentukan dengan
mengurangi volume AgNO3 pada saat melakukan titrasi NaCl yang
ditambahkan dengan sampel air terhadap volume AgNO3 pada saat
melakukan standarisasi (NaCl saja). Saat dilakukan pengurangan, selisih
keduanya hanya terpaut pada angka 0,1ml. kecilnya nilai selisih ini
menandakan bahwa kadar khlor pada sampel air tidaklah banyak.

Sehingga dengan formulasi dasar Cl-= blabla

,maka diperoleh kadar khlor sebesar 72,42mg/liter atau 72,42ppm.


Pada baku mutu ditetapkan batas maksimum kadar khlor yang
terkandung pada sampel air utamanya golongan air kelas I yaitu
sebesar blabla ppm.

Berdasarkan literature, kadar khlor pada sampel air menandakan


bahwa air ini masih dalam batasan layak konsumsi. Dan sampel air
danau PUSPIPTEK ini dapat digolongkan menjadi air kelas I. air kelas I ini
diperuntukkan untuk kebutuhan konsumsi air minum harian. Akan
tetapi, hal ini sebatas berdasarkan kadar khlor pada badan air. Jika
melakukan pengujian terhadap kadar lainnya baik berupa parameter
kimia maupun parameter fisika dan parameter biologi pada pada
sampel air kemudian dibandingkan dengan baku mutu yang ada bisa
saja sampel air ini tetap dikatakan layak konsumsi atau bahkan
sebaliknya air sampel ini tidak layak maupun berbahay bagi kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai