MATERI 7 & 8. DAMPAK PHYSICOSOSIALdocx
MATERI 7 & 8. DAMPAK PHYSICOSOSIALdocx
Pandemi COVID-19 merupakan bencana non alam yang dapat memberikan dampak
pada kondisi kesehatan jiwa dan psikososial setiap orang. Pada Januari 2020, Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa wabah penyakit virus corona baru yang terjadi
di Provinsi Hubei, Cina sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat yang merupakan
Keprihatinan Internasional. Dua bulan kemudian, pada 11 Maret 2020, WHO menyatakan
wabah virus Corona COVID-19 sebagai pandemi. Dalam keadaan darurat, orang mungkin
bereaksi terhadap stres dengan berbagai cara. Perubahan psikologis dapat mencakup
peningkatan kecemasan, suasana hati pada tingkat yang rendah, motivasi yang rendah dan
pikiran gelisah atau depresi. Selama wabah seperti COVID-19, seluruh populasi mengalami
peningkatan tingkat stres yang dapat memiliki efek serius pada kesehatan mental, terutama
dalam kasus di mana karantina wajib di rumah diberlakukan. Stigma sosial dan diskriminasi
sosial dapat dikaitkan dengan COVID-19, misalnya terhadap orang-orang yang pernah
tertular, keluarganya dan tenaga kesehatan dan petugas garis depan lain yang pernah
merawat. Harus diambil langkah-langkah untuk menghadapi stigma dan diskriminasi di
setiap fase tanggap darurat COVID-19. Perhatian yang wajar harus diberikan untuk
membantu integrasi orang-orang yang pernah terdampak COVID-19
Dalam wabah apa pun, wajar jika orang merasa tertekan dan khawatir. Respons umum
dari orang-orang yang terdampak (baik secara langsung atau tidak) antara lain:
Kedaruratan memang selalu membuat tertekan, tetapi faktor penyebab tekanan khusus
wabah COVID-19 dapat mempengaruhi seperti:
a. Masyarakat
1) Risiko terinfeksi dan menginfeksi orang lain, terutama jika cara penularan COVID-
19 belum 100% diketahui
2) Gejala umum seperti masalah kesehatan lain (mis., demam) bisa disalahartikan
sebagai COVID-19 dan menyebabkan rasa takut terinfeksi.
3) Pengasuh dapat makin khawatir akan anak-anaknya yang mereka tinggal di rumah
sendiri (karena sekolah tutup) tanpa asuhan dan dukungan yang tepat.
4) Risiko penurunan kesehatan fisik dan jiwa pada kelompok-kelompok, yang rentan
seperti orang berusia lanjut dan penyandang disabilitas, jika pengasuh dikarantina
dan tidak ada layanan dan dukungan lain
Rasa takut, kekhawatiran dan faktor penyebab tekanan yang terus ada di masyarakat
selama wabah COVID-19 dapat menyebabkan konsekuensi jangka panjang di tengah
masyarakat dan keluarga
1) Melemahnya hubungan sosial, dinamika lokal dan ekonomi.
2) Stigma terhadap pasien yang selamat sehingga ditolak masyarakat
3) Kemungkinan timbulnya amarah dan permusuhan terhadap pemerintah dan tenaga
garis depan
4) Kemungkinan rasa ragu atas informasi dari pemerintah dan otoritas lain
5) Kemungkinan kambuhnya gangguan kesehatan jiwa dan penyalah-gunaan obat dan
akibat-akibat negatif lain karena orang menghindari fasilitas kesehatan atau tidak
dapat menjangkau tenaga kesehatan
Sebagian rasa takut dan reaksi ini muncul dari bahaya yang memang ada, tetapi
banyak juga yang muncul dari kurangnya pengetahuan, rumor dan misinformasi. Rumor
umum tentang COVID-19 antara lain:
1) Virus hanya menyerang orang tua saja, bukan orang muda dan anak-anak
2) Virus dapat ditransmisikan melalui hewan peliharaan dan orang harus
meninggalkan hewan peliharaan mereka
3) Penggunaan cairan pencuci mulut, antibiotik, rokok, dan minuman keras
beralkohol tinggi dapat membunuh COVID-19
4) Penyakit ini dibuat manusia dan COVID-19 merupakan senjata biologis yang
dirancang untuk menyerang kelompok tertentu
5) Adanya kontaminasi makanan yang akan menyebarkan virus
6) Hanya orang dari etnis atau budaya tertentu yang menyebarkan virus.
6. Pasien Pulang/Sembuh
1) Dukungan pada pasien di rumah
Dukungan keluarga dalam bentuk perhatian dan tidak melakukan penolakan
terhadap anggota keluarganya, namun lebih banyak menguatkan bisa melewati
sakit dengan mudah, memberikan ruangan tersendiri agar dapat melakukan isolasi
secara mandiri, menyiapkan berbagai fasilitas dan kebutuhan agar mampu
menghadapi proses penyembuhan dengan baik.
2) Dukungan pada keluarga di rumah
Keluarga tetap harus mendapatkan informasi benar tentang status anggota
keluarganya yang sembuh, dan memberikan nomor hotline untuk mendapatkan
layanan psikologi secara daring.
3) Dukungan sosial untuk pasien dan keluarga
Pasien dan keluarganya tidak dijauhkan dari interaksi sosial, tidak melakukan
penolakan atau tetap memberikan kesempatan sebagai warga di lingkungannya,
dan saling meyakinkan satu dengan yang lain tentang perlunya kehati-hatian,
namun tidak melakukan tindakan reaktif agresif pada pasien dan keluarganya,
serta tetap mendukung lewat kelompok media sosial.
Tenaga kesehatan masyarakat perlu memahami kebutuhan pekerja di garis depan dan
relawan yang melakukan pelayanan kesehatan, dukungan kesehatan jiwa dan psikososial di
masyarakat, dengan cara:
1) Mendorong pekerja di garis depan dan relawan menggunakan alat pelindung diri
(APD), melakukan upaya promosi dan pencegahan penularan dan masalah kesehatan
jiwa sesuai pedoman ini pada sub bab “orang sehat” dan “orang tanpa gejala”
2) Memberikan edukasi dan mendorong dilakukannya self-care untuk pekerja di garis
depan/relawan yaitu menyeimbangkan beban kerja dengan kebutuhan nutrisi dan
istirahat, mengenal gejala stress pada diri, mengelola stress dengan coping dan
dukungan sosial.
Kesehatan Jiwa dan Psikososial pada Tenaga Kesehatan
1) Memberikan informasi yang jelas pada masyarakat tentang kondisi diri;
2) Tetap terhubung dengan keluarga atau orang terdekat lainnya;
3) Membuat support group: antar petugas kesehatan harus saling memberikan dukungan
sosial terutama yang memiliki pengalaman serupa
Kesehatan Jiwa dan Psikososial pada Relawan
1) Memberikan pelatihan yang memadai agar lebih siap dalam menghadapi orang atau
komunitas yang membutuhkan bantuan dukungan psikososial;
2) Memberikan penanganan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
3) Ada supervisi dari tenaga kesehatan jiwa sesuai dengan kompetensinya;
4) Memberikan informasi yang jelas pada masyarakat tentang kondisi diri;
5) Tetap terhubung dengan keluarga atau orang terdekat lainnya; Membuat support
group : antar relawan harus saling memberikan dukungan sosial terutama yang
memiliki pengalaman serupa