Anda di halaman 1dari 2

Syahril Gunawan Bitu

B011171120

Stimulus Fiskal Penanganan Dampak Covid 19

Virus Corona yang kini berstatus pandemik dan membuat resah masyarakat secara
langsung berdampak pada berbagai sektor dan seluruh tingkatan masyarakat, salah satunya pada
kondisi perekonomian dalam negeri. Situasi pandemik covid-19 yang mengglobal, membuat
pemerintah merespons dengan memberi stimulus kebijakan fiskal jilid 2 untuk memitigasi
dampak negatif virus corona pada ekonomi.  Salah satunya dengan memberikan relaksasi pajak
penghasilan (PPh) pasal 21, 22, 25 dan restistusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat

Situasi yang dinamis membuat pemerintah harus menyiapkan langkah taktis


menghadapi permasalahan ini. Hal ini disampaikannya pada konferensi pers (konpres) bersama
yang dihadiri oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan
(Mendag) Agus Suparmanto, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Ketua
Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso pada hari Jumat (13/03) di Aula Graha Sawala,
Kemenko, Jakarta

Relaksasi pertama adalah pemerintah menanggung Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21


untuk seluruh karyawan industri manufaktur pengolahan yang penghasilannya mencapai sampai
dengan Rp200 juta pertahun baik industri yang berlokasi di Kawasan Industri Tujuan Ekspor
(KITE) maupun non KITE. Pemerintah menanggung PPh pasal 21 ini selama 6 bulan, mulai
bulan April hingga September 2020. Yang dampaknya memberikan penghasilan tambahan bagi
para pekerja disektor industri pengolahan untuk mempertahankan daya beli.

Kedua, relaksasi PPh pasal 22 Impor untuk 19 industri manufaktur yang diberikan
selama 6 bulan dari bulan April-September 2020 baik untuk industri manufaktur di wilayah
KITE maupun non KITE. Dampaknya yaitu memberikan stimulus pada sector tertentu untuk
tetap mempertahankan laju impornya.

Ketiga, pemerintah memberi penundaan PPh Pasal 25 untuk korporasi baik yang
berlokasi di KITE maupun non KITE selama 6 bulan mulai April hingga September. Hal ini
diharapakan memberikan stabilitas ekonomi dalam negeri dan ekspor dapat meningkat.

Keempat, pemerintah membuat restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat


bahkan tanpa audit awal. Namun, jika terdapat suatu hal yang perlu diperiksa, maka akan
diperiksa lebih lanjut. Pemerintah akan memberikan fasilitas ini selama 6 bulan dari April
hingga September 2020 dengan harapan agar wajib pajak dapat lebih optimal dalam manajemen
kas.

Semua kebijakan diatas diambil pemerintah dalam rangka menstabilkan dan


menstimulus ekonomi dalam negeri pada berbagai sektor yang terkena dampak dari pandemik
ini. Hal ini pun sesuai dengan fungsi pajak itu sendiri yaitu fungsi mengatur dengan
menciptakan kebijakan yang dapat mendorong ekspor dan fungsi stabilitas untuk menstabilkan
kondisi perekonomian.

Anda mungkin juga menyukai