0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
39 tayangan3 halaman
Tugas ini membahas masalah pengelolaan parkir di Kota Makassar. Kebijakan Smart Parking Pemerintah Kota Makassar seperti Terminal Parking Elektronik (TPE) tidak efektif dan merugikan para juru parkir. PD Parkir Makassar Raya yang mengelola parkir tepi jalan mengalami masalah kebijakan, manajemen, dan dugaan korupsi. Kebijakan TPE memaksakan juru parkir menjadi karyawan swasta dengan upah rendah
Deskripsi Asli:
Judul Asli
TUGAS HUKUM PAJAK Legal Opinion Tentang penerapan parkir sistem daring
Tugas ini membahas masalah pengelolaan parkir di Kota Makassar. Kebijakan Smart Parking Pemerintah Kota Makassar seperti Terminal Parking Elektronik (TPE) tidak efektif dan merugikan para juru parkir. PD Parkir Makassar Raya yang mengelola parkir tepi jalan mengalami masalah kebijakan, manajemen, dan dugaan korupsi. Kebijakan TPE memaksakan juru parkir menjadi karyawan swasta dengan upah rendah
Tugas ini membahas masalah pengelolaan parkir di Kota Makassar. Kebijakan Smart Parking Pemerintah Kota Makassar seperti Terminal Parking Elektronik (TPE) tidak efektif dan merugikan para juru parkir. PD Parkir Makassar Raya yang mengelola parkir tepi jalan mengalami masalah kebijakan, manajemen, dan dugaan korupsi. Kebijakan TPE memaksakan juru parkir menjadi karyawan swasta dengan upah rendah
Pengaturan Parkir di Kota Makassar masih terus menjadi persoalan. Kebijakan Smart
Parking Pemerintah Kota Makassar, seperti pemberlakukan Terminal Parking Elektronik (TPE), tidak menjadi solusi dalam penerapannya, khususnya bagi Juru Parkir. Perusahaan Daerah (PD) Parkir Makassar Raya, sebagai pengelolah parkir tepi jalan umum, mengalami banyak persoalan, baik dari segi kebijakan maupun management kelembagaan hingga persoalan dugaan Korupsi. PD Parkir sebagai Perusahaan Daerah, diberikan kewenangan mengelolah Parkir Tepi Jalan (Perda No. 17 Tahun Tentang Parkir Tepi Jalan). Walaupun pada prakteknya, PD Parkir berdasarkan pengamatan lapangan, dibeberapa titik sering kali memungut retribusi hingga ke area Front Toko yang sebenarnya telah ditarik pajak sebesar 30% setiap bulannya oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). TPE telah diberlakukan di beberapa titik di Wilayah Makassar sejak bulan Maret 2019 lalu, PD Parkir menggandeng pihak ketiga (Swasta) – PT. Kinarya dalam pengelolaan TPE sehingga mengubah status hubungan Juru Parkir dengan Perusda ini yang tadinya mitra menjadi karyawan dari PT. Kinarya. Para Juru Parkir yang telah dipaksa menggunakan TPE, diupah hanya sebesara Rp. 50.000/hari atau 1.500.000,-/bulan, dengan tekanan target setoran sebesar 200.000,-/hari. Apabila setoran mereka tidak mencapai tarket konsekuensinya Juru Parkir akan terkena Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak. Bahkan terdapat Juru Parkir yang harus berhenti akibat tidak tahu mengoperasikan alat Parkir, yang membuktikan jika kebijakan ini sangatlah dipaksakan dan merugikan Juru Parkir yang telah bertahun tahun mengelolah Parkir yang ada, bahkan sebelum PD Parkir dilahirkan sebagai Perusda Kota Makassar. Kebijakan TPE ini, dianggap tidak memberikan kesejahteraan pada Juru Parkir, yang justru merampas ruang penghidupan mereka selama ini, yang pada dasarnya PD Parkir tidak pernah menyediakan lahan parkir dan hanya meng-klaim lahan yang sudah dikelolah Juru Parkir selama ini. Belum lagi masalah tarif setoran parkir diberbagai lokasi terus mengalami kenaikan hingga Rp. 50.000,-, dari Rp. 200.000,- menjadi Rp. 250.000,-/hari, bahkan dibeberapa titik harus naik hingga Rp. 300.000,-/hari. Ditambah lagi dengan seringnya terjadi penggembokan kendaraan parkir oleh dishub di lahan parkir seperti yang terjadi di jalan Pengayoman, padahal Juru parkir menjalankan perkerjaannya sesuai dengan Perda no 17 tahun 2006 yaitu parkir di tepi jalan dengan syarat membayar retribusi kepada pihak PD parkir. PD parkir sebagai pihak penerima retribusi perparkiran di Kota Makassar justru tidak bertanggung jawab dan malah menyalahkan juru parkir. Belum lagi pembagian atribut yang tidak merata serta korupsi ditubuh PD. Parkir Makassar Raya yang hingga hari ini belum menemukan titik terang. PD Parkir Makassar Raya pada Rabu, 13 Februari 2020, kembali mengundang juru parkir untuk melakukan sosialisasi terkait rencana pemasangan alat parkir elektronik oleh pihak ketiga (swasta). Dalam sosialisasi tersebut, Juru Parkir menyampaikan penolakan terkait rencana pemasangan alat parkir elektoronik, karena hal pemberlakuan TPE bukanlah solusi, justru malah sudah terbukti menjadi masalah bagi Juru Parkir. Berbagai aksi penolakan yang dilakukan juru parkir Makassar tak menghentikan rencana PD Parkir yang memaksakan pemasangan alat parkir elektoronik. Sesuai rencana, alat parkir elektoronik akan dipasang di dua jalan, yakni: Jalan Pengayoman dan Jalan Boulevard. Sebanyak 182 titik parkir dan tukang parkir yang tersebar di jalan Boulevard dan Pengayoman menolak rencana tersebut. Juru Parkir selama ini tidak pernah dilibatkan langsung dalam menentukan kebikana parkir di Makassar, padahal merekalah salah satu tulang punggung yang menyumbang Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar. Faktanya adalah pemerintah mengambil kebijakan ini dikarenakan melihat potensi yang tinggi dari sektor parkir ini sehingga mampu memberikan pemasukan yang lebih banyak lagi bagi daerah, dan karena tidak terealisasinya retribusi parkir tepi jalan umum sesuai dengan rencana, kebocoran diduga terjadi pada tingkatan juru parkir, hal lain yang memperburuk kondisi ini, seperti adanya oknum lain yang menjadi juragan tidak resmi dari para juru parkir juga menjadi alasan diambilnya kebijakan ini. Pada banyak laman media pemerintah menyatakan bahwa pengambilan kebijakan ini tidak serta merta menghilangkan profesi juru parkir namun yang tidak disebutkan adalah target setoran yang harus dicapai para juru parkir yang jelas-jelas memberatkan mereka. Dari beberapa fakta yang dipaparkan diatas sebenarnya dapat diambil jalur tengah agar kebijakan ini tetap dapat dijalankan dan hak para juru parkir dapat dilindungi. Menghilangkan setoran wajib para juru parkir seharusnya bisa menjadi langkah yang tepat karena pada dasarnya juru parkir tidak menjadi faktor penentu banyak tidaknya pengguna parkir. Memberikan sosialisasi terkait penggunaan penggunaan alat parkir elektronik juga akan menghilangkan kekhawatiran para juru parkir yang beranggapan bahwa apabila tidak dapat mengoperarisakn alat tersebut maka tidak akan dipekerjaan, selanjutnya para juru parkir yang kemudian menjadi karyawan pihak swasta sebagaimana yang dipaparkan diatas dilindungi hak- haknya melalui peraturan perusahaan yang memiliki dasar hukum yang jelas yakni uu ketenagakerjaan, dan sebagaimana yang diatur dalam UU ketenagakerjaan bahwa para pekerja dalam hal ini juru parkir wajib menerima upah sesuai UMP (upah Minimum Provinsi).