Oleh:
Muliati, SE., MSc
1
Daftar Isi
PENDAHULUAN...................................................................................................................... 3
Latar Belakang .................................................................................................................. 3
Identifikasi Masalah.......................................................................................................... 5
Tujuan penelitian ............................................................................................................. 6
METODOLOGI PENELITIAN .............................................................................................. 7
Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................................................... 7
Sumber Data ..................................................................................................................... 7
Metode Analisis ................................................................................................................ 7
Tahap Kegiatan ................................................................................................................ 9
STUDI PUSTAKA ................................................................................................................ 11
Parkir Dalam Sistem Transportasi .................................................................................. 11
Pengertian Dasar ............................................................................................................ 12
Jenis Parkir...................................................................................................................... 12
Metode pengendalian parkir ......................................................................................... 15
Alat Pengendali Parkir.................................................................................................... 16
HASIL KAJIAN.................................................................................................................... 22
Gambaran Umum Kota Samarinda ............................................................................... 22
PAD Kota Samarinda ..................................................................................................... 23
Efektivitas pengumpulan PAD ....................................................................................... 28
Retribusi Parkir Kota Samarinda .................................................................................... 29
Efektivitas Pengumpulan Retribusi Parkir .................................................................. 29
Potensi retribusi parkir ............................................................................................... 33
Kondisi Existing Parkir Tepi Jalan di Samarinda ........................................................... 39
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI................................................................................ 42
Kesimpulan ..................................................................................................................... 42
Rekomendasi .................................................................................................................. 44
REFERENSI ........................................................................................................................... 47
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 mengenai
Pemerintah daerah maka pemerintah daerah memiliki kesempatan untuk
mengelola sendiri kekayaan sumber daya yang dimiliki dengan merujuk pada
peraturan pemerintah yang lebih tinggi dan bersifat closed list, yang artinya
daerah harus menyesuaikan pajak dan retribusi yang dipungut berdasarkan
perundangan yang telah ditetapkan. Dengan aturan ini diharapkan pemerintah
daerah dapat mengatur dan dan mengelola Pendapatan Asli Daerah mereka
sendiri dan mampu meningkatkan kemampuannya dalam menyelenggarakan
urusan daerah.
Komponen utama dalam pendapatan asli daerah adalah penerimaan
yang berasal dari komponen pajak dan retribusi daerah. Dalam undang –
undang, pajak daerah didefinisikan sebagai kontribusi wajib kepada daerah
yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah
bagi kemakmuran rakyatnya. Sedangkan retribusi adalah pungutan sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin yang disediakan dengan imbalan
yang diteruma langsung oleh penggunanya. Retribusi daerah dinyatakan
bersifat memaksa dan menimbulkan sanksi yang diatur dalam bentuk kebijakan
daerah dalam bentuk peraturan daerah. Paksaan disini bersifat ekonomis dalam
arti siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintahan, tidak
dikenakan biaya tersebut.
Sebagai mana diketahui perparkiran merupakan masalah yang sering
dijumpai dalam sistem transportasi perkotaan, tak terkecuali di Kota Samarinda.
Masalah perparkiran tersebut sangat mempengaruhi pergerakan kendaraan,
dimana kendaraan yang melewati tempat-tempat yang mempunyai aktifitas
tinggi, laju pergerakannya akan terhambat, lebar efektif jalan akan berkurang
3
dan dengan sendirinya menurunkan kapasitas ruas jalan sebagai akibat dari
kendaraan yang parkir di tepi jalan. Ketiadaan fasilitas parkir (pelataran atau
gedung) di kawasan tertentu dalam kota, menyebabkan badan jalan menjadi
tempat parkir. Pada umumnya kendaraan yang parkir di badan jalan berada
sekitar tempat atau pusat kegiatan seperti: perkantoran, sekolah, dan pusat
kegiatan ekonomi atau pusat perdagangan. Bertambahnya pemanfaatan badan
jalan sebagai fasiliatas parkir on-street salah satunya adalah akibat dari
pelebaran ruas jalan dan perubahan arah arus lalu lintas pada kawasan tertentu.
Keberadaan parkir tepi jalan (on-street parking) ini diusahakan sedemikian rupa
dan pelaksanaannya secara legal telah diatur melalui Peraturan Daerah No. 13
tahun 2011 tentang retribusi jasa umum. Pada era otonomi daerah hal demikian
sangat wajar karena pemerintah daerah telah diberi keleluasaan untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri serta diharapkan mampu
mengelola dan memaksimalkan sumber daya yang ada di daerah untuk
kelangsungan dan kemajuan daerahnya sendiri. Meskipun payung hukum
pelaksanaan pungutan retrubusi parkir sudah ada, sayangnya selama ini retribusi
parkir belum dapat berfungsi secara optimal.
Sebagai salah satu sumber pendapatan daerah Kota Samarinda retribusi
dari sisi parkir, secara khusus parkir on – street, belum mampu memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan
dalam artian belum mencapai target pendapatan yang ditetapkan. Oleh
karenanya perlu adanya usaha intensif untuk lebih mempercepat peningkatan
pendapatan melalui usaha yang sah, salah satunya adalah dengan melakukan
inovasi dalam mengelola potensi parkir tepi jalan.
4
menjadi 54.573 unit kendaraan. Di tahun 2011 terjadi penurunan signifikan
dimana jumlah total kendaraan roda empat dan roda dua di Samarinda tercatat
sebanyak 13.053. Peningkatan jumlan kepemilikan kendaraan ini juga dapat
dilihat dari tingginya konsentrasi kegiatan pada tempat-tempat tertentu sebagai
akibat dari pertumbuhan ekonomi yang relatif cepat disertai pertambahan
jumlah penduduk yang relatif tinggi. Hal ini tentu saja merupakan sumber
potensial bagi pemasukan pendapatan pemerintah pada pos retribusi parkir
apabila pemerintah daerah bisa melayani kebutuhan sarana dan prasarana
termasuk fasilitas parkir. Pemanfaatan aset jalan yang dipergunakan untuk
fasilitas parkir on-street perlu dikelola seoptimal mungkin.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
5
1. Bagaimana kontribusi retribusi parkir terhadap pendapatan asli daerah di
Kota Samarinda?
2. Bagaimana potensi dan realisasi penerimaan pendapatan asli daerah dari
sektor perparkiran on – street di Kota Samarinda?
3. Bagaimana efektivitas penerimaan retribusi parkir Kota Samarinda?
4. Bagaimana mekanisme pengawasan penyelenggaraan retribusi parkir
oleh Dinas Perhubungan di Kota Samarinda?
5. Bagaimana perumusan strategi pengelolaan parkir on – street dalam
meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah dari sektor
perparkiran?
Tujuan penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang dikemukakan di atas maka tujuan
penelitian ini adalah untuk:
6
METODOLOGI PENELITIAN
Sumber Data
Kegiatan penyusunan laporan membutuhkan ketersediaan data primer dan
sekunder yang memadai. Data primer merupakan data yang diambil langsung
di lapangan melalui pengamatan dan wawancara kepada objek penelitian.
Sedangkan data sekunder merupakan data yang terkait dengan topik kegiatan
dalam bentuk tertulis/cetak berupa laporan, buku, jurnal dan lain sebagainya
dan diperoleh melalui studi dokumentasi yang ada di instansi yang terkait
dengan kegiatan. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan pada
berbagai publikasi yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah seperti Dinas
Perhubungan, Badan Pusat Statistik, dan Dispenda. Adapun data yang
diperlukan antara lain:
a. Kondisi umum wilayah
b. Kondisi geografi, demografi dan sosial ekonomi masyarakat
c. Laporan target dan realisasi PAD, secara spesifik adalah laporan target dan
realisasi penerimaan dari retribusi parkir tahun 2001 - 2011
d. Laporan perkembangan jumlah kendaraan tahun 2001 – 2011
e. Dokumen tentang standar operasional prosedur pengawasan perparkiran on
– street yang berlaku
Metode Analisis
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah
dibaca dan diinterpretasikan. Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode analisis diskriptif melalui analisis dokumen dan
7
telaah kuantitatif dengan data sekunder mengukur fenomena penelitian
menggunakan rasio keuangan daerah untuk memperoleh gambaran mengenai
mekanisme penerimaan daerah dari retribusi parkir. Analisis diskriptif dilakukan
untuk mengetahui bagaimana standard operational procedure (SOP) yang
berlaku dalam pelaksanaan pemungutan retribusi parkir dan mengetahui
strategi yang tepat dalam pelaksanaannya. Sedangkan telaah kuantitatif
diperlukan untuk mengetahui:
a. Kontribusi retribusi parkir terhadap pendapatan asli daerah Kota Samarinda.
Hal ini dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut:
𝑥
𝐾𝑟𝑝 = 𝑥 100%
𝑦
dimana:
Krp = kontribusi retribusi parkir terhadap PAD
x = realisasi retribusi parkir
y = realisasi penerimaan PAD
8
c. Efektivitas penerimaan retribusi parkir Kota Samarinda diperoleh dengan
membandingkan target penerimaan retribusi parkir dengan potensi melalui
rumus berikut:
𝑝𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟
𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 100%
𝑝𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑟𝑒𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟
Tahap Kegiatan
Tahapan kegiatan dalam penelitian ini disusun sebagai berikut :
a. Persiapan
Tahapan ini bertujuan untuk koordinasi, penyiapan personil,
penyelesaian administrasi termasuk penyusunan proposal
b. Pengumpulan data
Tahapan ini bertujuan untuk mengumpulkan data yang diperlukan
sehubungan dengan kegiatan ini baik berupa data primer maupun data
sekunder
c. Pengolahan dan analisis data
9
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah lebih lanjut dikompilasi
dan dianalisis. Teknik pengolahan datanya disesuaikan dengan jenis data
yang dkumpulkan.
d. Penyusunan laporan akhir
Tahapan ini merupakan kegiatan penulisan laporan hasil penelitian yang
telah dilakukan. Draft laporan ini sifatnya sementara artinya baik format
penulisan maupun isi laporan masih memungkinkan terjadi perubahan
tergantung dari masukan yang diperoleh dalam seminar
e. Seminar laporan akhir
Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh masukan bagi perbaikan draft
laporan akhir penelitian
10
STUDI PUSTAKA
11
Pengertian Dasar
Parkir adalah keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang bersifat
sementara (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1996, 1). Selain Pengertian di
atas beberapa ahli memberikan definisinya tentang parkir, yaitu :
1. Semua kendaraan tidak mungkin bergerak terus, pada suatu saat ia harus
berhenti untuk sementara waktu (menurunkan muatan) atau berhenti
cukup lama yang disebut parkir (Warpani,1992;176).
2. Jangka waktu parkir (parking duration) adalah lama parkir suatu
kendaraan untuk satu ruang parkir (Edward,1992;176)
3. Parkir adalah memangkalkan / menempatkan dengan memberhentikan
kendaraan angkutan orang/barang (bermotor/tidak bermotor) pada
suatu tempat parkir dalam jangka waktu tertentu.
Jenis Parkir
Lalu-lintas baik yang bergerak pada suatu saat akan berhenti. Setiap perjalanan
akan sampai pada tujuan sehingga kendaraan harus diparkir. Sarana perparkiran
merupakan bagian dari sistem transportasi dalam perjalanan mencapai tujuan
karena kendaraan yang digunakan memerlukan parkir. Menurut
penempatannya, sarana parkir ini pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi
(Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998) :
1. Parkir di jalan (on street parking)
12
Parkir di tepi jalan umum adalah jenis parkir yang penempatannya di
sepanjang tepi badan jalan dengan ataupun tidak melebarkan badan
jalan itu sendiri bagi fasilitas parkir. Parkir jenis ini sangat
menguntungkan bagi pengunjung yang menginginkan parkir dekat
dengan tempat tujuan. Tempat parkir seperti ini dapat ditemui
dikawasan pemukiman berkepadatan cukup tinggi serta pada kawasan
pusat perdagangan dan perkantoran yang umumnya tidak siap untuk
menampung pertambahan dan perkembangan jumlah kendaraan yang
parkir. Kerugian parkir jenis ini dapat mengurangi kapasitas jalur lalu
lintas yaitu badan jalan yang digunakan sebagai tempat parkir. Parkir
jenis ini terdiri dari:
a. Parkir di daerah perumahan
Akibat dari terus meningkatnya volume kendaraan di jalan serta
hambatan yang diakibatkan oleh parkir kendaraan seperti
terganggunya kelancaran lalu lintas dan penurunan kelas jalan,
hampir pada setiap pusat kota kebijaksanaan mengenai perparkiran
mutlak diperlukan. Dalam sistem parkir di perumahan, sebenarnya
terdapat disbenefit/kerugian dari berjejernya parkir disepanjang
trotoar jalan, namun hal tersebut tertutupi dengan berkurangnya
kecepatan kendaraan akibat keberadaan parkir di jalan tersebut yang
secara tidak langsung akan meningkatkan keselamatan bagi penghuni
di sekitar jalan tersebut. Terlebih lagi di perumahan di pinggiran kota
dimana masih tersedia ruang untuk parkir, dan parkir di jalan pun
dapat dilakukan. Namun pada daerah pemukiman yang berada
dekat dengan pusat kota, kontrol tersebut tetap diperlukan jika
kondisi transportasi tetap efektif. Terdapat dua cara kontrol terhadap
sistem parkir ini yaitu parkir gratis bagi penghuni (dengan
menempelkan tanda tertentu yang dapat berupa stiker dan
13
ditempelkan di kendaraan) dan bayaran dengan kartu yang dicap
harian/bulanan.
b. Parkir di pusat kota, tidak dikontrol (uncontrolled)
Pada parkir jenis ini terdapat 4 macam alternatif cara parkir
kendaraan yaitu:
i. Paralel terhadap jalan
ii. Tegak lurus terhadap jalan
iii. Diagonal atau membentuk sudut terhadap jalan
iv. Di tengah jalan yang cukup lebar, baik secara diagonal maupun
tegak lurus
terhadap jalan.
Sampai dengan saat ini nampaknya parkir paralel dirasakan paling
tepat karena selain tidak terlalu banyak memakan tempat untuk
manuver juga jauh lebih sedikit mengambil lebar jalan dan kecil
kemungkinan menyebabkan kecelakaan.
c. Parkir di pusat kota, terkontrol (controlled)
Ada tiga jenis metode kontrol yang dapat dipergunakan oleh
perencana transportasi, yaitu :
i. Pembatasan waktu parkir
ii. Disc/card parking
iii. Parking meter
2. Parkir di luar jalan (off street parking)
Untuk menghindari terjadinya hambatan akibat parkir kendaraan di
jalan maka parkir kendaraan di jalan maka parkir di luar jalan / off street
parking menjadi pilihan yang terbaik. Terdapat dua jenis parkir di luar
jalan, yaitu :
i. Pelataran parkir
14
Pelataran parkir di daerah pusat kota sebenarnya merupakan suatu
bentuk yang tidak ekonomis. Karena itu di pusat kota seharusnya
jarang terdapat peralatan parkir yang dibangun oleh gedung-gedung
yang berkepentingan, dimana masalah keuntungan ekonomi dari
parkir bukan lagi merupakan suatu hal yang penting.
ii. Gedung parkir
Saat ini bentuk yang banyak dipakai adalah gedung parkir bertingkat,
dengan jumlah lantai yang optimal 5, serta kapasitas sekitar 500
sampai 700 mobil. Terdapat dua alternatif biaya parkir yang akan
diterima oleh pemakai kendaraan, tergantung pada pihak pengelola
parkir, yaitu pihak pemerintah setempat menerapkan biaya nominal
atau pemerintah setempat menyerahkan pada pihak operator
komersial yang menggunakan biaya struktural. Biasanya pemerintah
lokal mengatasi defisit parkir di luar jalan tadi dengan Dana Pajak
(Rate Fund) atau dari surplus parkir meter. Berbeda dengan pihak
swasta yang terlibat dalam properti, pihak swasta yang terlibat dalam
bisnis perparkiran ini tidak menerima subsidi dari pemerintah
sehingga tidak ada cara lain untuk tetap dapat berbisnis di bidang ini
dan mendapatkan profit. Hal inilah yang perlu mendapatkan
pengawasan dari pemerintah dalam pelaksanaannya, sebab
penerapan tarif oleh pengelola yang tujuannya adalah untuk
mendapatkan keuntungan akan menerapkan tarif yang lebih tinggi
dari tarif yang seharusnya. Hal ini tentu akan merugikan masyarakat
sebagai pengguna jasa parkir dan mengurangi kenyamanan dalam
penggunaannya.
15
lahan parkir di daerah perkotaan. Untuk mengatasi keterbatasan lahan parkir
maka yang dilakukan adalah mengendalikan permintaan dan bukan
memperbesar penawaran. Pengendalian permintaan ini dapat berupa
pembatasan ruang dan waktu parkir yang dikombinasikan dengan kebijakan
parkir progressive berdasarkan waktu. Lebih lanjut, pengendalian parkir dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
1. Pembatasan lokasi/ruang parkir. Biasanya hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengendalikan arus lalu lintas kendaraan tertentu,
membebaskan suatu daearh tertentu dari parkir di badan jalan agar lalu
lintas kendaraan tidak terhambat.
2. Pembatasan waktu parkir pada jam – jam tertentu dapat dilakukan pada
jam – jam sibuk di ruas jalan yang padat sehingga parkir tidak
menganggu kelancaran lalu lintas.
3. Penetapan tariff parkir secara progresif berdasarkan waktu. Hal ini
dilakukan untuk membatasi durasi parkir di tempat – tempat yang
tingkat turn over parkirnya tinggi.
4. Pembatasan waktu parkir untuk kendaraan tertentu
5. Pembatasan terhadap akses parkir untuk jenis kendaraan tertentu
16
tambahan persatuan waktu. Makin lama kendaran parkir maka tariff parkir
yang diterapkan juga semakin tinggi. Sistem ini disamping menghasilkan uang
untuk pengelola parkir juga bermanfaat dari sisi keamanan yaitu untuk
mencegah pencurian kendaraan. Dari pengendalian penggunaan kendaraan
pribadi sistem karcis lebih dapat diandalkan untuk memaksa pengguna
kendaraan pribadi untuk tidak berlama-lama parkir dan kontribusi terhadap
pajak daerah menjadi lebih jelas. Namun sayangnya metode ini kurang bisa
dilaksanakan untuk parkir di tepi jalan karena tidak efisien, dan sistem karcis
tetap bisa digunakan sebagai bukti pembayaran dan kontrol/pengawasan.
2. Kupon
Sistem pengendalian parkir yang diterapkan di beberapa negara lain adalah
dengan menggunakan kupon. Beberapa negara seperti Singapura dan Amerika
Serikat telah menerapkan sistem kupon untuk pengendalian parkir. Kupon
dijual pada counter milik pemerintah atau instansi yang mengelola parkir
dengan kapasitas tertentu. Kupon parkir didesain dengan bentuk tertentu yang
dapat dilubangi dengan tangan apabila pemilik kendaraan memarkir
kendaraannya di area wajib kupon. Pemilik kendaraan harus meletakkankan
kupon yang telah dilubanginya di atas dashboard kendaraan agar terlihat oleh
petugas yang sewaktu-waktu datang memeriksa. Penerapan sistem ini tentunya
memerlukan kesadaran dan kerjasama yang baik dari pemilik kendaraan
disamping penegakan hukum yang tegas dan sanksi yang jelas. Metode ini bisa
diterapkan untuk pengendara kendaraan mobil penumpang yang parkir di tepi
jalan, sedangkan untuk kendaraan roda dua penerapannya akan sulit karena
kendala hujan, hilang dan sebagainya.
3. Parking meter
Parkir meter adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur waktu
lamanya suatu kendaraan parkir di suatu lokasi. Alat ini biasanya dipasang pada
17
lokasi parkir di pinggir jalan. Pemilik kendaraan diwajibkan untuk menekan
tombol kapan waktu dimulainya parkir dan setelah selesai parkir maka pemilik
kendaraan wajib menekan kembali tombol berakhirnya waktu parkir. Alat ini
akan menunjukkan besarnya biaya parkir yang harus dibayar oleh pemilik
kendaraan yang langsung dimasukkan kedalam alat parkir meter tersebut. Alat
ini sangat membutuhkan kesadaran dan penegakan hukum yang tegas bagi
pelanggarnya. Karena alat ini diletakkan di pinggir jalan tanpa ada penjagaan
petugas. Jenis lain dari alat ini, mengharuskan pemilik kendaraan menentukan
lamanya waktu parkir dengan memasukkan koin ke dalam alat. Pada jam yang
ditentukan alat akan membunyikan alaram otomatis menandakan waktu parkir
telah habis. Apabila alaram berbunyi dan pemilik kendaraan belum
memindahkan kendaraanya atau memasukkan koin baru, maka bila ada patroli
petugas si pemilik kendaraan akan dikenakan sanksi berupa tilang. Parking
meter membutuhkan kesadaran dan kedisiplinan pengguna jasa parkir serta
sanksi tegas dari pihak pengelola parkir bila terjadi pelanggaran. Alat
pengendali parkir jenis ini dirasa kurang cocok untuk diterapkan di Kota
Samarinda mengingat situasi sosial budaya masyarakat yang belum matang dan
kesadaran masyarakat yang kurang dalam mentaati hukum/aturan.
Sistem kartu dan disk pada prinsipnya sama dengan sistem karcis. Namun sistem
kartu atau disk ini tidak perlu diganti pada setiap parkir. Beberap negara seperti
18
Australia, Uni Emirat Arab, dan Jerman menerapkan sistem kartu parkir yang
dapat diisi ulang dan kreditnya akan berkurang setiap kali parkir. Pada
umumnya sistem kartu atau disk tidak mengatur waktu lamanya parkir. Namun
dengan kecanggihan teknologi saat ini dapat diatur berapa lama seorang parkir
sehingga pulsa yang terdapat dalam kertu tersebut akan berkurang lebih
banyak.
6. Parkir elektronik
Parkir elektronik adalah system pengaturan keluar masuknya parkir dengan
menggunakan peralatan elekronik yang pasang pada kendaraan maupun pada
pintu masuk parkir (parkir gate). Sistem ini sangat praktis dan tidak
membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Gate keeper biasanya dilengkapi
dengan palang yang dapat turun naik secara otomatis. Alat yang dipasang pada
dashboard kendaraan akan memberikan sinyal kepada alat pemantau utama
pada gate parkir. Palang akan terbuka secara otomatis apabila kendaraan
mendekati gate parker. Selanjutnya alat pemantau akan me-record identitas
kendaraan termasuk waktu masuk kendaraan ke lokasi parkir. Begitu juga pada
saat keluar dari areal parkir, palang akan terbuka secara otomatis dan alat
pemantau akan mencatat waktu keluar kendaraan dan menghitung lamanya
parkir serta tariff yang dikenakan pada kendaraan itu. Alat pemantau pada gate
keluar akan mengurangi pulsa kartu parkir yang ada pada kendaraan secara
otomatis. Alat pengendali parkir jenis ini membutuhkan lokasi khusus yang
diperuntukkan untuk parkir sehingga dirasa kurang tepat untuk diterapkan pada
parkir di tepi jalan.
7. Parkir Berlangganan
Beberapa kota di Indonesia pernah dan ada yang masih menerapkan system
parkir berlangganan. Sistem ini mengatur mekanisme pembayaran retribusi
parkir selama setahun atau waktu – waktu tertentu melalui pembayaran pajak
19
kendaraan. Kendaraan yang telah membayar parkir berlangganan selama satu
tahun akan dipasangi stiker di kaca depan kendaraan, sehingga terlihat oleh
juru parkir. Kendaraan yang telah dipasangi stiker parkir berlangganan tidak
diwajibkan membayar retribusi parkir. Sistem ini mengharuskan setiap juru
parkir digaji secara bulanan oleh unit pengelola parkir. Sistem ini sebenarnya
cukup bagus diterapkan disuatu kota karena dapat meningkatkan pendapatan
asli daerah (PAD) secara signifikan. Sebagai contoh kota Palembang,
berdasarkan perhitungan kasar, dengan jumlah kendaraan bermotor ±
400.000 unit akan menghasilkan PAD sekitar Rp. 20 milyar pertahun. Angka ini
jauh lebih besar dari PAD sekarang dari sektor parkir yang berkisar antara Rp.
3-5 Milyar. Namun penerapan sistem ini banyak menghadapai kendala di
lapangan antara lain, sulitnya kantor Samsat (sistem administrasi satu atap)
untuk diajak kerjasama memungut parkir berlangganan ini melalui pembayaran
pajak kendaraan bermotor. Di lain pihak sistem ini mendapat protes dari juru
parkir atau kelompok – kelompok yang merasa telah memiliki lahan parkir
tersebut sejak lama. Sudah menjadi rahasia umum terkadang lahan parkir yang
padat sering diperjualbelikan atau dipindah tangankan kepada orang lain.
Berbeda dengan Kota Palembang, Kota Balikpapan juga menerapkan sistem
berlangganan untuk jenis kendaraan roda empat atau lebih. Mekanisme
pembayaran dilakukan setiap enam bulan sekali dan secara signifikan mampu
meningkatkan perolehan PAD dari sektor retribusi parkir tepi jalan.
8. Kunci Roda
Kunci roda (wheel lock) adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk
memberikan pinalti terhadap pelanggar parkir. Dalam beberapa kasus
pelanggar parkir sulit untuk ditindak karena mobil yang diparkir ditempat yang
salah langsung ditinggal oleh pemiliknya. Kadang terjadi apabila ada patroli
petugas yang menggingatkan agar pengemudi memindahkan kendaraannhya,
20
pengemudinya malah pura-pura tidak tahu atau menghilang. Kota Palembang
adalah kota pertama di Indonesia yang menerapkan ketentuan kunci roda yang
diatur dalam Peraturan Derah nomor 4 tahun 2002 dan direvisi dengan Perda
No. 1 Tahun 2009 yang mengatur ketentuan denda sebesar Rp. 100.000,- bagi
setiap pelanggar parkir yang terkena kunci roda. Apabila sampai batas waktu
tertentu kendaraan yang telah dikunci rodanya tidak ditanggapi oleh
pemiliknya maka kendaraan tersebut dapat diderek ke poll pelanggaran lalu
lintas milik Dinas Perhubungan kota Palembang. Sejauh ini sistem kunci roda
cukup efektif dan memberikan efek jera bagi para pelanggar ketentuan parkir
khusunya di badan atau bahu jalan. DKI Jakarta juga telah menerapkan sistem
ini pada tahun 2008 yang lalu, namun masih belum efektif dilaksanakan.
9. Derek
Di Singapura, Malaysia dan negara-negara Eropa sering dipasang rambu
derek pada jalan-jalan tertentu. Maksudnya pada jalan tersebut diterapkan
ketentuan larangan parkir dan apabila dilanggar maka kendaraan anda akan
diderek. Apabila terkena derek maka pemilik kendaraan harus membayar
denda pelanggaran dan biaya derek yang cukup besar. Cara ini sebenarnya
cukup efektif untuk menertibkan pelanggar parkir on street hanya saja
terkendala oleh jumlah kendaraan derek yang dimiliki oleh instansi yang
bertanggung jawab yaitu Dinas Perhubungan. Ketentuan penderekan kendaraan
sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993.
21
HASIL KAJIAN
23
pajak dan retribusi memberikan kontribusi yang hampir seimbang, yaitu sebesar
41% dan 37% untuk masing-masing komponen. Rendahnya kontribusi pajak
ini dikarenakan sistem perpajakan yang dianut oleh Indonesia merupakan
sistem self assessement sehingga pembayaran pajak sangat tergantung pada
kepatuhan dan kejujuran masyarakat dalam membayar pajak mereka. Lebih
lanjut, kepatuhan membayar pajak masyarakat Indonesia masih rendah (12%)
bila dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN yang mencapai angka
25% dan hal ini ditengarai disebabkan oleh objek pajak yang relative kecil dan
prosedur pembayaran pajak yang rumit (Halim,2004). Namun angka-angka ini
agak sedikit berbeda bila kita analisa berdasarkan data tahun 2006 sampai
dengan 2011, dimana secara umum kontribusi pajak daerah terhadap PAD
hanya mencapai 35%, retribusi sebesar 27.9%, hasil perusahaan daerah dan
kekayaan daerah yang dipisahkan tercatat 7.5% dan lain – lain PAD yang sah
mencapai angka 29.5%.
Sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 struktur PAD Kota
Samarinda didominasi oleh pos pajak daerah (43.8%), diiukuti oleh retribusi
(32.2%), Lain-lain pendapatan daerah yang sah (19.1%), dan pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan (4.7%). Komponen pertama dari PAD adalah
pajak daerah yang terdiri dari 7 (tujuh) sub pajak yaitu Pajak Hotel, Restoran,
Hiburan, Reklame, Penerangan Jalan, Pengambilan Bahan Galian C, Parkir dan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pajak yang terakhir
disebutkan merupakan pajak yang baru dialihkan dari pusat berdasarkan UU
No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sampai dengan tahun
2010, besarnya kontribusi pajak daerah ini disumbang oleh tingginya tingkat
kolektibilitas pada komponen pajak penerangan jalan yaitu sebesar 65%.
Tingginya penerimaan dari pajak penerangan jalan tidak terlepas dari
meningkatnya penggunaan listrik oleh masyarakat dan sistem penarikan yang
efektif (bersamaan dengan saat pembayaran rekening listrik) sehingga sub pajak
24
ini memiliki ‘daya paksa’ yang sangat tinggi. Bila dilihat ke belakang, sejak
tahun 2007-2010 penerimaan pajak penerangan jalan juga mengalami
peningkatan yang signifikan. Hal ini dikarenakan semakin tingginya jumlah
permintaan sambungan listrik oleh masyarakat seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi dan pembangunan di Samarinda
sehingga pada akhirnya turut mempengaruhi penerimaan di sektor pajak.
Namun memasuki tahun 2011, terjadi pergeseran kontribusi dominan pajak dari
Pajak Penerangan Jalan menjadi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
25
Kekayaan Daerah Yang Tidak Dipisahkan, Penerimaan Jasa Giro, Penerimaan
Deposito, dan Penerimaan Lain – lain seperti denda, Hasil Temuan BPK dan
lain – lain. Kontribusi komponen ini sampai dengan tahun 2011 tercatat sebesar
19.10%, dan merupakan komponen ketiga terbesar pembentuk PAD Kota
Samarinda. Berikut disajikan kontribusi masing – masing pos Pendapatan Asli
Daerah Kota Samarinda dari tahun 2007 – 2011.
26
Sumber: data diolah
27
kenaikan di tahun 2011, meningkat tajam dari Rp. 11.456.706.943,22 menjadi
Rp. 23.502.055.734,12.
28
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel di atas secara keseluruhan
efektifitas pengumpulan PAD di Kota Samairnda boleh dikatakan tidak
mengalami fluktuasi yang berarti dimana hampir sepanjang tahun observasi
efektivitas pengumpulan PAD menunjukkan efektivitas yang tinggi. Secara
agregat PAD tertinggi Kota Samarinda dicapai pada tahun 2007 yaitu sebesar
110%, sedangkan angka terendah dicapai di tahun 2010 yaitu sebesar 86%.
Tingginya efektivitas pengumpulan PAD ini tentu patut mendapat apresiasi
karena merupakan hasil kerja keras dan tingginya komitmen dari dinas – dinas
yang bertugas dan mengumpulkan PAD, namun demikian ada kemungkinan
faktor – faktor lain yang menyebabkan penetapan target selalu tercapai/lebih
antara lain rendahnya penetapan target sehingga realisasi cenderung menjadi
terlalu mudah. Secara parsial tingkat efektifitas PAD berdasarkan urutan
tertinggi rata – rata komponennya berturut-turut adalah Pajak Daerah (103%:
sangat efektif), Retribusi Daerah (103%: sangat efektif), Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan (85%: cukup efektif) dan Lain-Lain
Pendapatan Daerah Yang Sah (114%: sangat efektif).
29
Grafik.3. Target dan realisasi retribusi parkir
Untuk mengetahui tingkat efektivitas retribusi parkir dari tahun 2007 sampai
dengan 2011 jika dihitung berdasarkan target dapat dilihat pada tabel berikut:
30
Tahun Target Realisasi Efektivitas
(Rp) (Rp)
2011 2,000,000,000.00 407,328,000.00 20%
Rerata 407,631,600.00 27%
Tertinggi 688,190,000.00
Terendah 224,480,000.00
Sumber: data diolah
40%
30%
28% Rasio efektivitas
20% 20%
17% 18%
10%
0%
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
31
𝑋𝑡 − 𝑋𝑡−1
𝐺𝑟𝑝 = 𝑥100%
𝑋𝑡−1
dimana:
32
sayangnya pertumbuhan yang dicatat belum cukup tinggi untuk mencapai
target yang ditetapkan. Untuk lebih lebih memperjelas bagaimana fluktuasi laju
pertumbuhan retribusi parkir Kota Samarinda dapat dilihat pada grafik berikut.
0.62
0.15
-0.03
2007 2008 2009 2010
-0.67
𝑃𝑟𝑝 = 𝐾𝑀 𝑥 𝑇𝑜 𝑥 𝑇𝑟
dimana:
Prp = potensi parkir dihitung berdasarkan jumlah kendaraan
KM = jumlah kendaraan
To = masa pergantian rata-rata
Tr = tariff menurut peraturan pemerintah daerah
Tempat parkir yang secara acak dijadikan sampling pada penelitian ini
merupakan gabungan antara titik parkir yang dianggap potensial dan kurang
33
potensial. Yang termasuk ke dalam golongan potensial adalah di Jalan
Pahlawan Sedangkan titik parkir yang dianggap kurang potensial yaitu Jalan
Yos Sudarso. Potensi ini kemudian dikalikan dengan tariff yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Kota Samarinda berdasarkan Peraturan Daerah
No. 13 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum. Adapun besaran tariff bagi
kendaraan yang menggunakan fasilitas parkir tepi jalan yaitu sepeda motor
Rp. 1000,- sedan, minibus, jeep dan sejenisnya Rp. 2000,- dan bus, truk dan
mobil besar lainnya Rp. 3000,-. Berdasarkan hasil survey di lapangan masa
pergantian parkir diperoleh dari data berikut:
hk hl
No. Nama Jalan 1 hk 1 hl 1 minggu
6 1
1 dr. Sutomo (kf) 1 0 6 0 6
2 P Antarasi (rm talago) 1 1 6 1 7
3 Pahlawan (ps segiri) 2 3 12 3 15
4 P Kalimantan (bakso gresik) 2 2 12 2 14
5 KH Halid (piala) 1 1 6 1 7
6 Panglima Batur (toko arjuna) 2 1 12 1 13
7 Diponegoro (arjuna baru) 2 1 12 1 13
8 Jend. Sudirman (toko aanda) 2 1 12 1 13
9 Agus Salim (toko laptop) 1 1 6 1 7
10 Yos Sudarso (gn kombeng) 1 0 6 0 6
11 M Yamin (pecel family) 2 1 12 1 13
12 Ahmad Yani (naff - daihatsu) 1 1 6 1 7
total 121
rerata/minggu 10.08333
rerata/tahun 524.3333
1 dr. Sutomo 4
2 P Antarasi 4
3 Pahlawan 4
4 P Kalimantan 4
5 KH Halid 4
6 Panglima Batur 4
7 Diponegoro 4
8 Jend. Sudirman 4
9 Agus Salim 4
10 Yos Sudarso 4
11 M Yamin 4
12 Ahmad Yani 4
total 48
rerata/minggu 4
rerata/tahun 208
Sumber: data survey, diolah
Berdasarkan tabel 7 dan 8, rata-rata pergantian parkir selama setahun
untuk sepeda motor adalah 524.333 kali, untuk mobil penumpang 424.667 kali
dan untuk mobil barang 208 kali. Kelemahan menghitung potensi retribusi
parkir dengan menggunakan jumlah kendaraan bermotor adalah tidak
mencakup kendaraan dari luar kota yang masuk ke Kota Samarinda.
Oleh sebab itu, diasumsikan kendaraan dari luar kota yang datang pada hari
35
libur tidak menggunakan fasilitas parkir di tepi jalan umum, melainkan
menggunakan fasilitas parkir di mall atau tempat perbelanjaan lainnya
sehingga uang yang mereka bayarkan masuk ke pajak parkir, bukan
pada retribusi parkir. Selain itu, karena keterbatasan waktu penelitian
perhitungan rata – rata pergantian mobil barang menggunakan asumsi
dalam satu minggu terdapat 4 (empat) mobil untuk satu jalan. Hal ini
dilakukan mengingat tidak semua ruas jalan dapat disurvey sehingga angka
pasti masa pergantian parkir untuk mobil barang tidak dapat diketahui.
Berdasarkan asumsi ini dan dengan menggunakan rumus Kesit Bambang
Prakosa diperoleh potensi retribusi parkir sebagai berikut:
36
pergantian di Kota Samarinda. Untuk jenis kendaraan motor misalnya,
pergantian rata – rata kendaraan jenis ini adalah 524.3. Angka ini berarti
bahwa di setiap tempat parkir rata – rata pergantian motor dalam satu tahun
adalah 524 kali. Padahal dalam satu tahun belum tentu ada 45.705 unit
motor akan parkir di tempat itu. Untuk itulah maka perlu diketahui terlebih
dahulu seberapa besar peluang kendaraan parkir di suatu tempat parkir.
Peluang ini diperoleh dengan cara membagi angka pergantian rata – rata
dengan jumlah kendaraan. Dengan demikian diperoleh peluang untuk masing
– masing jenis kendaraan seperti yang terlihat di bawah ini:
37
disinggahi kendaraan jenis motor adalah sebesar 9%, untuk mobil 34% dan
mobil barang sebesar 15%. Berdasarkan angka ini terlihat bahwa peluang
kendaraan jenis motor lebih kecil dibandingkan dengan mobil penumpang,
tetapi karena masa pergantian rata – rata motor lebih tinggi daripada mobil
dan jumlah kendaraan jenis ini sangat banyak maka potensi pendapatan yang
dapat diperoleh menjadi kurang lebih sama besarnya dengan potensi
pendapatan dari jenis kendaraan mobil penumpang. Lebih lanjut, untuk
menghitung potensi retribusi parkir berdasarkan formula modifikasi ini maka
potensi retribusi parkir Kota Samarinda diketahui sebagai berikut:
38
Kondisi Existing Parkir Tepi Jalan di Samarinda
Pengelolaan retribusi di wilayah Kota Samarinda dikelompokkan
menjadi dua yaitu parkir di tepi jalan umum (on street parking) dan parkir di
luar tepi jalan umum (off street parking). Parkir di tepi jalan umum merupakan
parkir yang dilakukan dengan memanfaatkan tepi jalan umum sebagai media
kegiatan, sedangkan parkir di luar tepi jalan umum merupakan kegiatan parkir
khusus dengan menyediakan lahan terbuka atau gedung yang khusus dibangun
untuk menunjang usaha perparkiran.
Dinas
Kas Daerah
Perhubungan
39
Koordinator
Berdasarkan laporan dari Dinas Perhubungan saat ini sedikitnya tercatat
157 titik parkir yang tersebar di beberapa lokasi di Samarinda, dengan
koordinator dari UPT Parkir sebanyak 10 personil dan juru parkir resmi
sebanyak 100 orang. Bila dibandingkan dengan potensi parkir tepi jalan yang
ada dengan banyaknya personil juru parkir tentu saja hal ini sangat tidak
memadai. Apalagi apabila titik parkir yang dimaksud memiliki cakupan yang
luas/panjang seperti jalan – jalan di kawasan Citra Niaga atau Pasar Pagi.
Namun demikian apabila dilakukan penambahan personil juru parkir juga
dianggap kurang efisien, mengingat keberadaan para juru parkir tersebut harus
ditunjang dengan jaminan kesejahteraan, pengeluaran untuk perlengkapan juru
parkir seperti seragam, sepatu dan sebagainya. Sehingga kemungkinan biaya
yang ditanggung untuk operasional pemungutan retribusi parkir justru lebih
besar dari pendapatan yang dihasilkan. Selain minimnya personil dan juru
parkir, hal lain yang dianggap turut andil dalam masalah retribusi parkir ini
adalah ketiadaan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis)
40
sebagai penjabaran dari Standard Operational Procedure (SOP) pengawasan
retribusi parkir di tepi jalan umum. Saat ini mekanisme pengendalian parkir
dilakukan dengan cara bayar di tempat dan disetorkan ke daerah melalui
penerapan sistem setoran wajib minimum (SWM). Aturan ini berlaku baik
kepada juru parkir resmi maupun parkir tidak resmi (liar) yang beroperasi di
kawasan parkir di Kota Samarinda. Namun sayangnya baik juru parkir resmi
maupun juru parkir tidak resmi hanya membayar kewajiban minimum mereka
tanpa memperhitungkan hasil yang mereka peroleh. Terlebih lagi tidak semua
juru parkir tidak resmi bersedia ditertibkan dan dibina, apalagi diminta untuk
menyetorkan pungutan parkir mereka ke pemerintah daerah Samarinda.
Yang dimaksud dengan juru parkir resmi dalam uraian di atas adalah
juru parkir yang merupakan binaan dari Dinas dan dilengkapi dengan
perlengkapan standar seperti seragam dan memiliki karcis parkir. Dengan
demikian, juru parkir yang tidak memakai seragam bukan merupakan juru
parkir resmi yang ditugaskan oleh Dinas Perhubungan. Namun sayangnya,
keberadaan juru parkir tidak resmi ini justru jauh lebih banyak dibandingkan
dengan juru parkir yang resmi dan tidak terdata dengan baik, sehingga upaya
penertiban untuk memaksimalkan pendapatan dari sektor ini menjadi sulit
dilakukan.
41
sudah berlangsung sekian lama serta meresahkan masyarakat. Namun pihak
yang berwajib, dalam hal ini Dinas Perhubungan, sepertinya membutuhkan
bantuan dari pihak kepolisian atau aparat lain untuk menertibkan kelompok –
kelompok tidak resmi ini.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di bab sebelumnya maka
kesimpulan yang bisa diambil dari kajian tentang peningkatan pendapatan asli
daerah dari sektor retribusi parkir adalah sebagai berikut:
1. Sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 struktur PAD Kota Samarinda
didominasi oleh pos pajak daerah (43.8%), diiukuti oleh retribusi (32.2%),
Lain-lain pendapatan daerah yang sah (19.1%), dan pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan (4.7%). Sampai dengan tahun 2010, besarnya
kontribusi pajak daerah ini disumbang oleh tingginya tingkat kolektibilitas
pada komponen pajak penerangan jalan yaitu sebesar 65%. Komponen
kedua dari Pendapatan Asli Daerah adalah retribusi yang terdiri dari 3
(tiga) jenis yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi
Perizinan Tertentu. Pada pos Retribusi Daerah, kontribusi terbesar terhadap
PAD Kota Samarinda diperoleh dari komponen Retribusi Perizinan
Tertentu dengan sumbangan sebesar 57.75% dengan porsi terbesar berasal
dari Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Komponen ketiga PAD
Kota Samarinda adalah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan dengan kontribusi terhadap PAD sebesar 4.8%. Sedangkan
komponen terakhir dari keempat kompenen PAD Samarinda adalah Lain-
lain Pendapatn Asli Daerah yang Sah dengan kontribusi sebesar 19.10%.
42
2. Rasio efektivitas retribusi parkir sejak tahun 2007 sampai dengan 2011
termasuk dalam kategori tidak efektif dengan capain rata – rata sebesar
27%.
3. Berdasarkan perhitungan potensi retribusi parkir dengan memperhitungkan
peluang diketahui bahwa pemasukan untuk PAD daerah dari pos ini
menunjukkan angka yang cukup besar bila dibandingkan dengan target yang
ditetapkan oleh pemerintah Kota Samarinda yaitu mencapai Rp.
5.850.198.726,11. Sementara realisasi retribusi parkir hanya mencapai rata –
rata Rp. 400.000.000,- per tahun dari Rp. 2.000.000.000 pendapatan yang
ditargetkan.
4. Beberapa permasalahan yang saat ini dihadapi oleh Dinas Perhubungan,
dalam hal ini UPT Parkir, antara lain adalah terbatasnya personil yang
melakukan pengawasan dalam pelaksanaan parkir tepi jalan dan
banyaknya keberadaan juru parkir liar yang tidak terkoordinasi oleh Dinas
Perhubungan Kota Samarinda terutama UPT Parkir.
5. Masalah lain yang erat kaitanya dengan juru parkir liar adalah keberadaan
entitas – entitas tidak resmi yang menguasai lahan parkir tertentu
sementara pihak pengelola parkir (Dinas Perhubungan) tidak memiliki
‘kekuatan’ untuk menertibkan atau menindak individu/organisasi
masyarakat yang terlibat dalam permasalahan ini.
6. Berdasarkan studi literature yang telah dilakukan, pengendalian parkir tepi
jalan di Samarinda bisa dilakukan dengan kombinasi dua cara pengendalian
yaitu sistem bayar di tempat dengan menggunakan karcis dan sistem
berlangganan yang dibayar per waktu tertentu. Penggunaan alat
pengendalian parkir yang lain seperti parking meter, kupon, kartu/disk dan
lain sebagainya dianggap kurang cocok untuk diterapkan di Samarinda.
Penggunanaan metode – metode ini dianggap kurang cocok diterapkan di
43
Samarinda karena metode tersebut membutuhkan kematangan sosial
budaya masyarakat dan penegakan hukum yang tegas.
7. Penyelenggaraan pengendalian parkir melalui mekanisme kerjasama
operasional (KSO) dengan pihak ketiga masih mungkin untuk diterapkan di
Kota Samarinda berdasarkan Peraturan Daerah no. 13 tahun 2011 tentang
Retribusi Jasa Umum.
Rekomendasi
44
2. Berdasarkan produk hukum turunan ini maka pihak Dinas memiliki
dasar hukum untuk menetapkan dan membuat petunjuk pelaksanaan
(juklak) dan petunjuk teknis (juknis) mulai dari perencanaan sampai
dengan evaluasi dan monitoring pemungutasn retribusi parkir sebagai
penjabaran dari Standard Operational Procedure (SOP) yang telah
ditetapkan sebelumnya. Jika diperlukan pihak Dinas/pemerintah kota
juga dapat membentuk lembaga pengawas external seperti Lembaga
Sosial Masyarakat (LSM) dan komponen masyarakat lainnya.
3. Melakukan studi untuk mengkaji wacana penambahan personil
lapangan (juru parkir) dan pengawas, mengoptimalkan kelengkapan
sarana dan prasarana pengelolaan parkir agar dapat menunjang
pengawasan penyelenggaraan pemungutan retribusi, termasuk
menentukan titik efisiensi anggaran yang dibutuhkan bila scenario ini
dilakukan.
4. Mengefektifkan pola pengendalian pemungutan retribusi parkir
dengan menghitung potensi pada setiap lahan parkir, melakukan
pembinaan intensif terhadap juru parkir tidak resmi untuk dapat
dirangkul menjadi tenaga resmi, serta mensosialisasikan kembali
penggunaan karcis parkir kepada masyarakat sebagai salah satu
mekanisme kontrol dalam pemungutan retribusi parkir.
5. Mempertimbangkan penggunaan kombinasi metode berlangganan
untuk kendaraan tertentu dan sistem bayar di tempat dalam proses
pengumpulan retribusi parkir tepi jalan sehingga pencapaian target
yang telah ditetapkan dapat tercapai.
45
yang bermuara pada ketertiban kota (social benefits). Berangkat dari dua
kebutuhan inilah maka rasional dari dibentuknya peraturan daerah tentang
retribusi parkir disandarkan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Samarinda No.
13 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum, pengendalian parkir tepi jalan bisa
dilaksanakan melalui mekanisme kerjasama dengan pihak ketiga dengan
mempertimbangkan hal – hal berikut:
46
ini seperti bekerja sama dengan pihak kepolisian, organisasi
kemasyarakatan, dan/atau aparat keamanan seperti koperasi
angkatan darat dan lain sebagainya.
REFERENSI
Peraturan Daerah Kota Serang No. 16/2008 tentang Retribusi Jasa Umum
Peraturan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.5 tahun 1999 tentang
perparkiran
47
Warpani. S, 1990. Merancang Sistem Pengangkutan, ITB Bandung
48