Anda di halaman 1dari 48

Laporan Penelitian Mandiri Kerjasama

Kajian Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Melalui Retribusi Parkir


di Kota Samarinda

Oleh:
Muliati, SE., MSc

Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman


2014

1
Daftar Isi
PENDAHULUAN...................................................................................................................... 3
Latar Belakang .................................................................................................................. 3
Identifikasi Masalah.......................................................................................................... 5
Tujuan penelitian ............................................................................................................. 6
METODOLOGI PENELITIAN .............................................................................................. 7
Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................................................... 7
Sumber Data ..................................................................................................................... 7
Metode Analisis ................................................................................................................ 7
Tahap Kegiatan ................................................................................................................ 9
STUDI PUSTAKA ................................................................................................................ 11
Parkir Dalam Sistem Transportasi .................................................................................. 11
Pengertian Dasar ............................................................................................................ 12
Jenis Parkir...................................................................................................................... 12
Metode pengendalian parkir ......................................................................................... 15
Alat Pengendali Parkir.................................................................................................... 16
HASIL KAJIAN.................................................................................................................... 22
Gambaran Umum Kota Samarinda ............................................................................... 22
PAD Kota Samarinda ..................................................................................................... 23
Efektivitas pengumpulan PAD ....................................................................................... 28
Retribusi Parkir Kota Samarinda .................................................................................... 29
Efektivitas Pengumpulan Retribusi Parkir .................................................................. 29
Potensi retribusi parkir ............................................................................................... 33
Kondisi Existing Parkir Tepi Jalan di Samarinda ........................................................... 39
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI................................................................................ 42
Kesimpulan ..................................................................................................................... 42
Rekomendasi .................................................................................................................. 44
REFERENSI ........................................................................................................................... 47

2
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 mengenai
Pemerintah daerah maka pemerintah daerah memiliki kesempatan untuk
mengelola sendiri kekayaan sumber daya yang dimiliki dengan merujuk pada
peraturan pemerintah yang lebih tinggi dan bersifat closed list, yang artinya
daerah harus menyesuaikan pajak dan retribusi yang dipungut berdasarkan
perundangan yang telah ditetapkan. Dengan aturan ini diharapkan pemerintah
daerah dapat mengatur dan dan mengelola Pendapatan Asli Daerah mereka
sendiri dan mampu meningkatkan kemampuannya dalam menyelenggarakan
urusan daerah.
Komponen utama dalam pendapatan asli daerah adalah penerimaan
yang berasal dari komponen pajak dan retribusi daerah. Dalam undang –
undang, pajak daerah didefinisikan sebagai kontribusi wajib kepada daerah
yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah
bagi kemakmuran rakyatnya. Sedangkan retribusi adalah pungutan sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin yang disediakan dengan imbalan
yang diteruma langsung oleh penggunanya. Retribusi daerah dinyatakan
bersifat memaksa dan menimbulkan sanksi yang diatur dalam bentuk kebijakan
daerah dalam bentuk peraturan daerah. Paksaan disini bersifat ekonomis dalam
arti siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintahan, tidak
dikenakan biaya tersebut.
Sebagai mana diketahui perparkiran merupakan masalah yang sering
dijumpai dalam sistem transportasi perkotaan, tak terkecuali di Kota Samarinda.
Masalah perparkiran tersebut sangat mempengaruhi pergerakan kendaraan,
dimana kendaraan yang melewati tempat-tempat yang mempunyai aktifitas
tinggi, laju pergerakannya akan terhambat, lebar efektif jalan akan berkurang

3
dan dengan sendirinya menurunkan kapasitas ruas jalan sebagai akibat dari
kendaraan yang parkir di tepi jalan. Ketiadaan fasilitas parkir (pelataran atau
gedung) di kawasan tertentu dalam kota, menyebabkan badan jalan menjadi
tempat parkir. Pada umumnya kendaraan yang parkir di badan jalan berada
sekitar tempat atau pusat kegiatan seperti: perkantoran, sekolah, dan pusat
kegiatan ekonomi atau pusat perdagangan. Bertambahnya pemanfaatan badan
jalan sebagai fasiliatas parkir on-street salah satunya adalah akibat dari
pelebaran ruas jalan dan perubahan arah arus lalu lintas pada kawasan tertentu.
Keberadaan parkir tepi jalan (on-street parking) ini diusahakan sedemikian rupa
dan pelaksanaannya secara legal telah diatur melalui Peraturan Daerah No. 13
tahun 2011 tentang retribusi jasa umum. Pada era otonomi daerah hal demikian
sangat wajar karena pemerintah daerah telah diberi keleluasaan untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri serta diharapkan mampu
mengelola dan memaksimalkan sumber daya yang ada di daerah untuk
kelangsungan dan kemajuan daerahnya sendiri. Meskipun payung hukum
pelaksanaan pungutan retrubusi parkir sudah ada, sayangnya selama ini retribusi
parkir belum dapat berfungsi secara optimal.
Sebagai salah satu sumber pendapatan daerah Kota Samarinda retribusi
dari sisi parkir, secara khusus parkir on – street, belum mampu memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan
dalam artian belum mencapai target pendapatan yang ditetapkan. Oleh
karenanya perlu adanya usaha intensif untuk lebih mempercepat peningkatan
pendapatan melalui usaha yang sah, salah satunya adalah dengan melakukan
inovasi dalam mengelola potensi parkir tepi jalan.

Berdasarkan data di Samsat Kota Samarinda, setiap tahun pertumbuhan


kendaraan bermotor meningkat rata – rata 10% baik kendaraan roda dua
maupun roda empat. Di tahun 2009 jumlah kepemilikan kendaraan pribadi
tercatat sebesar 48.668 unit, sedangkan di tahun 2010 mengalami peningkatan

4
menjadi 54.573 unit kendaraan. Di tahun 2011 terjadi penurunan signifikan
dimana jumlah total kendaraan roda empat dan roda dua di Samarinda tercatat
sebanyak 13.053. Peningkatan jumlan kepemilikan kendaraan ini juga dapat
dilihat dari tingginya konsentrasi kegiatan pada tempat-tempat tertentu sebagai
akibat dari pertumbuhan ekonomi yang relatif cepat disertai pertambahan
jumlah penduduk yang relatif tinggi. Hal ini tentu saja merupakan sumber
potensial bagi pemasukan pendapatan pemerintah pada pos retribusi parkir
apabila pemerintah daerah bisa melayani kebutuhan sarana dan prasarana
termasuk fasilitas parkir. Pemanfaatan aset jalan yang dipergunakan untuk
fasilitas parkir on-street perlu dikelola seoptimal mungkin.

Kendala pengelolaan parkir sering terjadi terutama karena adanya selisih


yaitu perbedaan potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi
parkir pada saat operasional di lapangan. Salah satu fungsi dari manajemen
pengelolaan parkir on-street adalah dengan menekan selisih atau tingkat
perbedaan potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir
tersebut. Hal ini penting dilaksanakan guna memaksimalkan kinerja
perparkiran. Konsekuensi logis terhadap hal tersebut adalah perlunya diadakan
langkah awal melalui analisis potensi dan realisasi penerimaan pendapatan
retribusi di sektor parkir on-street. Sehubungan dengan hal ini maka analisis
mengenai potensi dan realisasi parkir menjadi sangat penting sebagai dasar
penentuan kebijakan perparkiran tepi jalan sehingga usaha penggalian potensi
PAD guna meningkatkan penerimaan dari sektor perparkiran dapat terlaksana
dengan baik sehingga penelitian mengenai peningkatan Pendapatan Asli Daerah
Kota Samarinda dari sektor perparkiran perlu dilaksanakan.

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah:

5
1. Bagaimana kontribusi retribusi parkir terhadap pendapatan asli daerah di
Kota Samarinda?
2. Bagaimana potensi dan realisasi penerimaan pendapatan asli daerah dari
sektor perparkiran on – street di Kota Samarinda?
3. Bagaimana efektivitas penerimaan retribusi parkir Kota Samarinda?
4. Bagaimana mekanisme pengawasan penyelenggaraan retribusi parkir
oleh Dinas Perhubungan di Kota Samarinda?
5. Bagaimana perumusan strategi pengelolaan parkir on – street dalam
meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah dari sektor
perparkiran?

Tujuan penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang dikemukakan di atas maka tujuan
penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui kontribusi retribusi parkir terhadap pendapatan asli daerah


di Kota Samarinda
2. Mengetahui potensi dan realisasi retribusi parkir on – street di Kota
Samarinda
3. Mengetahui efektivitas penerimaan retribusi parkir Kota Samarinda
4. Mengetahui mekanisme pengawasan penyelenggaraan retribusi parkir
oleh Dinas Perhubungan di Kota Samarinda
5. Mengetahui strategi pengelolaan parkir on – street dalam meningkatkan
penerimaan pendapatan asli daerah dari sektor perparkiran

6
METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian


Kajian peningkatan pendapatan asli daerah Kota Samarinda dari sektor
perparkiran ini dilaksanakan dalam kurun waktu 4 (empat) bulan terhitung
mulai bulan Juni sampai dengan bulan September 2013 mulai dari persiapan
hingga selesainya penulisan laporan.

Sumber Data
Kegiatan penyusunan laporan membutuhkan ketersediaan data primer dan
sekunder yang memadai. Data primer merupakan data yang diambil langsung
di lapangan melalui pengamatan dan wawancara kepada objek penelitian.
Sedangkan data sekunder merupakan data yang terkait dengan topik kegiatan
dalam bentuk tertulis/cetak berupa laporan, buku, jurnal dan lain sebagainya
dan diperoleh melalui studi dokumentasi yang ada di instansi yang terkait
dengan kegiatan. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan pada
berbagai publikasi yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah seperti Dinas
Perhubungan, Badan Pusat Statistik, dan Dispenda. Adapun data yang
diperlukan antara lain:
a. Kondisi umum wilayah
b. Kondisi geografi, demografi dan sosial ekonomi masyarakat
c. Laporan target dan realisasi PAD, secara spesifik adalah laporan target dan
realisasi penerimaan dari retribusi parkir tahun 2001 - 2011
d. Laporan perkembangan jumlah kendaraan tahun 2001 – 2011
e. Dokumen tentang standar operasional prosedur pengawasan perparkiran on
– street yang berlaku

Metode Analisis
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah
dibaca dan diinterpretasikan. Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode analisis diskriptif melalui analisis dokumen dan

7
telaah kuantitatif dengan data sekunder mengukur fenomena penelitian
menggunakan rasio keuangan daerah untuk memperoleh gambaran mengenai
mekanisme penerimaan daerah dari retribusi parkir. Analisis diskriptif dilakukan
untuk mengetahui bagaimana standard operational procedure (SOP) yang
berlaku dalam pelaksanaan pemungutan retribusi parkir dan mengetahui
strategi yang tepat dalam pelaksanaannya. Sedangkan telaah kuantitatif
diperlukan untuk mengetahui:
a. Kontribusi retribusi parkir terhadap pendapatan asli daerah Kota Samarinda.
Hal ini dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut:
𝑥
𝐾𝑟𝑝 = 𝑥 100%
𝑦
dimana:
Krp = kontribusi retribusi parkir terhadap PAD
x = realisasi retribusi parkir
y = realisasi penerimaan PAD

b. Potensi retribusi parkir on – street Kota Samarinda dapat didekati dengan


formulasi:
𝑃𝑟𝑝 = 𝐾𝑀 𝑥 𝑇𝑜 𝑥 𝑇𝑟 𝑥 𝑝
dimana:
Prp = potensi parkir dihitung berdasarkan jumlah kendaraan
KM = jumlah kendaraan
To = masa pergantian rata-rata
Tr = tariff menurut peraturan pemerintah daerah
p = peluang parkir

sedangkan angka realisasi diperoleh dari laporan yang dikeluarkan oleh


pemerintah daerah Kota Samarinda.

8
c. Efektivitas penerimaan retribusi parkir Kota Samarinda diperoleh dengan
membandingkan target penerimaan retribusi parkir dengan potensi melalui
rumus berikut:
𝑝𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟
𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 100%
𝑝𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑟𝑒𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟

Adapun indikator efektivitas penerimaan retribusi parkir didasarkan pada


Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 690.900.327 tahun 1996 yang
tertuang dalam tabel berikut:
Tabel.1. Kriteria efektivitas retribusi parkir
Persentase Kriteria Efektivitas
Efektivitas
>100% Sangat efektif
90 – 100% Efektif
80 – 90% Cukup efektif
60 – 80% Kurang efektif
<60% Tidak efektif

Tahap Kegiatan
Tahapan kegiatan dalam penelitian ini disusun sebagai berikut :
a. Persiapan
Tahapan ini bertujuan untuk koordinasi, penyiapan personil,
penyelesaian administrasi termasuk penyusunan proposal
b. Pengumpulan data
Tahapan ini bertujuan untuk mengumpulkan data yang diperlukan
sehubungan dengan kegiatan ini baik berupa data primer maupun data
sekunder
c. Pengolahan dan analisis data

9
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah lebih lanjut dikompilasi
dan dianalisis. Teknik pengolahan datanya disesuaikan dengan jenis data
yang dkumpulkan.
d. Penyusunan laporan akhir
Tahapan ini merupakan kegiatan penulisan laporan hasil penelitian yang
telah dilakukan. Draft laporan ini sifatnya sementara artinya baik format
penulisan maupun isi laporan masih memungkinkan terjadi perubahan
tergantung dari masukan yang diperoleh dalam seminar
e. Seminar laporan akhir
Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh masukan bagi perbaikan draft
laporan akhir penelitian

10
STUDI PUSTAKA

Parkir Dalam Sistem Transportasi


Pada dasarnya sistem transportasi terbagi atas 3 elemen utama yaitu
kendaraan, prasarana lintasan dan terminal. Lalu-lintas berjalan menuju suatu
tempat tujuan dan setelah mencapai tempat tersebut kendaraan membutuhkan
suatu tempat pemberhentiaan. Tempat pemberhentian tersebut kemudian
disebut sebagai ruang parkir. Agar sistem transportasi kendaraan menjadi lebih
efisien maka pada tempat-tempat yang dianggap dapat membangkitkan
pergerakan perjalanan harus menyediakan fasilitas pelayanan yang memadai.
Bertambahnya jumlah penduduk dan semakin meningkatnya kepemilikan
kendaraan akan menimbulkan meningkatnya permintaaan jalan untuk
menampung kegiatan lalu lintas. Penyediaan tempat-tempat parkir di pinggir
jalan pada lokasi jalan tertentu baik di badan jalan maupun dengan
menggunakan sebagian dari perkerasan jalan mengakibatkan turunnya kapasitas
jalan, terhambatnya arus lalu lintas dan penggunaan jalan menjadi tidak efektif
(Pusdiklat Direktorat Jendral Perhubungan Darat: 1995,8).
Penyediaan fasilitas parkir juga dapat berfungsi sebagai salah satu alat
pengendali lalu lintas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka pada
kawasankawasan tertentu dapat disediakan fasilitas parkir untuk umum yang
diusahakan sebagai suatu kegiaatan usaha yang berdiri sendiri dengan
memungut bayaran. Fasilitas tersebut dapat berupa gedung parkir dan taman
parkir. Penyediaan fasilitas parkir ini dapat pula merupakan penunjang kegiatan
ataupun bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pokok misalnya gedung
pertokoan ataupun perkantoran.

11
Pengertian Dasar
Parkir adalah keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang bersifat
sementara (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1996, 1). Selain Pengertian di
atas beberapa ahli memberikan definisinya tentang parkir, yaitu :
1. Semua kendaraan tidak mungkin bergerak terus, pada suatu saat ia harus
berhenti untuk sementara waktu (menurunkan muatan) atau berhenti
cukup lama yang disebut parkir (Warpani,1992;176).
2. Jangka waktu parkir (parking duration) adalah lama parkir suatu
kendaraan untuk satu ruang parkir (Edward,1992;176)
3. Parkir adalah memangkalkan / menempatkan dengan memberhentikan
kendaraan angkutan orang/barang (bermotor/tidak bermotor) pada
suatu tempat parkir dalam jangka waktu tertentu.

Berdasarkan dari definisi-definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan


bahwa parkir adalah suatu keadaan tidak bergerak sutau kendaraan bermotor
atau tidak bermotor yang dapat merupakan awal dari perjalanan dengan
jangka waktu tertentu sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya yang
membutuhkan suatu areal sebagai tempat pemberhentian yang diselenggarakan
baik oleh pemerintah maupun pihak lain yang dapat berupa perorangan
maupun badan usaha.

Jenis Parkir
Lalu-lintas baik yang bergerak pada suatu saat akan berhenti. Setiap perjalanan
akan sampai pada tujuan sehingga kendaraan harus diparkir. Sarana perparkiran
merupakan bagian dari sistem transportasi dalam perjalanan mencapai tujuan
karena kendaraan yang digunakan memerlukan parkir. Menurut
penempatannya, sarana parkir ini pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi
(Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998) :
1. Parkir di jalan (on street parking)

12
Parkir di tepi jalan umum adalah jenis parkir yang penempatannya di
sepanjang tepi badan jalan dengan ataupun tidak melebarkan badan
jalan itu sendiri bagi fasilitas parkir. Parkir jenis ini sangat
menguntungkan bagi pengunjung yang menginginkan parkir dekat
dengan tempat tujuan. Tempat parkir seperti ini dapat ditemui
dikawasan pemukiman berkepadatan cukup tinggi serta pada kawasan
pusat perdagangan dan perkantoran yang umumnya tidak siap untuk
menampung pertambahan dan perkembangan jumlah kendaraan yang
parkir. Kerugian parkir jenis ini dapat mengurangi kapasitas jalur lalu
lintas yaitu badan jalan yang digunakan sebagai tempat parkir. Parkir
jenis ini terdiri dari:
a. Parkir di daerah perumahan
Akibat dari terus meningkatnya volume kendaraan di jalan serta
hambatan yang diakibatkan oleh parkir kendaraan seperti
terganggunya kelancaran lalu lintas dan penurunan kelas jalan,
hampir pada setiap pusat kota kebijaksanaan mengenai perparkiran
mutlak diperlukan. Dalam sistem parkir di perumahan, sebenarnya
terdapat disbenefit/kerugian dari berjejernya parkir disepanjang
trotoar jalan, namun hal tersebut tertutupi dengan berkurangnya
kecepatan kendaraan akibat keberadaan parkir di jalan tersebut yang
secara tidak langsung akan meningkatkan keselamatan bagi penghuni
di sekitar jalan tersebut. Terlebih lagi di perumahan di pinggiran kota
dimana masih tersedia ruang untuk parkir, dan parkir di jalan pun
dapat dilakukan. Namun pada daerah pemukiman yang berada
dekat dengan pusat kota, kontrol tersebut tetap diperlukan jika
kondisi transportasi tetap efektif. Terdapat dua cara kontrol terhadap
sistem parkir ini yaitu parkir gratis bagi penghuni (dengan
menempelkan tanda tertentu yang dapat berupa stiker dan

13
ditempelkan di kendaraan) dan bayaran dengan kartu yang dicap
harian/bulanan.
b. Parkir di pusat kota, tidak dikontrol (uncontrolled)
Pada parkir jenis ini terdapat 4 macam alternatif cara parkir
kendaraan yaitu:
i. Paralel terhadap jalan
ii. Tegak lurus terhadap jalan
iii. Diagonal atau membentuk sudut terhadap jalan
iv. Di tengah jalan yang cukup lebar, baik secara diagonal maupun
tegak lurus
terhadap jalan.
Sampai dengan saat ini nampaknya parkir paralel dirasakan paling
tepat karena selain tidak terlalu banyak memakan tempat untuk
manuver juga jauh lebih sedikit mengambil lebar jalan dan kecil
kemungkinan menyebabkan kecelakaan.
c. Parkir di pusat kota, terkontrol (controlled)
Ada tiga jenis metode kontrol yang dapat dipergunakan oleh
perencana transportasi, yaitu :
i. Pembatasan waktu parkir
ii. Disc/card parking
iii. Parking meter
2. Parkir di luar jalan (off street parking)
Untuk menghindari terjadinya hambatan akibat parkir kendaraan di
jalan maka parkir kendaraan di jalan maka parkir di luar jalan / off street
parking menjadi pilihan yang terbaik. Terdapat dua jenis parkir di luar
jalan, yaitu :
i. Pelataran parkir

14
Pelataran parkir di daerah pusat kota sebenarnya merupakan suatu
bentuk yang tidak ekonomis. Karena itu di pusat kota seharusnya
jarang terdapat peralatan parkir yang dibangun oleh gedung-gedung
yang berkepentingan, dimana masalah keuntungan ekonomi dari
parkir bukan lagi merupakan suatu hal yang penting.
ii. Gedung parkir
Saat ini bentuk yang banyak dipakai adalah gedung parkir bertingkat,
dengan jumlah lantai yang optimal 5, serta kapasitas sekitar 500
sampai 700 mobil. Terdapat dua alternatif biaya parkir yang akan
diterima oleh pemakai kendaraan, tergantung pada pihak pengelola
parkir, yaitu pihak pemerintah setempat menerapkan biaya nominal
atau pemerintah setempat menyerahkan pada pihak operator
komersial yang menggunakan biaya struktural. Biasanya pemerintah
lokal mengatasi defisit parkir di luar jalan tadi dengan Dana Pajak
(Rate Fund) atau dari surplus parkir meter. Berbeda dengan pihak
swasta yang terlibat dalam properti, pihak swasta yang terlibat dalam
bisnis perparkiran ini tidak menerima subsidi dari pemerintah
sehingga tidak ada cara lain untuk tetap dapat berbisnis di bidang ini
dan mendapatkan profit. Hal inilah yang perlu mendapatkan
pengawasan dari pemerintah dalam pelaksanaannya, sebab
penerapan tarif oleh pengelola yang tujuannya adalah untuk
mendapatkan keuntungan akan menerapkan tarif yang lebih tinggi
dari tarif yang seharusnya. Hal ini tentu akan merugikan masyarakat
sebagai pengguna jasa parkir dan mengurangi kenyamanan dalam
penggunaannya.

Metode pengendalian parkir


Pengendalian parkir bertujuan untuk menyeimbangkan antara penawaran
dan permintaan parkir dan merupakan jawaban dari masalah keterbatasan

15
lahan parkir di daerah perkotaan. Untuk mengatasi keterbatasan lahan parkir
maka yang dilakukan adalah mengendalikan permintaan dan bukan
memperbesar penawaran. Pengendalian permintaan ini dapat berupa
pembatasan ruang dan waktu parkir yang dikombinasikan dengan kebijakan
parkir progressive berdasarkan waktu. Lebih lanjut, pengendalian parkir dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
1. Pembatasan lokasi/ruang parkir. Biasanya hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengendalikan arus lalu lintas kendaraan tertentu,
membebaskan suatu daearh tertentu dari parkir di badan jalan agar lalu
lintas kendaraan tidak terhambat.
2. Pembatasan waktu parkir pada jam – jam tertentu dapat dilakukan pada
jam – jam sibuk di ruas jalan yang padat sehingga parkir tidak
menganggu kelancaran lalu lintas.
3. Penetapan tariff parkir secara progresif berdasarkan waktu. Hal ini
dilakukan untuk membatasi durasi parkir di tempat – tempat yang
tingkat turn over parkirnya tinggi.
4. Pembatasan waktu parkir untuk kendaraan tertentu
5. Pembatasan terhadap akses parkir untuk jenis kendaraan tertentu

Alat Pengendali Parkir


Pembatasan parkir dengan cara mengendalikan parkir melalui kebijakan
ruang, waktu dan biaya dilakukan dengan beberapa alat, seperti:
1. Karcis
Parkir dengan sistem karcis sudah banyak diterapkan di Indonesia.
Khususnya pada lokasi parkir khusus seperti bandara, pusat perbelanjaan atau
pusat kegiatan tertentu bahkan di kantor perusahaan swasta yang menyediakan
lahan parkir untuk umum. Sistem karcis digunakan untuk mencatat identitas
kendaraan dan waktu masuk kendaraan tersebut ke areal parkir. Tarif parkir
dengan sistem karcis ini biasanyanya ditetapkan dengan tariff dasar dan tariff

16
tambahan persatuan waktu. Makin lama kendaran parkir maka tariff parkir
yang diterapkan juga semakin tinggi. Sistem ini disamping menghasilkan uang
untuk pengelola parkir juga bermanfaat dari sisi keamanan yaitu untuk
mencegah pencurian kendaraan. Dari pengendalian penggunaan kendaraan
pribadi sistem karcis lebih dapat diandalkan untuk memaksa pengguna
kendaraan pribadi untuk tidak berlama-lama parkir dan kontribusi terhadap
pajak daerah menjadi lebih jelas. Namun sayangnya metode ini kurang bisa
dilaksanakan untuk parkir di tepi jalan karena tidak efisien, dan sistem karcis
tetap bisa digunakan sebagai bukti pembayaran dan kontrol/pengawasan.

2. Kupon
Sistem pengendalian parkir yang diterapkan di beberapa negara lain adalah
dengan menggunakan kupon. Beberapa negara seperti Singapura dan Amerika
Serikat telah menerapkan sistem kupon untuk pengendalian parkir. Kupon
dijual pada counter milik pemerintah atau instansi yang mengelola parkir
dengan kapasitas tertentu. Kupon parkir didesain dengan bentuk tertentu yang
dapat dilubangi dengan tangan apabila pemilik kendaraan memarkir
kendaraannya di area wajib kupon. Pemilik kendaraan harus meletakkankan
kupon yang telah dilubanginya di atas dashboard kendaraan agar terlihat oleh
petugas yang sewaktu-waktu datang memeriksa. Penerapan sistem ini tentunya
memerlukan kesadaran dan kerjasama yang baik dari pemilik kendaraan
disamping penegakan hukum yang tegas dan sanksi yang jelas. Metode ini bisa
diterapkan untuk pengendara kendaraan mobil penumpang yang parkir di tepi
jalan, sedangkan untuk kendaraan roda dua penerapannya akan sulit karena
kendala hujan, hilang dan sebagainya.

3. Parking meter
Parkir meter adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur waktu
lamanya suatu kendaraan parkir di suatu lokasi. Alat ini biasanya dipasang pada

17
lokasi parkir di pinggir jalan. Pemilik kendaraan diwajibkan untuk menekan
tombol kapan waktu dimulainya parkir dan setelah selesai parkir maka pemilik
kendaraan wajib menekan kembali tombol berakhirnya waktu parkir. Alat ini
akan menunjukkan besarnya biaya parkir yang harus dibayar oleh pemilik
kendaraan yang langsung dimasukkan kedalam alat parkir meter tersebut. Alat
ini sangat membutuhkan kesadaran dan penegakan hukum yang tegas bagi
pelanggarnya. Karena alat ini diletakkan di pinggir jalan tanpa ada penjagaan
petugas. Jenis lain dari alat ini, mengharuskan pemilik kendaraan menentukan
lamanya waktu parkir dengan memasukkan koin ke dalam alat. Pada jam yang
ditentukan alat akan membunyikan alaram otomatis menandakan waktu parkir
telah habis. Apabila alaram berbunyi dan pemilik kendaraan belum
memindahkan kendaraanya atau memasukkan koin baru, maka bila ada patroli
petugas si pemilik kendaraan akan dikenakan sanksi berupa tilang. Parking
meter membutuhkan kesadaran dan kedisiplinan pengguna jasa parkir serta
sanksi tegas dari pihak pengelola parkir bila terjadi pelanggaran. Alat
pengendali parkir jenis ini dirasa kurang cocok untuk diterapkan di Kota
Samarinda mengingat situasi sosial budaya masyarakat yang belum matang dan
kesadaran masyarakat yang kurang dalam mentaati hukum/aturan.

4. Surat ijin parkir perumahan/kantor


Untuk mengendalikan parkir disuatu perumahan atau perkantoran dapat
diterbitkan ijin khusu parkir berbentuk kartu parkir. Hal ini untuk mencegah
masuknyankendaraan lain kewilayah parkir tersebut. Disamping alasan
keamanan, pengaturan ini juga mempunyai tujuan untuk mengendalikan parkir
selain pemilik kartu karena keterbatasan ruang parkir yang tersedia.

5. Sistem kartu dan disk

Sistem kartu dan disk pada prinsipnya sama dengan sistem karcis. Namun sistem
kartu atau disk ini tidak perlu diganti pada setiap parkir. Beberap negara seperti

18
Australia, Uni Emirat Arab, dan Jerman menerapkan sistem kartu parkir yang
dapat diisi ulang dan kreditnya akan berkurang setiap kali parkir. Pada
umumnya sistem kartu atau disk tidak mengatur waktu lamanya parkir. Namun
dengan kecanggihan teknologi saat ini dapat diatur berapa lama seorang parkir
sehingga pulsa yang terdapat dalam kertu tersebut akan berkurang lebih
banyak.

6. Parkir elektronik
Parkir elektronik adalah system pengaturan keluar masuknya parkir dengan
menggunakan peralatan elekronik yang pasang pada kendaraan maupun pada
pintu masuk parkir (parkir gate). Sistem ini sangat praktis dan tidak
membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Gate keeper biasanya dilengkapi
dengan palang yang dapat turun naik secara otomatis. Alat yang dipasang pada
dashboard kendaraan akan memberikan sinyal kepada alat pemantau utama
pada gate parkir. Palang akan terbuka secara otomatis apabila kendaraan
mendekati gate parker. Selanjutnya alat pemantau akan me-record identitas
kendaraan termasuk waktu masuk kendaraan ke lokasi parkir. Begitu juga pada
saat keluar dari areal parkir, palang akan terbuka secara otomatis dan alat
pemantau akan mencatat waktu keluar kendaraan dan menghitung lamanya
parkir serta tariff yang dikenakan pada kendaraan itu. Alat pemantau pada gate
keluar akan mengurangi pulsa kartu parkir yang ada pada kendaraan secara
otomatis. Alat pengendali parkir jenis ini membutuhkan lokasi khusus yang
diperuntukkan untuk parkir sehingga dirasa kurang tepat untuk diterapkan pada
parkir di tepi jalan.

7. Parkir Berlangganan

Beberapa kota di Indonesia pernah dan ada yang masih menerapkan system
parkir berlangganan. Sistem ini mengatur mekanisme pembayaran retribusi
parkir selama setahun atau waktu – waktu tertentu melalui pembayaran pajak

19
kendaraan. Kendaraan yang telah membayar parkir berlangganan selama satu
tahun akan dipasangi stiker di kaca depan kendaraan, sehingga terlihat oleh
juru parkir. Kendaraan yang telah dipasangi stiker parkir berlangganan tidak
diwajibkan membayar retribusi parkir. Sistem ini mengharuskan setiap juru
parkir digaji secara bulanan oleh unit pengelola parkir. Sistem ini sebenarnya
cukup bagus diterapkan disuatu kota karena dapat meningkatkan pendapatan
asli daerah (PAD) secara signifikan. Sebagai contoh kota Palembang,
berdasarkan perhitungan kasar, dengan jumlah kendaraan bermotor ±
400.000 unit akan menghasilkan PAD sekitar Rp. 20 milyar pertahun. Angka ini
jauh lebih besar dari PAD sekarang dari sektor parkir yang berkisar antara Rp.
3-5 Milyar. Namun penerapan sistem ini banyak menghadapai kendala di
lapangan antara lain, sulitnya kantor Samsat (sistem administrasi satu atap)
untuk diajak kerjasama memungut parkir berlangganan ini melalui pembayaran
pajak kendaraan bermotor. Di lain pihak sistem ini mendapat protes dari juru
parkir atau kelompok – kelompok yang merasa telah memiliki lahan parkir
tersebut sejak lama. Sudah menjadi rahasia umum terkadang lahan parkir yang
padat sering diperjualbelikan atau dipindah tangankan kepada orang lain.
Berbeda dengan Kota Palembang, Kota Balikpapan juga menerapkan sistem
berlangganan untuk jenis kendaraan roda empat atau lebih. Mekanisme
pembayaran dilakukan setiap enam bulan sekali dan secara signifikan mampu
meningkatkan perolehan PAD dari sektor retribusi parkir tepi jalan.

8. Kunci Roda

Kunci roda (wheel lock) adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk
memberikan pinalti terhadap pelanggar parkir. Dalam beberapa kasus
pelanggar parkir sulit untuk ditindak karena mobil yang diparkir ditempat yang
salah langsung ditinggal oleh pemiliknya. Kadang terjadi apabila ada patroli
petugas yang menggingatkan agar pengemudi memindahkan kendaraannhya,

20
pengemudinya malah pura-pura tidak tahu atau menghilang. Kota Palembang
adalah kota pertama di Indonesia yang menerapkan ketentuan kunci roda yang
diatur dalam Peraturan Derah nomor 4 tahun 2002 dan direvisi dengan Perda
No. 1 Tahun 2009 yang mengatur ketentuan denda sebesar Rp. 100.000,- bagi
setiap pelanggar parkir yang terkena kunci roda. Apabila sampai batas waktu
tertentu kendaraan yang telah dikunci rodanya tidak ditanggapi oleh
pemiliknya maka kendaraan tersebut dapat diderek ke poll pelanggaran lalu
lintas milik Dinas Perhubungan kota Palembang. Sejauh ini sistem kunci roda
cukup efektif dan memberikan efek jera bagi para pelanggar ketentuan parkir
khusunya di badan atau bahu jalan. DKI Jakarta juga telah menerapkan sistem
ini pada tahun 2008 yang lalu, namun masih belum efektif dilaksanakan.

9. Derek
Di Singapura, Malaysia dan negara-negara Eropa sering dipasang rambu
derek pada jalan-jalan tertentu. Maksudnya pada jalan tersebut diterapkan
ketentuan larangan parkir dan apabila dilanggar maka kendaraan anda akan
diderek. Apabila terkena derek maka pemilik kendaraan harus membayar
denda pelanggaran dan biaya derek yang cukup besar. Cara ini sebenarnya
cukup efektif untuk menertibkan pelanggar parkir on street hanya saja
terkendala oleh jumlah kendaraan derek yang dimiliki oleh instansi yang
bertanggung jawab yaitu Dinas Perhubungan. Ketentuan penderekan kendaraan
sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993.

21
HASIL KAJIAN

Gambaran Umum Kota Samarinda


Kota Samarinda merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Timur memiliki
luas sekitar 718 km2 dan secara astronomis terletak di antara 00'19'02"
“00'42'34" Lintang Selatan dan 117' 03'00" - 117* 18'14" Bujur Timur. Sebagian
besar wilayah Kota Samarinda merupakan dataran dengan ketinggian 0 - 200
meter di atas permukaan air laut dengan iklim tropis basah, hujan sepanjang
tahun dan suhu udara antara 24o – 32oC. Rata-rata curah hujan di kota ini
adalah 162 mm, dengan kelembaban udara rata-rata 82,7%. Kota Samarinda
memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Utara: Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara
b. Selatan: Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara
c. Barat: Kecamatan Tenggarong Seberang dan Muara Badak di Kabupaten
Kutai Kartanegara
d. Timur: Kecamatan Muara Badak, Anggana, dan Sanga-Sanga di
Kabupaten Kutai Kartanegara

Populasi penduduk Kota


Samarinda berdasarkan hasil
pendataan/SP 2010 tahun 2010
mencapai 726.223 jiwa, dengan tingkat
kepadatan, 1011.45 jiwa/km2 dan laju
pertumbuhan penduduk per tahu
sebesar 3.36%. Secara administrasi
pemerintahan Kota Samarinda
dikepalai oleh walikota yang juga
membawahi koordinasi atas wilayah,
administrasi Kecamatan yang dikepalai
oleh Camat. Jumlah Kecamatan yang ada di Kota Samarinda sebanyak 6
22
Kecamatan yaitu Samarinda Utara, Samarinda Ulu, Sungai Kunjang, Palaran,
Samarinda Ilir dan Samarinda Sebarang. Adapun penyebaran penduduk Kota
Samarinda dapat dilihat pada diagram berikut:
Diagram.1. Distribusi penduduk

Kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan


Samarinda Utara dengan prosentase penduduk sebesar 28%, diikuti oleh
Kecamatan Samarinda Ulu dan Samarinda Ilir sebesar 17%. Selanjutnya
distribusi penduduk Samarinda sebesar 16% terdapat di Kecamatan Samarinda
Seberang dan Sungai Kunjang dengan prosentasi sebesar 15%. Sementara itu
Kecamatan Palaran memiliki penyebaran penduduk yang paling kecil yaitu
sebesar 7%.

PAD Kota Samarinda


Pendapatan asli daerah secara umum terdiri dari penerimaan dari pajak,
retribusi yang meliputi retribusi jasa umum, jasa usaha dan perizinan tertentu,
hasil perusahaan milik daerah (perusda) dan lain-lain pendapatan yang sah.
Secara nasional di tingkat propinsi, dari keempat komponen PAD ini pajak
daerah memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 84.25%. Kondisi ini
mencerminkan bahwa sektor pajak telah digali secara intensif dan memiliki
peran yang besar dalam penyelenggaraan pembangunan di propinsi. Namun
bila dibandingkan dengan data nasional di tingkat kabupaten/kota, komponen

23
pajak dan retribusi memberikan kontribusi yang hampir seimbang, yaitu sebesar
41% dan 37% untuk masing-masing komponen. Rendahnya kontribusi pajak
ini dikarenakan sistem perpajakan yang dianut oleh Indonesia merupakan
sistem self assessement sehingga pembayaran pajak sangat tergantung pada
kepatuhan dan kejujuran masyarakat dalam membayar pajak mereka. Lebih
lanjut, kepatuhan membayar pajak masyarakat Indonesia masih rendah (12%)
bila dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN yang mencapai angka
25% dan hal ini ditengarai disebabkan oleh objek pajak yang relative kecil dan
prosedur pembayaran pajak yang rumit (Halim,2004). Namun angka-angka ini
agak sedikit berbeda bila kita analisa berdasarkan data tahun 2006 sampai
dengan 2011, dimana secara umum kontribusi pajak daerah terhadap PAD
hanya mencapai 35%, retribusi sebesar 27.9%, hasil perusahaan daerah dan
kekayaan daerah yang dipisahkan tercatat 7.5% dan lain – lain PAD yang sah
mencapai angka 29.5%.

Sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 struktur PAD Kota
Samarinda didominasi oleh pos pajak daerah (43.8%), diiukuti oleh retribusi
(32.2%), Lain-lain pendapatan daerah yang sah (19.1%), dan pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan (4.7%). Komponen pertama dari PAD adalah
pajak daerah yang terdiri dari 7 (tujuh) sub pajak yaitu Pajak Hotel, Restoran,
Hiburan, Reklame, Penerangan Jalan, Pengambilan Bahan Galian C, Parkir dan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pajak yang terakhir
disebutkan merupakan pajak yang baru dialihkan dari pusat berdasarkan UU
No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sampai dengan tahun
2010, besarnya kontribusi pajak daerah ini disumbang oleh tingginya tingkat
kolektibilitas pada komponen pajak penerangan jalan yaitu sebesar 65%.
Tingginya penerimaan dari pajak penerangan jalan tidak terlepas dari
meningkatnya penggunaan listrik oleh masyarakat dan sistem penarikan yang
efektif (bersamaan dengan saat pembayaran rekening listrik) sehingga sub pajak

24
ini memiliki ‘daya paksa’ yang sangat tinggi. Bila dilihat ke belakang, sejak
tahun 2007-2010 penerimaan pajak penerangan jalan juga mengalami
peningkatan yang signifikan. Hal ini dikarenakan semakin tingginya jumlah
permintaan sambungan listrik oleh masyarakat seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi dan pembangunan di Samarinda
sehingga pada akhirnya turut mempengaruhi penerimaan di sektor pajak.
Namun memasuki tahun 2011, terjadi pergeseran kontribusi dominan pajak dari
Pajak Penerangan Jalan menjadi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Komponen kedua dari Pendapatan Asli Daerah adalah retribusi yang


terdiri dari 3 (tiga) jenis yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan
Retribusi Perizinan Tertentu. Pada pos Retribusi Daerah, kontribusi terbesar
terhadap PAD Kota Samarinda diperoleh dari komponen Retribusi Perizinan
Tertentu dengan sumbangan sebesar 57.75% dengan porsi terbesar berasal dari
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Sama halnya dengan Pajak
Penerangan Jalan, tingginya komponen retribusi ini juga merupakan imbas dari
kebijakan daerah yang mewajibkan pengurusan IMB dalam mendirikan
bangunan, selain merupakan cerminan dari tingginya dinamika penduduk dan
ekonomi di Kota Samarinda.

Komponen ketiga PAD Kota Samarinda adalah Hasil Pengelolaan


Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Komponen ini terdiri atas Bagian Laba Atas
Penyertaan Modal pada Perusahaan Milik Daerah, yaitu Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD)/BanKaltim. Sampai
dengan tahun 2011, komponen ini didominasi oleh bagian laba penyertaan
modal pada Bank Kaltim dan berkontribusi sebesar 4.8% terhadap
pembentukan Pendapatan Asli Daerah Kota Samarinda.

Komponen terakhir dari keempat kompenen PAD Kota Samarinda


adalah Lain-lain Pendapatn Asli Daerah yang sah yang meliputi Hasil Penjualan

25
Kekayaan Daerah Yang Tidak Dipisahkan, Penerimaan Jasa Giro, Penerimaan
Deposito, dan Penerimaan Lain – lain seperti denda, Hasil Temuan BPK dan
lain – lain. Kontribusi komponen ini sampai dengan tahun 2011 tercatat sebesar
19.10%, dan merupakan komponen ketiga terbesar pembentuk PAD Kota
Samarinda. Berikut disajikan kontribusi masing – masing pos Pendapatan Asli
Daerah Kota Samarinda dari tahun 2007 – 2011.

Tabel.2. Kontribusi komponen PAD Kota Samarinda 2007-2011 (%)

Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Samarinda 2012, diolah


Berdasarkan data yang tersedia, sepanjang tahun 2007 sampai dengan
2011 perolehan Pendapatan Asli Daerah Kota Samarinda cendurung fluktuatif.
Berikut adalah struktur dan perkembangan PAD Kota Samarinda tahun 2007 –
2011 disajikan dalam grafik di bawah ini:

Grafik.2. Trend Komponen PAD Kota Samarinda

26
Sumber: data diolah

Grafik perkembangan PAD di atas diketahui bahwa dari tahun ke tahun


komponen pajak mengalami peningkatan yang siginifikan dan melonjak drastis
di tahun 2011 yang tercatat sebesar Rp. 109.428.925.935,39 dimana
sebelumnya hanya sebesar Rp. 59.154.890.462,73. Kenaikan perolehan pajak
daerah ini merupakan imbas dari pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB) yang di tahun – tahun sebelumnya merupakan pajak
pusat. Sama halnya dengan pajak daerah, perolehan retribusi Kota Samarinda
juga mengalami peningkatan pendapatan sampai dengan tahun 2010, namun di
tahun 2011 retribusi mengalami penurunan dari Rp. 51.263.819.346, 34
menjadi Rp. 48.807.626.632,27 di tahun 2011. Sepanjang tahun 2007 sampai
dengan 2009, pos Kekayaan Daerah yang Dipisahkan cenderung tidak
mengalami perubahan yang signifikan walaupun di tahun 2009 terjadi kenaikan
yang cukup besar dari Rp.3.753.502.921,33 di tahun 2007 menjadi Rp.13.
184.846.889,50 di tahun 2009. Tetapi di tahun 2010 dan 2011 pos ini
mengalami penurunan hampir setengah dari perolehan di tahun 2009 yaitu
sebesar Rp. 7.074.771.231,70. Berbeda dengan pos Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan, pos Lain – lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah justru mengalami

27
kenaikan di tahun 2011, meningkat tajam dari Rp. 11.456.706.943,22 menjadi
Rp. 23.502.055.734,12.

Efektivitas pengumpulan PAD


Efektivitas pengumpulan PAD dihitung berdasarkan rasio realisasi dan target
pendapatan asli daerah setiap tahun observasi dengan mengacu pada
kepmendagri no. 690.900.327 tahun 1996 tentang pedoman penilaian dan
kinerja keuangan. Melalui kepmendagri ini kemampuan efektivitas keuangan
daerah otonom dikategorikan dalam lima tingkat efektivitas, yaitu:

Tabel.3. Efektivitas keuangan daerah otonom


Kemampuan keuangan Efektivitas
Sangat efektif >100%
Efektif 90 – 100%
Cukup efektif 80 – 90%
Kurang efektif 60 – 80%
Tidak efektif < 60%
Sumber: depdagri

Kondisi faktual tingkat efektifitas PAD Kota Samarinda dapat disimak


dalam tabel berikut:

Tabel.4. Efektifitas PAD Kota Samarinda 2007-2011 (%)

TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011

PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) 110 98 103 86 103

Pajak Daerah 99 104 106 96 108


Retribusi Daerah
96 115 131 73 102
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan 90 45 175 55 61

Lain-lain pendapatan daerah yang sah 139 89 49 183 107

Rerata 107 90 113 99 96


Sangat
Kriteria Sangat efektif Efektif efektif Efektif Efektif
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Samarinda 2012, diolah

28
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel di atas secara keseluruhan
efektifitas pengumpulan PAD di Kota Samairnda boleh dikatakan tidak
mengalami fluktuasi yang berarti dimana hampir sepanjang tahun observasi
efektivitas pengumpulan PAD menunjukkan efektivitas yang tinggi. Secara
agregat PAD tertinggi Kota Samarinda dicapai pada tahun 2007 yaitu sebesar
110%, sedangkan angka terendah dicapai di tahun 2010 yaitu sebesar 86%.
Tingginya efektivitas pengumpulan PAD ini tentu patut mendapat apresiasi
karena merupakan hasil kerja keras dan tingginya komitmen dari dinas – dinas
yang bertugas dan mengumpulkan PAD, namun demikian ada kemungkinan
faktor – faktor lain yang menyebabkan penetapan target selalu tercapai/lebih
antara lain rendahnya penetapan target sehingga realisasi cenderung menjadi
terlalu mudah. Secara parsial tingkat efektifitas PAD berdasarkan urutan
tertinggi rata – rata komponennya berturut-turut adalah Pajak Daerah (103%:
sangat efektif), Retribusi Daerah (103%: sangat efektif), Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan (85%: cukup efektif) dan Lain-Lain
Pendapatan Daerah Yang Sah (114%: sangat efektif).

Retribusi Parkir Kota Samarinda

Efektivitas Pengumpulan Retribusi Parkir


Sepanjang masa pengamatan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011
retribusi parkir di Samarinda ternyata belum pernah mencapai target yang
ditetapkan bahkan mengalami penurunan capaian secara drastis di tahun 2008.
Namun demikian, retribusi parkir tercatat sedikit demi sedikit mengalami
kenaikan meskipun masih jauh dari angka capaian yang disasar. Berikut adalah
visualisasi target dan realisasi parkir Kota Samarinda selama tahun 2007 – 2011.

29
Grafik.3. Target dan realisasi retribusi parkir

Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Samarinda 2012, diolah

Efektivitas pemungutan retribusi parkir dapat diketahui dengan


membandingkan antara realisasi penerimaan retribusi parkir dengan target
retribusi yang telah ditetapkan. Selain itu, efektivitas pemungutan retribusi
parkir bisa juga diketahui dengan membandingkan realisasi penerimaan retribusi
parkir dengan potensi retribusinya. Berdasarkan targetnya, efektivitas retribusi
parkir dapat dihitung dengan formula:

𝑟𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑒𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟


𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥100%
𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑟𝑒𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟

Untuk mengetahui tingkat efektivitas retribusi parkir dari tahun 2007 sampai
dengan 2011 jika dihitung berdasarkan target dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel.5. Efektivitas retribusi parkir


Tahun Target Realisasi Efektivitas
(Rp) (Rp)
2007 1,300,000,000.00 688,190,000.00 53%
2008 1,300,000,000.00 224,480,000.00 17%
2009 1,300,000,000.00 364,770,000.00 28%
2010 2,000,000,000.00 353,390,000.00 18%

30
Tahun Target Realisasi Efektivitas
(Rp) (Rp)
2011 2,000,000,000.00 407,328,000.00 20%
Rerata 407,631,600.00 27%
Tertinggi 688,190,000.00
Terendah 224,480,000.00
Sumber: data diolah

Tabel di atas menunjukkan bahwa rasio efektivitas retribusi parkir sejak


tahun 2007 sampai dengan 2011 adalah tidak efektif. Jika dilihat dari target,
selama 5 tahun terakhir rata – rata realisasi retribusi parkir adalah sebesar Rp.
407,631,600.00, dengan realisasi tertinggi dicapai di tahun 2007 sebesar Rp.
688,190,000.00 atau 53% dari target yang ingin dicapai dan realisasi terendah sebesar
Rp. 224,480,000.00 atau 17% dari target capaian di tahun 2008. Untuk melihat lebih
jelas bagaimana efektivitas pemungutan retribusi parkir dapat dilihat pada grafik
berikut ini.

Grafik.4. Fluktuasi efektivitas retribusi parkir

Rasio efektivitas retribusi parkir


60%
53%
50%

40%

30%
28% Rasio efektivitas
20% 20%
17% 18%
10%

0%
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Sumber: data diolah

Untuk mengetahu laju pertumbuhan retribusi parkir Kota Samarinda


dapat digunakan formula sebagai berikut:

31
𝑋𝑡 − 𝑋𝑡−1
𝐺𝑟𝑝 = 𝑥100%
𝑋𝑡−1

dimana:

Grp : Laju pertumbuhan retribusi parkir

Xt : Realisasi penerimaan retribusi parkir tahun tertentu

Xt-1 : Realisasi penerimaan retribusi parkir pada tahun sebelumnya

Berikut adalah tabel yang menggambarkan laju pertumbuhan retribusi


parkir dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 di Kota Samarinda.

Tabel.6. Laju pertumbuhan retribusi parkir Kota Samarinda 2007 - 2011


Tahun Realisasi retribusi Perubahan Pertumbuhan
parkir (Rp) (%)
(Rp)
2007 688,190,000.00 -463,710,000.00 -

2008 224,480,000.00 140,290,000.00 -0.67

2009 364,770,000.00 -11,380,000.00 0.62

2010 353,390,000.00 53,938,000.00 -0.03

2011 407,328,000.00 - 0.15

Rerata pertumbuhan 0.02

Sumber: data diolah

Tabel di atas menunjukkan bahwa laju pertumbuhan retribusi parkir


Kota Samarinda sampai tahun 2011 hanya berkisar pada angka 2%. Selama
kurun waktu 5 tahun penerimaan dari sektor ini cenderung fluktuatif, terkadang
naik, namun di suatu titik mengalami penurunan. Misalnya di tahun 2008, laju
pertumbuhan retribusi parkir tercatat – 67% dari capaian tahun sebelumnya,
namun di tahun 2009, capaian retribusi parkir kembali meningkat sebesar 62%.
Demikian pula di periode pengumpulan retribusi tahun – tahun selanjutnya
yang terus mengalami pertumbuhan baik positif maupun negative. Namun

32
sayangnya pertumbuhan yang dicatat belum cukup tinggi untuk mencapai
target yang ditetapkan. Untuk lebih lebih memperjelas bagaimana fluktuasi laju
pertumbuhan retribusi parkir Kota Samarinda dapat dilihat pada grafik berikut.

Grafik.5. Laju pertumbuhan retribusi parkir

Laju Pertumbuhan Retribusi Parkir


2007 2008 2009 2010

0.62

0.15
-0.03
2007 2008 2009 2010

-0.67

Sumber: data diolah

Potensi retribusi parkir


Ada beberapa cara yang digunakan untuk menghitung potensi retribusi parkir,
salah satunya adalah penggunaan rumus yang diformulasi oleh Kesit Bambang
Prakosa (2005) yaitu:

𝑃𝑟𝑝 = 𝐾𝑀 𝑥 𝑇𝑜 𝑥 𝑇𝑟
dimana:
Prp = potensi parkir dihitung berdasarkan jumlah kendaraan
KM = jumlah kendaraan
To = masa pergantian rata-rata
Tr = tariff menurut peraturan pemerintah daerah

Tempat parkir yang secara acak dijadikan sampling pada penelitian ini
merupakan gabungan antara titik parkir yang dianggap potensial dan kurang

33
potensial. Yang termasuk ke dalam golongan potensial adalah di Jalan
Pahlawan Sedangkan titik parkir yang dianggap kurang potensial yaitu Jalan
Yos Sudarso. Potensi ini kemudian dikalikan dengan tariff yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Kota Samarinda berdasarkan Peraturan Daerah
No. 13 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum. Adapun besaran tariff bagi
kendaraan yang menggunakan fasilitas parkir tepi jalan yaitu sepeda motor
Rp. 1000,- sedan, minibus, jeep dan sejenisnya Rp. 2000,- dan bus, truk dan
mobil besar lainnya Rp. 3000,-. Berdasarkan hasil survey di lapangan masa
pergantian parkir diperoleh dari data berikut:

Tabel.7. Rata – rata Pergantian Parkir Motor Tahun 2012

hk hl
No. Nama Jalan 1 hk 1 hl 1 minggu
6 1
1 dr. Sutomo (kf) 1 0 6 0 6
2 P Antarasi (rm talago) 1 1 6 1 7
3 Pahlawan (ps segiri) 2 3 12 3 15
4 P Kalimantan (bakso gresik) 2 2 12 2 14
5 KH Halid (piala) 1 1 6 1 7
6 Panglima Batur (toko arjuna) 2 1 12 1 13
7 Diponegoro (arjuna baru) 2 1 12 1 13
8 Jend. Sudirman (toko aanda) 2 1 12 1 13
9 Agus Salim (toko laptop) 1 1 6 1 7
10 Yos Sudarso (gn kombeng) 1 0 6 0 6
11 M Yamin (pecel family) 2 1 12 1 13
12 Ahmad Yani (naff - daihatsu) 1 1 6 1 7
total 121
rerata/minggu 10.08333
rerata/tahun 524.3333

Sumber: data survey, diolah

el.8. Rata – rata Pergantian Parkir Mobil Tahun 2012


hk hl
No. Nama Jalan 1 hk 1 hl 1 minggu
6 1
1 dr. Sutomo (kf) 2 0 12 0 12
2 P Antarasi (rm talago) 2 1 12 1 13
3 Pahlawan (ps segiri) 1 2 6 2 8
4 P Kalimantan (bakso gresik) 2 1 12 1 13
5 KH Halid (piala) 1 1 6 1 7
6 Panglima Batur (toko arjuna) 1 2 6 2 8
7 Diponegoro (arjuna baru) 1 2 6 2 8 34
8 Jend. Sudirman (toko aanda) 1 1 6 1 7
9 Agus Salim (toko laptop) 0 1 0 1 1
10 Yos Sudarso (gn kombeng) 1 1 6 1 7
Sumber: data survey, diolah

Tabel.9. Rata – rata Pergantian Parkir Mobil Barang Tahun 2012

No. Nama Jalan 1 minggu

1 dr. Sutomo 4
2 P Antarasi 4
3 Pahlawan 4
4 P Kalimantan 4
5 KH Halid 4
6 Panglima Batur 4
7 Diponegoro 4
8 Jend. Sudirman 4
9 Agus Salim 4
10 Yos Sudarso 4
11 M Yamin 4
12 Ahmad Yani 4
total 48
rerata/minggu 4
rerata/tahun 208
Sumber: data survey, diolah
Berdasarkan tabel 7 dan 8, rata-rata pergantian parkir selama setahun
untuk sepeda motor adalah 524.333 kali, untuk mobil penumpang 424.667 kali
dan untuk mobil barang 208 kali. Kelemahan menghitung potensi retribusi
parkir dengan menggunakan jumlah kendaraan bermotor adalah tidak
mencakup kendaraan dari luar kota yang masuk ke Kota Samarinda.
Oleh sebab itu, diasumsikan kendaraan dari luar kota yang datang pada hari

35
libur tidak menggunakan fasilitas parkir di tepi jalan umum, melainkan
menggunakan fasilitas parkir di mall atau tempat perbelanjaan lainnya
sehingga uang yang mereka bayarkan masuk ke pajak parkir, bukan
pada retribusi parkir. Selain itu, karena keterbatasan waktu penelitian
perhitungan rata – rata pergantian mobil barang menggunakan asumsi
dalam satu minggu terdapat 4 (empat) mobil untuk satu jalan. Hal ini
dilakukan mengingat tidak semua ruas jalan dapat disurvey sehingga angka
pasti masa pergantian parkir untuk mobil barang tidak dapat diketahui.
Berdasarkan asumsi ini dan dengan menggunakan rumus Kesit Bambang
Prakosa diperoleh potensi retribusi parkir sebagai berikut:

Tabel.9. Potensi retribusi parkir Kota Samarinda tahun 2012

Jumlah Kendaraan Pergantian Rata-rata Tarif Potensi


No. Jenis Kendaraan
(KM) (To) (Pr) (Rp)
1 Motor 45,705.00 524.3333333 1000 23,964,655,000.00
2 Mobil 9,597.00 424.7 2000 8,151,052,000.00
3 Mobil Barang 10,502.00 208.00 3000 6,553,248,000.00
Total 38,668,955,000.00

Sumber: data primer, diolah


Potensi retribusi parkir tahun 2012 dengan menggunakan rumus Kesit
menunjukkan angka yang sangat besar, yaitu Rp 38.668.955.000,00. Angka ini
jauh dari realisasi retribusi parkir tahun 2011 yang hanya Rp 407.328.000,00
dan bahkan sulit diterima karena mencapi 20% dari realisasi Pendapatan Asli
Daerah Kota Samarinda yang mencakup seluruh penerimaan baik dari pajak,
retribusi dan penerimaan dari pos – pos lainnya. Untuk mengatasi hal ini,
maka rumus yang diformulasikan oleh Kesit ini harus dimodifikasi dengan
memasukkan peluang ke dalam perhitungan potensi retribusi parkir. Dalam
hal ini, jika kita menggunakan rumus Kesit maka seolah – olah seluruh
kendaraan yang ada parkir di tepi jalan dan sebanyak angka rata – rata

36
pergantian di Kota Samarinda. Untuk jenis kendaraan motor misalnya,
pergantian rata – rata kendaraan jenis ini adalah 524.3. Angka ini berarti
bahwa di setiap tempat parkir rata – rata pergantian motor dalam satu tahun
adalah 524 kali. Padahal dalam satu tahun belum tentu ada 45.705 unit
motor akan parkir di tempat itu. Untuk itulah maka perlu diketahui terlebih
dahulu seberapa besar peluang kendaraan parkir di suatu tempat parkir.
Peluang ini diperoleh dengan cara membagi angka pergantian rata – rata
dengan jumlah kendaraan. Dengan demikian diperoleh peluang untuk masing
– masing jenis kendaraan seperti yang terlihat di bawah ini:

Tabel.10. Peluang parkir kendaraan bermotor di Samarinda

Pergantian Rata-rata Jumlah Kendaraan Peluang


No. Jenis Kendaraan
(To) Parkir
1 2 3 2:3
1 Motor 524.3333333 45,705.00 0.0114721
2 Mobil 424.7 9,597.00 0.0442499
3 Mobil Barang 208.0 10,502.00 0.0198058

Sumber: data primer, diolah

Jumlah titik parkir untuk retribusi parkir di Kota Samarinda diketahui


sebanyak 157 titik. Karena yang menjadi objek observasi ditetapkan sebanyak 12
titik parkir maka titik parkir mewakili 145 titik parkir lain di keseluruhan lokasi
parkir di Samarinda dengan peluang per titik sebesar 0.07643 atau 7.6%.
Berdasarkan peluang ini kita dapat mengetahui seberapa besar peluang untuk
kendaraan jenis tertentu parkir di suatu titik parkir dengan cara mengalikan
peluang masing – masing jenis kendaraan dengan rasio keterwakilan titik parkir.
Untuk kendaraan jenis motor peluang rata-rata nya adalah 0.0114721 x
7.643312102 = 0.09, untuk jenis mobil adalah 0.0442499 x 7.643312102 =
0.34, sedangkan untuk jenis mobil barang peluang parkirnya adalah 0.0198058 x
7.643312102 = 0.15. Artinya, untuk satu titik parkir peluang titik tersebut

37
disinggahi kendaraan jenis motor adalah sebesar 9%, untuk mobil 34% dan
mobil barang sebesar 15%. Berdasarkan angka ini terlihat bahwa peluang
kendaraan jenis motor lebih kecil dibandingkan dengan mobil penumpang,
tetapi karena masa pergantian rata – rata motor lebih tinggi daripada mobil
dan jumlah kendaraan jenis ini sangat banyak maka potensi pendapatan yang
dapat diperoleh menjadi kurang lebih sama besarnya dengan potensi
pendapatan dari jenis kendaraan mobil penumpang. Lebih lanjut, untuk
menghitung potensi retribusi parkir berdasarkan formula modifikasi ini maka
potensi retribusi parkir Kota Samarinda diketahui sebagai berikut:

Tabel. 11. Potensi retribusi parkir Kota Samarinda, 2011


Pergantian Jumlah Peluang
No. Jenis Kendaraan tarif Potensi (Rp)
Rata-rata Kendaraan Parkir rata-rata
1 Motor 524.3333333 45,705.00 0.09 1000 2,101,340,976.65
2 Mobil 424.7 9,597.00 0.34 2000 2,756,816,985.14
3 Mobil Barang 208.0 10,502.00 0.15 3000 992,040,764.33
Total potensi 5,850,198,726.11

Sumber: data primer, diolah

Berdasarkan perhitungan potensi retribusi parkir dengan memperhitungkan


peluang diketahui bahwa pemasukan untuk PAD daerah dari pos ini menunjukkan
angka yang cukup besar bila dibandingkan dengan target yang ditetapkan oleh
pemerintah Kota Samarinda yaitu mencapai Rp. 5.850.198.726,11. Memang
terlihat fantastis, apalagi bila dibandingkan dengan realisasi retribusi parkir yang
hanya mencapai rata – rata Rp. 400.000.000,- per tahun. Namun angka ini cukup
masuk akal jika dibandingkan dengan menghitung potensi tanpa
memperhitungkan peluang yang mencapai Rp 36.668.955.000.00 dan ditunjang
dengan sarana prasarana dalam tata laksana parkir di Samarinda telah cukup
memadai.

38
Kondisi Existing Parkir Tepi Jalan di Samarinda
Pengelolaan retribusi di wilayah Kota Samarinda dikelompokkan
menjadi dua yaitu parkir di tepi jalan umum (on street parking) dan parkir di
luar tepi jalan umum (off street parking). Parkir di tepi jalan umum merupakan
parkir yang dilakukan dengan memanfaatkan tepi jalan umum sebagai media
kegiatan, sedangkan parkir di luar tepi jalan umum merupakan kegiatan parkir
khusus dengan menyediakan lahan terbuka atau gedung yang khusus dibangun
untuk menunjang usaha perparkiran.

Dalam pos di Pendapatan Asli Daerah Kota Samarinda, parkir di tepi


jalan umum merupakan sumber penerimaan bagi retribusi parkir, sedangkan
parkir di luar tepi jalan umum dikategorikan sebagai pos pajak daerah. Sampai
dengan saat ini pengelolaan pajak parkir merupakan tanggung Dinas
Perhubungan, namun dikarenakan kontribusi pajak terhadap PAD dari sektor
ini kurang optimal dan ketidak sesuaian tugas pokok dan fungsi (tupoksi)
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait maka tanggung jawab tersebut
dikembalikan kepada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) sesuai ketetapan
Undang-Undang.

Pada mulanya retribusi parkir di Kota Samarinda merupakan tanggung


jawab dari Kantor Samsat (sistem administrasi manunggal satu atap) yang terdiri
dari tiga instansi yaitu Kepolisian, Dinas Pendapatan Daerah dan Jasa Raharja.
Namun karena berbagai pertimbangan sejak tahun 2011 tanggung jawab
pengelolaan retribusi parkir dialihkan kepada Dinas Perhubungan Samarinda di
bawah koordinasi UPT parkir. Berikut adalah mekanisme pembayaran setoran
retribusi parkir yang berlaku di UPT parkir Dinas Perhubungan Kota Samarinda.

Grafik.8. Mekanisme pengawasan pelaksanaan retribusi parikir

Dinas
Kas Daerah
Perhubungan

39

Koordinator
Berdasarkan laporan dari Dinas Perhubungan saat ini sedikitnya tercatat
157 titik parkir yang tersebar di beberapa lokasi di Samarinda, dengan
koordinator dari UPT Parkir sebanyak 10 personil dan juru parkir resmi
sebanyak 100 orang. Bila dibandingkan dengan potensi parkir tepi jalan yang
ada dengan banyaknya personil juru parkir tentu saja hal ini sangat tidak
memadai. Apalagi apabila titik parkir yang dimaksud memiliki cakupan yang
luas/panjang seperti jalan – jalan di kawasan Citra Niaga atau Pasar Pagi.
Namun demikian apabila dilakukan penambahan personil juru parkir juga
dianggap kurang efisien, mengingat keberadaan para juru parkir tersebut harus
ditunjang dengan jaminan kesejahteraan, pengeluaran untuk perlengkapan juru
parkir seperti seragam, sepatu dan sebagainya. Sehingga kemungkinan biaya
yang ditanggung untuk operasional pemungutan retribusi parkir justru lebih
besar dari pendapatan yang dihasilkan. Selain minimnya personil dan juru
parkir, hal lain yang dianggap turut andil dalam masalah retribusi parkir ini
adalah ketiadaan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis)

40
sebagai penjabaran dari Standard Operational Procedure (SOP) pengawasan
retribusi parkir di tepi jalan umum. Saat ini mekanisme pengendalian parkir
dilakukan dengan cara bayar di tempat dan disetorkan ke daerah melalui
penerapan sistem setoran wajib minimum (SWM). Aturan ini berlaku baik
kepada juru parkir resmi maupun parkir tidak resmi (liar) yang beroperasi di
kawasan parkir di Kota Samarinda. Namun sayangnya baik juru parkir resmi
maupun juru parkir tidak resmi hanya membayar kewajiban minimum mereka
tanpa memperhitungkan hasil yang mereka peroleh. Terlebih lagi tidak semua
juru parkir tidak resmi bersedia ditertibkan dan dibina, apalagi diminta untuk
menyetorkan pungutan parkir mereka ke pemerintah daerah Samarinda.

Yang dimaksud dengan juru parkir resmi dalam uraian di atas adalah
juru parkir yang merupakan binaan dari Dinas dan dilengkapi dengan
perlengkapan standar seperti seragam dan memiliki karcis parkir. Dengan
demikian, juru parkir yang tidak memakai seragam bukan merupakan juru
parkir resmi yang ditugaskan oleh Dinas Perhubungan. Namun sayangnya,
keberadaan juru parkir tidak resmi ini justru jauh lebih banyak dibandingkan
dengan juru parkir yang resmi dan tidak terdata dengan baik, sehingga upaya
penertiban untuk memaksimalkan pendapatan dari sektor ini menjadi sulit
dilakukan.

Indikasi adanya ketidakefektivan pemungutan jelas terbaca dari data


penerimaan retribusi parkir, dan ditengarai disebabkan oleh beberapa faktor
teknis yang telah diuraikan di atas. Selain permasalahan teknis tersebut, UPT
Parkir Dinas Perhubungan Kota Samarinda juga menghadapi masalah non teknis
yaitu keberadaan entitas – entitas tidak resmi yang menguasai lahan – lahan
parkir tertentu di lapangan dan memungut pengendara motor dengan nominal
yang lebih besar dari aturan yang ditetapkan dalam Perda No.13/2011. Di lokasi
– lokasi tertentu eksistensi para juru parkir ‘liar’ ini cenderung intimidatif dan

41
sudah berlangsung sekian lama serta meresahkan masyarakat. Namun pihak
yang berwajib, dalam hal ini Dinas Perhubungan, sepertinya membutuhkan
bantuan dari pihak kepolisian atau aparat lain untuk menertibkan kelompok –
kelompok tidak resmi ini.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di bab sebelumnya maka
kesimpulan yang bisa diambil dari kajian tentang peningkatan pendapatan asli
daerah dari sektor retribusi parkir adalah sebagai berikut:

1. Sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 struktur PAD Kota Samarinda
didominasi oleh pos pajak daerah (43.8%), diiukuti oleh retribusi (32.2%),
Lain-lain pendapatan daerah yang sah (19.1%), dan pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan (4.7%). Sampai dengan tahun 2010, besarnya
kontribusi pajak daerah ini disumbang oleh tingginya tingkat kolektibilitas
pada komponen pajak penerangan jalan yaitu sebesar 65%. Komponen
kedua dari Pendapatan Asli Daerah adalah retribusi yang terdiri dari 3
(tiga) jenis yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi
Perizinan Tertentu. Pada pos Retribusi Daerah, kontribusi terbesar terhadap
PAD Kota Samarinda diperoleh dari komponen Retribusi Perizinan
Tertentu dengan sumbangan sebesar 57.75% dengan porsi terbesar berasal
dari Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Komponen ketiga PAD
Kota Samarinda adalah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan dengan kontribusi terhadap PAD sebesar 4.8%. Sedangkan
komponen terakhir dari keempat kompenen PAD Samarinda adalah Lain-
lain Pendapatn Asli Daerah yang Sah dengan kontribusi sebesar 19.10%.

42
2. Rasio efektivitas retribusi parkir sejak tahun 2007 sampai dengan 2011
termasuk dalam kategori tidak efektif dengan capain rata – rata sebesar
27%.
3. Berdasarkan perhitungan potensi retribusi parkir dengan memperhitungkan
peluang diketahui bahwa pemasukan untuk PAD daerah dari pos ini
menunjukkan angka yang cukup besar bila dibandingkan dengan target yang
ditetapkan oleh pemerintah Kota Samarinda yaitu mencapai Rp.
5.850.198.726,11. Sementara realisasi retribusi parkir hanya mencapai rata –
rata Rp. 400.000.000,- per tahun dari Rp. 2.000.000.000 pendapatan yang
ditargetkan.
4. Beberapa permasalahan yang saat ini dihadapi oleh Dinas Perhubungan,
dalam hal ini UPT Parkir, antara lain adalah terbatasnya personil yang
melakukan pengawasan dalam pelaksanaan parkir tepi jalan dan
banyaknya keberadaan juru parkir liar yang tidak terkoordinasi oleh Dinas
Perhubungan Kota Samarinda terutama UPT Parkir.
5. Masalah lain yang erat kaitanya dengan juru parkir liar adalah keberadaan
entitas – entitas tidak resmi yang menguasai lahan parkir tertentu
sementara pihak pengelola parkir (Dinas Perhubungan) tidak memiliki
‘kekuatan’ untuk menertibkan atau menindak individu/organisasi
masyarakat yang terlibat dalam permasalahan ini.
6. Berdasarkan studi literature yang telah dilakukan, pengendalian parkir tepi
jalan di Samarinda bisa dilakukan dengan kombinasi dua cara pengendalian
yaitu sistem bayar di tempat dengan menggunakan karcis dan sistem
berlangganan yang dibayar per waktu tertentu. Penggunaan alat
pengendalian parkir yang lain seperti parking meter, kupon, kartu/disk dan
lain sebagainya dianggap kurang cocok untuk diterapkan di Samarinda.
Penggunanaan metode – metode ini dianggap kurang cocok diterapkan di

43
Samarinda karena metode tersebut membutuhkan kematangan sosial
budaya masyarakat dan penegakan hukum yang tegas.
7. Penyelenggaraan pengendalian parkir melalui mekanisme kerjasama
operasional (KSO) dengan pihak ketiga masih mungkin untuk diterapkan di
Kota Samarinda berdasarkan Peraturan Daerah no. 13 tahun 2011 tentang
Retribusi Jasa Umum.

Rekomendasi

Berdasarkan kajian yang telah dibahas di bab – bab sebelumnya, maka


implikasi rekomendasi yang diformulasikan bagi pemangku kepentingan terkait
dibagi menjadi dua skenario, yaitu:

A. Penyelenggaraan pengendalian retribusi parkir berada di bawah


koordinasi Dinas Perhubungan Kota Samarinda
Apabila penyelenggaraan pemungutan retribusi parkir tetap
berada di bawah koordinasi Dinas Perhubungan Kota Samarinda maka
beberapa hal yang patut menjadi perhatian antara lain adalah:
1. Untuk meningkatkan penerimaan retribusi parkir di Kota Samarinda
perlu dilakukan pembenahan teknis pada pihak yang bertanggung
jawab dalam pengelolaan parkir, dalam hal ini adalah Dinas
Perhubungan terutama UPT Parkir. Pembenahan yang dimaksud
disini antara lain adalah mempercepat pembentukan produk hukum
turunan dari payung hukum yang sudah ada agar petugas yang diberi
amanat mengelola parkir memiliki pedoman yang jelas dalam
melaksanakan tugasnya, mengingat sampai saat tulisan ini dibuat
payung hukum penetapan retribusi parkir masih pada level peraturan
daerah.

44
2. Berdasarkan produk hukum turunan ini maka pihak Dinas memiliki
dasar hukum untuk menetapkan dan membuat petunjuk pelaksanaan
(juklak) dan petunjuk teknis (juknis) mulai dari perencanaan sampai
dengan evaluasi dan monitoring pemungutasn retribusi parkir sebagai
penjabaran dari Standard Operational Procedure (SOP) yang telah
ditetapkan sebelumnya. Jika diperlukan pihak Dinas/pemerintah kota
juga dapat membentuk lembaga pengawas external seperti Lembaga
Sosial Masyarakat (LSM) dan komponen masyarakat lainnya.
3. Melakukan studi untuk mengkaji wacana penambahan personil
lapangan (juru parkir) dan pengawas, mengoptimalkan kelengkapan
sarana dan prasarana pengelolaan parkir agar dapat menunjang
pengawasan penyelenggaraan pemungutan retribusi, termasuk
menentukan titik efisiensi anggaran yang dibutuhkan bila scenario ini
dilakukan.
4. Mengefektifkan pola pengendalian pemungutan retribusi parkir
dengan menghitung potensi pada setiap lahan parkir, melakukan
pembinaan intensif terhadap juru parkir tidak resmi untuk dapat
dirangkul menjadi tenaga resmi, serta mensosialisasikan kembali
penggunaan karcis parkir kepada masyarakat sebagai salah satu
mekanisme kontrol dalam pemungutan retribusi parkir.
5. Mempertimbangkan penggunaan kombinasi metode berlangganan
untuk kendaraan tertentu dan sistem bayar di tempat dalam proses
pengumpulan retribusi parkir tepi jalan sehingga pencapaian target
yang telah ditetapkan dapat tercapai.

B. Penyelenggaraan retribusi parkir oleh kepada pihak ketiga

Pada dasarnya pelaksanaan pengendalian parkir memiliki dua tujuan yaitu


peningkatan pendapatan daerah (financial benefit) dan penataan ruang publik

45
yang bermuara pada ketertiban kota (social benefits). Berangkat dari dua
kebutuhan inilah maka rasional dari dibentuknya peraturan daerah tentang
retribusi parkir disandarkan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Samarinda No.
13 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum, pengendalian parkir tepi jalan bisa
dilaksanakan melalui mekanisme kerjasama dengan pihak ketiga dengan
mempertimbangkan hal – hal berikut:

1. Melakukan pemetaan dan updating potensi pendapatan retribusi


parkir pada masing – masing titik parkir sehingga penetapan target
retribusi parkir di tepi jalan dapat disesuaikan.
2. Melakukan kajian mengenai penerapan aturan zonasi wilayah parkir
baik dari sisi implementasi tariff maupun kesiapan sarana dan
prasarana pendukung yang dibutuhkan.
3. Membuat kontrak kerja sama yang dituangkan dalam nota
kesepahaman (Memorandum of Understanding_MoU) antara
pemerintah Kota Samarinda dengan Pihak ketiga dimana pihak ketiga
memberikan jaminan target pencapaian pendapatan retribusi parkir
disesuaikan dengan potensi di masing – masing titik parkir. Dalam
dokumen ini sekaligus diatur mengenai hak dan kewajiban masing –
masing pihak termasuk konsekuensi yang harus dipatuhi apabila
pihak – pihak terkait yang dimaksud gagal memenuhi kewajiban yang
telah ditentukan.
4. Dari beberapa faktor yang menjadi penyebab kegagalan pencapaian
target di daerah – daerah yang menjadi pembanding, faktor yang
paling menonjol adalah ketidakberdayaan pengelola parkir dalam
mengatasi masalah kebocoran penerimaan yang disebabkan oleh
keberadaan juru parkir liar dan praktik premanisme yang menguasai
lahan – lahan parkir. Untuk itu perlu ada campur tangan dari pihak
yang memiliki otoritas dalam mengatasi permasalahan premanisme

46
ini seperti bekerja sama dengan pihak kepolisian, organisasi
kemasyarakatan, dan/atau aparat keamanan seperti koperasi
angkatan darat dan lain sebagainya.

REFERENSI

Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, (1996),


Pedoman Teknis dan Penyelenggaraan Angkutan Umum di Wilayah
Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur, Jakarta.

Dinas Pendapatan Daerah Kota Samarinda

Edwards, J.D. Transportation Planning Handbook, 1992. Institute of


Transportation Engineers. USA

Peraturan Daerah Kota Samarinda No. 13/2011 tentang Retribusi


Penyelenggaraan di Bidang Perhubungan Kota Samarinda

Peraturan Daerah Kota Serang No. 16/2008 tentang Retribusi Jasa Umum

Undang - Undang No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Peraturan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.5 tahun 1999 tentang
perparkiran

47
Warpani. S, 1990. Merancang Sistem Pengangkutan, ITB Bandung

48

Anda mungkin juga menyukai