Anda di halaman 1dari 12

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN

DALAM SKALA MENENGAH DI KABUPATEN SIDOARJO

(Studi di Kantor Badan Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten Sidoarjo)

Adis Ajeng Erwanda1, Isnaini Rodiyah2


Program Studi Administrasi Publik, Fakultas Bisnis, Hukum, dan Ilmu Sosial, Universitas Muhammadiyah
Sidoarjo, Indonesia
Jl. Majapahit, 666 B, Sidoarjo
Email :Adisajengerwanda@umsida.ac.id, Isnaini.umsida.ac.id

Abstrak - Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan implementasi kebijakan parkir
berlangganan di Kabupaten Sidoarjo serta faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan parkir
berlangganan di Kabupaten Sidoarjo. Metode penelitian menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan
informan. Teknik analisis data menggunakan teori Miles & Huberman yaitu pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data, dan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan parkir berlangganan
di Kabupaten Sidoarjo belum berjalan dengan efektif karena standar operasional prosedur belum dilaksanakan
dengan optimal oleh para pengawas dan jukir berlangganan; sarana dan prasarana belum memadai; serta gaji
pengawas dan jukir berlangganan yang minim. Faktor pendukung kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten
Sidoarjo yaitu adanya kerjasama dari Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) Provinsi Jawa Timur dalam rangka
pemungutan bagi hasil sebanyak 13% dari retribusi parkir berlangganan untuk kas daerah Provinsi Jawa Timur
dan memberikan sebagian tempat di Samsat untuk pemungutan retribusi parkir berlangganan sedangkan faktor
penghambat yaitu masih banyak jukir yang melakukan pungutan parkir; masih ada pihak desa yang melakukan
parkir dengan melakukan pungutan; masih banyak kegiatan parkir di tepi jalan nasional/provinsi sebab di Sidoarjo
banyak terdapat kegiatan pertokoan; serta sarana dan prasarana jukir kurang memadai. Kesimpulan pada
penelitian ini yaitu implementasi kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo belum berjalan efektif
terkait dengan standar operasional prosedur, sarana dan prasarana, dan tingkat ketaatan para jukir berlangganan.

Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Pemungutan Pajak Restora, Pajak Daerah

Abstract - This study aims to analyze and describe the implementation of a subscription parking policy in Sidoarjo
Regency as well as supporting and inhibiting the implementation of a subscription parking policy in Sidoarjo
Regency. The research method uses descriptive research with a qualitative approach. Data collection is done by
observation, interviews, and documentation with informants. Data analysis technique uses Miles & Huberman
theory, namely data collection, data reduction, data presentation, and conclusion. The results showed that the
implementation of a subscription parking policy in Sidoarjo Regency had not run effectively because the standard
operating procedures had not been implemented optimally by the supervisors and carved out a subscription;
facilities and infrastructure are inadequate; as well as the salary of supervisors and parking attendants subscribers
are minimal. Factors supporting the subscription parking policy in Sidoarjo Regency are the collaboration of
Bapenda (Regional Revenue Agency) East Java Province in the framework of revenue sharing as much as 13% of
subscription parking fees for East Java Province cash and giving a portion of places in Samsat to collect
subscription parking fees while the inhibiting factor is still many parking attendants are charging parking fees;
there are still villages that park by levies; there are still many parking activities on the edge of national/provincial
roads because there are many shops in Sidoarjo; as well as facilities and infrastructure parking attendants less
adequate. The conclusion of this study is that the implementation of a subscription parking policy in Sidoarjo
Regency has not run effectively related to standard operating procedures, facilities and infrastructure, and the level
of compliance of the parking attendants subscription

Keywords : Local Levy; Parking Levy; Parking Subscription; Public Policy Implementation

I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak, selain itu sumberdaya alam
yang dimiliki Indonesia juga melimpah. Makanan merupakan kebutuhan primer. Di berbagai masyarakat, bahan
makanan pokok memegang peranan utama dalam memenuhi kebutuhan penduduk. Restoran adalah suatu bentuk
bangunan, lambang, perusahaan atau badan usaha akomodasi yang menyediakan pelayanan jasa makanan dan
minuman yang diperuntukan bagi masyarakat umum, (Marsum, 1994). Perkembangan restoran didukung oleh
urbanisasi dan munculnya kelas menengah yang terdiri dari para profesional dan orang bisnis. Restoran pun kini
tidak hanya sebuah tempat makan, tapi juga menjadi sebuah trend bagi penikmat masakan. Dari bermacam makanan
pedas, manis hingga makanan yang vegetarian dapat bersaing di masyarakat Indonesia. Saat ini restoran di
Indonesia semakin berkembang, tidak hanya restoran yang menjual masakan yang hanya mengandalkan rasa, tetapi
juga restoran yang di-design sedemikian unik dan menarik dari segi tempat juga masakannya. Dengan demikian
masyarakatpun semakin senang untuk berwisata kuliner, serta dapat menikmati suasana keindahan design café yang
memiliki spot foto bagus.
Kota Surabaya merupakan kota metropolitan dengan banyak pengusaha makanan dan menjadi salah satu
contoh pengembangan potensi besar dalam bidang kulier, terbukti dengan banyaknya sentra kuliner yang ada di
Kota Surabaya yang terletak di pusat Kota. Selain itu Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu daerah yang ada di
Jawa Timur yang berdekatan dengan Kota Surabaya, dimana banyak penduduk hingga para pendatang yang
berdomisili di sana. Karena banyaknya potensi yang ada di Kabupaten Sidoarjo salah satunya yaitu berkaitan dengan
pekerjaan, baik usaha sendiri maupun menjadi karyawan yang membuat masyarakat semakin bertambah. Oleh sebab
itu Pemerintah Daerah harus mengatur daerah tersebut supaya memiliki daya saing yang tinggi dibandingkan dengan
daerah lain. Pemerintah Daerah harus mempunyai tempat untuk mengakomodir kegiatan serta melayani segala
kepentingan publik, melalui program yang akhir dari tujuan tersebut dapat bermanfaat untuk masyarakat daerah.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa dalam
rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi daerah
bermaksud untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan daya saing daerah, dengan
mengoptimalkan sumber dari Pendapatan Asli Daerah yang diperoleh dari pajak daerah.
Salah satu jenis pajak daerah yang dikelola oleh Pemerintah Daerah berupa pajak restoran, sesuai dengan Perda
Sidoarjo No. 8 Tahun 2010 tentang Pajak Restoran bahwa pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang
disediakan oleh restoran, sebagai fasilitas penyedia makanan dan minuman dengan dipungut biaya, dalam
kategori yang mencakup rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa
boga/catering. Untuk objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran meliputi pelayanan
penjualan makanan atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan
maupun di tempat lain (Sugiyanto, 2014). Pajak restoran sendiri merupakan salah satu penerimaan daerah yang
sistem pemungutan pajaknya menggunakan self assessment, berarti wajib pajak menghitung, membayar dan
melaporkan sendiri pajak daerah yang terutang dan bertujuan agar pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan
dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah dipahami oleh masyarakat terutama Wajib
Pajak (Mardiasmo,1994). Dokumen yang digunakan Elektronik Surat Pemberitahuan Tagihan Pajak Daerah (E-
SPTPD). E-SPTPD adalah formulir untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajak yang terutang. Adapun
ciri pemungutan pajak dengan metode self assessment adalah sebagai berikut : a.)Wajib Pajak diberi wewenang
untuk menentukan besar pajak yang terutang. b.) Wajib pajak sendiri yang melakukan penghitungan, penyetoran dan
pelaporan atas pajak yang terutang. c.) Fiskus atau petugas pajak tidak ikut campur dalam proses pemungutan pajak
tersebut tetapi hanya mengawasi.
Sesuai dengan ciri–ciri sistem tersebut, pada kenyataannya pelaksanaan self assessment wajib pajak belum
banyak yang mempunyai kesadaran dan belum semua wajib pajak mentaati peraturan yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah, sehingga pihak BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) masih mengalami kesulitan dalam
melaksanakan penagihan. Permasalahan ini juga terkait dengan pengusaha restoran/rumah makan tidak mau
menunjukkan omzet yang sebenarnya, padahal pengenaan pajak dihitung dari omzet yang dikalikan dengan tarif
yang sudah ditetapkan pada peraturan yang berlaku. Selain itu pembayaran pajak tidak menggunakan tarif, biasanya
dilanjutkan dengan tawar menawar yang akhirnya ditetapkan dengan menggunakan sistem patok harga. Persoalan
lain juga terkait dengan wajib pajak yang menunjukkan rasa enggan untuk menyetor pajak sehingga menyebabkan
tunggakan yang tinggi. Sumber : Kantor BPPD/Bidang Pengendalian (16 Oktober 2018). Pajak sebagai pemasukan
dalam Pendapatan Asli Daerah, ketika para wajib pajak mempunyai perilaku disiplin dalam menyetorkan pajaknya.
Maka otomatis Pendapatan Asli Daerah akan meningkat sebagaimana dengan pendapatan pajak dinyatakan optimal,
apabila hasil telah dicapai sesuai atau melampaui target. Sebaliknya jika para wajib pajak belum disiplin untuk
menyetorkan pajak maka akan menyebabkan penerimaan belum optimal. Berikut merupakan tabel data wajib pajak
restoran yang ada di Kabupaten Sidoarjo.
Semakin tahun jumlah restoran semakin meningkat sesuai dengan jumlah wajib pajak restoran, sehingga dapat
meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) di Kabupaten Sidoarjo. Adanya jumlah restoran yang banyak dapat
dihitung berapa wajib pajak restoran yang membayarkan pajaknya, dengan jumlah wajib pajak 616 jika di hitung
dengan omzet setiap restoran tentu perolehan pendapatan daerah akan meningkat. Oleh sebab itu pentingnya
pemungutan wajib pajak restoran sebagai salah satu penunjang dalam peningkagtan PAD Kabupaten Sidoarjo.
Sehingga semakin besar nilai PAD suatu daerah akan semakin besar anggaran pada pelaksanaan pembangunan,
sebagai biaya untuk keperluan pada pengeluaran pembangunan. Pembangunan tersebut dapat berupa fasilitas umum
seperti pembangunan jalan di beberapa desa yang rusak, jembatan yang rubuh, sekolahan, rumahsakit serta fasilitas
publik lainnya yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Dengan adanya pajak tersebut selain sebagai biaya untuk
pembangunan juga dapat mengatur pertumbuhan ekonomi sehingga masyarakat akan semakin sejahtera, pemerintah
menyadari bahwa sektor pajak dan retribusi daerah merupakan sektor penyumbang terbesar dalam peningkatan
PAD. Berikut merupakan tabel Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sidoarjo tahun 2015-2017.
Pemasukan dari pajak restoran semakin meningkat sehingga pendapatan daerah juga meningkat yang terjadi
pada setiap tahunnya yaitu tahun 2015-2017. Kenaikan tersebut sebagai penunjang untuk pemasukan Pendapatan
Asli Daerah yang nantinya digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat daerah. Dengan angka pendapatan
daerah yang di peroleh dari hasil pemungutan pajak diatas, angka sebesar ini masih bisa ditingkatkan lagi. Jika
seluruh wajib pajak restoran peduli dan disiplin dalam membayarkan pajaknya sesuai dengan omzet sesungguhnya.
Jika ditambah dengan jumlah restoran yang belum terdata di Kabupaten Sidoarjo, tentunya jumlah pendapatan akan
lebih banyak dibandingkan dengan data realisasi diatas. Peningkatan tersebut belum sesuai sebagaimana yang
diharapkan, berikut pernyataan dari Anggota Banggar DPRD Sidoarjo yaitu Agil Effendi menyatakan terdapat
potensi di Kabupaten Sidoarjo yang belum diketahui seperti halnya dengan pajak restoran, karena banyaknya sentra
kuliner yang ada di beberapa tempat atau pusat kota seperti Jalan Ponti, Pazkul (Pasar Kuliner), Jalan Gajah Mada
daerah Pagerwojo dan tempat-tempat lain. Dari banyaknya tempat kuliner yang banyak didatangi oleh masyarakat
Sidoarjo, tempat tersebut memiliki omzet ratusan juta pada tiap bulannya. Setelah melakukan sidak ke beberapa
tempat kuliner omzet warung tersebut mendapat Rp 200 juta per bulan dan penerapan pajak restoran sebesar 10%,
maka dalam setahun warung tersebut bisa memberi sumbangan PAD sebesar Rp 240 juta (Tribun, 2017).
Berdasarkan data wajib pajak restoran tahun 2015-2017 maka dapat diketahui bahwa terdapat 616 wajib pajak
yang ada di Kabupaten Sidoarjo dan dibandingkan dengan pernyataan oleh Anggota Banggar DPRD Sidoarjo yang
menyatakan, banyak sentra kuliner yang semakin meningkat dengan omzet yang besar jika dikalikan dengan jumlah
Wajib Pajak Restoran tentu akan meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Sidoarjo. Sebagaimana
beberapa sentra kuliner di Kecamatan Buduran terdapat beberapa cafe baru yang belum membayarkan pajak
restoran, oleh sebab itu peran fiskus sangat dibutuhkan untuk mendapatkan seluruh data Restoran yang ada di
Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan informasi yang di dapat bahwa ketaatan dalam pembayaran pajak terhadap wajib
pajak, dalam beberapa tahun terakhir mulai tahun 2015-2017 diketahui 55% wajib pajak restoran belum taat dan
45% untuk wajib pajak yang sudah taat. Bidang pendataan (2018). Dengan informasi yang menyatakan lebih banyak
wajib pajak yang belum taat, akan tetapi jumlah Pendapatan Daerah yang didapat dari pajak restoran yang terus
meningkat pada tiap tahunnya mulai dari tahun 2015-2017 tentu itu belum sesuai. Wajib pajak yang belum taat
dapat meningkatkan PAD pada setiap tahunnya, apalagi jika semua wajib pajak taat untuk menyetorkan pajaknya
tentu akan jauh lebih meningkat lagi pemasukan PAD Kabupaten Sidoarjo. Apabila ditambah dengan perhitungan
seluruh restoran yang belum terdata pasti PAD juga semakin meningkat, karena jumlah restoran yang ada di
Sidoarjo bisa lebih dari tabel data wajib pajak tersebut.
Selain itu perlu adanya keterlibatan pihak swasta dalam kerjasama dengan pihak BPPD (Badan Pelayanan
Pajak Daerah) Kabupaten Sidoarjo supaya dapat membantu dalam pendataan hingga proses pemungutan pajak
restoran yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Karena hingga saat ini jumlah fiskus masih kurang dibandingkan dengan
banyaknya jumlah restoran yang ada di Sidoarjo, sehingga menyebabkan fiskus tidak bisa mendata seluruh restoran
yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Hingga saat ini pihak swasta yang terlibat yaitu bank serta beberapa minimarket,
hal tersebut supaya para wajib pajak mudah untuk membayarkan pajak melalui E-SPTPD (Elektronik Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah) sehingga tidak perlu datang ke kantor BPPD dan mempermudah untuk membayar di
beberpa tempat yang sudah bekerjasama dengan pihak BPPD Kabupaten Sidoarjo. Sumber dari pendapatan pajak
restoran sangat banyak baik yang sudah taat maupun yang belum patuh dalam penyetoran pajak jika di total
keseluruhan sebagai pemasukan PAD (Pendapatan Asli Daerah) sehingga dapat meningkatkan PAD (Pendapatan
Asli Daerah) di Kabupaten Sidoarjo, akan tetapi dengan banyaknya jumlah wajib pajak restoran belum semua
terdata oleh pihak BPPD apalagi jika sudah terdata semua pasti akan menambah jumlah wajib pajak sehingga PAD
(Pendapatan Asli Daerah) akan meningkat.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana
implementasi kebijakan pemungutan pajak restoran di Kabupaten Sidoarjo. Tujuan penelitian yaitu untuk
menganalisis dan mendeskripsikan implementasi kebijakan pemungutan pajak restoran di Kabupaten Sidoarjo. Atas
dasar hal tersebut menjadikan penulis tertarik untuk mengambil judul “Implementasi Kebijakan Pemungutan Pajak
Restoran dalam Skala Menengah di Kabupaten Sidoarjo (Studi di Kantor Badan Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten
Sidoarjo)”
II. METODE PENELITIAN
3.1 Tipe dan Dasar Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti memakai metode penelitian deskriptif kualitatif yang merupakan tahapan
dalam mencari solusi dengan menyelidiki menggambarkan keadaan subyek atau objek (seseorang, lembaga,
masyarakat, dan lain-lain saat ini dan berdasarkan fakta-fakta yang terlihat dan apa adanya) (Nurwega, 2015).
Tujuan dari penelitian deskriptif kualitatif searah dengan rumusan masalah serta pertanyaan penelitian/identifikasi
masalah penelitian (Yogi, 2015). Peneliti menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dikarenakan
peneliti ingin mengetahui dan membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai
Implementasi Kebijakan Pemungutan Pajak Restoran di Kabupaten Sidoarjo.
3.2 Lokasi Penelitian
Adapun tempat yang dilakukan dalam penelitian terkait pada Implementasi Kebijakan Pemungutan Pajak
Restoran di Kabupaten Sidoarjo terletak di kantor BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Kabupaten Sidoarjo pada
Jl. Pahlawan No. 56 Kabupaten Sidoarjo atau lokasinya terletak di depan GOR (Gedung Olahraga) Sidoarjo. Selain
itu, untuk situs penelitian di beberapa restoran di Sidoarjo untuk menggali data yang diperlukan terletak di beberapa
Restoran yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut dikarenakan terdapat
permasalahan terkait dengan pembayaran pajak restoran di Kabupaten Sidoarjo, karena para wajib pajak belum taat
dalam membayar dan melaporkan pajaknya. Selain itu memiliki sumber data utama dan kelengkapan terkait dengan
permasalahan yang akan diteliti.
3.3 Fokus Penelitian
Pada hal ini diperlukan untuk membatasi studi kualitatif, membatasi dalam memilih mana data yang
relevan dan data yang tidak relevan (Rosyadi, 2014). Penelitian ini berfokus pada :
1) Implementasi Kebijakan pajak restoran dalam membayar pajak di Kabupaten Sidoarjo, sebagai berikut :
a. Komunikasi (Communication) : Dalam faktor ini terdapat dimensi yaitu : dimensi transformasi
b. Sumber Daya (Resource) : Dalam faktor ini meliputi : 1.) sumber daya manusia, 2.) sumber daya
keuangan, dan 3.) sumber daya peralatan (gedung, peralatan, tanah, dan suku cadang lain).
c. Disposisi (Disposition) : Dalam hal ini intensitas disposisi para pelaksana (implementor) dapat
mempengaruhi pelaksana (performance) kebijakan.
d. Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure) : Dalam hal ini mencakup aspek – aspek seperti 1.)
struktur organisasi, 2.) pembagian kewenangan,
hubungan antara unit – unit, dan 4) hubungan organisasi dengan organisasi luar.
2) Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan implementasi kebijakan pemungutan pajak restoran di
Kabupaten Sidoarjo.
3.4 Teknik Penentuan Informan
Pada teknik ini yang disebut informan yaitu orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi, tentang
situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Tanriono, 2015). Sedangkan untuk penentuan subyek menggunakan
teknik purposive sampling, teknik ini dengan mempertimbangkan kriteria tertentu (Sugiyono, 2011). Adapun
kriteria atau pertimbangan tertentu yang dimaksud sebagai subyek penelitian (informan) merupakan sesorang yang
posisinya mengetahui, memiliki pengalaman, dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan terkait dengan
pemungutan pajak restoran di kabupaten sidoarjo (Tanto, 2013).
Penetapan informan menggunakan teknik snowball sampling, dengan penentuan sampel pada awal
jumlahnya kecil kemudian membesar. Dapat di ibaratkan seperti bola salju pada saat menggelinding semakin lama
akan membesar. Langkah awal pada penentuan sempel dengan memilih satu atau dua orang apabila dengan jumlah
sedemikian merasa belum dapat melengkapi data maka, dapat mencari lebih dari jumlah tersebut menyesuaikan
kepada orang yang dapat mengetahui dan melengkapi data dari orang yang sebelumnya. Hal itu dilakukan
seterusnya hingga jumlah sampel semakin banyak (Sugiyono, 2011). Dengan menggunakan key informan (informan
utama) dan informan atau orang-orang yang dapat memberikan informasi dan dianggap memahami terkait dengan
pemungutan pajak restoran di Kabupaten Sidoarjo serta membantu dalam penelitian ini untuk menggali informasi
terkait dengan pokok permasalahan. Pada penelitian ini terdapat key informan dan informan, yaitu:
1. Key Informan, merupakan orang yang paling mengetahui atau paling paham terkait dengan persoalan yang
akan diteliti
2. Informan, merupakan orang yang mengetahui persoalam yang akan diteliti, diantaranya :
a. Bidang pemeriksaan, pendataan dan pengendalian
b. Para wajib pajak
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, oleh karena itu data yang didapat harus
mendalam, jelas, dan spesifik.
3.5.1 Jenis Data
3.5.1.1 Data Primer
Data yang dikumpulkan dari keadaan sesungguhnya pada suatu kejadian yang terjadi secara langsung, pada
sebuah obyek berupa dokumen asli dari pelaku yang disebut first-hand information. Dengan sumber data yang
langsung memberikan data kepada pengumpul data. Pengumpulan data diperoleh dari hasil observasi, wawancara,
dokumentasi, dan gabungan/triangulasi (Sugiyono, 2011).
3.5.1.2 Data Sekunder
Sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, dengan menggunakan data
sekunder karena mengumpulkan informasi dari data yang telah diolah oleh pihak lain (Sugiyono, 2011). Sumber
data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa studi pustaka. Contoh sumber data sekunder antara
lain : komentar, interpretasi, dan pembahasan tentang data asli.
3.5.1.3 Sumber Data
Dalam pengumpulan sumber data suatu benda, hal, orang dan tempat yang dijadikan sebagai referensi
untuk mengumpulkan data yang diinginkan sesuai dengan masalah dan fokus penelitian. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan sumber data yaitu :
1. Observasi
Merupakan pengamatan dengan sengaja dan sistematis terhadap aktivitas individu atau obyek lain
yang diselidiki (Febriani, 2013). Pengamatan dilakukan dengan menggunakan teknik observasi partisipasi
pasif. Dengan menggunakan observasi partisipan supaya data yang sudah didapat lebih komplet, mendalam
dan hingga mengetahui apa makna setiap perilaku yang terlihat.
Pada observasi partisipasi pasif, peneliti mendatangi di tempat aktivitas orang yang dipantau akan
tetapi kita tidak ikut terlibat dalam aktivitas tersebut. (Sugiyono, 2011). Hal ini dilakukan dengan
mengamati dan mencatat langsung terhadap objek, yaitu dengan mengamati aktivitas terkait dengan
implementasi pembayaran pajak restoran serta pemungutan pajak restoran. Pada observasi awal penulis
mencaritahu permasalahan yang ada pada kantor BPPD (Badaan Pelayanan Pajak Daerah) di Kabupaten
Sidoarjo, terkait dengan implemantasi kebijakan pemungutan pajak restoran di Kabupaten Sidoarjo.
2. Wawancara
Merupakan pertemuan lebih dari satu orang untuk bertukar informasi dan ide dengan berdiskusi,
pada suatu topik tertentu (Sugiyono, 2011). Teknik pengumpulan data dengan wawancara terstruktur,
artinya peneliti sebelumnya menentukan dan menyiapkan pertanyaan-pertanyan sesuai dengan
permasalahan yang akan diungkap.
Saat melakukan wawancara, peneliti membawa pedoman wawancara serta dapat dibantu dengan
alat-alat wawancara seperti buku catatan, recorder, dan camera. Dengan menggunakan peralatan akan
memudahkan untuk mendokumentasikan wawancara yang sudah dilakukan, sehingga yang diperoleh akan
diketahui sebelumnya supaya lebih lengkap dan mendalam. (Syafaat, 2014). Peneliti memilih
menggunakan indepth interview, bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang lengkap sebagian besar
berisi pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi (Datu, 2014). Cara yang digunakan peneliti agar terhindar
dari kehilangan informasi yaitu dengan meminta ijin kepada informan-informan. Dengan melakukan
wawancara kepada beberapa informan yang ada di kantor BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) terkait
dengan permasalahan yang ada pada penelitian ini, untuk mempermudah dalam mendapatkan informasi
yang berkaitan dengan implemantasi kebijakan pemungutan pajak restoran di Kabupaten Sidoarjo.
3. Dokumentasi
Merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu (Sugiyono, 2011). Dokumen dapat berupa books,
artikel media massa, note book, manifesto, peraturan Undang-Undang, notulen, blog, halaman web, foto,
dan lainnya. Jika menggunakan penelitian kualitatif, penelitilah yang menjadi instrument. Fungsi dari
human instrument, yang menetapkan fokus penelitian dengan menentukan informasi sebagai sumber data
melalui pengumpulan data yang kemudian akan di nilai kualitas data tersebut menggunakan analisis dan
menafsirkan data serta membuat kesimpulan sesuai dengan apa yang sudah ditemukan. (Triatna, 2013).
Studi dokumentasi adalah teknik untuk mengumpulkan data sebagai pelengkap pada hasil temuan
dari observasi serta wawaancara yang sudah dilakukan pada penelitian kualitatif, maka data yang didapat
dari dokumen tersebut dapat memberikan gambaran yang lengkap. (Syafaat, 2014). Dokumen yang
digunakan peneliti di sini berupa foto, gambar, serta data-data yang didapat saat melakukan observasi dan
wawancara dengan informan-informan suapaya mendapatkan hasil yang sah dan dapat dipercaya jika
didukung oleh foto, gambar, dan data. Dengan adanya dokumntasi dapat memperkuat informasi yang
berkaitan dengan implemantasi kebijakan pemungutan pajak restoran di Kabupaten Sidoarjo.
4. Studi Pustaka
Merupakan teknik yang dilakukan dengan mempelajari buku-buku referensi, laporan-laporan,
majalah-majalah, jurnal-jurnal, dan media lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian (Febriani, 2013).
Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : profil BPPD (Badan Pelayanan Pajak
Daerah), cara pemungutan pajak , jurnal-jurnal terkait dengan pemungutan pajak restoran; buku-buku
tentang (implementasi kebijakan dan perpajakan) serta artikel-artikel online tentang pemungutan pajak
restoran. untuk data yang sesuai dengan kebutuhan penulis dalam implemantasi kebijakan pemungutan
pajak restoran di Kabupaten Sidoarjo.
3.6 Teknis Analisis Data
Upaya yang dilakukan dengan mengorganisasikan data, memilah menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari atau menemukan pola, menemukan yang penting supaya dapat dipelajari, dan
memutuskan yang dapat diceritakan kepada orang lain (Mutmainah, 2013). Analisis data kualitatif dilakukan pada
pengumpulan data berlangsung dan setelah pengumpulan dalam periode tertentu (Sugiyono, 2011).
Menganalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan mendeskripsikan secara menyeluruh data
yang didapat selama proses penelitian. Aktivitas dilakukan secara interaktif dan secara terus menerus sampai tuntas.
Untuk analisis data, dengan melakukan sesuai pada apa yang dipaparkan oleh Miles dan Huberman (1984:133).
Proses analisis terdiri dari empat proses yaitu :
1. Pengumpulan Data
Dapat dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi, untuk seluruh data yang
terkumpul dari berbagai sumber tersebut dibaca, dipelajari, dan ditelaah. Analisis dilakukan sejak
pengumpulan data pada waktu di lapangan meskipun secara intensif baru dilakukan setelah pengumpulan
data berakhir. Data yang diperoleh dari observasi, wawancara, dan dokumentasi adalah data yang masih
sangat mentah, dari semua data itu dikumpulkan untuk mempermudah melakukan langkah selanjutnya
yang akan diambil oleh peneliti (Sugiyono, 2011). Penulis terlebih dahulu mengumpulkan data dengan
mencari informasi di kantor BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Kabupaten Sidoarjo, yang berkaitan
dengan implemantasi kebijakan pemungutan pajak restoran di Kabupaten Sidoarjo
2. Reduksi Data
Melakukan dengan merangkum, memilih dan membuat kategori dari data yang didapatkan melalui
sumber dengan beragam teknik pengumpulan data yang dilakukan. Dalam penelitian kualitatif, data
utamanya berupa kata-kata dan tindakan, maka penelitian tindakan proses rekrutmen dan seleksi tergolong
pada kelompok penelitian kualitatif. Dengan hal ini dapat membantu untuk memilah data yang nantinya
berkaitan dengan implemantasi kebijakan pemungutan pajak restoran di Kabupaten Sidoarjo.
3. Penyajian Data (Display Data)
Menyajikan data kualitatif sesuai dengan bentuk atau pola tertentu yang dilakukan pada bentuk
matrik, grafik, bentuk bagan, uraian singkat, network dan chart. Berdasarkan pada tiga pola yang telah
ditemukan peneliti, sudah dilengkapi dan didukung dengan data maka pola tersebut akan menjadi baku
sehingga dapat disajikan pada laporan akhir penelitian (skripsi). Pada data utama berupa kata-kata dan
perilaku melalui proses wawancara serta pengamatan pada perilaku manusia, dengan merekam dan
melakukan pencatatan, menggambil gambar atau foto. Dengan demikian untuk membantu dalam
mengatahui proses implemantasi kebijakan pemungutan pajak restoran di Kabupaten Sidoarjo.
4. Kesimpulan dan Verifikasi
Dalam mengambil kesimpulan pada analisis data kualitatif merupakan bagian dari proses
penelitian secara keseluruhan. Dengan melakukan verifikasi, peneliti dapat meninjau kembali atau
memeriksa ulang pencatatan data yang sudah diperoleh dan mengetahui maknanya terhadap data tersebut.
Kesimpulan pada penelitian kualitatif sebagai jawaban dan solusi dari rumusan masalah yang sudah
ditetapkan sebelumnya. Hal tersebut dapat berupa temuan baru, dengan memperjelas objek yang pada
awalnya belum jelas dan mencari solusi dari permasalahan. Selanjutnya data yang sudah didapat akan
dipaparkan dan di interprestasi secara detil. Supaya mengetahui implemantasi kebijakan pemungutan pajak
restoran di Kabupaten Sidoarjo.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3.1 Implementasi Kebijakan Pemungutan Pajak Restoran di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD)
Kabupaten Sidoarjo
Implementasi merupakan sebuah realisasi atau penerapan dari sebuah kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah, sedangkan tujuan dari implementasi adalah untuk mewujudkan dan menjalankan suatu kebijakan yang
telah dibuat untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dari perumusan kebijakan yang sebelumnya. Proses
implementasi tidak terlepas dari faktor yang mempengaruhi terhadap keberhasilan dari sebuah implementasi
kebijakan. Menurut Edward III 1980 (Widodo, 2017) ada empat faktor yang mempengaruhi kegagalan dan
keberhasilan implementasi kebijakan faktor tersebut, antara lain seperti komunikasi, sumber daya, disposisi dan
struktur birokrasi.

4.3.1.1 Komunikasi
a. Transmisi
Pada komunikasi transmisi diperlukan antara petugas pajak dengan wajib pajak, baik pada sosialisasi
langsung maupun tidak langsung. Pada sosialisasi langsung dengan melakukan pendekatan komunikasi antara
petugas pajak dengan wajib pajak, dengan komunikasi yang baik dapat mempermudah proses penyetoran pajak
restoran. Seperti pada wajib pajak yang tidak menyetorkan pajak sesuai dengan omzetnya, dengan perlahan petugas
pajak memberikan sosialisasi kepada wajib pajak sehingga penyampaian tersebut dapat dipahami oleh masyarakat.
Sedangkan untuk sosialisasi tidak langsung melaui media-media seperti baliho, brosur, website pemda dan media
lain sehingga, wajib pajak yang paham mengenai siapa yang membayar pajak merupakan konsumen sedangkan
wajib pajak sebagai penyetor pajak seperti pada halaman 93 yaitu gambar 4.2 tentang Brosur Pajak Restoran

Pada hasil penelitian terdapat wajib pajak yang sudah menyetorkan pajaknya sejak awal restoran tersebut
dibuka, serta restoran tersebut sudah menetapkan tax 10%, dengan pendapatan 250 sampai 300 juta perbulan.. Akan
tetapi untuk ketaatan penyetoran pajak restoran tersebut belum taat, terbukti dari penyetoran yang lebih dari
ketentuan yaitu lebih dari tanggal 10 dapat diartikan telat dalam menyetorkan pajak restoran.
a. Kejelasan
Pada hal ini tidak hanya komunikasi transmisi saja, tetapi kejelasan penyampaian pesan pada komunikasi
juga berpengaruh terhadap implementasi kebijakan pemungutan pajak restoran. dengan memberikan informasi yang
jelas dilakukan antara kepala bidang dengan anggotanya diperlukan untuk memberikan informasi yang valid sesuai
dengan tugasnya untuk menyampaikan perintah kepada semua anggota, dengan demikian informasi dapat diketahui
oleh semua pegawai pajak. Pada hal tersebut tidak hanya atasan yang memberikan informasi tetapi bawahan juga
melaporkan keadaaan dilapangan yang sebenarnya kepada atasan, dengan demikian informasi yang diterima kedua
pihak mendapatkan hasil kebenaran yang sama.

b. Konsistensi
Implementasi kebijakan pemungutan pajak di Kabupaten Sidoarjo dapat dilihat pada dimensi komunikasi
tidak hanya pada indikator transmisi dan kejelasan saja, dengan adanya konsistensi tersebut dapat mempermudah
hubungan informasi antara yang satu dengan yang lain sehingga proses pemungutan pajak restoran dapat berjalan
dengan baik. Pelaksanaan komunikasi Badan pelayanan pajak daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo melalui
konsistensi yaitu penyampaian informasi dilakukan pada masing-masing kepala bidang dengan melakukan rapat,
dengan diadakannya rapat dapat mempermudah untuk berkomunikasi supaya informasi falid dan tidak ada
miscommunication antara bidang.

Oleh sebab itu komunikasi diperlukan untuk mengetahui informasi antara bidang satu dengan yang lain
apakah sama, apabila terjadi perbedaan segera ditinjau lapangan supaya hasil informasi tersebut dapat diklarifikasi
fakta sebenarnya sehingga pada pelaksana pemungutan pajak restoran dapat berjalan dengan semestinya.
Berdasarkan pada temuan dilapangan tersebut, jika dihubungkan dengan teori komunikasi menurut Edward III
(1980) adalah kebijakan yang dikomunikasikan harus tepat supaya pelaksana bisa disiapkan serta dilakukan dengan
baik, sehingga fokus pada keberhasilan yang meliputi transmisi, maka fenomena yang ada dilapangan jika dikaitkan
dengan teori komunikasi menurut Edward III (1980).

Berdasarkan pada teori tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan pemungutan pajak
restoran di BPPD Kabupaten Sidoarjo sudah sesuai, dimulai dengan komunikasi yang dilakukan pada Badan
Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten Sidoarjo (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, pada konsistensi didukung dengan
komunikasi antara bidang sudah berjalan dengan baik. Selain itu untuk kejelasan antara dengan atasan berjalan
dengan baik, dengan saling memberikan informasi antara atasan dengan bawahan. Sedangkan dari segi transmisi
petugas pajak dengan wajib pajak yang sudah berjalan dengan baik, dengan hasil bahwa dengan melakukan
komunikasi kepada wajib pajak melalui pendekatan aktif yang dilalukan petugas sehingga wajib pajak bersedia
untuk menyetorkan pajaknya dengan taat dan dengan jumlah penyetoran yang sebenarnya, karena dengan hal
tersebut terjalinlah kerjasama yang baik antara petugas pajak dengan wajib pajak untuk penyetoran pajak restoran.

Hasil penelitian ini terdapat persamaan serta perbedaan dengan penelitian Amalia (2016) bahwa kesadaran
wajib pajak masih rendah. Oleh sebab itu membuat kontribusi para wajib pajak dalam penyetoran menjadi menurun.
Kemudian untuk perbedaanya pada penelitian Dinas Pendapatan Daerah Kota Samarinda kurang aktif dalam
melakukan sosialisasi kepada masyarakat atau wajib pajak. Dalam peneltian ini sama seperti peneliatan diatas
bahwa kontribusi, kesadaran dan tanggung jawab wajib pajak masih kurang. Sedangkan untuk Badan Pelayanan
Pajak Daerah Kabupaten Sidoarjo (BPPD, sudah aktif dalam memberikan informasi serta sosialisasi kepada
masyarakat atau para wajib pajak.

4.3.1.2 Sumber Daya

Sumber daya merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh dalam keberhasilan atau kegagalan pada
suatu implementasi kebijakan, sumber daya yang tidak mencukupi dan kurang memadai dapat menghambat proses
pelaksanaan sebuah kebijakan. Sumber daya yang dapat mempengaruhi sebuah kebijakan yaitu sumber daya
manusia, sumber daya anggaran dan sumber daya fasilitas. Untuk itu perlu adanya sumber daya yang baik supaya
dapat meningkatkan implementasi, sehingga dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

a. Staf
Untuk jumlah petugas pemungutan pajak masih mengalami kekurangan, hal tersebut terjadi karena tidak
sebandingnya antara petugas pajak dengan para wajib pajak. Karena petugas pajak hanya berjumlah 6 tim saja,
sedangkan untuk para wajib pajak berjumlah lebih dari 600 hal tersebut tentu tidak sebanding. Terjadinya hal
tersebut terkadang membuat para petugas pajak kurang terpantau restoran baru yang berada di daerah terpencil,
akhirnya data restoran tersebut tetap didapat akan tetapi dengan waktu yang sedikit lebih lama misalnya, restoran
tersebut buka pada tanggal 5 mei 2019 sedangkan pihak pajak mengetahui pada tanggal 8 mei 2019. Oleh sebab itu
mereka membutuhkan informasi melalui beberapa pihak sepeti masyarakat, para waajib pajak lain atau wajib pajak
itu sendiri dengan begitu informasi tetap didapat.

b. Fasilitas
Pada sumber daya peralatan atau fasilitas sangat diperlukan untuk memudahkan dalam memberikan
pelayanan seperti, gedung (kantor), peralatan dan dapat dilihat pada halaman 84 yaitu tabel 4.5 tentang sarana dan
prasarana. Sedangkan pada saat ini yang terdapat di Badan Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten Sidoarjo (BPPD)
yang berkaitan dengan inovasi baru yaitu dengan membuat alat yang bernama taping box, alat tersebut digunakan
untuk mencatat secara otomatis transaksi yang ada pada restoran.

Akan tetapi alat tersebut tidak semua restoran memiliki, karena keterbatasan alat sehingga hanya beberapa
restoran saja. Berikutnya untuk pembayaran pihak pajak juga membuat inovasi baru pada tahun 2017 dengan
menyetorkan ke beberapa bank yang sudah bekerjasama, karena pada saat ini sudah melakukan transaksi non tunai
atau transfer. Bank-bank yang bekerjasama dengan pihak pajak yaitu Bank Mandiri, Bank BNI dan Kantor Pos,
untuk saat ini hanya tempat tersebut yang bisa melakukan pembayaran pajak secara online.

Selain itu pada tahun 2017 bersamaan dengan pembayaran pajak non tunai atau online, juga tedapat inovasi
yang baru terkait dengan pelaporan pajak secara online. Yang dulunya bernama SPTPD (Surat Pemberitahuan Pajak
Daerah) sekarang berbasis online yaitu menggunakan E-SPTPD (Elektonik-Surat Pemberitahuan Pajak Daerah).
Dengan adanya pelaporan pajak secara online dapat mempermudah para wajib pajak untuk menyetorkan pajak,
selain itu diharapkan para wajib pajak supaya lebih tertib untuk penyetoran pajaknya karena proses penyetoran pajak
online sangat mudah.

c. Dana
Sumber daya keuangan pada hal ini mempunyai pengaruh pada pelaksanaan implementasi kebijakan,
khususnya pada pembiayaan operasional yang berkaitan dengan jenis-jenis pajak. Pada sumberdaya keuangan pihak
BPPD memperoleh anggaran untuk keperluan yang berkaitan dengan pajak yaitu didapat dari APBD Kabupaten
Sidoarjo, kemudian anggaran tersebut dikelola sedemikian untuk pemenuhan kebutuhan dari masing-masing pajak
pada saat ini pada pajak restoran. Berkaitan dengan anggaran yang berdasarkan pada kebutuhan saat ini hingga
kebutuhan yang mendatang, sedangkan yang dibutuhkan pada saat ini sebagai pengembangan dalam memanfaatkan
teknologi. Mereka sudah memilki web service, dengan adanya web tersebut dapat digunakan sebagai alat perekam
transaksi pada restoran. Sehingga anggaran tersebut bisa dipergunakan seperti kebutuhan dalam pembuatan web
service tersebut.

Menurut Edward III (1980), sumber daya merupakan salah satu yang dibutuhkan dan sangat penting,
seperti sumber daya keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya peralatan sebagai penunjang untuk
melakukan implementasi kebijakan. Jika sumber daya tersebut tidak dapat mencukupi maka kebijakan tersebut
menjadi lemah dan tidak berkembang. Jika teori tersebut dibandingkan dengan keadaan dilapangan dapat
disimpulkan bahwa belum sesuai, sumber daya manusia pada Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten
Sidoarjo (BPPD) masih belum mencukupi seperti jumlahnya disini yang tidak sebanding dengan jumlah wajib pajak
kemudian untuk pelatihan sumber daya manusia yang hanya beberapa pegawai saja.

Akan tetapi untuk sumberdaya fasilitas sudah baik terlihat dari adanya beberapa inovasi yang baru seperti,
alat pencatat transaksi yaitu tapping box, kemudian pembayaran secara transfer atau non tunai serta pelaporan pajak
secara online yaitu E-SPTPD (Elektronik Surat Pemberitahuan Pajak Daerah). Dengan adanya inovasi tersebut
memang belum optimal karena masih baru, pihak pajak akan selalu burusaha untuk meningkatkan pelayanannya.

Hasil penelitian hampir sama dengan penelitian Amalia (2016) bahwa pemerintah belum maksimal hal ini
adalah salah satu yang melatarbelakangi pihak Pemerintah Kota Samarinda dalam untuk menciptakan sistem
“online” dalam penyetoran pajak restoran agar dapat berjalan secara efisien. Namun karena kurangnya sosialisasi
tentang sistem ini maka hanya beberapa saja restoran yang menerapkan sistem ini dan restoran lain masih tidak tahu
dengan adanya sistem ini. Sedangkan dalam penelitian ini untuk penerapan dengan sistem online sudah dilakukan
oleh pihak pajak dengan melakukan inovasi-inovasi menggunakan teknologi modern, akan tetapi penerapan tersebut
belum optimal. Sedangkan untuk sumberdaya manusia masih terbatas sehingga belum maksimal juga.

4.3.1.3 Disposisi

Disposisi merupakan suatu keinginan dan memiliki kemauan serta kecenderungan para pelaku kebiajakan
untuk melaksanakan kebijakan yang ada dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Berdasarkan pada temuan
penulis, jika dihubungkan dengan teori disposisi pada implementasi kebijakan sudah sesuai dengan pendapat
Edward (dalam Widodo, 2017) yang memberikan pengertian bahwa disposisi merupakan suatu kemauan, keinginan
dan kecenderungan para pelaku kebijakan dalam melaksanakan kebijakan tersebut dengan bersungguh-sungguh,
sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan tersebut dapat terwujud.
Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus
mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. Disposisi
terdapat aspek yang mendukung yaitu komitmen pada hal ini petugas pajak bersungguh-sungguh dalam
menjalankan tugasnya untuk pelaksanaan pemungutan pajak restoran. Dapat disimpulkan bahwa teori tersebut jika
berkaitan dengan keadaan dilapangan sudah susuai, seperti dengan adanya pendaatan yang dilakukan petugas pajak
pada setiap wajib pajak supaya dapat menyetorkan pajak sebagai kewajibannya.
Pada implementasi kebijakan pemungutan pajak restoran di Kabupaten Sidoarjo berkaitan dengan disposisi,
jika dilihat dari komitmen para petugas pajak aktif dalam mendata wajib pajak yang omzetnya minimal 6 juta
keatas, untuk berkewajiban dalam mendaftar serta membayarkan pajaknya. Jika mereka tidak mendaftarkan diri,
petugas pajak dengan aktif mendata sekaligus mendaftarkannya dengan mengundang wajib pajak tersebut ke kantor
BPPD. Kecuali jika ada restoran diluar pantauan maka petugas pajak tidak dapat mendaftarkannya, apabila ada
informasi maka akan segera didatangin kemudian wajib pajak harus mendaftarkan pajaknya.
Dengan banyaknya pertumbuhan restoran-restoran di Sidoarjo sedikit demi sedikit dapat meningkatkan
jumlah pemasukan pajak di kabupaten sidoarjo, seperti didepan transmart banyak restoran yang baru. Untuk restoran
yang baru dari pihak pajak membiarkan 1 bulan untuk beroperasi. Jika omzetnya sudah mencukupi untuk
penyetoran pajak, maka akan didata kemudian harus menyetorkan kewajibannya untuk disetorkan di kantor pajak.
Sedangkan jika tidak menyetorkan pajaknya, maka akan dilakukan pemanggilan dari petugas pajak kepada wajib
pajak. Terlebih dahulu diberikan pertanyaan kenapa yang biasanya menyetorkan pajak, menjadi tidak menyetorkan
pajak. Sedangkan untuk restoran seharusnya sudah berkewajiban menyetorkan pajaknya dengan mencantumkan tax
10% kepada pelanggan atau konsumen. Karena tax 10% merupakan pajak yang harus dikumpulkan oleh wajib pajak
kemudian disetorkan kepada petugas pajak sebagai pemasukan daerah. Apabila mereka belum mencantumkan tax
10% pihak pajak memberikan pemberitahuan atau arahan supaya mereka menerapkan tax 10% kepada pelanggan.
Hasil penelitian hampir sama dengan penelitian Dea Rizky Amalia (2016), pada hasil penelitiannya masih
banyak para pemilik restoran yang terlambat dalam pembayaran pajak karena kurangnya tanggung jawab serta
kurangnya pemahaman tentang prosedur pembayaran pajak restoran. Banyaknya para wajib pajak yang tidak
menyetorkan pajaknya karena mereka beranggapan, dengan menyetorkan pajak akan mengurangi keuntungan
mereka. Akan tetapi untuk prosedur penyetoran mereka sudah paham, karena petugas pajak juga sudah memberikan
informasi kepada para wajib pajak.
4.3.1.4 Struktur Birokrasi
a. Standar Operasional Prosedur
Struktur birokrasi merupakan standar operasional prosedur dan fragmentasi kebijakan, dengan adanya hal
tersebut akan memudahkan dan menyesuaikan tindakan dari implementor kebijakan dalam melaksanakan susuai
dengan tugas serta bidangnya. Struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan pemungutan pajak restoran di
Kabupaten Sidoarjo dapat dilihat pada gambar 4.2 di halaman 72. Gambar 4.2 Struktur Birokrasi Badan Pelayanan
Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo memberikan pemahaman bahwa dalam penyelenggaraan dan penyebaran
wewenang implementasi kebijakan pemungutan pajak restoran Kabupaten Sidoarjo, wewenang yang dimiliki oleh
Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo dalam penyelenggaraan pemungutan pajak restoran.
Pada struktur birokrasi ini berkaitan pada aspek Standart Operasional Prosedur (SOP) dalam pemungutan pajak
restoran.
Karyawannya dipilih terutama berdasarkan kompetensi dan keterlatihannya. Dengan demikian berdasarkan
teori tersebut penerapan tentang masing-masing bidang sudah berdasarkan pada SOPK Badan Pelayanan Pajak
Daerah (BPPD) berkaitan dengan pengelompokan Sedangkan untuk para wajib pajak yang tidak menyetorkan pajak
dicatat kemudian untuk mereka yang sudah melaporkan tetapi tidak setor atau belum melaporkan dan belum setor,
maka akan diberikan surat kepada wajib pajak tersebut.
Kemudian petugas akan mendatangi untuk menagih pada wajib pajak. Jika tetap tidak disetorkan maka
diberikan surat teguran 1 sampai 3, kemudian baru diperiksa. Untuk sanksi yang terkait dalam menyetorkan pajak
sesuai dengan peraturan maka akan didenda 2% pada setiap bulan. Kemudian untuk permasalahan dengan
penagihan susuai dengan Undang-undang bisa sampai pada PPSTP (Penagihan Pajak dengan Surat Paksa), sehingga
bisa sampai pada penyitaan atau penyandraan. Hal itu akan terus berlangsung sampai kapanpun, akan tetapi petugas
pajak berharap jangan sampai pada tahap penyitaan itu dilakukan.
Berdasarkan pada temuan penulis, jika dihubungkan dengan teori Edward III (dalam Widodo, 2017) yang
memberikan pengertian bahwa struktur birokrasi adalah aspek-aspek yang mencakup struktur organisasi, pembagian
wewenang, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan dan hubungan
organisasi dengan organisasi luar dan sebagainya. Denagan adanya struktur birokrasi mencakup standar operasional
prosedur, dapat diambil pemahaman bahwa teori tersebut jika dikaitkan dengan keadaan dilapangan sudah sesuai
yang dilakukan oleh pegawai Pada Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.
Seperti dengan SOPK pada Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) yang sudah dilakukan oleh para
pegawai, dengan masing-masing memiliki tugas yang berbeda. Untuk penjabaran berkaitan dengan tugasnya
berdasarkan pada aturan Kasubbidnya, seperti pada penata usahaan bidang, terkait dengan penyusunan kebijakan
teknis dalam mengembangkan pajak daerahdan selanjutnya dengan melakukan pelayanan pada mutasi subjek dan
objek, untuk bidang pendataan tugasnya seperti itu. Sedangkan untuk tugas pada masing-masing anggota sudah
ditentukan yaitu tercantum pada saat melakukan perjanjian kinerja. Selain itu masing-masing pegawai selalu
berkoordinasi sesuai dengan masing-masing pegawai lain, seperti pada saat melakukan penagihan wajib pajak yang
di tagih ternyata tidak ada atau restoran tersebut sudah tutup.
b. Fragmentasi
Bidang penagihan mengkonfirmasi kepada bidang pendataan untuk membuatkan surat penutupan,
kemudian mengkonfirmasi juga kepada bidang penetapan untuk menghentikan ketetapannya karena sudah ditutup.
Selanjutnya juga di konfirmasikan kepada bidang penagihan untuk menghitung pajak terutang dari restoran tersebut
berapa, nanti akan terus dilakukan penagihan kepada wajib pajak yang bertanggungjawab tentang pajak restorannya.
Dengan demikian terjalinan koordinasi yang baik antara masing-masing bidang dengan tugasnya masing-masing
tetapi tetep saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain.
Hasil penelitian hampir sama dengan penelitian Amalia (2016) bahwa peran Dinas yang terkait dalam
memaksimalkan segala upaya yang ada untuk meminimalisir para wajib pajak yang kurang bertanggung jawab
dalam penyetoran pajak terutang. Sedangkan pada penelitian ini Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) sudah
berupaya untuk meningkatkan kesadaran kewajiban wajib pajak.

IV. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan implementasi kebijakan pemungutan pajak rstoran di
Kabupaten Sidoarjo, oleh sebab itu dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Implementasi kebijakan pemungutan pajaak restoran di Kabupaten Sidoarjo.


a. Komunikasi.
Pada proses implementasi pemungutan pajak restoran yang dilakukan oleh badan pelayanan pajak daerah
kabupaten sidoarjo bahwa sudah baik, dimulai dari dimensi komunikasi dengan adanya indikator transmisi dapat
dikatakan bahwa komunikasi tersebut baik dikarenakan informasi disampaikan melalui kegiatan sosialisasi yang
dilakukan petugas pajak untuk menyampaikan informasi kepada wajib pajak restoran sehingga dapat mempengaruhi
wajib pajak untuk menyetorkan pajaknya. Kemudian pada indikator kejelasan dalam penyampaian pesan atau
perintah kepada anggotanya, sehingga dalam pelaksanaan dapat dilakukan dengan intruksi yang sesuai. Sedangkan
untuk indikator konsistensi masing-masing perwakilan bidang melalui kepala bidang dapat mengetahui intruksi yang
dilakukan pada pembahasan rapat tersebut. Pada komunikasi pada komunikasi tersebut dimana penyampaian pesan
dari atas kebawah mendapat feedback dari bawah keatas sebagai falidnya informasi yang sesungguhnya.

b. Sumberdaya
Pada pelaksanaan implementasi kebijakan pemungutan pajak restoran dari indikator staf dapat di artikan
belum baik, karena sumberdaya manusia yang belum memadai dari segi kuantitas sumberdaya manusia. Hal tersebut
terjadi karena tidak jumlah petugas pajak yang tidak sebanding dengan jumlah wajib pajak, selain itu dengan
keterbatasan sumberdaya manusia pada petugas pajak berakibat pada kurangnya informasi untuk restoran baru,
seperti pada daerah pojokan yang lokasinya berjauhan dari pusat kota sehingga diluar pantauan petugas.
c. Disposisi
Pada dimensi disposisi komitmen para petugas pajak sudah baik, dalam melaksanakan pemungutan pajak
restoran. Petugas pajak dapat memantau wajib pajak restoran yang baru, karena informasi yang didapat melalui
masyarakat atau wajib pajak lain, karena restoran baru tersebut yang jauh dari pantauan petugas pajak. Dengan
adanya keaktifan petugas pajak dapat mendaftarkan wajib pajak serta bagi wajib pajak yang belum mendaftarkan
pajak dihimbau supaya mendaftarkan pajak. Selain itu petugas pajak juga menyarankan pada wajib pajak untuk
menerapkan tax 10% kepada konsumen restoran.
d. Struktur Birokrasi
Pada proses pennyelenggaraan implementasi kebijakan pemungutan pajak restoran di Kabupaten Sidoarjo
sudah sesuai dengan penerapan Standart Operasional Prosedur Kerja (SOPK) petugas pajak. Dimana pelaksanaan
tersebut petugas pajak aktif dalam pemeriksaan kepada wajib pajak serta memberikan sanksi yang sesuai dengan
peraturan, sampai pada tahap penyitaan maupun penyanderaan untuk wajib pajak yang tidak menyetorkan pajaknya.
Sedangkan pada aspek fragmentasi sudah berjalan baik dengan melaksanakan implementasi pemungutan pajak
restoran, sudah sesuai dengan job disk masing-masing bidang.
2. Faktor penghambat implementasi kebijakan pemungutan pajak restoran di Kabupaten Sidoarjo
Berdasarkan pada faktor penghambat pada implementasi kebijakan pemungutan pajak restoran adalah,
dengan adanya wajib pajak yang tidak mau menyetorkan pajaknya dengan omzet yang sebenarnya. Selain itu wajib
pajak yang belum taat dalam melakukan penyetoran, dikatakan belum taat karena wajib pajak tersebut menyetorkan
pajak lebih dari tanggal 10. Dengan keterlambatan penyetoran tersebut wajib pajak mendapatkan dendan 2% pada
setiap keterlambatan penyetoran pajak. Dan untuk wajib pajak yang tidak menyetorkan pajaknya maka deberi surat
peringatan 1 sampai dengan peringatan 3 hingga pada penyitaan atau penyanderaan. Selain pada wajib pajak faktor
penghambat terletak pada sumberdaya manusia yang belum memadai dari segi kuantitas yang tidak sebanding
dengan jumlah wajib pajak. Sehingga berdampak pada proses implementasi kebijakan pemungutan pajak restoran,
yang tidak semua wajib pajak bisa diperiksa oleh petugas pajak karena keterbatasan sumberdaya manusia tersebut
3. Faktor pendukung implementasi kebijakan pemungutan pajak restoran di Kabupaten Sidoarjo
Pada faktor pendukung terletak pada disposisi dimana komitmen petugas pajak untuk menjalankan
pemungutan pajak restoran dengan melakukan pendataan pada wajib pajak baru, mendaftarkan wajib pajak baru dan
mengarahkan wajib pajak baru untuk melakukan penndaftaran pajak. Jika pada struktur birokrasi yang sudah baik
dimana petugas pajak sudah menjalankan implementasi kebijakan pemungutan pajak restoran sesuai dengan
Standart Operasional Prosedur Kerja (SOPK) kantor pajak. Seperti pada penerapan sanksi denda 2% kepada wajib
pajak yang belum taat, serta ketegasan petugas pajak untuk memberikan surat peringatan dan sampai tahap
penyitaan. Selain itu pada disposisi sudah berjalan dengan baik dimulai dari pengerjaan job disk masing-masing
bidang maupun pada setiap individu.

B. Saran
Berdasarkan pada hasil penelitian pada kesimpulan tersebut, maka penulis dapat memberikan saran yang
bertujuan untuk lebih meningkatkan pelaksanaan implementasi kebijakan pemungutan pajak restoran di Kabupaten
Sidoarjo sebagai berikut :
1. Dalam implementasi kebijakan pemungutan pajak restoran di Kabupaten Sidoarjo diharapkan kepada petugas
pajak supaya lebih aktif lagi terhadap pelaksanaan pemungutan pajak restoran, supaya bisa mendapatkan data
wajib pajak baru dengan berperan aktif untuk meninjau lapangan dengan sdm yang sudah ada. Selain itu dapat
memperbanyak sosialisasi kepada wajib pajak baik secara langsung maupun tidak langsung yakni dengan
menggunakan media, seperti pada penggunaan media supaya lebih aktif karena selama ini penggunaan media
belum begitu aktif. Selain itu pada pemanfaatan fasilitas penunjang pemungutan pajak restoran supaya
dipergunakan sebaik mungkin.
2. Dalam faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan pemungutan pajak restoran di Kabupaten
Sidoarjo agar wajib pajak taat dengan peraturan yang ada, petugas pajak perlu lebih menekankan lagi kepada
wajib pajak untuk menyetorkan pajak dengan omzet sesungguhnya. Apabila tidak dilakukan dapat terkena
sanksi, supaya terdapat efek jera sehingga wajib pajak tidak mengulangi perbuatan tersebut. Selain itu untuk
wajib pajak yang belum taat sudah terkena sanksi denda 2%, dengan adanya denda tersebut petugas pajak
harus menyampaikan kepada wajib pajak supaya wajib pajak mengerti apa resikonya jika dalam keterlambatan
penyetoran pajak mendapatkan sanksi demikian.
Serta untuk mengatasi sumberdaya manusia yang belum memadai terkait dengaan kuantitas
sumberdaya manusia, bisa dilakukan perekrutan pegawai baru atau dengan mencari informasi lebih
ditingkatkan serta membuat inovasi baru sehingga implementasi pemungutan pajak restoran dapat berjalan
dengan baik. Pada pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo supaya dapat
menjalankan tugasnya sesuai dengan SOPK, dengan melakukan tindakan yang tegas kepada para wajib pajak
yang tidak menyetorkan pajaknya maupun kepada wajib pajak yang belum taat menyetorkan pajaknya. Dengan
menerapkan sanksi yang telah ada pada aturan mapupun dengan menggunkan surat sebagai teguran terhadap
wajib pajak.

v
DAFTAR PUSTAKA

Agustino , L.(2008). Dasar-dasar kebijakan publik. Bandung: Alfabeta.


Budiardjo, M. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.

Datu. (2014). Academia. Dipetik Maret 9, 2018, dari Metode Penelitian:


https://www.academia.edu/13342465/BAB-III-METODE-PENELITIAN
3.1-Metode-Penelitian

Dunn, W. N. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gajah Mada University.
Edward III, G. C. (1980). Implementing Public Policy. Washington DC: Congressional Quarterly Press.
Febriani, H. P. (2013). Undip. Dipetik Maret 9, 2018, dari Metodologi Penelitian:
eprints.undip.ac.id/40789/3/BAB_III_METODE.pdf
Fikri, Z,. (2016).” Pengaruh Pajak Hotel, Pajak Restoran, Dan Pajak Hiburan
Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Batu (Studi Kasus Pada Dinas
Pendapatan Kota Batu Tahun 2012 - 2016)” e –Jurnal Riset
ManajemenPRODI MANAJEMEN. Batu : Universitas Islam Malang.
Handoko, T. H. (2003). Manajemen Personalisa dan sumberdaya manusia. Yogyakarta : BPFE- Yogyakarta.
Karmila. (2008). Mengenal Perpajakan. Klaten : Cempaka Putih.
Mardiasmo. (2002). Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE.
Moleong, L.J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 Tentang


Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 42 tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan
Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 16 tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Kabupaten
Sidoarjo Nomor 8 tahun 2010 tentang Pajak
Restoran
Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 49 tahun 2018 tentang Tata Cara Pemungutan
Pajak Restoran.
Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 89 tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan
Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Badan Pelayanan Pajak
Daerah Kabupaten Sidoarjo.
Priono, Hero & Sugeng. (2015). Perpajakan Teori dan Aplikasi. Kediri : CV
Dinar Intermedia.
Rizky, D. A,. (2016). “Penerapan Asas Pemungutan Pajak Restoran Oleh Dinas
Pendapatan Daerah Kota Samarinda” eJournal Administrasi Negara,
Volume 4, Nomor 3, 2016: 4315 - 4328 ISSN 00000000. Samarinda :
Universitas Mulawarman
Siagian, Sondang., P, (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.

Sofyan, M,. (2016).” Sistem Pengendalian Intern Pengelolaan Pajak Restoran


Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor” Jurnal
EKSEKUTIF Volume 13 No. 1 Juni 2016. Bogor : Universitas Pancasila.
Sudrajat, H. (2005). Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah;Peningkatan
mutu pendidikan melalui implementasi KBK. Bandung: Cipta Lekas
Grafika.
Sugiyono. (2017). Metode penelitian kuantitaif kualitatif dan R&D. Bandung: Cv
Alfabeta.
Sugiyono. (2009). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugiyanto. (2014).” Implementasi Kebijakan Pelaksanaan Pajak Restoran Kota


Tanjungpinang (STUDI PADA DPPKAD KOTA TANJUNGPINANG”.
Tanjungpinang : Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Widodo, J. (2017). Analisis Kebijakan Publik. Malang : Media Nusa Creative.

Anda mungkin juga menyukai