Anda di halaman 1dari 3

Analisis Masalah Keparkiran Di Wilayah DKI Jakarta

DKI Jakarta adalah ibukota negara Indonesia. Selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga menjadi tonggak perekonomian. Dengan kecendrungan sentralisasi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, Jakarta menjadi tujuan utama para kaum urban yang mencari pekerjaan, terutama dari kota-kota penyangga Jakarta. Jumlah penduduk Jakarta sekitar 9.588.198 jiwa (2010), namun pada siang hari, angka tersebut akan bertambah seiring datangnya para pekerja dari kota satelit seperti Bekasi, Tangerang, Bogor, dan Depok. Dengan tingkat mobilitas manusia yang sangat tinggi tentu juga akan berdampak pada meningkatnya jumlah kendaraan yang berlalu-lalang di jalan-jalan ibukota. Jumlah kendaraan yang tinggi menyebabkan kurangnya lahan parkir, sehingga timbullah lahan parkir liar di pinggir jalan (on street) yang dapat menimbulkan kemacetan. Dalam konteks permasalahan kerparkiran di DKI Jakarta, kami mencoba untuk menganalisis masalah keparkiran yang terjadi, dimulai dari penyebab-penyebab hingga hal-hal yang dapat ditindak lanjuti untuk mengurang parkir liar on street. Sebab-sebab terjadinya parkir liar 1. Arus kendaraan yang berlebih Data dari kepolisian sebanyak 700.000 kendaraan setiap harinya masuk ke wilayah DKI Jakarta. Kendaraan tersebut paling banyak didominasi dari wilayah penyangga di sekitar DKI Jakarta. Dengan jumlah kendaraan yang sangat besar maka terjadi kekurangan lahan parkir. 2. Penyalahgunaan parkir on street Pada dasarnya parkir on street tidak melanggar peraturan pemerintah, karena parkir on street dikelola oleh badan yang perpanjangan tangan dari pemerintah. Atas pengguna lahan parkir di tepi jalan, pengguna wajib membayar parkir. Hal ini di atur dalam pasal 20 Peraturan Pemerintah Daerah DKI No 5 Th 1999. Namun sayangnya akibat banyaknya kendaraan yang butuh parkir menyebabkan terjadi parkir liar on street. Sesuai Peraturan Gubernur Nomor 111 tahun 2010 tentang Tempat Parkir Umum, kapasitas parkir on street hanya untuk mobil sebanyak 580 mobil, tetapi contoh kasus yang terjadi pada ruas jalan hayam wuruk dan gajah mada terjadi kapastitas berlebih yang mencapai 660 mobil dan 1.101 sepeda motor 3. Minimnya parkir off street Untuk contoh kasus di ruas jalan Hayam Wuruk dan Gajah Mada yang sangat padat dengan kendaraan yang parkir sembarangan, menurut data hanya terdapat enam tempat parkir off street. 4. Biaya parkir off street Biaya parkir off street yang mahal yaitu Rp.2000/jam, bandingkan dengan parkir on street cukup bayar Rp.1000 atau Rp.2000 tanpa mempertimbangakn lama waktu. Sesuai dengan Perda No 5 Tahun 1999, pemerintah dapat meninjau kembali besaran tarif parkir.

Hal-hal yang dapat ditindaklanjuti untuk mengurangi parkir on street 1. Penambahan fasilitas off street Guna meningkatkan fasilitas perparkiran pemerintah harus memberi insentif bagi pemilik gedung untuk menyediakan lahan parkir. Pada Perda No 6 tahun 2002 tentang perpajakan menyebutkan besaran tarif pajak parkir sebesar 20%, pemerintah dapat merevisi Perda tersebut dan melakukan pengurangan pajak sebesar 5% - 10% sebagai bagian dari insentif pemilik/pengelola gedung parkir. Selain meminjam tempat parkir yang dikelola swasta, pemerintah dapat membangun gedung parkir yang di kelola sendiri. Manurut data, Pemprov DKI setiap tahunnya menderita Rp. 800 M akibat parkir on street, denagn membangun gedung parkir pemerintah dapat menghemat hingga Rp. 205 M 2. Penggunaan Perda (RTRW) DKI 2010 2030 Perda tentang RTRW DKI 2010 -2030 sebenarnya telah disahkan namun Rencana Detil Tata Ruang (RDRT) sebagai penunjang Perda RTRW belum juga diselesaikan. Padahal nantinya dalam perda RTRW akan dijelaskan konsep trotoar tanpa kendaraan yang melintas dan parkir. Hal ini semakin memperjelas fungsi trotoar sesuai yang tertera pada UU no 22 tahun 2009 pasal 45 ayat 1 tentang LLAJ. 3. Penindakan tegas bagi yang parkir sembarangan Salah satu pasal yang dengan jelas melarang untuk parkir sembarangan adalah pasal 106 ayat 4 huruf e yang berbunyi setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan berhenti dan parkir. Adapun jika melanggar pasal tersebut akan dikenai kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak 250 ribu. Untuk semakin mempertegas hukuman tersebut pemerintah dapat membuat pasal-pasal penunjang atau merevisinya dan mengganti hukumannya dengan yang lebih berat. Masalah-masalah perparkiran harus menjadi perhatian serius pemangku wilayah. Pemecahan yang tepat dan cermat tentu akan menjadi solusi jangka panjang dan tidak meninggalkan bom waktu. Semua berbalik kepada masyarakat dan pemerintah untuk bisa bekerja sama menyelesaikan secara cerdas dan sehingga tidak menimbulkan masalah.

Referensi
Tobing, David. 2007. Parkir dan Perlindungan Konsumen. Jakarta: Timpani Agung http://m.jpnn.com/news.php?id=95124 diakses tgl 1 Maret 2012 jam 21.00 http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/72136 diakses tgl 1 Maret 2012 jam 21.15 http://rinaldiqinchi.blogspot.com/2010/06/fasilitas-parkir-menurut-uu-no-22tahun.html?zx=3f5e0413e6f0ede6 diakses tgl 1 Maret 2012 jam 21.17 http://organisasi.org/pajak_parkir_perda_no_6_tahun_2002_provinsi_dki_jakarta_peraturan_pajak_perpa jakan_pemerintah_daerah_pemda_ilmu_pajak_fiskal diakses tanggal 1 Maret jam 21.30 http://www.palangparkir.co.id/pelihara-parkir-on-street-pemprov-dki-rugi-rp-800-mtahun/ diakses tanggal 1 Maret 2012 jam 21.32 http://www.kbr68h.com/berita/daerah/12468-bedakan-tarif-parkir-di-luar-dan-dalam-gedung diakses tanggal 1 Maret jam 21.40 http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/71457 diakses tanggal 1 Maret jam 21.41

Anda mungkin juga menyukai