Anda di halaman 1dari 9

RANTAI PASOK PAKAN TERNAK (VEGETABLE PROTEIN)

KELOMPOK 2/G1

Manayse Yusuf T (D14160001)


Mauli Diningrum (D14160006)
Nur Aisyah D.S. (D14160017)
Dyvanka Pramudya (D14160030)
Dede Merisa (D14160040)
Reka Pury Haryanti (D14160043)
M Imam Agus Faisal (D14160046)
Sri Maulidah R (D14160058)
Umar (D14160086)

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management/SCM) mencakup keseluruhan


koordinasi dan integrasi dari aliran barang dan uang dari semua pelaku usaha yang terlibat dalam
keseluruhan rantai pasok. Menurut Emhar et al. (2014), Hubungan antarbagian dalam manajemen
rantai pasok berperan terhadap nilai pengangkutan barang, keterkaitan yang tidak berjalan dengan
baik akan mengganggu keefektifan keseluruhan rantai pasok (Janvier, 2012). Dalam penerapan
manajemen rantai pasok harus memperhatikan aliran barang/produk, aliran jasa, dan aliran
informasi. Paling tidak ada enam hal yang harus diperhatikan, yaitu: (1) Apakah aktivitas yang
dilakukan menghasilkan nilai tambah; (2) Bagaimana atau dimana peranan jasa pelayanan di setiap
mata rantai pasok; (3) Apa dan siapa yang menentukan harga; (4) Hubungan kesepadanan diantara
tiap pelaku usaha dalam rantai pasok; (5) Bagaimana nilai tambah yang tercipta di tiap simpul itu
didistribusikan secara adil di antara pelaku rantai pasok; dan (6) Siapa saja pemeran atau penentu
utama dalam rantai pasok.
Dengan melakukan pengukuran kinerja memungkinkan dapat melakukan perbaikan kinerja
rantai pasok sehingga dapat dioperasikan dengan efektif dan efisien. Indrajid dan Djokopranoto
(2002) mendefinisikan rantai pasokan (supply chain) sebagai suatu sistem tempat organisasi
menyalurkan barang produksi dan jasa kepada pelanggannya. Konsep manajemen rantai pasok
(SCM) merujuk pada manajemen keseluruhan proses produksi, distribusi dan pemasaran dimana
konsumen dihadapkan pada produk-produk yang sesuai dengan keinginannya dan produsen dapat
memproduksi produk-produknya dengan jumlah, kualitas, waktu dan lokasi yang tepat (Marimin
dan Maghfiroh 2013, Daryanto 2008).
Protein merupakan nutrisi yang sangat penting bagi tubuh ternak, Protein yang tidak
dihasilkan dalam tubuh ternak harus diberikan melalui bahan pakan. Bahan pakan sumber protein
yang diberikan juga harus mengandung asam amino yang lengkap serta berimbang sehingga
penggunaan protein lebih efisien. Bahan pakan sumber protein yang digunakan sebagai pakan
unggas sebagian besar merupakan pakan konvensional seperti bungkil kedelai, tepung ikan, Meat
Bone Meal (MBM), Poultry Meat Meal (PMM) yang memiliki harga cukup mahal, sehingga
pemberiannya harus tepat untuk menekan biaya pakan.

Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui rantai alur pasok dari pakan ternak
yaitu vegetable protein.
METODE

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah jaringan internet, Hand Pone,
Laptop, dan alat tulis.

Prosedur

Prosedur yang dilakukan adalah mencari infromasi tentang pakan sumber protein beserta
daerah asal dari internet, kemudian menuliskan hasil yang diperoleh dan menggambarkan diagram
alir atau rantai pasok yang dari setiap bahan yang diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil yang diperoleh dari pencarian disajikan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 1. Pakan sumber protein


No Nama Asal Daerah Produksi Keterangan
1 Jerami Ubi Jawa Barat 24672 Dan Lokal Wartazoa (2010)
Jalar 64021
2 Kaliandra Sumut 48000 (2009) PT Solarpark Indonesia
Dan 224000
(2013)
3 Gamal Wonosobo (Jateng) 1289 Kg/4 BPTP Lampung
Bulan
4 Ampas Kecap Jawa Barat 12
5 Centrosema Jawa Barat 10 Sampai 12,5 PT CAHAYA INDO
Pubescens TEKNIK JAWA
6 Ampas Tahu Jakarta 85004.85 (Lokal) Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian
Jakarta
7 Stylosantes Ntt, Jatim, Sumut 40 Lokal BPTU HPT
Sibrongbrong
8 Indigofera Ciawi (Bogor) 50 Penelitian Kambing
Potong Seiputih (Lokal)
9 Turi Lampung 47 Jurnal Globe (2013)
Gambar 1. Rantai pasok pakan sumber protein

Pembahasan

Rata-rata luas panen ubi kayu tahun 2011-2016, ditiga (3) provinsi sentra ubikayu
berkontribusi sebesar 57,10%. Provinsi tersebut adalah Lampung (27,71%), Jawa Timur (14,80%)
dan Jawa Tengah (14,59%). Demikian juga produksinya di tiga provinsi tersebut berkontribusi
66,32%. Provinsi tersebut adalah Lampung (33,93%), Jawa Tengah (16,68%) dan Jawa Timur
(15,71%). Neraca ubikayu di Indonesia tahun 2015 diperkirakan akan mencapai surplus 1,027 juta
ton, dan diperkirakan surplus ubi kayu terus meningkat di tahun-tahun yang akan datang. Pada
tahun 2016 diperkirakan akan diperkirakan terjadi surplus ubikayu 327,27 ribu ton, pada tahun
2017 diperkirakan surplus 656,17 ribu ton, tahun 2018 diperkirakan surplus 923,85 ton. Begitu
juga pada tahun 2019 dan 2020 diperkirakan masih surplus masing-masing sebesar 469,29 juta
ton dan 708,31 ribu ton. Perkembangan rata-rata luas panen ubi kayu antara tahun 2012-2016,
menunjukkan ada 8 (delapan) provinsi sentra ubi kayu dengan kontribusi luas panen sebesar
89,50%. Provinsi Lampung dengan rata-rata luas panen mencapai 295,55 ribu hektar cukup
dominan berada di urutan pertama dengan share luas panen mencapai 27,71%, selanjutnya
Provinsi Jawa Timur berkontribusi terhadap luas panen ubi kayu nasional sebesar 14,80% atau
mencapai rata-rata luas panen 157,90 ribu hektar dan Provinsi Jawa Tengah dengan share sebesar
14,59% atau mencapai luas panen rata-rata 155,66 ribu hektar. Lima provinsi sentra lainnya
dengan kisaran share luas panen antara 2,41% hingga kurang dari 8,53% adalah Provinsi Jawa
Barat, Nusa Tenggara Timur, DI. Yogyakarta, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan Sumatera
Barat, masing-masing berkontribusi sebesar 8,53%; 7,30%; 6,82%, 5,35%, 3,99% dan 2,41%.
(Widaningsih 2016).
Kaliandra merupakan tanaman yang tergolong dalam kelompok leguminosa dan banyak
dimanfaatkan peternak sebagai pakan. Kaliandra merupakan salah satu bahan pakan lokal yang
berpotensi sebagai alternatif pemenuhan protein ternak. Kelebihan penggunaan kaliandra ialah
murah harganya, tersedia sepanjang tahun, mengandung karoten, xantofil dan mineral (kalsium
dan fosfor) serta protein yang cukup tinggi (Tangendjaja et al., 1992).Kaliandra cukup potensial
sebagai pakan sumber protein yaitu mengandung 20-25% (Willyan et al., 2007), mengandung anti
nutrisi (tanin) sampai 11% (Tangendjaja dan Wina, 2000). Tanaman kaliandra berasal dari
Meksiko, Amerika Tengah, masuk ke Indonesia pada tahun 1936 lewat pulau Jawa (Stewart et al.,
2001). Tanaman kaliandra masuk ke pulau Jawa berasal dari Guatemala selatan yaitu spesies
Caliandra calothyrsus berbunga merah dan Caliandra tetragona berbunga putih, Caliandra
calothyrsus memiliki ketinggian tanaman berkisar antara 4-6 m, akan tetapi apabila lingkungan
memungkinkan dapat tumbuh sampai 12 m dengan diameter batang mencapai 30 cm. Daun
kaliandra berwarna hijau gelap, kanopi melebar ke samping, dan sangat padat. Tipe daun kaliandra
merupakan daun majemuk yang berpasangan. Hijauan kaliandra umumnya dilakukan pada umur
9-12 bulan, dan dapat dipanen hingga 4-6 kali bergantung pada kondisi tanah.
Di Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan kaliandra telah lama digunakan untuk
merehabilitasi tanah masam yang tidak produktif dan ditumbuhi alang-alang. Pada beberapa
tempat di Indonesia tanaman kaliandra banyak dimanfaatkan sebagai kayu bakar, tanaman
pelindung, reklamasi dan konservasi tanah, pupuk hijau, pakan lebah, dan sebagai hijauan pakan
ternak. Spesies Calliandra calothyrsus merupakan salah satu spesies kaliandra yang sangat populer
di Indonesia, terutama di masyarakat yang berada pada areal kawasan hutan di pulau Jawa sebagai
tanaman multiguna untuk konservasi lahan, reklamasi lahan marginal, hijauan pakan ternak, pakan
lebah, penyedia pupuk hijau dan bubur kayu (pulp) untuk membuat kertas. Pemanfaatan tanaman
kaliandra oleh petani sebagai hijauan pakan ternak masih sangat rendah mengingat masih
kurangnya informasi dan sosialisasi baik dari tingkat penyuluh maupun peneliti
Gamal merupakan jenis leguminosa perdu atau pohon yang daunnya dapat dijadikan pakan
ternak ruminansia karena memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Gamal memiliki
kenampakan layaknya pohon kecil, biasanya bercabang banyak, tinggi 2–15 m dan besar
batangnya berkisar 15–30 cm. Selain untuk pakan ternak pohon Gamal juga memiliki kegunaan
sebagai pagar hidup dan peneduh atau pelindung tanaman kakao.
Gamal berasal dari daerah Amerika Tengah dan Brazil. Gamal masuk ke Indonesia melalui
perusahaan perkebunan Belanda pada tahun 1900-an. Saat ini Gamal sudah cukup menyebar di
wilayah Indonesia. Penyebarannya yang paling dominan yaitu di Provinsi Jawa barat di kabupaten
Bandung, Cirebon dan Pangandaran, di Provinsi Jawa timur di kabupaten Kediri, Ponorogo,
Jember dan Surabaya serta sebagian banyak menyebar di wilayah Nusa Tenggara. Penyediaan
Gamal pada lahan biasanya bukan penanaman tunggal, melainkan diintegrasikan dengan
perkebunan-perkebunan. Menurut Polekitan (2012) setiap hektar perkebunan kelapa dapat
ditanami tanaman hijauan segar dari tanaman gamal dengan produksi mencapai 843,35 kg/90 hari.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, daun gamal dapat dijadikan pakan untuk ternak
ruminansia karena memiliki protein yang cukup tinggi. Penyediaan daun gamal pada peternakan
sapi, domba atau kambing yang tidak memiliki lahan penanaman gamal akan cukup sulit
meskipun pertumbuhannya cukup cepat dan adaptif terhadap tanah. Maka dari itu, diperlukan
upaya logistik untuk membawa dan mengangkut daun Gamal dari daerah yang berpotensi dan telah
ditanami gamal ke wilayah-wilayah peternak ruminansia disekitarnya. Alur logistik dalam
penyediaan daun Gamal ke peternak yaitu dapat dari pemasok/penyedia (produsen), kemudian
melalui distributor jasa pengangkutan yang langsung dikirim kepada peternak.
Ampas kecap merupakan suatu limbah industri pabrik kecap yang memiliki bahan baku
berupa biji kedelai dan kira – kira mengahasilkan ampas kecap yang sekitar 59,7% dari bahan baku
kedelai. Ampas kecap juga dapat digolongkan sebagai sumber protein karena memiliki kandungan
protein lebih dari 18 % yaitu sebesar 28,78%. Ampas kecap merupakan limbah padat hasil
penyaringan dan pengepresan dari proses pembuatan kecap. Ampas kecap mempunyai kandungan
nutrien yang baik terutama kandungan protein yang mencapai 20–27% diduga dapat digunakan
sebagai campuran bahan pakan itik. Ampas kecap mengandung protein 24,90%, kalsium 0,39%,
dan fosfor 0,33%.
Kelebihan dari ampas kecap yaitu selain harganya murah dan mudah didapat juga
merupakan sumber protein. Kelemahan ampas kecap yaitu memiliki kandungan NaCl sangat tinggi
mencapai 20,60%. Menurut (Sukarini et al., 2004) bahwa untuk mengurangi dampak negatif dari
tingginya NaCl pada ampas kecap yaitu dengan perendaman menggunakan larutan asam cuka atau
asam asetat (CH3COOH) mencapai 0,09% dan meningkatkan kadar protein hingga 25,50%.
Proses perendaman ampas kecap dengan larutan asam asetat mampu menurunkan kadar garam
dari 19,05% menjadi 4,5%. Hal tersebut terjadi karena asam cuka dan garam dapat bereaksi
membentuk natrium asetat (CH3COONa) dan asam klorida (HCl). Natrium asetat yang dihasilkan
berupa garam yang dapat mengendap dengan kelarutan yang tinggi, sedangkan asam klorida yang
terbentuk menyebabkan rasa asam.
Natrium asetat dan asam klorida kemudian dapat dicuci dari ampas kecap dengan air yang
mengalir. Pengendapan dan tingkat kelarutan yang tinggi didalam air tersebut maka asam cuka
dapat digunakan dalam usaha untuk menurunkan kandungan NaCl dalam ampas kecap. Ampas
kecap selain memiliki protein dan mineral yang baik juga mengandung senyawa isoflavon.
Kandungan isoflavon kedelai memiliki aktivitas estrogenik atau seperti hormon. Hal tersebut dapat
digunakan untuk memicu kerja hormon estrogen dalam proses penyerapan asam amino esensial
dihati yang akan dibentuk menjadi protein, yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan
protein kuning telur (Latifa 2007). Isoflavon yang terkandung dalam kedelai merupakan sterol
yang berasal dari tumbuhan (fitosterol) jika dikonsumsi dapat menghambat terjadinya absorpsi
lemak yang berupa kolesterol eksogen dan endogen di dalam hati (Silalahi 2000). Senyawa
isoflavon kedelai memiliki manfaat dalam kesehatan yaitu yang kaya akan mineral berupa kalsium
untuk membantu proses pembentukan tulang (Kridawati 2011).
Kacang kedelai mentah tidak dianjurkan untuk dipergunakan sebagai pakan karena kacang
kedelai mentah mengandung zat anti nutrisi, salah satunya tripsin inhibitor. Tripsin inhibitor tidak
tahan terhadap panas, karena itu sebaiknya kacang kedelai diolah terlebih dahulu sehingga
inhibitor ini terurai dan menjadi tidak aktif (Sulistiani, 2004). Tahu merupakan makanan hasil
olahan dari kedelai yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Tingginya tingkat
kebutuhan konsumsi kedelai di Indonesia mencapai lebih dari 2,24 juta setiap tahunnya. Hal ini
tidak sebanding dengan kapasitas produksi nasional tahun 2011 yang hanya mampu menghasilkan
851 ribu ton dari areal pertanaman kedelai seluas 622 ribu hektar. Sementara tahun 2011, Indonesia
mengimpor kedelai segar sebanyak 2,09 juta ton. Lonjakan impor kedelai ini disebabkan karena
adanya peningkatan konsumsi produk industri rumahan (tahu, tempe).
Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dalam bentuk padatan dari bubur kedelai yang
diperas dan tidak berguna lagi dalam pembuatan tahu dan cukup potensial dipakai sebagai bahan
makanan ternak karena ampas tahu masih mengandung gizi yang baik dan dapat digunakan sebagai
ransum ternak besar dan kecil. Penggunaan ampas tahu masih sangat terbatas bahkan sering sekali
menjadi limbah yang tidak termanfaatkan sama sekali (Winarti 2010). Proses munculnya ampas
tahu Limbah industri pabrik tahu ini jika tidak ditangani akan bermasalah serius terhadap
lingkungan. Jalan keluar dari permasalahan, limbah digunakan sebagai bahan pakan ternak baik
limbah cair maupun ampas tahu. Sebagai bahan pakan, sebaiknya mengetahui kandungan nutrisi
dari ampas tahu sehingga dapat mengetahui sebesar apa limbah ini mampu dimanfaatkan oleh
ternak. Limbah Tahu Cair Proses pembuatan tahu selain menghasilkan limbah cair yaitu berupa
air hasil rendaman kacang kedelai. Selain hasil rendaman, ada beberapa limbah cair dari pemerasan
kedelai. Sebagian peternak sudah mengetahui digunakan sebagai minum untuk ternak mereka,
namun sebagian besar limbah cair ini dialirkan ke sumber irigasi sehingga akan menimbulkan bau
yang sangat menyengat dan juga mencemari tanah serta lahan pertanian. Limbah cair ini akan
dihasilkan pada setiap proses tahapan pembuatan tahu. Belum banyak referensi mengenai
kandungan nutrisi dari limbah cair pengolahan tahu. Namun, sudah banyak dimanfaatkan oleh
beberapa peternak di pedesaan terutama yang berada di sekitar pabrik tahu. Kandungan nutrisi
Limbah Tahu. Komponen Ampas Tahu Bahan Kering (BK) 15,8 ; Serat Kasar (SK) 24,87; BETN
34,06 ;Lemak Kasar 3,04 ;Protein Kasar (PK) 22,83 ;Abu 18,5; Energi (kkal/kg) 5231; Ca (%)
1,43; P (%) 0,72 (Sulistiani, 2004).
. Di Jakarta, saat ini terdapat sekitar 175 unit usaha produksi tahu dengan rata-rata kapasitas
produksi sebesar 1.109 kg kacang kedelai/hari/unit usaha. Dengan jumlah unit usaha industri tahu
sebanyak itu maka diperkirakan ampas yang dihasilkan adalah sekitar 1.330 kg ampas/hari/unit
usaha atau total di Jakarta sekitar 232.890 kg ampas tahu/hari. Jumlah ini dapat memenuhi
kebutuhan pakan ternak khususnya di wilayah Jabodetabek. Biasanya ampas tahu dijual ke
pengepul ataupun dibeli langsung oleh para peternak. Oleh karena itu ampas tahu tidak melalui
rantai pasok yang panjang.
Turi (Sesbania grandiflora) merupakan tanaman asli Indonesia,yang termasuk keluarga
kacang-kacangan dari famili Papilionaceae. Kacang turi adalah salah satu jenis kacang-kacangan
dari pohon turi yang berbentuk bulat berwarna kuning kecoklatan dan mempunyai rasa yang khas
dan aroma yang khas jenis kacang-kacangan (Zakiyatul 2005). Ada dua jenis turi dibedakan
menurut warna bunganya, ialah turi berbunga warna putih yang disebut sebagai turi putih, dan turi
berbunga merah violet disebut turi merah. Hampir seluruh bagian tumbuhan ini bermanfaat,
bunganya banyak mengandung vitamin. Biji turi memiliki kandungan kimia yaitukalsium oksalat,
sulfur,kalium, natrium, beta karoten, vitamin A, vitamin B serta zat besi (Towaha dan Rusli 2010).
Banyaknya kandungan zat kimia yang ada didalam pohon turi sehingga dapat dimanfaaatkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Turi merupakan pohon yang berkayu lunak dan berumur pendek. Tingginya dapat
mencapai 5-12 m. Spesies ini tersebar di India Timur sampai Australia. Di Indonesia, tumbuhan
ini ditanam sebagai tumbuhan hias di halaman-halaman rumah dan di sawah-sawah sebagai
tanaman pelindung. Ia dapat pula hidup pada tanah asam dan kadang juga tumbuh subur di tanah
berair. Akan tetapi, turi tidak baik ditanam pada ketinggian lebih dari 1.500 mdpl. Turi biasanya
digunakan sebagai tanaman pelidung pohon rambatan bagi tanaman lada atau vanila. Perbanyakan
turi dilakukan dengan biji atau stek batang. Biji-biji tersebut disemai terlebih dahulu. Biji yang
ditabur tanpa naungan dapat berkecambah hingga 80%, tetapi perkembangbiakan dengan stek
batang dilakukan kadang-kadang saja. Daun-daun turi juga dapat dipergunakan untuk makanan
ternak dan pupuk hijau. Banyak catatan yang menunjukkan bahwa turi merupakan hijauan pakan
yang disukai ruminansia dan bernilai nutrisi tinggi. Setiap 100 g berat kering, daun-daun turi
mengandung sekitar 36% protein kasar dan 9600 IU vitamin A. Konsentrasi N pada dedaunan itu
sekitar 3,0–5,5%, dan lebih tinggi lagi pada biji, yakni hingga 6,5%. Ketecernaan dedaunan itu
berkisar antara 65–73%, dengan kandungan serat kasar yang rendah (5–18%). Dan meskipun
hijauan ini diketahui mengandung saponin dan tanin, sejauh ini tidak ada reaksi toksik yang terjadi
pad ruminansia. Akan tetapi pemanfaatannya bagi hewan berperut tunggal (monogastrik) perlu
berhati-hati, karena pakan ini bersifat mematikan bagi ayam. Berikut ini adalah zat kimia yang
terkandung dalam turi yang menyebabkan baik untuk dimakan ternak:
Tabel Kandungan zat turi
Kandungan zat Jumlah

Protein kasar 27,3%

Energi kasar 4.825 kkal/kg

SDN 24,4%

Lignin 2,7%

Abu 7.5%

Kalsium 1,5%

P 0,4%

Hasil pengukuran produksi daun turi (edible portion), diperoleh rata-rata produksi per-
pohon sebanyak 2,70 kg, yang diukur pada pohon turi dengan rat-rata diameter batang setinggi
dada (22,44 cm) dan umur pohon kurang lebih 2 tahun. Hasil analisis Laboratorium Kandungan
Bahan Kering (BK), Protein Kasar (PK) dan Serat Kasar (SK) turi yang ditanam pada pematang
sawah di Kecamatan Praya Barat memperlihatkan bahwa rata-rata kandungan BK : 22,77 persen,
PK : 20,64 persen dan kandungan SK : 28,20 persen (Ayatullah 2017).
Daerah Indonesia yang menghasilkan turi dalam jumlah banyak ialah di Pulau Lombok.
Penyebaran dilakukan sekitar tahun 1970an untuk keperluan penghijauan. Turi memiliki fungsi
yang banyak sehingga salah satunya bisa untuk paka ternak, khususnya kambing dan sapi.hingga
saat ini, perbanyakan turi masih mengandalkan ketersediaan dari alam, belum ada petani khusus
yang memproduksi turi.potensi penanaman turi pada pematang sawah di Pulau Lombok, sangat
besar potensinya. Pematang dalam satu hektar sawah dapat ditanami sekitar 700 pohon turi dengan
jarak tanam 1-1,5 m. luas areal persawahan Pulau Lombok mencapai 100 ribu ha, maka
pematangnya bisa ditanami setidaknya 70 juta pohon turi.turi banyak dimanfaatkan untuk pakan
penggemukan sapi (BPTP 2015). Daerah Lombok Barat, turi ditanam diberbagai tempat.
Contohnya sawah irigasi, turi yang dapat diproduksi sebanyak 3 ton/ha/tahun, untuk sawah tadah
hujan turi dapat dihasilkan sebanyak 9 ton/ha/tahun, tegalan dan ladang tetap mengahsilkan 10
ton/ha/tahun, tanaman campuran menghasilkan lebih sedikit yakni sebanyak 3 ton.ha.tahun, dan
ladang tidak tetap dapat menghaasilkan 7 ton/ha/tahun (Sunarto 2013).

DAFTAR PUSTAKA
Ayatullah AF. 2017. Produksi dan kualitas turi (Sesbania grandiflora)di pematang sawah
vertisol kecamatan Praya Barat kabupaten Lombok Tengah pada musim kemarau
[skripsi]. Mataram (ID): Universitas Mataram.
BPTP-NTB. Agroinovasi mendukung swaswmbada pangan di Nusa Tenggara Barat. Infotek. 2 :
1-32.
Daryanto, A. 2008. Peningkatan Nilai Tambah Perunggasan Melalui Supply Chain Management.
Emhar A, Aji JMM, Agustina T. 2014. Analisis Rantai Pasokan Daging Sapi di Kabupaten Jember.
Berkala Ilmiah Pertanian. 1(3):53-61.
Indrajid RE, Djokopranoto R. 2002. Konsep Managemen Supply Chain: Cara Baru Memandang
Rantai Penyediaan Barang. Jakarta (ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Janvier, Assey Mbang. 2012. A New Introduction to Supply Chains and Supply Chain
Management: Definitions and Theories Perspective. International Business Research. 5(1).
Kridawati, A. 2011. Pemanfaatan isoflavon untuk kesehatan. Jurnal Respati 1 (1) : 71 – 80.
Latifa R. 2007. Upaya Peningkatan Kualitas Telur Itik Afkir Dengan Hormon Pregnant Mare’s
Serum Gonadotropin (Pmsg). Jurnal of agricultuer 4(1): 12-18
Marimin, Maghfiroh N. 2013. Teknik dan Analisis Pengambilan Keputusan Fuzzy Dalam
Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press.
Silalahi, J. (2000). Hypocholesterolemic Factors In Foods. A Review. Indonesian Food Nutrition
Progress. 7 (1):26-36
Sulistiani. 2004. Pemanfaatan ampas tahu dalam pembuatan tepung JOM FAPERTA VOL 4 NO
2 : OKTOBER 2O17 13 tinggi serat dan protein sebagai alternatif bahan baku pangan
fungsional. Skripsi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Tangendjaja B, Wina E, Ibrahim T, Falmer B. 1992. Kaliandra ( Calliandra calothyrsus ) dan
pemanfaatannya. Balai Penelitian Ternak dan The Australian Centre For International
Agriculture Research ( ACIAR).
Polakitan D. 2012. Analisis usahatani terpadu tanaman dan ternak kambing di areal perkebunan
kelapa di sulawesi utara. Pastura. 2(2): 70-73.
Sunarto K. 2013. Peran peta penggunaan lahan untuk estimasi potensi bahan pakan ternak sapi
wilayah kabupaten Lombok Barat. Jurnal Globe. 15(2):170-177.
Tangendjaja, B. dan Wina E. 2000. Tannins and ruminant production in Indonesia. Brooker,
Tannins in Livestock and Human Nutrition. ACIAR Proceeding 92: 40-43.
Varianti N I, Umiyati A, LuthfiD M. 2017. Pengaruh Pemberian Pakan dengan Sumber Protein
Berbeda terhadap Efisiensi Penggunaan Protein Ayam Lokal Persilangan. Agripet. 17 (1):
53-59
Widaningsih R. 2016. Outlook Komoditas Perttania Tanaman Pangan Ubi Kayu. Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian 2016
Willyan, D., Kuswaryan S, dan Tanuwiria UH. 2007. Efek substitusi konsentrat dengan daun
kering kaliandra dalam ransum sapi perah terhadap kuantitas dan kualitas susu, bobot badan
dan pendapatan peternak. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Fakultas
Peternakan, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Winarti, S. 2010. Makanan Fungsional. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Zakiyatul M. 2005. Studi eksperimen pemanfaatan kacang turi sebagai bahan dasar pembuatan
nugget dengan suplemen ikan mujahir [skripsi]. Semarang (ID): UNNES.

Anda mungkin juga menyukai