LANDASAN TEORI
melalui sarana transportasi darat. Jalan meliputi seluruh bagian utama jalan, dan
bagian pelengkapnya seperti bahu jalan, pedestarian dan saluran drainase. Jalan
menjadi prasarana utama dalam transportasi darat yang menyalurkan lalu lintas
orang, barang, dan jasa. Setiap tahunnya kebutuhan akan transportasi darat akan
baik roda dua, roda empat, ataupun lebih. Perkembangan lalu lintas setiap tahun
akan meningkatkan volume dan mobilitas lalu lintas di sepanjang jalur yang ada,
memberikan pelayanan terhadap lalu lintas dan menerima repetisi beban lalu
lintas setiap harinya dengan volume yang semakin meningkat setiap tahunnya
sesuai perkembangan yang ada. Oleh karena itu, lapisan perkerasan jalan selama
7
2.2 PERKERASAN LENTUR (FLEXIBLE PAVEMENT)
aspal sebagai bahan pengikatnya dan bahan berbutir sebagai lapisan pondasi di
lapisan yaitu lapisan pondasi bawah (sub base course), lapis pondasi (base
ke perkerasan jalan melalui kontak roda berupa beban terbagi merata P0. Beban
tersebut diterima dari lapisan permukaan dan disebarkan ke tanah dasar menjadi
P1 yang lebih kecil dari daya dukung tanah dasar. Oleh karena itu, kekuatan dan
keawetan konstruksi jalan juga sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung
tanah.
8
2.3 PENGELOMPOKKAN KENDARAAN
Jalan Indonesia 1997, Pedoman Teknis No. Pd. T-19-2004-B Survei pencacahan
lalu lintas dengan cara manual seperti pada table dibawah ini.
9
Tabel 2.2 Pengelompokkan Kendaraan Berdasarkan MKJI
19-2004-B
10
2.4 PEMELIHARAAN JALAN
menjaga dan memperbaiki jalan agar tetap dalam keadaan baik atau pekerjaan
yang berkaitan dengan keduanya menurut NAASRA (1978) dalam Ali (2006)
dalam Rado Hotrin (2011). Upaya ini diharapkan dapat mencegah kemunduran
atau penurunan kualitas dengan laju perubahan yang terjadi segera setelah
kerusakan yang terjadi pada suatu ruas jalan dengan kondisi pelayanan mantap
kecil dan dikerjakan tersebar diseluruh jaringan jalan secara rutin. Pemeliharaan
11
dilakukan dalam selang waktu beberapa tahun dan diadakan menyeluruh untuk
satu atau beberapa seksi jalan dan sifatnya hanya mengembalikan fungsi jalan dan
pada permukaan guna memperbaiki integritas permukaan dan sebagai lapis kedap
2.4.3 Rehabilitasi
kemantapan pada bagian atau tempat tertentu dari suatu ruas jalan dengan kondisi
struktur jalan ke muatan sumbu terberat (MST) yang lebih tinggi atau menambah
12
kapasitas jalan.
belum tersedia badan jalan sampai kondisi jalan dapat berfungsi. Pekerjaan
konstruksi jalan baru juga berarti pekerjaan membangun jalan baru berupa jalan
tanah atau jalan beraspal. Tahapan pembangunan jalan yang biasa dilakukan di
Indonesia menurut Sulaksono (2001) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011) dimulai
perkerasan lama sudah dalam kondisi yang sangat tidak layak maka lapisan
tambahan tidak akan efektif dan kegiatan rekonstruksi biasanya juga diperlukan.
Kegiatan rekonstruksi ini juga dimaksud untuk penanganan jalan yang dapat
meningkatkan kelasnya.
pertama kali digunakan hingga akhir umur rencana (Kodoatie, 2005) sehingga
dibutuhkan pemeliharaan yang tepat seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3
berikut :
13
Gambar 2.3 Tahap Penurunan Kondisi Jalan
Sumber : Robinson, 1998
secara teknis yang terjadi melalui beberapa tahapan atau fase. Fase A
menunjukkan kondisi sangat baik pada saat jalan selesai dibangun. Tahap
berikutnya fase B (kondisi baik) dimana proses kerusakan terjadi secara perlahan.
Pada tahap ini diperlukan pemeliharaan rutin untuk mempertahankan kondisi jalan
tetap pada kondisi baik. Fase C1 (kondisi sedang) merupakan tahapan kritis
(critical phase) karena percepatan kerusakan kasat mata mulai terjadi, pada
14
C2 (kondisi buruk) dimana peningkatan kerusakan semakin tajam sehingga
karena dalam menentukan jenis penanganan yang akan dilakukan pada suatu ruas
jalan harus sesuai dengan kondisi eksisting yakni kinerja perkerasan jalan. Secara
umum kondisi eksisting jalan dengan cara visual dapat dibedakan dalam 4
(empat) jenis (Dinas Bina Marga, 2003 dalam Radio Hotrin 2011) yaitu sebagai
berikut:
a. Jalan dalam kondisi baik adalah jalan dengan permukaan yang benar -
benar rata dimana tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan
permukaan jalan.
perkerasan sedang dimana tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan.
c. Jalan dalam kondisi rusak ringan adalah jalan dengan permukaan sudah
penambalan.
buaya dan terkelupas yang cukup besar disertai kerusakan pondasi seperti
15
Tingkat kemantapan jalan ditentukan oleh dua kriteria yakni jalan mantap
secara konstruksi dan jalan tak mantap konstruksi dengan maksud sebagai berikut:
b. Jalan tak mantap konstruksi adalah jalan dengan kondisi di luar koridor
Menurut Saleh dkk (2008) dalam Efri Debby E Ritonga (2011) pada
dasarnya penetapan kondisi jalan minimal adalah sedang dimana dalam gambar
2.4 di bawah berada pada level IRI antara 4,5 m/km sampai dengan 8 m/km
tergantung dari fungsi jalan. Adapun hubungan antara kondisi, umur dan jenis
16
Gambar 2.4 Hubungan Antara Kondisi, Umur dan Jenis Penanganan Jalan
Sumber : Saleh, 2008
perkerasan dan ukurannya yang ditinjau dari fungsi daya guna yang mengacu
diagonal, retak reflektif, retak blok, retak kulit buaya, dan retak bulan
sabit.
17
pengausan agregat, pengelupasan dan stripping.
bahu jalan.
Jalan Direktorat Jenderal Bina Marga No. 03/MN/B/1983 akan dijelaskan pada
berikut:
4. Daerah dengan retak kulit buaya dapat atau tidak dapat disertai oleh
5. Retak disebabkan oleh kelelahan akibat beban lalu lintas yang berulang-
ulang.
Adapun parameter kerusakan ditinjau dari luasan retak kulit buaya yang
18
Gambar 2.5 Retak Kulit Buaya (Alligator Cracking)
Sumber: Ronald, 2012
tipis aspal (tanpa agregat) pada permukaan perkerasan dan jika pada kondisi
temperatur permukaan perkerasan yang tinggi (terik matahari) atau pada lalu
lintas yang berat, akn terlihat jejak bekas batik bunga ban kendaraan yang
melewatinya. Hal ini akan membahayakan keselamatan lalu lintas karena jalan
kelebihan aspal.
19
Gambar 2.6 Kegemukan (Bleeding)
Sumber: Bina marga no.03/MN/B/1983
perkerasan lentur. Retak ini terjadi umumnya pada lapisan tambahan (overlay),
umumnya lebih dari 200 mm × 200 mm. Adapun parameter kerusakan ditinjau
dari luasan area retak yang dinyatakan dalam meter persegi. Adapun penyebab
bawahnya.
b. Retak pada lapis perkerasan yang lama tidak diperbaiki secara benar
stabil. Adapun penyebab terjadinya cekungan (bumps and sags) pada perkerasan
terbentuknya cekungan. Longsor yang terjadi pada area yang lebih luas dengan
21
Gambar 2.8 Cekungan (Bumps and Sags)
Sumber: Bina marga no.03/MN/B/1983
Kerusakan ini dikenal juga dengan istilah lain yaitu, Ripples. Bentuk
kerusakan ini berupa gelombang pada lapis permukaan, atau dapat dikatakan
alur yang arahnya melintang jalan, dan sering disebut juga dengan plastic
area keriting dinyatakan dalam meter persegi. Adapun penyebab dari keriting
22
6. Pergerakan lalu lintas yang menggerakkan permukaan perkerasan ke
tanpa retak. Kerusakan amblas pada umumnya berbentuk mangkuk pada jalur
Kedalaman kerusakan ini umumnya lebih dari 2 cm dan akan menampung atau
meresapkan air. Adapun parameter kerusakan ditinjau dari luasan area keriting
23
Gambar 2.10 Amblas (Depression)
Sumber: lgam, 2018
Retak pinggir adalah retak yang sejajar dengan jalur lalu lintas yang
Kerusakan ini umumnya disebabkan oleh beban lalu lintas atau cuaca yang
memperlemah pondasi atas maupun pondasi bawah yang letaknya dekat dengan
pinggir perkerasan. Retak pinggir perkerasan dipengaruhi oleh jenis tanah dan
daya dukung tanah. Adapun parameter kerusakan ditinjau dari luasan area retak
pinggir dinyatakan dalam meter panjang. Adapun penyebab dari retak pinggir
24
Gambar 2.11 Retak Pinggir (Edge Cracking)
Sumber: Martin, 2019
telah dihamparkan di atas perkerasan beton semen portland. Retak terjadi pada
lapis tambahan (overlay) aspal yang mencerminkan pola retak dalam perkerasan
beton lama yang berbeda di bawahnya. Pola retak dapat kearah memanjang,
dari panjang retak sambung yang terjadi dinyatakan dalam meter panjang.
3. Hilangnya kadar air dalam tanah dasar yang kadar lempungnya tinggi.
25
Gambar 2.12 Retak Sambung (Joint Reflection Cracking)
Sumber: Martin, 2019
parameter kerusakan ditinjau dari panjang bagian retak pinggiran yang terjadi
dinyatakan dalam meter panjang. Penyebab dari pinggiran jalan turun vertikal
pembentukan bahu.
26
Gambar 2.13 Pinggiran Jalan Turun Vertikal (Shoulder Drop Off)
Sumber: Bina marga no.03/MN/B/1983
akibat beban yang bekerja diatasnya. Retak ini terbentuk sejajar yang terdiri dari
beberapa celah. Adapun parameter kerusakan ditinjau dari panjang bagian retak
memanjang yang terjadi dinyatakan dalam meter panjang. Adapun penyebab dari
27
Gambar 2.14 Retak Memanjang (Longitudinal/Transverse Cracking)
Sumber: lgam, 2018
untuk mengembalikan perkerasan yang rusak dengan material yang baru serta
beberapa keadaan yang rusak pada badan jalan tersebut. Adapun parameter
kerusakan ditinjau dari luas bagian tambalan yang terjadi dinyatakan dalam
meter persegi. Adapun faktor dari tambalan (patching and utility cut patching)
berikut :
28
rata dengan permukaan perkerasan yang ada. Tidak ada kerusakan
standar, seperti bahan bangunan tua, beton, batu-batu atau agregat yang
lain.
menjadi licin dan perekatan dengan permukaan roda pada tekstur perkerasan
29
agregat yang licin. Kerusakaan ini dapat diindikasikan dimana pada nomor skid
resistence test adalah bernilai rendah. Adapun parameter kerusakan ditinjau dari
luas area pengausan agregat yang terjadi dinyatakan dalam meter persegi.
2. Bentuk agregat yang digunakan memeng sudah bulat dan licin (buakan
perkerasan yang dapat menampung dan meresapkan air pada badan jalan.
Kerusakan ini terkadang terjadi di dekat retakan, atau di daerah yang drainasenya
kerusakan ditinjau dari luas area lubang yang terjadi dinyatakan dalam meter
persegi. Adapun penyebab dari lubang (potholes) dapat disebabkan oleh beberapa
30
faktor yaitu :
2. Pelapukan aspal.
butir.
Persilangan antara jalur rel dan jalan raya sering dijumpai terjadi
benjol sekeliling atau diantara rel yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik
bahan. Tidak bisanya menyatu antara rel dengan lapisan perkerasan dan juga
bisa disebabkan oleh lalu lintas yang melintasi antara rel dan perkerasan.
Adapun parameter kerusakan ditinjau dari luas area perpotongan rel yang terjadi
31
dinyatakan dalam meter persegi. Adapun faktor dari rusak perpotongan rel
atau channel/rutting. Bentuk kerusakan ini terjadi pada lintasan roda sejajar
dengan as jalan dan berbentuk alur. Adapun parameter kerusakan ditinjau dari
luas area alur yang terjadi dinyatakan dalam meter persegi. Adapun penyebab
32
3. Lapisan permukaan atau lapisan pondasi memiliki stabilitas rendah
berikut :
yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Beban lalu lintas akan mendorong
perkerasan. Kerusakan ini biasanya disebabkan oleh aspal yang tidak stabil dan
ditinjau dari luas area sungkur yang terjadi dinyatakan dalam meter persegi.
Adapun penyebab dari sungkur (shoving) juga dapat disebabkan oleh beberapa
33
faktor yaitu :
berikut :
Patah slip adalah retak seperti bulan sabit atau setengah bulan yang
34
lapisan perkerasan yang rendah dan jelek. Adapun parameter kerusakan ditinjau
dari luas area patah slip yang terjadi dinyatakan dalam meter panjang. Adapun
penyebab dari patah slip (slippage cracking) dapat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu :
kaki (10m). Mengembang jembul dapat disertai dengan retak lapisan perkerasan
dan biasanya disebabkan oleh perubahan cuaca atau tanah yang menjembul
keatas. Adapun parameter kerusakan ditinjau dari luas area swell yang terjadi
35
dinyatakan dalam meter persegi. Adapun penyebab dari mengembang jembul
2. Tanah das perkerasan mengembang, bila kadar air naik. Umumnya, hal
ini terjadi bila tanah pondasi berupa lempung yang mudah mengembang
menunjukan aspal pengikat tidak kuat untuk menahan gaya dorong roda
kendaraan atau presentasi kualitas campuran aspal jelek. Hal ini dapat
disebabkan oleh tipe lalu lintas tertentu, melemahnya aspal pengikat lapisan
perkerasan dan tercabutnya agregat yang sudah lemah karena terkena tumpahan
minyak bahan bakar. Adapun parameter kerusakan ditinjau dari luas area
36
pelepasan butir yang terjadi dinyatakan dalam meter persegi. Adapun penyebab
faktor yaitu :
siklus pembekuan – pencairan. Hal ini terjadi lapis permukaan aspal dan
permukaan batuan.
berikut :
merupakan suatu alat untuk mengukur lendutan jalan secara dinamik dan tidak
perkerasan jalan. Prinsip kerja FWD adalah memberikan beban impuls terhadap
tiap lapis perkerasan. Nilai modulus elastisitas dapat digunakan sebagai acuan
Muatan sumbu adalah jumlah tekanan roda dari satu sumbu kendaraan
terhadap jalan. Sedangkan, Muatan Sumbu Terberat (MST) ialah berat maksimal
yang diperbolehkan pada satu sumbu roda. Nilai muatan sumbu diperoleh dari
jumlah berat yang diijinkan (JBI) dibagi dengan jumlah sumbu roda kendaraan.
1. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan
Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus)
2. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang
2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi
12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu
3. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang
2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000
(sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima
4. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus)
milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter,
39
Tabel 2.4 Muatan Sumbu Terberat (MST)
Konstruksi perkerasan jalan menerima beban lalu lintas yang dari roda-
roda kendaraan yang melintasi diatasnya. Besarnya beban yang diterima dapat
dipengaruhi oleh berat total berat kendaraan, konfigurasi sumbu, bidang kontak
antara roda dan perkerasan, kecepatan kendaraan, dan lain-lain. Akibatnya, setiap
kendaraan akan memberikan efek kerusakan yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
diperlukan adanya beban standar sehingga semua beban lainnya dapat disertakan
tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu
40
Menurut Koestalam dan Sutoyo (2010) formulasi perhitungan angka
ekivalen (E) yang diberikan oleh Bina Marga dapat dilihat pada rumus berikut:
4
L
E = k
8,16
Dimana:
ekivalen kendaraan dalam keadaan kosong (min) dan dalam keadaan bermuatan
konfigurasi sumbu seperti di Tabel 2.5 serta muatan sumbu terberat 10 ton
41
Tabel 2.6 Konfigurasi Beban Sumbu
mobil barang, kendaraan khusus, kereta gandengan dan kereta tempelan) yang
jumlah berat muatan kendaraan yang diangkut melebihi dari jumlah yang
diizinkan (JBI) atau muatan sumbu terberat (MST) melebihi kemampuan kelas
jalan yang ditetapkan. Kerusakan dini pada struktur jalan menjadi suatu hal yang
42
kendaraan dengan muatan lebih (overloading) yang biasanya terjadi pada
kendaraan berat.
kelas I (satu) saja. Baik kendaraan besar maupun kendaraan besar khusus
Beban sumbu standar (ESAL) adalah prediksi jumlah beban sumbu lalu
lintas desain pada lajur desain untuk setiap golongan kendaraan. Beban sumbu
standar merupakan nilai yang menyatakan jumlah beban gandar selama setahun.
Adapun niai faktor distribusi arah (DD) dan faktor distribusi Lajur (DL) dapat
43
Tabel 2.7 Faktor distribusi lajur (DL)
Jumlah Lajur
DL (%)
Setiap Arah
1 100
2 80-100
3 60-80
4 50-75
Sumber : Modul RDE-08 Rekayasa Lalu Lintas, 2005
Faktor distribusi arah (DD) memiliki nilai DD = 0,3 ̶ 0,7 dan umumnya diambil
Dimana :
= selama setahun.
= kendaraan.
LHRJK = Lintas harian rata-rata tiap jenis kendaraan (satuan kendaraan per
= hari).
44
Beban sumbu standar kumulatif (CESAL) adalah prediksi jumlah
kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur desain selama umur rencana.
Lalu lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan adalah lalu-lintas
kumulatif selama umur rencana. Besaran ini didapatkan dengan mengalikan beban
gandar standar kumulatif pada jalur rencana selama setahun (ESAL) dengan
besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth). Secara numerik rumusan lalu lintas
CESAL = ESAL × R
CESAL = ESAL ×
1 g n 1
g
Dimana :
berikut:
45
2.13.1 Beban Lalu Lintas
kontak antara roda dan perkerasan, kecepatan kendaraan dan lain sebagainya.
dapat berupa sumbu tunggal roda, sedangkan sumbu belakang dapat berupa
sumbu tunggal, ganda maupun triple. Dengan demikian efek dari masing-masing
untuk suatu kendaraan adalah beban gandar maksimum. Beban gandar maksimum
diambil sebesar 8,16 ton (18.000 lb) pada sumbu standar tunggal. Angka beban
46
2.13.2 Pertumbuhan Lalu Lintas
(Sukirman, 2009). Faktor pertumbuhan lalu lintas dapat diperoleh dari hasil
rancangan induk daerah, dan lain-lain. Selain itu, faktor pertumbuhan lalu lintas
selama umur rencana didasarkan pada analisa ekonomi dan sosial daerah
setempat.
lalu lintas harian rata-rata (LHR) yang diperoleh dari data survey yang dilakukan
selama 3x24 jam atau 3x16 jam secara terus menerus. Pertumbuhan lalu lintas
untuk memperoleh data lalu lintas harian rata-rata (LHR) yang representatif.
Umur rencana adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan
tersebut mulai dibuka, sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu
untuk diberi lapis permukaan yang baru. Umur rencana ditentukan dengan
jalan baru, 10 tahun untuk peningkatan jalan dan 5 tahun untuk pemeliharaan
jalan.
47
Selama umur rencana, pemeliharaan jalan tetap harus dilakukan, seperti
dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya yaitu kepadatan lalu lintas, muatan
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan
Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur dengan Metode Analisa Komponen,
1987
berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut tabel 5.8 berikut.
48
Tabel 2.9 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur dengan Metode Analisa Komponen,
1987
yang baik yaitu desain dengan life cycle cost yang minimum. Faktor-faktor yang
cost yang minimum antara lain beban lalu lintas, nilai kerataan (IRI), kapasitas
struktur perkerasan eksisting (hasil survei FWD atau BB) dan kerusakan.
ditinjau dari nilai ketidakrataan (IRI) dan nilai lendutan (FWD) serta beban lalu
49
Tabel 2.10 Pemilihan Jenis Penanganan Perkerasan Lentur Eksisting dengan
Beban Lalu Lintas 10 tahun > 30 Juta ESA
Tabel 2.11 Umur Rencana, Hubungan Nilai Pemicu Penanganan dan Jenis
Pelapisan Perkerasan
50
2.15 DESAIN LAPIS TAMBAH (OVERLAY)
lendutan.
Lapisan overlay harus lebih besar atau sama dengan tebal minimum.
Permukaan yang tidak rata memerlukan lapis aspal yang lebih tebal untuk
mencapai level kerataan yang dikehendaki. Apabila overlay didesain hanya untuk
berikut.
(yang diukur dengan alat Benkelman Beam). Hitung dan masukkan nilai lendutan
karakteristik dan beban lalu lintas desain (ESA4). Adapun bagan desain dapat
51
Gambar 2.24 Tebal Overlay Berdasarkan Lendutan Balik Maksimum
berdasarkan overlay tipis atau overlay tebal seperti ditunjukkan pada Gambar
berikut.
52
Gambar 2.26 Tebal Overlay Tebal Berdasarkan Lengkung Lendutan (FWD)
53