Anda di halaman 1dari 55

Tugas Etika Profesi Akuntan

REVISI KASUS WASTE


MANAGEMENT INC. DAN
PT GREAT RIVER
INTERNATIONAL TBK
12 Mei 2014



Oleh:
Independence
8335118315 Tiara Ade Rahma
8335118325 Nurviani Muzdalifah


Program Studi S1 Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta
2014




KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan
berkat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Laporan ini merupakan laporan tertulis dari kelompok Etika Profesi Akuntansi
Independence Jurusan Akuntansi 2011 Universitas Negeri Jakarta.
Laporan ini ditujukan kepada Ibu Marsellisa Nindito sebagai Dosen Mata
Kuliah Etika Profesi Akuntansi. Makalah ini membahas tentang dua kasus yang
masing-masing terjadi di Amerika Serikat dan Indonesia, serta kaitannya dengan
peraturan di masing-masing Negara tersebut.
Pada kesempatan ini kami selaku mahasiswa menyampaikan ucapan terima
kasih kepada Ibu Marsellisa Nindito selaku Dosen Mata Kuliah Etika Profesi Akuntansi
yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyempurnakan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca untuk perbaikan penulis di masa yang akan datang.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak.





Jakarta, 30 April 2014


Tiara & Nurviani




DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB 2 Pembahasan
2.1 Studi Kasus 1: Waste Management Inc.
2.1.1 Sejarah Singkat Waste Management Inc.
2.1.2 Kronologi
2.1.3 Pihak-Pihak Terkait
2.1.4 Terjadinya Skandal
2.1.5 Dampak dan Kelanjutan
2.1.6 Analisis Kasus
2.2 Studi Kasus 2: PT Great River International Tbk
2.2.1 Sejarah Singkat PT Great River International Tbk
2.2.2 Kronologi
2.2.3 Pihak-Pihak Terkait
2.2.4 Bukti-bukti dan Fakta
2.2.5 Penyebab Terjadinya Skandal
2.2.6 Dampak Terjadinya Kasus
2.2.7 Analisis Kasus
BAB 3 Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
Lampiran: Print-out Presentasi






BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan ekonomi suatu negara memacu perkembangan bisnis dan mendorong
munculnya pelaku bisnis baru sehingga menimbulkan persaingan yang cukup tajam di
dalam dunia bisnis. Hampir semua usaha bisnis betujuan untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya (profit-making) agar dapat meningkatkan
kesejahteraan pelaku bisnis dan memperluas jaringan usahanya. Namun terkadang
untuk mencapai tujuan itu segala upaya dan tindakan dilakukan. Walaupun pelaku
bisnis harus melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi moral
dan etika dari bisnis itu sendiri.
Bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis apabila ditunjang dengan menerapkan
prinsip-prinsip etis untuk berbisnis. Prinsip-prinsip etis dalam berbisnis adalah
merupakan suatu hukum yang mengatur kegiatan bisnis semua pihak secara fair dan
baik disertai dengan sebuah sistem pemerintahan yang adil dan efektif dalam
menegakkan aturan bisnis tersebut. Dalam prinsip ini terdapat tata cara ideal dalam
pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas ini dapat
menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka kode etik profesi perlu diterapkan dalam
setiap jenis profesi. Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi
yang harus diterapkan oleh setiap individu. Dalam prinsip akuntansi, etika akuntan
harus lebih dijaga daripada kepentingan perusahaan. Tanpa etika, profesi akuntansi
tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses
pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis, dengan berdasarkan kepentingan
banyak pihak yang terlibat dengan perusahaan. Dan bukan didasarkan pada beberapa
pihak tertentu saja. Karena itu, bagi akuntan, prinsip akuntansi adalah aturan tertinggi
yang harus diikuti. Kode etik dalam akuntansi pun menjadi barang wajib yang harus
mengikat profesi akuntan.





Profesi akuntan yang selama ini mendapat kepercayaan publik untuk
melindungi kepentingannya justru dianggap telah mengkhianati janjinya, yang
mengawali kehadiran profesi ini di tengah publik. Publik melihat bahwa hal ini bukan
merupakan business failures melainkan audit failures, yaitu terjadinya kegagalan
auditor dalam melaksanakan audit. Artinya audit yang dilakukan tidak sesuai dengan
standard audit yang telah ditetapkan.
Dengan demikian salah satu contoh skandal yang berasal dari Amerika Serikat
adalah Waste Management Inc. Perusahaan yang bergerak dalam industri pembuangan
limbah dan perusahaan jasa lingkungan. Perusahaan tersebut melakukan rekayasa
laporan keuangan dalam hitungan miliaran dollar, kasus yang sama juga terjadi di
Indonesia yaitu PT Great River International Tbk. Sebagai reaksi atas kasus-kasus
tersebut Bapepam dan BEI juga mewajibkan penerapan Good Corporate Governance
(GCG) bagi perusahaan-perusahaan yang telah menjual sahamnya di Bursa efek.
Fenomena yang terpapar menunjukkan bahwa laporan keuangan telah gagal
untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna laporan keuangan. Laba sebagai
bagian dari laporan keuangan tidak menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi
ekonomis perusahaan sehingga laba yang diharapkan dapat memberikan informasi
untuk mendukung pengambilan keputusan menjadi diragukan kualitasnya. Laba yang
tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat
menyesatkan pihak pengguna laporan. Kualitas laba khususnya dan kualitas laporan
keuangan pada umumnya adalah penting bagi mereka yang menggunakan laporan
keuangan karena untuk tujuan kontrak pengambilan keputusan investasi (Schipper dan
Vincent, 2003).Untuk mengetahui lebih lanjut kasus-kasus yang terjadi terkait hal ini,
kami mengkhususkan pembahasan skandal yang terjadi pada Waste Management dan
PT Great River International Tbk.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam menyusun makalah ini, kami menggunakan skema 5W+1H dalam merumuskan
masalah mengenai:
1) Apa yang terjadi pada skandal Waste Management dan PT Great River
International
2) Siapa pihak-pihak yang terlibat dan terkena dampak dari skandal Waste
Management dan PT Great River International



3) Kapan terjadinya runtutan skandal Waste Management dan PT Great River
International
4) Mengapa skandal Waste Management dan PT Great River International
dapat terjadi
5) Bagaimana dampak skandal Waste Management dan PT Great River
International terhadap tata kelolal perusahaan
6) Peraturan apa saja yang telah dilanggar oleh Waste Management dan PT
Great River International terhadap kasus yang bersangkutan

1.3 Tujuan Penulisan
Memahami isu-isu, prinsip-prinsip, dan praktik-praktik yang terlibat dalam
harapan-harapan baru ini merupakan hal yang penting untuk mengantisipasi dan
mempertimbangakan hal apa saja yang sesuai untuk tata kelola dan perilaku yang tepat
bagi perusahaan dan para akuntan profesional di masa depan. Dihadapkan dengan
pilihan menerapkan suatu aliran pedoman dan peraturan baru, para pebisnis dan
akuntan profesional akan menemukan bahwa tugas mereka difasilitasi oleh pemahaman
akan esensi etika yang berdasarkan pada inisiatif-inisiatif yang baru.

















BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Studi Kasus 1: Skandal Waste Management Inc. (WMI)
2.1.1 Sejarah Singkat Waste Management Inc.
Waste management, Inc (WMI) didirikan oleh dua sepupu Dean Buntrock dan
Wayne Huizenga pada tahun 1968, perusahaan yang bermarkas di City Tower Pertama
di Houston, Texas. Perusahaan bergerak dalam industri pembuangan limbah dan
perusahaan jasa lingkungan di AS. Waste menjadi perusahaan manajemen limbah
terbesar di AS. Namun, Wayne Huizenga meninggalkan WMI pada tahun 1984 untuk
mendirikan kerajaan blockbuster.
Bisnis inti dari Waste Management untuk manajemen sampah di Amerika Utara
terdiri dari proses-proses penting sebagai berikut, yaitu mengumpulkan (collection),
memindahkan (transfer) & membuang (disposal).
Dalam pemilikan Buntrock sebagai CEO, perusahaan tersebut go public pada
tahun 1971, dan kemudian berkembang selama tahun 1970an dan 1980an melalui
beberapa tambahan atau akusisi dari perusahaan angkutan sampah lokal dan pengurus-
pengurus landfill. Bahkan pada suatu saat perusahaan mampu melakukan hampir dari
200 akusisi selama setahun. Dari 1971 sampai dengan 1991, perusahaan menikmati
rata-rata pertumbuhan pendapatan sebesar 36% per tahun dan pertumbuhan laba bersih
sebesar 36% per tahun.
2.1.2 Kronologis Kasus
Pada 1991, Waste Management menjadi bisnis pembersih sampah terbesar di dunia,
dengan pendapatan lebih dari $7.5 milyar. Meskipun terjadi resesi, Buntrock dan
eksekutif lainnya di Waste Management menetapkan tujuan/sasaran pertumbuhan
yang agresif.
Pada 1992 misalnya, perusahaan meramalkan pertumbuhan sebesar 26.1% untuk
pendapatan & 16.5 % untuk laba bersih berturut-turut selama 1991.
Pada tahun 1992, auditor di Andersen menemukan bukti yang menunjukkan bahwa
klien mereka salah saji pada pajak, asuransi, dan biaya yang ditangguhkan sebesar



$93.5 juta, tetapi WMI menolak untuk menyajikan kembali laporan keuangan untuk
memperbaiki kesalahan.
Pada tahun 1993, auditor mendokumentasikan salah saji lain sebesar $128 juta yang
akan mengurangi pendapatan dari operasi yang dilanjutkan sebesar 12 persen.
Meskipun demikian, Andersen menyimpulkan bahwa salah saji tersebut tidak
material untuk mengharuskan pengungkapan.
Pada 1996, Dean Buntrock pensiun sebagai CEO, tapi melanjutkan untuk karirnya
sebagai ketua dari Dewan Direksi.
Pada tahun 1997 ketika CEO baru perusahaan, Ronald T. Lemay, berhenti setelah
tiga bulan menjabat.
Analis menyimpulkan bahwa CEO berhenti karena mungkin telah menemukan
masalah akuntansi. Meskipun demikian, Lemay telah memulai penyelidikan atas
manipulasi akuntansi yang kemudian menjadi titik awal untuk mengetahui perlunya
penyajian kembali laporan keuangan periode 1992-1997 yang diperlukan untuk
mengoreksi berbagai penggelembungan angka dan juga menjadi titik awal untuk
investigasi SEC.
SEC mulai memeriksa buku WMI pada bulan November 1997, ketika perusahaan
mengumumkan bahwa perubahan dalam metode akuntansi akan berakibat pada
hilangnya $1.2 milyar dan mengurangi laba ditahan yang dilaporkan sebesar $1
miliar yang tercatat selama lima tahun sebelumnya.
Skema terurai pada pertengahan tahun 1997, setelah CEO baru memerintahkan
untuk meninjau praktik akuntansi perusahaan.
Pada 1992-1997, CEO yang lama memanipulasi laporan keuangan untuk mencapai
target laba. WMI terus terlibat dalam $ 1,4 miliar pada penipuan laporan keuangan .
Pada tahun 1998, WMI menyajikan kembali laporan keuangan perode 1992-1997.
Dalam penyajian kembali, melalui tiga kuartal pertama, perusahaan mengakui
secara material telah menggelembungkan laba sebelum pajak sekitar $1.7 milyar
dan mengecilkan elemen tertentu dari beban pajaknya sebesar $190 juta. WMI
mengakui bahwa secara keseluruhan perusahaan telah menggelembungkan laba
bersih setelah pajak sebesar lebih dari $1 miliar.
Setelah pengumuman tersebut, saham perusahaan turun hingga lebih dari 30% dan
pemegang saham rugi hingga $6 milyar dollar.
SEC menuduh Dean Buntrock, pendiri perusahaan, dan 5 pejabat top lainnya
melakukan penipuan ini. Tuduhan tersebut menduga bahwa manajemen telah
berulang kali merubah penilaian biaya depresiasi untuk mengurangi jumlah biaya



dan telah melakukan praktik akuntansi yang tidak layak berhubungan dengan
kebijakan-kebijakan kapitalisasi, juga merencanakan pengurangan biaya-biaya.
SEC juga menuduh Arthur Andersen, sebagai auditor Waste Management, yang
diduga keras mengetahui atau secara sembarangan mengeluarkan laporan audit
yang secara material salah dan menyesatkan untuk periode 1993 sampai dengan
1996.
Andersen menyelesaikan masalah kepada SEC dengan membayar denda, terbesar
dalam sanksi perdata, sebesar $7 juta, tanpa pernyataan mengakui atau menyangkal.
Dan juga, mitra-mitra utamanya didenda dan dilarang berpraktik oleh SEC.
Untuk menyelesaikan tuntutan class action dengan pemegang saham yang marah,
WMI membayar denda sebesar $677 juta dengan kontribusi dari Arthur Andersen
sebesar $95 juta.
Tim manajemen puncak di WMI, termasuk chief financial officer dan petugas
akuntansi kepala, dipaksa untuk mengundurkan diri.
Sebuah perjanjian penyelesaian diajukan dalam gugatan tertunda di pengadilan
federal Boston.
2.1.3 Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Skandal Waste
Managemnt Inc.
2.1.3.1 Pendiri, Chairman dan CEO: Dean L. Buntrock
Buntrock mendalangi kecurangan ini. Dia menetapkan target laba, dipupuk
budaya akuntansi penipuan, secara pribadi diarahkan tertentu dari perubahan akuntansi
untuk membuat pendapatan yang ditargetkan, dan merupakan juru bicara yang
mengumumkan nomor palsu perusahaan. Pada saat yang sama, Buntrock berpose
sebagai pengusaha sukses. Dia adalah penerima keuntungan terbesar dari penipuan dan
mendapatkan lebih dari $16.9 juta dalam keuntungan haram antara lain dari bonus
berbasis kinerja, tunjangan pensiun, sumbangan amal, dan menjual saham perusahaan
sementara penipuan itu berlangsung.
2.1.3.2 Manajemen Puncak WMI (Eksekutif)
CFO: Philip B. Rooney
Rooney yang bertanggung jawab membangun profitabilitas inti operasi
limbah padat perusahaan dan setiap saat melakukan kontrol secara keseluruhan



atas anak perusahaan terbesar perusahaan. Dia memastikan bahwa diperlukan
write-off tidak tercatat dan, dalam beberapa kasus, ditolak keputusan akuntansi
yang akan berdampak negatif pada operasi. Dia mendapatkan lebih dari $9.2
juta keuntungan haram, antara lain dari bonus berbasis kinerja, tunjangan
pensiun, dan menjual saham perusahaan sementara penipuan itu berlangsung.
Chief Financial Officer (CFO): James E. Koenig
Koenig yang terutama bertanggung jawab untuk melaksanakan skema.
Dia juga memerintahkan penghancuran bukti, menyesatkan komite audit
perusahaan dan akuntan intern, dan menyembunyikan informasi dari auditor
luar. Dia mendapat keuntungan lebih dari $ 900.000 dari kecurangannya.
Chief Accounting Officer: Thomas C. Hau
Hau merupakan teknisi utama untuk akuntansi penipuan. Antara lain, ia
menciptakan banyak "one-off" manipulasi akuntansi untuk memberikan
pendapatan yang ditargetkan dan hati-hati dibuat pengungkapan menipu. Dia
mendapat keuntungan lebih dari $600.000 dari kecurangannya .
Herbert Getz
Getz adalah penasihat umum perusahaan. Getz memberkati
pengungkapan penipuan perusahaan dan mendapat keuntungan lebih dari
$450.000 dari kecurangan nya.
Bruce D. Tobecksen
Tobecksen adalah ahli akuntansi lain yang menjadi tangan kanan
Koenig. Pada tahun 1994, ia meminta untuk menangani luapan Hau . Dia
mendapat keuntungan lebih dari $400.000 dari kecurangannya.
2.1.3.3 Auditor: Arthur Andersen Company
Arthur Andersen berulang kali mengeluarkan laporan audit wajar tanpa
pengecualian atas laporan keuangan tahunan yang secara material palsu dan
menyesatkan. Waste Management Inc membayar jasa audit kepada Andersen yang
menyarankan bahwa bisa memperoleh biaya tambahan melalui tugas khusus, awalnya
Andersen mengidentifikasi praktik-praktik akuntansi tidak tepat dan disajikan



manajemen, namun pimpinan menolak mengkoreksi, hal ini dilihat sebagai upaya
menutupi penipuan masa lalu untuk melakukan penipuan masa depan.
Andersen setiap tahun menyajikan manajemen perusahaan dengan apa yang
disebut Proposed Adjusting Journal Entries ("PAJEs") untuk memperbaiki kesalahan
yang mengecilkan biaya/pengeluaran dan menggelembungkan laba dalam laporan
keuangan perusahaan.
Manajemen secara konsisten menolak untuk melakukan untuk melakukan
penyesuaian yang disebut PAJEs. Sebaliknya, terdakwa diam-diam mengadakan
perjanjian secara curang dengan Andersen untuk mencoret akumulasi kesalahan
selama jangka waktu sampai sepuluh tahun. WMI setuju untuk mengubah praktik
akuntansi, tetapi hanya boleh dilakukan untuk periode mendatang untuk menutupi
kecurangan di masa lalu.
Akhirnya selama periode tujuh tahun dari penipuan Arthur Anderson dibayar
oleh Waste Management sebesar $7.5 juta dalam biaya audit, $ 11.8 juta dalam biaya
lainnya (pajak, membuktikan kerja), dan $6 juta dalam biaya non-audit tambahan
termasuk $3.7 juta untuk analisis tinjauan strategis. Andersen menerima dari Waste
Management Inc. sebesar $25.3 juta lebih selama tujuh tahun atau $3.6M per tahun.

2.1.4 Penyebab Terjadinya Skandal Waste Mangement Inc.
2.1.4.1 Tindakan ini menyangkut penipuan keuangan besar yang dimotivasi oleh
keserakahan dan keinginan untuk mempertahankan status profesional dan sosial. Waste
Management Inc. menyembunyikan kerugian, overstatement pendapatan, biaya
tersembunyi selama lima tahun, menyebabkan salah saji dalam laporan keuangan audit
yang diterbitkan.
WMI secara curang memanipulasi hasil keuangan perusahaan untuk memenuhi
target laba yang telah ditentukan dengan secara tidak tepat menghilangkan dan
menunda beban periode berjalan untuk melakukan banyak praktik akuntansi yang tidak
benar untuk mencapai tujuan ini. Mereka melakukan banyak praktik akuntansi yang
tidak benar untuk mencapai tujuan mereka. Diantaranya adalah:
a) Menghindari beban penyusutan truk sampah mereka dengan menetapkan nilai
sisa yang tidak mendukung dan meningkat sisanya, serta memperpanjang masa
manfaat.



b) Menetapkan nilai sisa dengan sewenang-wenang pada aset lain yang
sebelumnya tidak memiliki nilai sisa.
c) Gagal untuk mencatat beban penurunan nilai dari tempat pembungan sampah
karena mereka telah dipenuhi dengan sampah.
d) Menolak untuk mencatat beban yang diperlukan untuk menghapus biaya akibat
ketidaksuksesan dan pengabaian proyek pengembangan tempat pembungan
sampahnya.
e) Membentuk cadangan lingkungan yang meningkat sehubungan dengan akuisisi
sehingga kelebihan cadangan dapat digunakan untuk menghindari pencatatan
beban usaha yang tidak terkait.
f) Mengkapitalisasi berbagai biaya secara tidak benar.
g) Gagal untuk membentuk cadangan yang cukup untuk membayar pajak
penghasilan dan biaya-biaya lainnya.
2.1.4.2 Untuk mengecilkan biaya/pengurangan dan menggelembungkan laba
manajemen menggunakan top-level adjustment untuk dapat mencapai target laba
yang ditentukan.
2.1.4.3 Buntrock dan mitra lainnya melakukan kecurangan sekuritas, pengajuan laporan
berkala yang palsu, pemalsuan buku-buku dan catatan, serta kebohongan kepada
auditor untuk mendapatkan keuntungan yang besar dan memperkaya diri sendiri. Para
pelaku motivasi didorong oleh keserakahan dan terlibat memperkaya diri, diawetkan
posisi perusahaan mereka dan status dalam komunitas bisnis dan sosial. Dan juga
tambahan termasuk bonus, saham pilihan, dan tunjangan pensiun yang didasarkan pada
kinerja perusahaan.

2.1.5 Dampak dan Keberlanjutan Skandal Waste Management
Inc.
Skandal Waste Management Inc. merupakan perusahaan yang melakukan
penyajian kembali terbesar dalam sejarah perusahaan. SEC telah mengeluarkan aturan
dalam melaksanakan ketentuan SOX dalam pengadaan pembatasan pada jasa konsultasi



yang dapat ditawarkan untuk mengaudit pada klien. Arthur Andersen menyediakan
hampir semua penelitian yang diperlukan untuk penulis dari Sarbanes Oxley Act, dan
kasus Waste Management Inc adalah salah satu contoh terbaik dari mengapa SOX
sangat spesifik tentang independensi auditor.
Untuk menyelesaikan tuntutan class action dengan pemegang saham yang
marah, WMI membayar denda sebesar $677 juta dengan kontribusi dari Arthur
Andersen sebesar $95 juta. Dan, Andersen menyelesaikan masalah kepada SEC dengan
membayar denda, terbesar dalam sanksi perdata, sebesar $7 juta, tanpa pernyataan
mengakui atau menyangkal. Dan juga, mitra-mitra utamanya didenda dan dilarang
berpraktik oleh SEC. Andersen membayar rekor denda $7 juta, yang merupakan
terbesar yang pernah ada hukuman perdata terhadap perusahaan akuntansi Big Five
pada saat itu.

Waste Management Inc. Sekarang
Waste Management Inc. bangga dengan kinerja keuangan yang kuat dan juga
daftar beberapa penghargaan yang telah dimenangkan oleh perusahaan lebih dari empat
tahun terakhir, 74 penghargaan tepatnya. Dan juga, dikhususkan untuk etika kebijakan
perusahaan dan komitmennya untuk etika di semua tingkatan. Dilihat dalam bagian
etika dari situs web Waste Management Inc. ditemukan tiga tujuan utama, yaitu:
menciptakan sebuah lingkungan di mana setiap karyawan tahu apa yang etis, dan apa
yang diharapkan, pelatihan untuk memastikan semua orang memahami standar etika
perusahaan, dan mungkin yang paling penting bagian tentang rahasia peluit bertiup
(wm.com 2010).
Perusahaan telah sangat berhasil dalam meraih keberhasilan dan kesuksesan.
Hal ini terus meningkatkan harga per saham perusahaan, meningkatkan dividen untuk
pemegang saham, dan juga perusahaan memiliki program etika suara dan pengendalian
internal yang baik. Tapi, Waste Management Inc tidak sama dengan Waste
Management Inc. pada terjadinya kasus tahun 1998 dan itu adalah waktu yang berbeda.
Jaringan perusahaan mencakup operasi 367 koleksi, 355 stasiun mentransfer,
273 tempat pembuangan TPA aktif, 16 limbah-ke-energi tanaman, 134 tanaman daur
ulang, 111 menguntungkan digunakan proyek gas TPA dan enam pabrik produksi
listrik swasta. WMI menawarkan jasa lingkungan menjadi hampir 27 juta perumahan,



industri, kota dan pelanggan komersial di Amerika Serikat, Kanada, dan Puerto Rico.
Dengan 21.000 pengumpulan dan pemindahan kendaraan, perusahaan memiliki armada
truk terbesar di industri limbah. Bersama dengan pesaing Republic Services, Inc, dua
menangani lebih dari setengah dari semua pengumpulan sampah di Amerika Serikat.

2.1.6 Analisis Kasus
Kegagalan Pengendalian Internal dan Manajemen Risiko
Pengendalian internal dan manajemen risiko diperlukan untuk meningkatkan
kualitas pelaporan keuangan. Ini terutama dilakukan oleh CEO, chief accounting
officer, dan perusahaan audit eksternal. Kode etik Waste Management Inc.
mendefinisikan pengendalian internal dan manajemen risiko sebagai berikut:
1. Verifikasi sistem pengendalian intern bekerja secara efektif dan mendukung
Direksi dalam menentukan pedoman sistem pengendalian intern. Ini juga
mendukung Chief Executive Officer dalam menentukan alat dan metode yang
diperlukan untuk menerapkan sistem pengendalian internal.
2. Risiko mensyaratkan dengan mengidentifikasi dan dipantau serta diperbarui
secara teratur, dan unsur-unsur negatif yang dapat mengancam kelangsungan
operasional organisasi harus dinilai dengan hati-hati dan perlindungan
disesuaikan.
3. Dalam skandal Waste Management Inc., CEO, direktur eksekutif, manajemen
senior, dan perusahaan auditor yang terlibat.
4. Hal ini pada akhirnya menyebabkan kegagalan pengendalian internal dan
manajemen risiko yang buruk.
5. Pengawasan dalam rumus skema penipuan mengacu pada kurangnya adanya
tata kelola perusahaan yang bertanggung jawab dalam fungsi manajemen
pemantauan untuk penyajian wajar laporan keuangan sesuai dengan GAAP.
Tidak adanya fungsi pengawasan oleh komite audit WMI, ditambah dengan
monitoring yang tidak efektif dari tim manajemen puncak oleh dewan direksi
dan struktur pengendalian internal yang tidak memadai dan tidak efektif dalam
mencegah, mendeteksi, dan memperbaiki penipuan laporan keuangan, mungkin
telah berkontribusi signifikan faktor terhadap salah saji dan kegagalan audit.




Masalah Etika
Dari sudut pandang etika, penipuan yang dilakukan oleh keenam eksekutif
Waste Management Inc. sudah pasti itu perbuatan yang salah. Kejahatan yang telah
dilakukan tidak hanya ilegal, apa yang telah dilakukan benar-benar salah. Mereka tidak
hanya berbohong dan menunjukkan bentuk ketidakjujuran, tetapi perusahaan telah
mempertaruhkan banyak pekerja yang hidupnya bergantung pada perusahaan.
Perusahaan, seperti yang disebutkan sebelumnya, telah menaipulasi laporan keuangan
dengan menggelembungkan laba perusahaan untuk mendapatkan keuntungan pribadi
dari masing-masing pelaku.
Teori Etika
Berikut ini adalah analisis kasus Waste Management Inc. menurut beberapa
teori etika.
1. Egoisme
Dalam teori egoisme terdapat dua konsep, yaitu egoisme psikologis dan
egoisme etis. Egoisme psikologis (berkutat diri) adalah semua tindakan yang
dilandasi oleh ketamakan sehingga tidak dapat dikatakan tindakan tersebut
bersifat etis dengan mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain.
Jika dilihat dari teori egoisme psikologis, tindakan yang dilakukan oleh
para manajemen puncak serta Andersen adalah tindakan yang benar. Karena
teori ini adalah teori yang mementingkan diri sendiri tanpa mementingkan orang
lain maupun kerugian yang diterima orang lain terhadap tindakan yang telah
dilakukannya.
Menurut paham egoisme etis, tindakan menolong orang lain dianggap
sebagai tindakan untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja kepentingan
orang lain tersebut bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong
orang lain sebenarnya juga dalam rangka memenuhi kepentingan diri. Inti dari
paham Egoisme etis adalah bahwa jika ada tindakan yang menguntungkan orang
lain, maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat
tindakan itu benar, yang membuat tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa
tindakan itu menguntungkan diri sendiri.
Jika dilihat dari teori egoisme etis, tindakan yang dilakukan oleh para
pelaku dianggap benar karena mereka melakukan tindakan itu untuk menolong
dan menguntungkan diri mereka sendiri.



2. Utilitarianisme
Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatakan baik jika membawa
manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat. Jadi, ukuran baik tidaknya
suatu tindakan dilihat dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu
apakah member manfaat atau tidak. Jika dilihat dari teori utilitarianisme,
tindakan para pelaku dianggap tidak benar karena tindakan yang mereka
lakukan banyak merugikan pihak seperti para pemegang saham, investor, dan
karyawan.
3. Deontologi
Deontologi mengevaluasi etikalitas perilaku berdasarkan motivasi
pembuat keputusan, dan menurut prinsip deontologi, tindakan dapat dibenarkan
secara etika meskipun tidak menghasilkan keuntungan bersih atas kebaikan
terhadap kejahatan bagi para pengambil keputusan atau bagi masyarakat secara
keseluruhan. Perspektif deontologis tidak mementingkan konsekuensi. Hal yang
penting adalah bahwa keputusan dibuat untuk alasan yang tepat. Jika dilihat dari
teori deontologi, keputusan yang diambil oleh para pelaku tidak tepat karena
kewajiban moral seorang manajemen puncak adalah untuk memajukan
perusahaan bukan untuk merugikan perusahaan.
4. Teori Hak
Menurut teori hak, suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila
perbuatan atau tindaka tersebut sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Jika
dilihat dari teori hak, tindakan yang dilakukan para pelaku jelas telah melanggar
hak para pemegang saham dengan mereka memanipulasi laporan keuangan
demi keuntungan pribadi. Hak yang seharusnya didapat oleh para pemegang
saham dan investor ataupun pihak lainnya tidak dipenuhi.
5. Teori Keutamaan
Teori ini dapat didefinisikan sebagai disposisi sifat/watak yang telah
melekat/dimiliki oleh seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu bertingkah
laku yang secara moral dinilai baik. Sifat keutamaan yang harus dimiliki oleh
pelaku bisnis, yaitu kejujuran, keadilan (fairness), kepercayaan dan keuletan.
Jika dilihat dari teori keutamaan, tindakan yang telah dilakukan oleh para pelaku
dianggap tidak benar karena para pelaku tersebut tidak memiliki sifat-sifat yang
seharusnya dimiliki oleh seorang pelaku bisnis.





6. Teori Etika Teonom
Teori etika teonom dilandasi oleh filsafat Kristen yang mengatakan
bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian
hubungannya dengan kehendak Tuhan. Tujuan tertinggi umat manusia selain
tujuan hidup di dunia adalah kebahagiaan rohani (akhirat). Perilaku manusia
secara moral dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Tuhan, dan perilaku
manusia dinggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan-aturan/perintah Tuhan
sebagaimana telah dituangkan dalam kitab suci. Terlepas dari apakah manusia
mengakui atau tidak mengakui adanya Tuhan, setiap manusia telah diberikan
oleh Tuhan potensi kecerdasan yang tak terbatas (kecerdasan hati nurani, intuisi,
kecerdasan spiritual, atau apapun sebutan lainnya) yang melampaui kecerdasan
rasional. Tujuan tertinggi umat manusia hanya dapat dicapai bila potensi
kecerdasan tak terbatas dimanfaatkan.
Jika dilihat dari teori etika teonom, para pelaku hanya mementingkan
kebahagiaan duniawi tanpa memperdulikan tujuan tertinggi hidup umat
manusia, yaitu akhirat (kebahagiaan rohani). Hal tersebut mungkin disebabkan
oleh kurangnya pendidikan para pelaku tentang modal spiritual (SQ) yang
penting untuk membangun kecerdasan tak terbatas yang baik agar menjadi
pribadi yang memiliki hati nurani yang dapat mencegah seorang individu
melakukan yang tidak baik.
Paradigma Manusia Utuh
Inti dari paradigm manusia utuh adalah keseimbangan di dalam aspek-aspek
sebagai berikut:
1. Kepentingan pribadi, kepentingan masyarakat, dan kepentingan Tuhan.
2. Keseimbangan modal materi (PQ dan IQ), modal sosial (EQ), dan modal
spiritual (SQ).
3. Kebahagiaan lahir (duniawi), kesejahteraan masyarakat, dan kebahagiaan batin
(surgawi).
4. Keseimbangan antara hak (individu) dengan kewajiban kepada masyarakat dan
Tuhan.
Untuk mencegah terjadinya kasus seperti ini terjadi lagi, pelu dikembangkannya
paradigma manusia utuh dengan mengembangkan sikap dan perilaku hidup etis dalam
arti yang luas, yaitu dengan memadukan dan menyeimbangkan kualitas kesehatan fisik,



pengetahuan intelektual (psiko etika), kematangan emosional dan kerukunan social
(sosio etika), dan kesadaran spiritual (teo etika). Meditasi, zikir, retret, dan sejenisnya
terbukti dalam melengkapi praktik keagamaan guna meningkatkan kecerdasan
emosional dan spiritual. Pelatihan dan praktik meditasi, zikir, dan retret akan
mengembangkan lapisan emosional dan spiritual serta melengkapi pengembangan
intelektual melalui iptek dan kesehatan fisik yangdiperoleh melalui makanan sehat dan
berolahraga.
Dengan menyeimbangkan pengembangan pada lapisan fisik, intelektual,
emosional, dan spiritual ini akan memunculkan karakter positif. Pada akhirnya, karakter
ini akan memengaruhi kualitas kebahagiaan seseorang. Jadi, seseorang tidak hanya
menganggap uang sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan yang dapat
menyesatkannya melakukan kejahatan demi mendapatkan uang (kekayaan). Jika
paradigm ini telah diterapkan dan dijalankan dengan baik akan sangat efektif
mengurangi kejahatan seperti yang dilakukan para petinggi WMI ataupun kejahatan
lainnya.
Prinsip Good Corporate Governance (GCG)
Dalam hal ini, apa yang para eksekutif Waste Management Inc. telah melakukan
hal yang salah, dengan membuat keputusan yang buruk melakukan penipuan keuangan
hanya untuk mencapai "target laba yang telah ditentukan" mereka. Mereka telah
merugikan banyak pihak, bukan hanya para pemegang saham saja namun para
karyawan juga dirugikan. Ini tidak hanya menyebabkan kerusakan finansial, tetapi
menunjukkan bagaimana CEO perusahaan tidak memiliki integritas dan komitmen,
serta melanggar prinsip-prinsip GCG seperti:
1) Transparansi (transparency)
Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi. Dalam
mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup,
akurat, tepat waktu kepada segenap stakeholders-nya. Informasi yang diungkapkan
antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan
perusahaan. Audit yang dilakukan atas informasi dilakukan secara independen.
Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan
perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan.



Hal ini tidak diimplementasikan oleh Waste Management Inc. karena
banyaknya informasi-informasi yang disembunyikan yang seharusnya disampaikan
secara terbuka kepada stakeholders perusahaan.
2) Akuntabilitas (accountability)
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban
elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada
kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggung jawab
antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.
Prinsip yang dilanggar oleh para eksekutif Waste Management Inc. dengan
tidak ditunjukkan sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan
yang dapat dipercaya karena mereka menghasilkan laporan keuangan yang salah saji
selama lima tahun berturut-turut. Ini menyebabkan ketidakjelasan fungsi, pelaksanaan,
dan pertangungjawaban setiap organ sehingga pengelolaan berjalan tidak efektif.
3) Responsibilitas (responsibility)
Prinsip yang dilanggar oleh para eksekutif Waste Management Inc. yang tidak
memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan
kepada para pemangku kepentingan. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan
menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, Prinsip tanggung
jawab ada sebagai konsekuensi logis dari kepercayaan dan wewenang yang diberikan
oleh para pemangku kepentingan kepada para pengelola perusahaan. Namun, prinsip ini
tidak dilaksanakan dengan baik oleh Waste Management Inc.
4) Independensi (independency)
Independensi atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari
pihak manapun yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Prinsip ini dilanggar oleh auditor eksternal
yang bekerja sama dengan para pelaku dalam memanipulasi laporan keuangan
perusahaan.





5) Kesetaraan (fairness)
Kesetaraan dan kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang
setara merupakan prinsip agar para pengelola memperlakukan semua pemangku
kepentingan secara adil dan merata dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan
perusahaan, baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan,
pemodal) maupun pemangku kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat dan yang
lainnya). Prinsip ini sudah sangat jelas tidak dilanggar oleh para eksekutif Waste
Management Inc. karena mereka mementingkan diri sendiri untuk memperkaya diri
dengan cara melakukan penipuan.
Kasus Waste dilihat dari sudut pandang IFAC
IFAC atau International Federation of Accountants mempunyai tugas untuk
membuat standar internasional pada etika, auditing dan assurance, pendidikan akunting,
dan akuntansi sector public. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang
auditor dalam menjalankan tugasnya adalah dengan memahami IFACs International
Ethics Standards Board for Accountants (IESBA). Dimana ketika terjadi perbedaan
spesifkasi maka anggota harus patuh terhadap standar yang lebih ketat yang berlaku.
Kerangka dasar Kode etik IFAC adalah sebagai berikut:
1) Ciri yang membedakan profesi akuntan, yaitu kesadaran bahwa kewajiban
akuntan yaitu untuk melayani kepentingan publik.
2) Melayani kepentingan publik dalam arti luas. Pengertian publik bagi akuntan
terdiri dari atas klien, manajemen (atasan), kreditur, investor, pemerintah,
karyawan, masyarakat bisnis, dan keuangan, media masa, para pemerhati bisnis
dan ekonomi, para aktivis, dan sebagainya.
3) Tujuan dari profesi akuntan adalah memenuhi harapan profesionalisme, kinerja,
dan kepentingan publik.
4) Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan empat kebutuhan dasar,
yaitu kredibilitas, profesionalisme, kualitas jasa tertinggi, dan kerahasiaan.
5) Prinsip-prinsip perilaku fundamental, yang terdiri atas: integritas, objektivitas,
kompetensi profesional dan kehati-hatian, kerahasiaan, perilaku profesional, dan
standar teknis.
6) Namun, prinsip-prinsip fundamental pada butir (5) hanya dapat diterapkan jika
akuntan mempunyai sikap independen, baik independen dalam pikiran



(independence in mind) maupun independen dalam penampilan (independence
in appearance).
Dalam kasus Waste dengan dilihat dari sudut pandang IFAC yang merupakan
standar internasional pada etika yang dibuat untuk dipatuhi pada kasus Waste
kenyataannya terbalik dengan aturan yang ditetapkan. Auditor yang mengaudit Waste
Management, yaitu Arthur Andersen telah melakukan pelanggaran terhadap kelima
kerangka dasar IFAC. Arthur Andersen tidak mementingkan kepentingan publik dan
hanya mementingkan pribadi dan juga kliennya. Ia juga tidak memiliki sikap
profesional dan independen dalam menjalankan tugas auditnya demi mendapatkan
keuntungan lebih dari sang klien. Peraturan yang seharusnya dipahami, dimengerti dan
dijalankan ini, tidak dianggap oleh Andersen dalam menjalankan tugasnya mengaudit
Waste Management Inc.
Prinsip-prinsip Fundamental Etika IFAC
1) Integritas.
Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua
hubungan bisnis dan profesionalnya. Dalam kasus Waste Management Inc,
akuntan yang ada di perusahaan tidak secara jujur dan tegas dalam
mengungkapkan keadaan keuangan WMI yang sebenarnya. Serta ikut
berpartisipasi dalam melakukan penipuan atau manipulasi laporan keuangan.
2) Objektivitas.
Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya
bias, konflik kepentingan, atau dibawah pengaruh orang lain sehingga
mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional. Auditor eksternal di
Waste Management berada di bawah pengaruh para eksekutif WMI, yang
banyak melakukan manupulasi terhadap laporan keuangan perusahaan.
3) Kompetensi profesional dan kehati-hatian.
Seorang akuntan profesional mempunyai kewajiban untuk memelihara
pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat
yang dipelukan untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa
profesional yang kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik,
legislasi, dan teknik terkini. Seorang akuntan profesional harus bekerja



secara tekun serta mengikuti standar-standar profesional dan teknik yang
berlaku dalam memberikan jasa profesional. Akuntan WMI secara sengaja
memberikan opini wajar tanpa pengecualian terhadap laporan keuangan
yang salah saji secara demi kepentingan kliennya.
4) Kerahasiaan.
Seorang akuntan profesional harus menghormati kerahasiaan informasi yang
diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak
boleh mengungkapkan informasi apapun kepada pihak ketiga tanpa izin
yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat
hak profesional untuk mengungkapkannya.
5) Perilaku Profesional.
Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-
undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi. Akuntan WMI jelas telah melanggar hukum yang
berlaku dengan melakukan penipuan laporan keuangan yang menyebabkan
banyak kerugian terjadi dan hanya menguntungkan diri sendiri dan kliennya
saja.













2.2 Studi Kasus 2: Kasus Pelanggaran Etika KAP Justinus Aditya
Sidharta (Auditor PT. Great River International Tbk)
2.2.1 Sekilas Tentang PT. Great River International Tbk
PT Great River International Tbk merupakan perusahaan pakaian jadi berkualitas
tinggi dan terkemuka di Indonesia. PT Great River International didirikan oleh Sukanta
Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja pada tahun 1976 dengan nama PT. Great River
Garments Industries. Kemudian pada tahun 1996 Berganti nama menjadi PT Great
River International. Pada awalnya, PT Great River International mengalami
perkembangan yang sangat pesat hal ini ditandai dengan diperolehnya beberapa kali
penghargaan dari majalah Asiamoney dan berhasil lulus sertifikasi ISO 9002 untuk
quality management. Namun mulai tahun 2002, PT. Great River International mulai
mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga.

Permohonan PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan permohonan pailit
yang diajukan oleh Citibank atas utang senilai US $10 juta yang berasal dari US $
2 juta dari Revolving Credit Agreement pada 16 Februari 1994 dan US $ 8 juta dari
Revolving Credit Agreement-Domestic Trade Payable Onshore tanggal 16 November
1995. PT Great River International memperkirakan jumlah kewajibannya yang telah
dan akan jatuh tempo, di luar utangnya kepada Citibank, adalah sebesar US
$179.291.292. Sedangkan total aset yang dimiliki diperkirakan sebesar
Rp1.674.716.315.355. Perusahaan garmen PT Great River International Tbk
membukukan laba bersih sebesar Rp 1,023 trilyun per September 2002, melonjak dari
periode yang sama tahun sebelumnya yang masih membukukan rugi bersih Rp 11,298
milyar. Demikian dikemukakan Dirut Great River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan
keuangan kepada Bursa Efek Jakarta (BEJ).

2.2.2 Kronologis Kasus
Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta mulai menjadi auditor Great River
sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$150 Juta kepada
Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen dan
sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian
Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman tersebut.



Kasus Great River berawal pada sekitar bulan Juli hingga September 2004. PT
Bank Mandiri telah membeli obligasi PT Great River International, Tbk sebesar Rp50
miliar dan memberi fasilitas Kredit Investasi; Kredit Modal Kerja; dan Non Cash Loan
kepada PT. Great River Internasional senilai lebih dari Rp265 milyar yang diduga
mengandung unsur melawan hukum karena obligasi tersebut default dan kreditnya
macet. Obligasi tersebut saat ini berstatus default atau gagal, sedangkan kreditnya
macet. Pembelian obligasi dan pemberian kredit itu diduga kuat melawan hukum.

Kronologi Kasus 23 Nopember 2005
Sejak Agustus 2005, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan
keuangan Great River tahun buku 2003. Bapepam telah menemukan adanya:
a. Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan
GRIV per 31 Desember 2003; dan
b. Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana
hasil emisi obligasi, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi
konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. Dalam kasus
Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi, katanya. Tapi dia tidak
bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan
keuangan Great River itu. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Bapepam pada tanggal
22 Nopember 2005 meningkatkan Pemeriksaan atas kasus GRIV ke tahap Penyidikan.
Sehubungan dengan tindakan Penyidikan tersebut, Bapepam telah dan akan
berkoordinasi dengan instansi penegak hukum terkait.

29 Maret 2006
ECW Neloe Dirut Bank Mandiri memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan
Agung untuk diperiksa terkait kredit macet PT Great River Internasional (PT GRI) yang
bersangkutan diperiksa dalam dugaan penyimpangan pembelian obligasi PT GRI oleh
Bank Mandiri.

17 Mei 2006
Sunyoto Tanudjaya (ST) bos PT. Great River jadi buronan keberadaannya tidak
di ketahui hingga saat ini. Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung)
mengeluarkan surat perintah penangkapan. Sekarang dia masih buron.




28 November 2006
Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah
membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun.
Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan
Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003.
Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi
(pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review,
audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau
Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap
bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan
untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL).
Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan
Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006
tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan
Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan
Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa
AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi
pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.

04 Desember 2006
Pengumuman oleh PT Bursa Efek Surabaya bahwa PT. Great River Internasional
Tbk memenuhi kriteria delisting dengan menunjuk keterlambatan penyampaian laporan
keuangan:
Untuk tanggal yang berakhir pada 31 Desember2004 (audited)
Untuk tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2005
Untuk tanggal yang berakhir pada 31 Desember2005 (audited)
Untuk tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2006

08 Desember 2006
Kasus Great River semakin mencuat setelah adanya temuan auditor investigasi
Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account
penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya,
Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang.



Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melimpahkan kasus penyajian laporan
keuangan PT Great River International Tbk. ke Kejaksaan Tinggi. Ketua Bapepam
Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam
penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. Dalam kasus Great River ini,
akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi, katanya. Tapi dia tidak bersedia
menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great
River itu.
Fuad hanya menyatakan tugas akuntan adalah hanya memberikan opini atas
laporan perusahaan. Akuntan, kata dia, tidak boleh melakukan segala macam rekayasa
dalam tugasnya. Karena ada sanksi berat untuk (rekayasa) itu, katanya.
Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang
mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Bapepam juga sudah
menetapkan empat anggota direksi Great River sebagai tersangka, termasuk
pemiliknya, SunjotoTanudjaja. Penyidikan berdasarkan hasil pemeriksaan adanya
indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan
kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang
dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan
dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian.
Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar
utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp 400
miliar.
Kuasa hukum Sunjoto Tanudjaja, J. Pieter Nazar, menyatakan sudah mengetahui
kliennya akan disangkakan terlibat dalam manipulasi laporan keuangan Great River
bersama oknum akuntan publik.

20 Desember 2006
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah
melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung pada
tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan
tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja.
Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan
Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang menyajikan laporan
keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka.





02 April 2007
Menunjuk Pengumuman Bursa No. Peng-01/BEJ-PSJ/SPT/01-2005 tertanggal 13
Januari 2005 mengenai suspensi perdagangan saham GRIV yang telah berjalan lebih
dari 2 (dua) tahun, serta kondisi PT Great River International Tbk yang saat ini tidak
berjalan normal (operasional perusahaan lumpuh) sesuai kapasitas yang ada dan
dipandang berpengaruh terhadap going concern Perusahaan Tercatat, dimana belum
terdapat indikasi pemulihan yang memadai atas kondisi tersebut, maka mengacu pada
Peraturan Pencatatan PT Bursa Efek Jakarta Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan
(Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa angka III.3.1, Bursa
menghapus pencatatan saham Perusahaan Tercatat sesuai dengan ketentuan peraturan
ini apabila Perusahaan Tercatat mengalami sekurang-kurangnya satu kondisi di bawah
ini :
1. Mengalami kondisi atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif
terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara
hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan
Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang
memadai;
2. Saham Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai,
hanya diperdagangkan di pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh
empat) bulan terakhir.

Atas dasar hal tersebut, Bursa Efek Jakarta memutuskan untuk menghapuskan
pencatatan Efek PT Great River International Tbk. yang berlaku efektif pada tanggal 2
Mei 2007. Selain itu terdapat pertimbangan lain yang mendasari keputusan
penghapusan pencatatan Efek Perseroan yaitu belum dipenuhinya kewajiban
penyampaian Laporan Keuangan dan kewajiban finansial Perseroan kepada Bursa
berupa penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Auditan Tahun 2004 dan 2005 serta
Laporan Keuangan Triwulan I, Tengah Tahunan dan Triwulan III Tahun 2005 dan 2006
serta denda keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan baik Auditan maupun
triwulanan tahun 2004, 2005 dan 2006 dan pembayaran Biaya Pencatatan Tahunan
(ALF) tahun 2005 dan 2006 hingga saat dikeluarkannya pengumuman ini.




2.2.3 Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Skandal Manipulasi
Laporan Keuangan
2.2.3.1 PT Great River International Tbk
PT Great River International Tbk didirikan oleh Sukanta Tanudjaja dan Sunjoto
Tanudjaja pada tahun 1976 dengan nama PT. Great River Garments Industries.
Kemudian pada tahun 1996 Berganti nama menjadi PT Great River International. Pada
awalnya, PT Great River International mengalami perkembangan yang sangat pesat hal
ini ditandai dengan diperolehnya beberapa kali penghargaan dari majalah Asiamoney
dan berhasil lulus sertifikasi ISO 9002 untuk quality management. Namun mulai tahun
2002, PT. Great River International mulai mengalami kesulitan keuangan dengan
mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke
Pengadilan Niaga.

Permohonan PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan permohonan pailit
yang diajukan oleh Citibank atas utang senilai US $10 juta yang berasal dari US $ 2 juta
dari Revolving Credit Agreement pada 16 Februari 1994 dan US $ 8 juta dari Revolving
Credit Agreement-Domestic Trade Payable Onshore tanggal 16 November 1995. PT
Great River International memperkirakan jumlah kewajibannya yang telah dan akan
jatuh tempo, di luar utangnya kepada Citibank, adalah sebesar US $179.291.292.
Sedangkan total aset yang dimiliki diperkirakan sebesar Rp1.674.716.315.355.
Perusahaan garmen PT Great River International Tbk membukukan laba bersih sebesar
Rp 1,023 trilyun per September 2002, melonjak dari periode yang sama tahun
sebelumnya yang masih membukukan rugi bersih Rp 11,298 milyar. Demikian
dikemukakan Dirut Great River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan keuangan kepada
Bursa Efek Jakarta (BEJ).
2.2.3.2 Kantor Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta, Aryanto, Amir
Jusuf, Mawar dan Rekan
Pada tahun 2005, salah satu pemegang saham PT. Great River International Tbk
mengajukan diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB)
untuk menindaklanjuti hasil audit investigasi Akuntan Publik Amir Abadi Jusuf dan
Mawar. Dalam RUPLSB tersebut, akan dimintakan persetujuan pelaksanaan kuasi
reorganisasi terhadap hasil audit investigasi terhadap perseroan yang dilakukan oleh



KAP Amir Abadi Jusuf & Mawar pada November 2005. Selain itu, RUPLSB juga akan
meminta persetujuan soal restrukturisasi seluruh utang perseroan yakni mengkonversi
sebagian atau seluruh utang menjadi saham perseroan. Termasuk pula persetujuan soal
penambahan modal sehubungan dengan konversi sebagian atau seluruh utang perseroan
menjadi saham perseroan.
Akuntan publik Justinus Aditya Sidharta diindikasi melakukan kesalahan dalam
mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional, Tbk. Kasus tersebut
muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam yang menemukan
indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar
rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut
akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang. Berdasarkan investigasi
tersebut Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan
keuangan Great River ikut menjadi tersangka.
2.2.3.3 BAPEPAM-LK dan BEI
Badan Pengawasan Pasar Modal (Bapepam) merupakan lembaga atau otoritas
tertinggi di pasr modal yang melakukan pengawasan dan pembinaan atas pasar modal.
Bapepam-LK sebagai regulator dalam bidang pasar modal, berwenang mengadakan
pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Undang-Undang Pasar Modal dan atau
peraturan pelaksanaanya.
Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan pusat transaksi capital market indonesia.
BEI merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek
Surabaya. Demi efektivitas operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk
menggabungkan Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek Surabaya
sebagai pasar obligasi dan derivative. Bursa penggabungan ini mulai beroperasi pada 1
Desember 2007.
2.2.4 Bukti-bukti dan Fakta Kasus PT. Great River
International Tbk
Berikut hasil pengamatan pihak Bapepam selaku pengawas pasar modal
mengungkapkan tentang kasus PT.Great River, antara lain :
1. Kasus ini bermula dari ditemukannya hal-hal sebagai berikut :
a. Kasus Great River berawal pada sekitar bulan Juli hingga September
2004. PT Bank Mandiri telah membeli obligasi PT Great River



International, Tbk sebesar Rp50 miliar dan memberi fasilitas Kredit
Investasi; Kredit Modal Kerja; dan Non Cash Loan kepada PT. Great
River Internasional senilai lebih dari Rp265 milyar yang diduga
mengandung unsur melawan hukum karena obligasi tersebut default dan
kreditnya macet. Obligasi tersebut saat ini berstatus default atau gagal,
sedangkan kreditnya macet. Pembelian obligasi dan pemberian kredit itu
diduga kuat melawan hukum.
b. Selanjutnya kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor
investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar dari Bapepam yang
menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan
asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River
yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan
gagal dalam membayar utang.

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam, diperoleh bukti sebagai berikut :
a. Pada bulan Agustus 2005 telah menemukan adanya:
i. Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam
Laporan Keuangan GRIV per 31 Desember 2003; dan
ii. Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan
penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat dibuktikan
kebenarannya.
iii. Menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan
asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River
yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan
gagal dalam membayar utang.
3. Berdasarkan uraian tersebut di atas, Menteri Keuangan RI terhitung sejak
tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus
Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran
terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan
Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Great River tahun 2003.
4. Berdasarkan uraian tersebut di atas, pembekuan izin oleh Menkeu ini
merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan
Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang
membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia



Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan
Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang
menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin
5. Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-
undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan
Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45
tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka
PT.Great River. Dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);
6. Sesuai Pasal 5 huruf Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
maka:
a. PT Great River diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar
rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek
penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2003;
b. Sdr. Justinus Aditya Sidharta selaku auditor PT. Great River diwajibkan
membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke
Kas Negara, karena atas resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya
penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT. Great River tersebut,
meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP).

2.2.5 Penyebab Terjadinya Kasus PT. Great River
International Tbk
Penyalahgunaan dana penawaran umum ini disebabkan karena adanya
kelemahan dalam pengendalian internan PT Great River. Akibat lemahnya
pengendalian internal tersebut pihak menajemen hanya merealisasikan sebagian kecil
dana hasil penawaran umum, sedangkan selebihnya diduga diselewengkan oleh pihak
manajemen.
Selain itu manipulasi laporan keuangan juga disebabkan oleh pihak internal yang
dengan sengaja melakukan manipulasi guna mempercantik angka-angka dalam laporan
keuangan agar menarik investor yang akan membeli saham PT Great River.
Akuntan Publik yang mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional



Tbk tahun 2003 menyatakan adanya alasan dugaan overstatement atau kelebihan
pencatatan karena pencatatan untuk akun penjualan menggunakan metode yang berbeda
dari ketentuan yang ada. Awalnya,perusahaan ini menerima pesanan pakaian dari luar
negeri dimana bahan baku untuk pembuatan pakaian tersebut telah disediakan dari
pihak pemesan barang. Dengan demikian, pihak penerima pesanan tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk membeli bahan baku tersebut. Pada kenyataannya, pihak
penerima pesanan pakaian tersebut tetap mencantumkan harga bahan baku, aksesoris,
ongkos kerja dan laba perusahaan serta menjumlahkanya ke dalam nilai ekspor pada
saat pesanan tersebut dikirim. Pada dasarnya, tugas seorang akuntan publik adalah
mengoreksi kesalahan-kesalahan pencatatan laporan keuangan dari pihak kliennya.
Akan tetapi, KAP ini tidak melakukan koreksi terhadap kelebihan pencatatan
(overstatement) penjualan PT.Great River karena pihaknya mengaku telah mengaudit
laporan keuangan perusahaan tersebut sesuai dengan metode pencatatan periode
sebelumnya.
Justinus menyatakan metode pencatatan seperti itu bertujuan untuk menghindari
dugaan dumping dan sanksi perpajakan, sebab katanya saldo laba bersih tidak berbeda
dengan yang diterima perusahaan, maka hal itulah yang menjadi pemicu dugaan
Justinus yang telah dinyatakan olehnya tadi. Sehingga diinterpretasikan sebagai
menyembunyikan informasi secara sengaja dengan melakukan pemalsuan beberapa
akun hingga ratusan miliar rupiah dan melakukan overstatement penyajian account.

2.2.6 Dampak Terjadinya Kasus PT. Great River International
Tbk
Dampak dari kasus ini adalah Great River memiliki kewajiban utang yang telah
jatuh tempo kepada karyawan sebesar Rp 34 miliar dan pihak lainnya. Disebabkan
karena tidak adanya modal kerja, selain itu karyawan tidak diberikan hak-hak karyawan
secara penuh akibat penghentian kegiatan operasional. Great River juga terbukti
memiliki utang kepada CV Duta Gemilang sebesar Rp 3,1 juta. Selain itu, Great River
memilki utang kepada PT Jamsostek sebesar Rp 32,5 miliar.
Kerugian negara pun sebesar Rp 315 miliar karena kasus Great River ini.
Kerugian negara ini berasal dari akumulasi dari pembelian obligasi PT Great River
senilai Rp 50 miliar dan pemberian fasilitas kredit modal kerja dan kredit investasi



kepada PT Great River sebesar Rp 265 miliar. Pada obligasi oleh Bank Mandiri
dinyatakan berstatus default atau gagal, sedangkan kreditnya macet.

2.2.7 Analisis Kasus
Masalah Etika
Dari sudut pandang etika, etika dapat dilihat dari dua hal yaitu etika sebagai
praksis dan etika sebagai ilmu atau tata susila. Etika sebagai praksis ialah nilai-nilai
dan norma-norma moral baik yang dipraktikan ataupun tidak dipraktikan walaupun
seharusnya dipraktikan. Dengan maksud bahwa dengan moral atau moralitas yang
berarti adat istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma yang berlaku dalam
kelompok atau masyarakat. Sedangkan etika sebagai ilmu atau tata susila adalah
pemikiran atau penilaian moral yang bias mencapai taraf ilmiah bila proses penalaran
terhadap moralitas tersebut bersifat kritis metodis dan sistematis.
Masalah yang dilakukan oleh PT Great River International Tbk merupakan
masalah yang sudah jelas melanggar etika. Kejahatan yang telah dilakukan tidak hanya
ilegal,tetapi juga memberikan dampak negatif yang sangat buruk bagi pihak internal
maupun eksternal. Mereka tidak hanya berbohong dan menunjukkan bentuk
ketidakjujuran, tetapi perusahaan telah mempertaruhkan banyak pekerja yang hidupnya
bergantung pada perusahaan. Pihak internal pada kasus ini menaipulasi laporan
keuangan dengan menggelembungkan account penjualan, piutang dan asset hingga
ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan
perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang laba
perusahaan. Dibenarkan dengan fakta bahwa pihak setempat mengetahuinya dengan
sadar melakukan penipuan tersebut berlandaskan untuk mendapatkan keuntungan
pribadi dari hasil pemalsuan laporan keuangan PT Great River International Tbk.
Teori-Teori Etika
Etika memiliki beberapa teori-teori etika yang harus dipahami dan dimengerti
oleh seluruh para akuntan. Di sisi lain kita juga harus terlebih dahulu mengetahui apa
yang dimaksud dengan teori dan apa hubungannya dengan ilmu. Suatu pengetahuan
tentang suatu objek baru bisa dianggap sebagai disiplin ilmu bila pengetahuan tersebut
telah dilengkapi dengan sebuah teori tentang objek yang dikaji. Sehingga teori
merupakan tulang punggung dari suatu ilmu. Ilmu pada dasarnya adalah kumpulan



pengetahuan yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam dan social yang
memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala
tersebut berdasarkan penjelasan yang ada. Sedangkan teori adalah pengetahuan ilmu
yang menjelaskan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Etika
sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaa,
nilai-nilai, dan norma-norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik.
Dengan perkembangan zaman yang cepat pada teori-teori etika pun makin
bertambah dan kian terus berkembang. Berikut ini adalah analisis kasus PT Great River
International Tbk menurut beberapa teori-teori etika yang telah ada:
1. Egoisme
Dalam teori egoisme terdapat dua konsep, yaitu egoisme psikologis dan
egoisme etis. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa
semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat pada diri sendiri
atau biasanya disebut dengan selfish. Menurut teori ini, seseorang boleh yakin
bahwa ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban. Namun,
semua tindakan yang terkesan luhur dan tindakan yang suka berkorban tersebut
hanyalah ilusi saja. Pada kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya
sendiri. Sehingga menurut teori ini tidak ada tindakan yang sesungguhnya itu
bersifat altruisme. Altruisme adalah suatu tindakan yang peduli pada orang lain
atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan
dirinya.
Pada egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri
atau biasa disebut dengan self-interest. Jika menolong orang lain dianggap
sebagai tindakan untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja kepentingan
orang lain tersebut bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong
orang lain sebenarnya juga dalam rangka memenuhi kepentingan diri. Inti dari
paham Egoisme etis adalah bahwa jika ada tindakan yang menguntungkan orang
lain, maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat
tindakan itu benar, yang membuat tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa
tindakan itu menguntungkan diri sendiri.
Jika dilihat dari teori egoisme etis, tindakan yang dilakukan oleh para pelaku
dianggap benar karena mereka melakukan tindakan itu untuk menolong dan
menguntungkan diri mereka sendiri.




2. Utilitarianisme
Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatakan baik jika membawa manfaat
bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat. Jadi, ukuran baik tidaknya suatu
tindakan dilihat dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu apakah
member manfaat atau tidak. Teori utilitarianisme lebih melihat dari sudut
pandang kepentingan orang banyak seperti halnya kepentingan bersama dan
kepentingan masyarakat. Jika dilihat dari teori utilitarianisme, tindakan para pihak
yang bersangkutan atas kasus PT Great River International Tbk dianggap tidak
benar karena tindakan yang mereka lakukan banyak merugikan pihak tanpa
melihat kerugiannya atau dampaknya atas perbuatan tersebut kepada
kesejahteraan masyarakat.

3. Deontologi
Deontologi merupakan teori yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil,
konsekuensi atau tujuan dari tindakan tersebut. Paham deontologi menyatakan
bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan
tujuan, konsekuensi atau akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu
tindakan tidak boleh menjadi pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya
suatu tindakan. Suatu perbuatan tidak pernah menjadi baik karena hasilnya baik.
Hasil baik tidak pernah menjadi alasan untuk membenarkan suatu tindakan,
melainkan hanya karena kita wajib melaksanakan tindakan tersebut demi
kewajiban itu sendiri. Perspektif deontologis tidak mementingkan konsekuensi.
Hal yang penting adalah bahwa keputusan dibuat untuk alasan yang tepat. Jika
dilihat dari teori deontologi, keputusan yang diambil oleh para pelaku tidak
tepat karena kewajiban moral seorang manajemen puncak adalah untuk
memajukan perusahaan bukan untuk merugikan perusahaan. Hal yang
seharusnya paling diutamakan perusahaan adalah memberikan sesuatu
kewajiban moral yang mewajibkan tanpa adanya syarat.

4. Teori Hak
Menurut teori hak, suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila
perbuatan atau tindaka tersebut sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Teori hak merupakan suatu aspek teori dari deontology karena hak tidak dapat



dipisahkan dengan kewajiban. Bila suatu tindakan merupakan hak bagi
seseorang, maka sebenarnya tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi
orang lain. Teori hak sebenarnya didasarkan atas asumsi bahwa manusia
mempunyai martabat dan semua manusia mempunyai martabat yang sama. Hak
asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas dibagi menjadi 3 yaitu
hak hokum atau legal, hak moral atau kemanusiaan, dan hak kontraktual. Hak
legal adalah hak yang didasarkan atas system atau yurisdiksi hukum suatu
negara, dimana sumber hukum tertinggi suatu Negara adalah Undang-Undang
Dasar Negara yang bersangkutan. Hak moral dihubungkan dengan pribadi
manusia secara individu, atau dalam beberapa kasus dihubungkan dengan
kelompok bukan dengan masyarakat dalam arti luas. Hak kontraktual mengikat
individu-individu yang membuat kesepakatan atau kontrak bersama dalam
wujud hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Jika dilihat dari teori hak, tindakan yang dilakukan para pelaku jelas telah
melanggar hak para pemegang saham dengan mereka memanipulasi laporan
keuangan demi keuntungan pribadi. Hak yang seharusnya didapat oleh para
pemegang saham dan investor ataupun pihak lainnya tidak dipenuhi oleh PT
Great River International Tbk.

5. Teori Keutamaan (Virtue Theory)
Teori ini dapat didefinisikan sebagai disposisi sifat/watak yang telah
melekat/dimiliki oleh seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu bertingkah
laku yang secara moral dinilai baik. Sifat keutamaan yang harus dimiliki oleh
pelaku bisnis, yaitu kejujuran, keadilan (fairness), kepercayaan dan keuletan. Jika
dilihat dari teori keutamaan, tindakan yang telah dilakukan oleh para pelaku
dianggap tidak benar karena para pelaku tersebut tidak memiliki sifat-sifat yang
seharusnya dimiliki oleh seorang pelaku bisnis. Sifat-sifat yang dimiliki pada
pelaku bisnis kenyataannya jauh dari sifat keutamaan yang seharusnya dimiliki.

6. Teori Etika Etonom
Teori etika teonom dilandasi oleh filsafat Kristen yang mengatakan bahwa
karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya
dengan kehendak Tuhan. Tujuan tertinggi umat manusia selain tujuan hidup di
dunia adalah kebahagiaan rohani (akhirat). Perilaku manusia secara moral



dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Tuhan, dan perilaku manusia
dinggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan-aturan/perintah Tuhan
sebagaimana telah dituangkan dalam kitab suci. Terlepas dari apakah manusia
mengakui atau tidak mengakui adanya Tuhan, setiap manusia telah diberikan oleh
Tuhan potensi kecerdasan yang tak terbatas (kecerdasan hati nurani, intuisi,
kecerdasan spiritual, atau apapun sebutan lainnya) yang melampaui kecerdasan
rasional. Tujuan tertinggi umat manusia hanya dapat dicapai bila potensi
kecerdasan tak terbatas dimanfaatkan.
Jika dilihat dari teori etika teonom, para pelaku hanya mementingkan
kebahagiaan duniawi tanpa memperdulikan tujuan tertinggi hidup umat manusia,
yaitu akhirat (kebahagiaan rohani). Hal tersebut mungkin disebabkan oleh
kurangnya pendidikan para pelaku tentang modal spiritual (SQ) yang penting
untuk membangun kecerdasan tak terbatas yang baik agar menjadi pribadi yang
memiliki hati nurani yang dapat mencegah seorang individu melakukan yang
tidak baik.

Paradigma Manusia Utuh
Beberapa konsep dan hubungan antar berbagai konsep penting yang terkait
dengan pembangunan manusia seutuhnya antara lain: karakter, kepribadian,
kecerdasan, etika, gelombang otak, tujuan hidup, agama dan meditasi atau zikir. Etika
sebagai ilmu mecoba menjelaskan perilaku manusia dalam konteks sebatas makna
hidup duniawi umat manusia dengan mengabaikan sama sekali aspek kesadaran
spiritual dalam diri manusia. Pada tahap kesadaran trasendental, manusia telah
mencapai nilai tertinggi hakikat manusia, yaitu manusia tercerahkan yang sebagian
besar hidupnya telah dipersembahkan untuk melayani Tuhan dan ia tidak lagi tertarik
atau melekat pada hal-hal yang bersifat duniawi. Eika harus dimaknai sebgai pedoman
perilaku menuju peningkatan semua kecerdasan dan kesadaran manusia secara utuh.
Inti dari paradigma manusia utuh adalah keseimbangan di dalam aspek-aspek sebagai
berikut:
1. Kepentingan pribadi, kepentingan masyarakat, dan kepentingan Tuhan.
2. Keseimbangan modal materi (PQ dan IQ), modal sosial (EQ), dan modal
spiritual (SQ).



3. Kebahagiaan lahir (duniawi), kesejahteraan masyarakat, dan kebahagiaan batin
(surgawi).
4. Keseimbangan antara hak (individu) dengan kewajiban kepada masyarakat dan
Tuhan.
5. Gabungan dari keempat butir di atas akan menentukan karakter seseorang (teori
keutamaan)
6. Hidup adalah suatu proses evolusi kesadaran. Teori-teori etika yang dapat
dianalogikan dengan alur proses evolusi kesadaran yaitu: hak (egoisme)
utilitarianisme kewajiban (deontologi) teonom keutamaan (virtue).
Untuk mencegah terjadinya kasus seperti ini agar tidak terjadi lagi, pelu
dikembangkannya paradigma manusia utuh dengan mengembangkan sikap dan perilaku
hidup etis dalam arti yang luas, yaitu dengan memadukan dan menyeimbangkan
kualitas kesehatan fisik, pengetahuan intelektual (psiko etika), kematangan emosional
dan kerukunan social (sosio etika), dan kesadaran spiritual (teo etika). Meditasi, zikir,
retret, dan sejenisnya terbukti dalam melengkapi praktik keagamaan guna
meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual. Pelatihan dan praktik meditasi, zikir,
dan retret akan mengembangkan lapisan emosional dan spiritual serta melengkapi
pengembangan intelektual melalui iptek dan kesehatan fisik yangdiperoleh melalui
makanan sehat dan berolahraga.
Dengan menyeimbangkan pengembangan pada lapisan fisik, intelektual,
emosional, dan spiritual ini akan memunculkan karakter positif. Pada akhirnya, karakter
ini akan memengaruhi kualitas kebahagiaan seseorang. Jadi, seseorang tidak hanya
menganggap uang sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan yang dapat
menyesatkannya melakukan kejahatan demi mendapatkan uang (kekayaan). Jika
paradigma ini telah diterapkan dan dijalankan dengan baik akan sangat efektif
mengurangi kejahatan seperti yang dilakukan para petinggi-petinggi ataupun kejahatan
lainnya.
Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia
Etika Profesional yang mengatur perilaku akuntan yang menjalankan praktik
akuntan public di Indonesia. Pada tahun 1998, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI)
merumuskan etika profesional baru yang diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntansi
Indonesia. Etika profesional baru ini berbeda dengan etika profesional yang berlaku
dalam tahun- tahun sebelumnya. Kode etik IAI ini dikembangkan dengan struktur baru.



Kompartemen yang dibentuk dalam organisasi IAI terdiri dari 4 macam yaitu
Kompartemen Akuntan Publik; Kompartemen Akuntan Manajemen; Kompartemen
Akuntan Pendidik; Kompartemen Akuntan Sektor Publik. Masing- masing
kompartemen digunakan untuk mengorganisasi anggota IAI yang berprofesi sebagai
Akuntan Publik, Manajemen, Pendidik, serta Akuntan Sektor Publik. Sebagai induk
organisasi, IAI merumuskan Prinsip Etika yang berlaku umum untuk semua anggota
IAI. Untuk profesi Akuntan Publik, Kompartemen Akuntan Publik menerbitkan Aturan
Etika untuk kompartemen Akuntan Publik. Aturan Etika tersebut kemudian dijabarkan
dalam Interprestasi Aturan Etika oleh Pengurus Kompartemen Akuntan Publik.
Empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
1. Kredibilitas.
Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
2. Profesionalisme.
Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai
jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
3. Kualitas Jasa.
Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan
diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
4. Kepercayaan.
Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika
profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
Berikut uraian penjelasan kode etik ikatan akuntansi Indonesia yang terdiri dari
8 diantaranya ialah:
1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap
anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional
dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota
mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut,
anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional



mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama
dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam
mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk
memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
Terkait dengan kasus PT Great River International Tbk berhubung
dengan kode etik tanggung jawab profesi, terlihat bahwa seorang akuntan dan
beserta anggota timnya tidak bertanggung jawab atas profesinya sebagai
akuntan. Pada kasus ini tidak terlihat seorang akuntan memeliharan dan
meningkatkan tradisi profesinya dengan baik yang seharusnya memelihara
kepercayaan para pemegang saham atas jasa yang diberikannya.

2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan
komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah
penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran
yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari
klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis
dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas
akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap
kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan
masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan.
Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam
menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan
negara. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai
jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi
tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai
tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk
menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik
kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka
untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung
jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.



Auditor dan selaku akuntan PT Great River International Tbk yaitu
Justinus Aditya Sidharta sama sekali tidak melakukan yang sepenuhnya untuk
kepentingan publik. Pada kasus ini Justinus Aditya Sidharta malah
mengutamakan kepentingan pribadinya sendiri dibanding kepentingan publik
seutuhnya. Terlihat bahwa Justinus tidak memiliki sikap tanggung jawab
profesionalisme dengan integritas yang tinggi sebagai akuntan PT Great River
International Tbk.


3. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya
pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi
kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam
menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota
untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan
rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh
dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang
tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima
kecurangan atau peniadaan prinsip.
Bila dilihat menurut kode etik ini pada kasus PT Great River
International Tbk , terlihat sangat jelas bahwa PT Great River selaku perusahaan
tidak memiliki integritas atas menjalani kegiatan bisnis perusahaannya sehingga
mengorbankan banyak karyawan dan para investor. Selaku auditor pun juga
tidak berprilaku sesuai dengan kode etik ini karena telah melakukan penipuan
atau kecurangan pada laporan keuangan PT Great River International Tbk.

4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya
adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota.
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur
secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam
berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka
dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi,



perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan
keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja
dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan
pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk
kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi
integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
PT Great River International Tbk pada kasusnya tidak berlaku adil dan
memihak kepada salah satu auditor yang bekerja pada perusahaannya. PT Great
River melakukan kecurangan dengan melakukan perencanaan bersama
auditornya untuk memberikan keuntungan terhadap mereka. Justinus selaku
auditor mengakui bahwa hal yang dilakukannya ini adalah hal yang disadarinya
dan disengaja karena ingin menambahkan nominal di beberapa aset untuk
menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan, sebab katanya saldo laba
bersih tidak berbeda dengan yang diterima perusahaan.

5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-
hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang
diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh
manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini
mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi
kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi
kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.
Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau
pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya
pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang
memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan
kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau
perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien
kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab
untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan,
pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab
yang harus dipenuhinya.



Justinus Aditya Sidharta tidak menggunakan jasanya dengan hati-hati
malah menyalahgunakan profesinya sebagai akuntan PT Great River
International Tbk. Justinus tidak memberikan clien informasi yang kompeten
dan komperehensif dengan ketekunan ilmu yang dia miliki dengan disesuaikan
informasi yang berlaku dengan sekarang. Sehingga terlihat bahwa Justinus tidak
mematuhi peraturan sebagai auditor yaitu harus kompetensi dan hati-hati atas
profesinya.

6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahaasiaan informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau
kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan
umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan
kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas
kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi
yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu
diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan
informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa
profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah
hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
Pada kasus PT Great River International Tbk, kode etik kerahasiaan
yang diterapkan malah menyimpang dengan aturan yang sebenarnya harus
dipatuhi agar tidak dilanggar. PT Great River melakukan kerahasiaan tetapi
kerahasiaan dalam konteks yang berbeda. Kerahasiaan yang dilakukannya
bukannya menguntungkan pihak clien malah kenyataannya sebaliknya. Selaku
auditornya pun terlibat karena dia yang meberikan jasanya kepada clien atas
kasus ini. Dengan begitu, terlihat bahwa auditor PT Great River International
Tbk melanggar kode etik pada kerahasiaan.

7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi
yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan
profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya



kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum.
Tindakan yang dilakukan perusahaan dan auditor pada kasus PT Great
River International Tbk menurut pandangan kode etik ini sangatlah tidak
profesional. Mereka tidak berperilaku profesional yang seharusnya seorang
akuntan berperilaku profesional pada kliennya. Tidak ada sama sekali rasa
tanggung jawab dari diri mereka sendiri atas jasa yang mereka berikan terhadap
kliennya.

8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya
dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip
integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus
ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan
perundang-undangan yang relevan.
Standar teknis yang seharusnya relevan dan bersifat profesional pada PT
Great River International Tbk jauh dari kodek etik tersebut. Selaku auditor sama
sekali tidak memberikan jasanya dengan relevan kepada kliennya atas
pemeriksaan laporan keuangan PT Great River International Tbk.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17/PMK.01/2008 Tentang Jasa
Akuntan Publik
Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah
membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun.
Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan
Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003.
Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi
(pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review,
audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau



Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap
bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan
untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL).
Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan
Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006
tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan
Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan
Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa
AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi
pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.
Dalam kasus Pembekuan Akuntan Justinus Aditya Sidharta dapat ditentukan
bahwa terdapat pelanggaran terhadap standar professional akuntan publik,dan kode
etik akuntan public. Justinus Aditya Sidharta dianggap tidak mematuhi Pasal 71 ayat
(3) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang Jasa
Akuntan Publik, bahwa izin AP Pemimpin KAP dibekukan apabila izin usaha KAP
dibekukan yang mengartikan bahwa AP Justinus Aditya Sidharta telah melanggar
standar auditing, standar pengendalian mutu serta terdapat pelanggarn pada beberapa
prinsip dan aturan kompartemen yang menyatakan tentang sikap professional,
mematuhi standar relevan yang berlaku dan tanggung jawab profesi.
Pelanggaran terkait standar professional akuntan publik yaitu melanggar standar
auditing dimana pada standar auditing yang terdapat pada standar professional Akuntan
Publik telah ditetapkan segala ketentuan yang berlaku terkait pemberian jasa,hal ini
juga terdapat pada peraturan menteri keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang jasa
akuntan publik dimana hal tersebut terdapat pada pasal 3 yang menjelaskan tentang
batas waktu dari pemberian jasa yang ditentukan untuk KAP paling lama 6 tahun buku
berturut-turut. Selain itu hal ini juga tentu melanggar standar pengendalian mutu sebuah
KAP dimana seluruh KAP diwajibkan untuk mematuhi standar yang relevan yang telah
ditetapkan oleh badan- badan yang berwenang.
Selain Standar Profesional Akuntan Publik yang telah dilanggar KAP Justinus
Aditya Sidharta ini telah melanggar Kode Etik Akuntan Publik Indonesia dimana KAP
tersebut telah melanggar beberapa prinsip etika profesi akuntan indonesia dan aturan
kompartemen akuntan public. Dimana dalam prinsip etika profesi terdapat tanggung
jawab profesi pada prinsip kesatu yang berarti bahwa dalam menjalankan tugasnya
dimana anggota KAP harus mampu bertanggung jawab terhadap seluruh pekerjaan dan



pemakai jasa. Selain itu juga terdapat pelanggaran pada prinsip ketiga integritas dimana
dalam menjalankan tanggung jawabnya KAP harus menjalankan dengan integritas
tinggi hal ini tidak terjadi pada KAP Justinus Aditya Sidharta yang telah mengabaikan
pegawainya sendiri. Hal ini membutikan bahwa integritas dari KAP Justinus Aditya
Sidharta rendah.
Terdapat prinsip lain yang juga dilanggar oleh KAP Justinus Aditya Sidharta
adalah perilaku professional yang tidak diterapkan dalam memberikan jasa kepada
kliennya sendiri melainkan merugikan banyak pihak. Dimana standar teknis
menyatakan tentang ketentuan yang harus dipenuhi dan hal ini menunjukan bahwa
KAP tersebut telah melanggar peraturan menteri keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008
tentang jasa akuntan publik yang telah ditetapkan oleh Menteri keuangan.

Menurut National Committen on Governance (NCG, 2006) ada 5 prinsip tata
kelola yang baik yaitu:
a. Transparansi (Transparency)
b. Akuntabilitas (Accountability)
c. Responsibilitas (Responsibility)
d. Independensi (Independency)
e. Keadilan (Fairness)
Adapun dalam kasus PT Great River Internasional Tbk ini, ada 5 pelanggaran terhadap
prinsip tata kelola yang baik antara lain:
a. Transparansi (Transparency)
PT Great River Internasional Tbk tidak menyampaikan informasi dengan benar, seperti
yang telah disampaikan bahwa telah memanipulasi laporan keuangan dengan
memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan dan
memperbesar nilai pendapatan sehingga informasi yang diterima oleh para pemangku
kepentingan menjadi tidak akurat. Hal ini menunjukkan bahwa PT Great River
Internasional Tbk telah melanggar prinsip Transparansi (Keterbukaan) dalam
penyampaian informasi.

b. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip akuntabilitas berkaitan erat dengan kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban organ, sehingga perusahaan dapa berjalan dengan efektif. Prinsip



ini berhubungan dengan pengendalian terhadap hubungan organ-organ yang ada di
perusahaan menyadari tanggung jawab, wewenang, hak dan kewajibannya. Telah
terbukti bahwa PT Great River Internasional Tbk tidak melakukan tanggung jawabnya
sebagai perusahaan atas wewenang hak dan kewajiban, sehingga terjadi ketidak
efektifan kinerja perseroan. Laporan Keuangan yang dihasilkannya pun menjadi tidak
akurat dan tidak dapat dipercaya. Hal ini jelas menjadi bukti bahwa PT Great River
Internasional Tbk gagal dalam menerapkan prinsip akuntabilitas.

c. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip pertanggungjawaban menekankan adanya sistem yang jelas untuk mengatur
makanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada para stakeholder perusahaan.
Prinsip pertanggungjawaban berkaitan dengan kewajiban perusahaan mematuhi semua
peraturan perundang-undangan yang berlaku. PT Great River Internasional Tbk
melanggar prinsip Responsibilitas dengan melakukan indikasi penipuan dalam
penyajian laporan keuangan. Terlihat dengan jelas PT Great River Internasional Tbk
tidak mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Independensi (Independency)
Adanya manipulasi laporan keuangan menunjukan bahwa divisi keuangan yang
membuat laporan tersebut tidak independen. Meskipun merupakan bagian internal dari
PT Great River Internasional Tbk, pihak yang bertanggungjawab membuat laporan
keuangan haruslah membuat laporan keuangan sesuai nilai yang sebenarnya tanpa
manipulasi tanpa terpengaruh pihak manajemen meskipun pihak manajemen
menginginkan adanya manipulasi.

e. Keadilan (Fairness)
Dalam prinsip keadilan, manajemen diharapakan tidak mengutamakan kepentingannya
saja atau kepentingan pemegang saham saja, tetapi kepentingan semua stakeholder
perusahaan. Penyajian laporan keuangan secara wajar kepada semua stakeholder
merupakan wujud dari penerapan rinsip kewajaran. PT Great River Internasional Tbk
tidak memperlakukan secara adil para pemangku kepentingan, investor tidak
diperlakukan secara adil dan tidak ada keadilan pula bagi karyawan. Hal itu sangat jelas
tergambarkan pada pada Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal
membayar utang.



Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
sebagaimana dikutip oleh tim studi BAPEPAM-LK, prinsip-prinsip GCG juga
mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Memastikan dasar kerangka tata kelola perusahaan yang efektif
2. Hak-hak pemegang saham dan fungsi-fungsi kepemilikan kunci
3. Perlakuan yang sama terhadap pemegang saham
4. Peranan stakeholder dalam tata kelola perusahaan
5. Pertanggungjawaban direksi
Prinsip-prinsip sebagaimana dikemukakan oleh tim studi BPEPAM-LK tersebut di
atas juga tertuang dalam pedoman Umum GCG yang disusun oleh Komite Nasional
Kebijakan GCG yang diterbitkan pada tahun 2006. BAPEPAM-LK tidak mewajibkan
emiten atau perusahaan publik untuk menerapkan Pedoman Umum GCG tersebut.
Sehingga tidak terdapat sanksi terhadap emiten atau perusahaan publik konsep GCG
telah diadopsi ke dalam peraturan-peraturan yang diberlakukan oleh BAPEPAM-LK,
seperti keberadaan komsaris independen, ketentuan terkait dengan rapat direksi dan
komisaris, pelaksanaan tugas direksi dan komisaris dan lain-lain.
Prinsip-prinsip Fundamental Etika IFAC
1) Integritas
Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan
bisnis dan profesionalnya. Justinus selaku auditor PT Great River International Tbk
menyatakan bahwa metode pencatatan yang ia lakukan pada Laporan Keuangan
bertujuan untuk menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan, sebab saldo laba
bersih tidak berbeda dengan yang diterima perusahaan, maka hal itulah yang menjadi
pemicu dugaan Justinus yang telah dinyatakan olehnya tadi. Sehingga diinterpretasikan
sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja dengan melakukan pemalsuan
beberapa akun hingga ratusan miliar rupiah dan melakukan overstatement penyajian
account.

2) Objektivitas.
Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya bias,
konflik kepentingan, atau dibawah penguruh orang lain sehingga mengesampingkan
pertimbangan bisnis dan profesional. Lain dengan pada kasus ini yang membiarkan
profesionalitas sebagai seorang akuntan yang melakukan penipuan terhadap Laporan



Keuangan per 31 Desember PT Great River International Tbk.
3) Kompetensi profesional dan kehati-hatian.
Seorang akuntan profesional mempunyai kewajiban untuk memelihara
pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang
dipelukan untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang
kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini.
Seorang akuntan profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-
standar profesional haus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar
profesional dan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional. Akan tetapi,
KAP ini tidak melakukan koreksi terhadap kelebihan pencatatan (overstatement)
penjualan PT.Great River karena pihaknya mengaku telah mengaudit laporan keuangan
perusahaan tersebut sesuai dengan metode pencatatan periode sebelumnya. Dengan
begitu, akuntan yang memiliki kewenangan di PT Great River Internasional Tbk ini
tidak memelihara dan memberikan pengetahuan yang dimiliki seorang akuntan dan juga
keterampilan untuk menjamin seorang klien atas menerima jasa profesional yang
kompeten yang didasarkan atas teknik terkini.

4) Kerahasiaan.
Seorang akuntan profesional harus menghormati kerahasiaan informasi yang
diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak boleh
mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izin yang benar dan
spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk
mengungkapkannya. Namun kerahasiaan yang di dalam kasus PT Great River
International Tbk ini malah disalahgunakan dengan merahasiakan penipuan dalam
melakukan rekayasa pada Laporan Keuangan per 31 Desember.

5) Perilaku Profesional
Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan
yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Di
kasus PT Great River International Tbk dengan jelas mengesampingkan perilaku
profesional akuntan profesional yang seharusnya dipatuhi dengan peraturan yang
berlaku. Justinus selaku auditor berani berbuat yang tidak sesuai dengan kode etik yang
sudah berlaku.




BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Studi Kasus Waste Management Inc.
Penyusunan laporan keuangan serta proses audit adalah salah satu unsur utama
sistem pengendalian manajemen. Mengingat peran pentingnya bagi lembaga itulah,
laporan keuangan dan proses auditnya harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip
ideal-normatif serta etis yang diberlakukan terhadapnya. Kasus Waste Management Inc.
dimulai dengan kecurangan di bidang akuntansi. Para eksekutif WMI memanipulasi
laporan keuangan perusahaan dengan menggunakan berbagai trik akuntansi untuk
mendapatkan keuntungan pribadi dan memperkaya diri.
Proses audit laporan keuangan memang membuka peluang bahkan pada kondisi
tertentu mensyaratkan pelibatan auditor eksternal. Untuk itu, auditor eksternal yang
dipilih haruslah diakui integritasnya serta prosesnya harus terlaksana berdasarkan
kaidah-kaidah yang telah diakui validitasnya. Dalam kasus ini, auditor eksternal telah
melanggar prinisp yang ada dengan bekerja sama dengan kliennya dalam penipuan
laporan keuangan perusahaan.
Pengawasan dalam rumus skema penipuan mengacu pada kurangnya adanya
tata kelola perusahaan yang bertanggung jawab dalam fungsi manajemen pemantauan
untuk penyajian wajar laporan keuangan sesuai dengan GAAP. Tidak adanya fungsi
pengawasan oleh komite audit WMI, ditambah dengan monitoring yang tidak efektif
dari tim manajemen puncak oleh dewan direksi dan struktur pengendalian internal yang
tidak memadai dan tidak efektif dalam mencegah, mendeteksi, dan memperbaiki
penipuan laporan keuangan, mungkin telah berkontribusi signifikan faktor terhadap
salah saji dan kegagalan audit.
Kuncinya adalah pada aturan akuntansi yang transparan, independensi, dan
pengawasan terhadap manajemen puncak dan para auditor. Setelah ini tercapai maka
akan lebih mudah untuk memecahkan masalah penegakan hukum. Kecurangan
Akuntansi akan selalu menyertai kita selama ada pengusaha yang tidak bermoral dan
tidak jujur atau tidak kompeten dalam mengemban tugasnya.



Studi Kasus PT. Great River International Tbk
Akuntan merupakan profesi dimana setiap profesi memiliki kode etik yang harus
dijunjung tinggi karena itu menjadi dasar utama untuk melaksanakan tugas dengan baik
dan benar serta memberi manfaat bagi orang lain. Dalam kasus PT Great River,
Akuntan Publik yang bersangkutan telah mencelakai kode etik akuntan, khusunya
mengenai independensi, integritas dan objektivitas. Akuntan Publik tersebut telah
membiarkan kesalahan yang ditemuinya dan tidak ada upaya untuk memperbaikinya.
Akibat kelalaian tersebut banyak pihak yang dirugikan karena adanya kesalahan
informasi yang di terima publik. Pelanggaran terhadap kode etik seperti ini tidak hanya
berimbas pada Akuntan Publik yang bersangkutan saja, namun juga berimbas kepada
seluruh Akuntan Publik. Publik dapat saja memiliki persepsi yang negatif setelah kasus
ini terhadap integritas, objektivitas dan indpendensi auditor. Pembekuan terhadap izin
Akuntan Publik yang telah dilakukan oleh mentri keuangan adalah langkah tepat untuk
memperbaiki citra akuntan di mata publik, agar kepercayaan publik terhadap profesi
akuntan tetap terjaga demi keberlanjutan profesi ini

1.2 Saran
Studi Kasus Waste Management Inc.
Dijalankannya pengendalian internal yang baik dalam perusahaan agar dapat
efektif dan efisien dalam mencegah, mendeteksi, dan memperbaiki penipuan laporan
keuangan. Pemerintah harus memiliki pengukuran tata kelola perusahaan yang kuat
dan perbandingan dengan keuntungan. Memaksakan peraturan ketat pada direktur
independen, direktur eksekutif dan auditor. Waste Management Inc. harus menerapkan
prinsip-prinsip standar akuntansi yang berlaku sebagai bentuk pertanggung jawaban
etis.
Para auditor eksternal yang dipekerjakan untuk mengaudit laporan keuangan
perusahaan haruslah independen dan tidak berpihak pada klien atau mendapat tekanan
dari pihak manapun agar dapat menghasilkan laporan audit yang andal. Serta harus
melakukan rotasi auditor jika klien selalu menggunakan jasa audit dari kantor akuntan
publik yang sama agar tidak terjadinya hal seperti di Waste Management Inc. sehingga
akuntan public bisa bergantian setiap tahunnya.




3.2 Saran
Studi Kasus PT. Great River International Tbk
Akuntan Publik harus mampu menjaga dan melaksanakan kode etik profesi
sebagai akuntan dalam kondisi dan situasi apapun. Akuntan Publik sebagai pihak ketiga
yang independen dalam memberikan opini tentang laporan keuangan perusahaan harus
mampu menjaga kepercayaan publik dengan melakukan pekerjaan berdasatakan
Standar Profesi Akuntan Publik sehingga profesi ini tetap menjadi profesi yang penting
di dalam perkonomian negara.

























DAFTAR PUSTAKA


2-3 Oktober 2012. Majalah Bisnis Indonesia. Jakarta : s.n., 2-3 Oktober 2012.
http://s3.amazonaws.com/ppt-download/55239327-kode-etik-aicpa-ifac-iai-121101162140-
phpapp01.doc?response-content-
disposition=attachment&Signature=DzxR6xPUwdDqJpoShk%2ByTkboQzk%3D&Expires=13982
09149&AWSAccessKeyId=AKIAIW74DRRRQSO4NIKA. [Online] [Cited: April 23, 2014.]
2014. About Us: Waste Management Inc. Waste Management Inc. [Online] 2014 01-April.
[Cited: 2014 25-April.] https://www.wm.com/about/index.jsp.
2008. Accounting Scandals. Accounting Degree. [Online] 2008 30-July. [Cited: 2014
25-April.] http://www.accounting-degree.org/scandals/.
Agoes, Sukrisno. 2011. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta : Salemba Empat, 2011.
Arthur Anderson: Challengin the Status Quo. Moore, Mary Virginia and Crampton, John.
November 2003. November 2003, The Journal of Business Leadership (America National
Business Hall of Fame), pp. 71-89.
bapepam. www.bapepam.go.id. [Online]
. www.bapepam.go.id. [Online] [Cited: April 23, 2014.]
BAPEPAM. 2003. Press Release. [Online] Agustus 10, 2003. [Cited: Maret 19, 2014.]
http://www.bapepam.go.id/old/old/news/agt2003/Penegakan%20Hukum.PDF.
Berenson, Alex and Oppel Jr., Richard A. 2001. OncepMighty Enron Strains Under Scrutiny.
[Online] October 28, 2001. [Cited: March 19, 2014.]
http://www.nytimes.com/2001/10/28/business/once-mighty-enron-strains-under-
scrutiny.html.
Big Companies Pay Audit Firms More for Other Services. J., Well and A. Tannebaum. April 10,
2000. April 10, 2000, The Wall Street Journal, pp. C1-C2.
Brooks, Leonard J. and Dunn, Paul. 2011. Etika Bisnis & Profesi untuk Direktur, Eksekutif, dan
Akuntan. Jakarta : Salemba Empat, 2011.
bumn. 2001. http://www.bumn.go.id/22368/publikasi/berita/kasus-salah-catat-laporan-
keuangan-kimia-farma-usulkan-nilai-dividen-2001-tetap/. [Online] 2001. [Cited: April 23,
2014.]
Darmadji, Triptono and Fakhrudin, Hendy M. 2001. Pasar Modal di Indonesia. Jakarta :
Salemba Emban Patria, 2001.



david. 2009. http://davidparsaoran.wordpress.com/2009/11/04/skandal-manipulasi-laporan-
keuangan-pt-kimia-farma-tbk/. [Online] 2009. [Cited: April 22, 2014.]
elzamyroselin. 2013. http://elzamyroselin.blogspot.com/2013/02/tugas-3-kasus-perusahaan-
yang-melakukan.htm. [Online] 2013. [Cited: April 23, 2014.]
Enron: what happened and what we can earn from it. Benston, George J. and Hartgraves, Al
L. 2002. 2002, Elsavier Journal of Accounting and Public Policy 21, pp. 105-127.
Fahmi, Saputra. 2011. Etika dalam akuntansi keuangan. Saputra Fahmi. [Online] 2011 9-
November. [Cited: 2014 26-April.] http://fhsaputra11.blogspot.com/2011/11/etika-dalam-
akuntansi-keuangan-dan.html.
Grace, Stevi. 2014. Kasus Etika Waste Management Inc. Stevi Grace 15. [Online] 2014
25-January. [Cited: 2014 25-April.] http://stevigrace15.blogspot.com/2014/01/kasus-
etika-waste-management-inc.html.
Hendarto, Bambang Ruly. 2010. Pelanggaran Etika Bisnis dengan Menggunakan Studi
Kasus Pada Perusahaan. Scribd. [Online] October 27, 2010. [Cited: March 18, 2014.]
http://www.scribd.com/doc/40228705/KASUS-ENRON.
ifac. http://www.ifac.org/Ethics/. [Online] [Cited: April 23, 2014.]
KAP Akhyadi Wibisono. 2011. Laporan Keuangan (audited) untuk tahun yang berakhir pada
tanggal 31 Desember 2010. Jakarta : PT Katarina Utama Tbk, 2011. Audited Financial Report.
L J Brooks, Paul Dunn. 2011. Etika Bisnis dan Profesi untuk Direktur, Eksekutif, dan Akuntan.
Jakarta : Salemba Empat, 2011.
2010. Laporan Keuangan dan Laporan Internal. Jakarta : PT. Katarina Utama Tbk, 2010.
Financial Report.
Mahendra, Gading. 2009. Kasus Arthur Andersen Praktik Akuntansi yang dipertanyakan.
Kasus Arthur Andersen. [Online] 2009 30-November. [Cited: 2014 26-April.]
http://gadingmahendradata.wordpress.com/2009/11/30/kasus-arthur-andersen-praktik-
akuntansi-yang-dipertanyakan/.
Nurul, Rigel. 2012. Waste Management Inc. Kasus Etika. [Online] 2012 3-March. [Cited:
2014 26-April.] http://rigelnurul.blogspot.com/2012/03/waste-management-inc.html.
Penerapan Srbanes Oxley di Indonesia . [Online] [Cited: March 19, 2014.]
http://asdarmunandar.blogspot.com/2012/02/penerapan-sarbanes-oxley-di-indonesia.html.
Riley, Dick. 2002. Financial Statement Fraud: Prevention and Detection. New York : wiley
corporation, 2002.
Rimoldi. http://my.liuc.it/MatSup/2013/L25522/presentazione%20parmalat_Rimoldi.ppt.
[Online] [Cited: April 23, 2014.]
Santosa, M. Budi. 2005. Menkeu Bekukan Izin Dua Akuntan Publik. [Online] 01 28, 2005.
[Cited: 03 19, 2014.] http://finance.detik.com/read/2005/01/28/172324/281069/5/menkeu-
bekukan-izin-dua-akuntan-publik.



2010. Sarbanes Oxley Act and Impact To Accounting Profesion in Indonesia. [Online]
November 26, 2010. [Cited: March 19, 2014.]
http://princesdavinaquu.blogspot.com/2010/11/sarbanes-oxley-act-and-impact-to.html.
SEC. 2002. SEC. [Online] 2002 26-june. [Cited: 2014 25-april.]
http://www.sec.gov/news/headlines/wastemgmt6.htm.
Senate Permanent Subcommittee on Investigations. 2002. Report on the Role of the Board
of Directors in the Collapse of Enron. U.S. Government Printing Office. [Online] July 08, 2002.
[Cited: March 14, 2014.] http://www.gpo.gov/fdsys/pkg/CPRT-107SPRT80393/pdf/CPRT-
107SPRT80393.pdf.
Septiani, Widya. 2013. Enron Fall. [Online] December 7, 2013. [Cited: March 19, 2014.]
http://buatbercerita.blogspot.com/2013/12/tugaskelompok-pengauditan-i-enron-fall.html
diakses Maret 19.
Syifa. http://ampundeh.files.wordpress.com/2014/03/analisis-prinsip-tata-kelola-stdi-kasus-
enron-dan-katarina-utama.docx. [Online] [Cited: April 22, 2014.]
The Economist Magazine. 2001. Enron: The Amazing disintegrating firm. Adieu Arafat? 12
08, 2001.
The Enron Scandal and Ethical Issues. [Online] [Cited: March 19, 2014.]
http://www.ukessays.com/essays/accounting/the-enron-scandal-and-ethical-issues-
accounting-essay.php.
The Fall of Enron. Healy, M. Paul and Palepu, G. Krishna. Spring 2003. Spring 2003, Journal
of Economic Perspectives Vol. 17 No.2, pp. 3-26.
2006. Timeline: A chronology of Enron Corp. [Online] January 18, 2006. [Cited: March 19,
2014.] http://www.nytimes.com/2006/01/18/business/worldbusiness/18iht-
web.0117enron.time.html?pagewanted=all&_r=0.
Tuanakotta, Theodorus M. 2007. Setengah Abad Profesi Akuntansi. Jakarta : Salemba
Empat, 2007.
2014. Waste Management Inc. Wikipedia. [Online] 2014 22-March. [Cited: 2014 26-
April.] http://en.wikipedia.org/wiki/Waste_Management,_Inc.

Anda mungkin juga menyukai