Saintifikasi jamu adalah penelitian berbasis pelayanan kesehatan hanya dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang telah mendapatkan izin atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Menurut Permenkes 003/MENKES/PER/I/2010, Saintifkasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Jamu adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Jamu dan bahan yang digunakan dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan harus sudah terdaftar dalam vademicum, atau merupakan bahan yang ditetapkan oleh Komisi Nasional Saintifikasi Jamu. Jamu yang digunakan harus aman sesuai dengan persyaratan yang khusus untuk itu klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris yang ada dan memenuhi persyaratan mutu yang khusus untuk itu.
Tugas dan fungsi saintifikasi jamu menurut Siswanto, 2012 yaitu:
a. Saintifikasi jamu merupakan terobosan dalam rangka mempercepat
penelitian di sisi hilir, yakni pengujian terkait manfaat dan keamanan jamu untuk upaya promotif, preventif, kuratif, paliatif, dan rehabilitatif, dengan membentuk jejaring dokter yang mampu melaksanakan penelitian berbasis pelayanan.
b. Saintifikasi jamu berupaya mengembangkan Body of Knowledge sistem
pengobatan tradisional Indonesia (termasuk jamulogi) ke arah kedokteran integratif dengan pendekatan terapi secara holistik.
c. Metodologi penelitian saintifikasi jamu dalam menguji manfaat dan
keamanan jamu menggunakan pendekatan holistik, sehingga ukuran klinis tidak saja diukur dengan ukuran objektif (hasil laboratorium dan pengukuran) namun juga dengan ukuran subjektif (self-responded outcome, skor penyakit, dan kualitas hidup).
Tujuan pengaturan saintifikasi jamu menurut Permenkes
003/MENKES/PER/I/2010 adalah:
a. Memberikan landasan ilmiah (evidence based ) penggunaan jamu secara
empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
b. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga
kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif, promotif, rehabilitatif dan paliatif melalui penggunaan jamu.
c. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan
penggunaan jamu.
d. Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata
yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.
DAPUS :
Kemenkes. 2010. Peraturan Mentri Kesehatan No. 003/MENKES/PER/I/2010
Tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI.
Siswanto. 2012. Saintifikasi jamu sebagai upaya terobosan untuk mendapatkan
bukti ilmiah tentang manfaat dan keamanan jamu. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 15:203–211.