Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Aspek Dakwah Islam ” dalam keadaan sehat tanpa kekurangan suatu
apapun. Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah studi islam.

Dalam penulisan mekalah ini penulis telah banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu dalam tulisan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Syamsul Aripin, MA. Selaku dosen mata kuliah studi islam
2. Kedua orang tua serta teman-teman kelas 1 C program studi biologi dan
berbagai pihak lainnya yang telah mendukung dan memfasilitasi dalam
penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
perbaikan makalah ini. Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Ciputat, 10 Oktober 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………... i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………… iii
BAB I : PENDAHULUAN……………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………... 1
1.3 Tujuan…………………………………………………………………….. 1
BAB II : PEMBAHASAN……………………………………………………... 2
2.1 Pengertian Dakwah Islam…………………………………………………. 2
2.2 Hukum Dakwah…………………………………………………………… 4
2.3 Unsur-unsur Dakwah……………………………………………………… 6
2.4 Metode Dakwah…………………………………………………………… 7
2.4.1 Dakwah Islam Berdasarkan Al-Qur’an…………………………… 7
2.4.2 Dakwah Islam Berdasarkan Hadist Rasulullah…………………… 8
2.4.3 Dakwah Berdasarkan Pendapat Para Ulama……………………… 9
2.5 Kode Etik Dakwah………………………………………………………... 11
2.5.1 Pengertian Kode Etik dan Rambu-Rambu Etis Dakwah………….. 11
BAB III : PENUTUP…………………………………………………………... 19
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………... 19
3.2 Saran………………………………………………………………………. 19
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
DAFTAR PETUGAS…………………………………………………………...

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam adalah agama risalah, untuk manusia keseluruhannya. Ummat Islam
adalah pendukung amanah, untuk meneruskan Risalah dengan dakwah; baik sebagai
ummat kepada ummat-ummat yang lain, ataupun selaku perseorangan ditempat
manapun mereka berada, menurut kemampuan masing-masing. Dakwah dalam arti
yang luas adalah kewajiban yang harus dipikul oleh tiap-tiap Muslim dan Muslimah.
Tidak boleh seorang Muslim dan Muslimah menghindarkan diri daripada nya. Oleh
karena itu, pengetahuan tentang Ilmu dakwah sangat penting untuk diketahui oleh
setiap ummat islam agar dapat menunaikan kewajiban ini dengan sebaik-baiknya.

1.2 Rumusan Masalah

o Apa pengertian dakwah islam?


o Apa hukum dakwah islam?
o Apa saja metode-metode dakwah islam?
o Bagaimana cara berdakwah berdasarkan Al-qur’an, Hadist dan Ulama
o Apa saja kode etik dakwah islam?

1.3 Tujuan
o Memahami pengertian dakwah islam
o Mengetahu hokum dakwah islam
o Mengetahui unsur-unsur dakwah islam
o Mengetahui metode-metode dakwah islam
o Mengetahui cara menyampaikan dakwah yang benar
o Mengetahui kode etik dakwah islam

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dakwah Islam


Dari segi bahasa, lafadz dakwah berasal dari kata do’a, yad’u, du’aan/
da’watan. Jadi kata du’aa atau dakwah adalah isim mashdar dari do’a yang keduanya
mempunyai arti yang sama yaitu ajakan atau panggilan atau permohonan1

Asal kata du’aa ini bisa diartikan dengan macam-macam arti, tergantung
kepada pemakaiannya dalam kalimat. Misalnya “da’aahu” dapat diartikan
memanggil/ menyeru akan dia. “Da’aahu” dengan arti mendoakan baginya.

Kata dakwah sering kita jumpai atau dipergunakan dalam ayat-ayat al-qur’an
seperti:

           

Artinya :

“ Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga) dan memipin orang yang


dikehendakinya kepada jalan yang lurus (islam).” QS: Yunus : 25

Sedangkan dalam hadits Rasulullah saw. Bersabda :

“Datangilah undangan jika engkau di undang” (HR. Muslim)

Dari segi istilah, banyak pendapat tentang definisi dakwah. Tidak jarang para ahli
berbeda-beda dalam memberi definisi suatu ilmu, demikian pula dalam ilmu dakwah
mereka mendefinisikan ilmu dakwah dengan ungkapan bermacam-macam.

1
Moh. Ardani. Memahami Permasalahan Fikih Dakwah, (Jakarta: Mitra Cahaya Utama, 2006) h. 7

2
a. Syaikh Ali Mahfudz (1952) dalam karyanya “Hidayatul Mursyiddin”
menulis:
“ Dakwah ialah mendorong (memotivasi) manusia untuk melakukan kebaikan
dan mengikuti petunjuk, memerintahkan mereka berbuat ma’ruf dan
mencegahnya dari perbuatan munkar agar mereka memperoleh kebahagiaan
di dunia dan akhirat.”
b. Prof. A. Hasyimi (1974).
Dakwah Islamiyah yaitu mengajak orang untuk meyakini dan mengamalkan
akidah dan syariat islmiyah yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan
oleh pendakwah sendiri.
c. Prof. Dr. Abu Bakar Aceh (1971)
Dakwah ialah perintah mengadakan seruan kepada semua manusia untuk
kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah yang benar, dilakukan dengan
penuh kebijaksanaan dan nasihat yang baik.
d. Prof. HM. Thoha Yahya Umar (1967)
Prof. Thoha Umar membagi pengertian dakwah menjadi dua bagian yakni
dakwah secara umum dan khusus
1. Pengertian dakwah secara umum adalah ilmu pengetahuan yang berisi
cara-cara dan tuntutan bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia
untuk menganut, menyetujui, melaksanakan suatu ideology dan pendapat
dan pekerjaan tertentu.
2. Pengertian dakwah secara khusus ialah mengajak manusia dengan cara
bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk
kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.2
e. Drs. HM. Arifin, M.ed (1977,17)
Memberikan batasan dakwah dengan pengertian: “sebagai suatu kegiatan
ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, dan sebagainya yang

2
Moh. Ardani. Memahami Permasalahan Fikih Dakwah. (Jakarta: Mitra Cahaya Utama, 2006) h. 11

3
dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha untuk memengaruhi orang
lain baik secara individu maupun kelompok agar timbul dalam dirinya suatu
pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan, serta pengalaman terhadap ajakan
agama sebagai message yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya
unsur paksaan. Hakikatnya Drs. HM. Arifin, M. ed. Berusaha memberi
batasan dakwah dalam pengertian yang sangat luas, dimana segala sesuatu
upaya menyebarluaskan ajaran islam dalam segala lapangan kehidupan
manusia, tentu saja artikel-artikel keagamaan di media massa termasuk
aktivitas dakwah.3

Dari definisi-definisi tersebut, meskipun terdapat perbedaan dalam


perumusan, tetapi apabila diperbandingkan satu sama lain, dapatlah diambil
kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:

1. Dakwah itu adalah merupakan proses penyelenggaraan suatu usaha atau


aktivitas yang dilakukan dengan sadar dan sengaja.
2. Usaha yang diselenggarakan itu adalah berupa:
 Mengajak orang untuk beriman dan mentaati Allah s.w.t. atau
memeluk agama islam.
 Amar ma’ruf, perbaikan dan pembangunan masyarakat (ishlah)
 Nahi munkar
3. Proses penyelenggaraan usaha tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan
tertentu, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang diridhai Allah
s.w.t.

3
Moh. Ardani. Memahami Permasalahan Fikih Dakwah. Jakarta: Mitra Cahaya Utama, 2006) h. 11

4
2.2 Hukum Dakwah

          

…  

Artinya :

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…(Al-
Imran: 110)

Islam adalah agama risalah, untuk manusia keseluruhannya. Ummat Islam


adalah pendukung amanah, untuk meneruskan Risalah dengan dakwah; baik sebagai
ummat kepada ummat-ummat yang lain, ataupun selaku perseorangan ditempat
manapun mereka berada, menurut kemampuan masing-masing.

‫بَلِّغُوا عَنِّى َولَ ْو آيَة‬


“Sampaikanlah apa yang (kamu terima) dari padaku, walaupun satu ayat.”

           

    

Artinya :

“Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali


orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati

5
supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
(Al-Ashr:1-3)

Dari ayat-ayat dan hadits yang kita ulangkan di atas tadi dapatlah diambil
kesimpulan, bahwa dakwah dalam arti yang luas adalah kewajiban yang harus dipikul
oleh tiap-tiap Muslim dan Muslimah. Tidak boleh seorang Muslim dan Muslimah
menghindarkan dari padanya.4

2.3 Unsur-unsur dakwah


Aktivitas dakwah tidak terlepas dari empat unsurnya yang terpenting yaitu:
da’I (pelaku dakwah), mad’u (obyek dakwah), materi dakwah, media dan metode
dakwah.
1. Da’I (pelaku dakwah)
Da’I adalah orang yang melaksanakan dakwah, baik dengan lisan, tulisan,
maupun perbuatan yang dilakukan secara individu, kelompok, atua melalui
organisasi /lembaga.
2. Mad’u
Mad’u adalah orang yang menerima dakwah, baik sebagai individu maupun
kelompok, yang beragama islam (muslim) atau non muslim.
3. Materi dakwah
Materi dakwah adalah isi pesan yang disampaikan da’I kepada mad’u. Semua
materi dakwah harus merujuk pada sumber pokok, yaitu al-Qur’an dan al-
Sunnah al-Nabawiyah, sebab yang menjadi materi dakwah itu ialah ajaran
Islam. Secara garis besar, materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi tiga
masalah pokok: Akidah, Syari’ah, dan Akhlak.
4. Metode dakwah

4
M Natsir. Jejak Risalah dan Dasar-Dasar Da’wah. (Jakarta: Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia,
2000) h. 109

6
Berkaitan dengan dakwah, metode dapat diartikan sebagai cara yang
digunakan seorang da’I dalam menyampaikan suatu pesan dakwah kepada
mad’u.5

2.4 Metode Dakwah Islam


Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan
“hodos” (jalan, cara). Dengan demikian dapat diartikan bahwa metode adalah cara
atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.6
2.4.1 Dakwah Islam Berdasarkan Al-Qur’an
Al-quran adalah kitab dakwah yang berisi aturan, minhaj, dan jalan yang lurus.
Al-qur’an telah menjelaskan metode, system, dan jalan berdakwah kepada allah
swt 7 . Yang paling utama adalah metode Hikmah (kebijakan) sebagaimana
perintah allah Swt kepada Rasul-Nya pada Q.S. al-Nahl [16]: 125:

             

           

Artinya :

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.". (Qs. Al- Nahl :125)

5
Rubiyanah. Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Lemlit UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010) h .71
6
Munzier Suparta. Metode Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta, 2003) h. 6

7
Dari ayat tersebut dapat diambil pemahaman bahwa metode dakwah itu meliputi tiga
cakupan, yaitu:8
1. Al-Hikmah
Al-hikmah adalah kemampuan dan ketepatan da’i dalam memilih,
memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u. al-
hikmah merupakan kemampuan da’I dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam
serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif.
Oleh karena tu, al-hikmah sebagai sebuah system yang menyatukan antara
kemampuan teoritis dan praktis dalam berdakwah.

2. Al-Mau’idza Al-Hasanah
Mau’izhah hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan yang
mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita
gembira, peringatan, pesan-pesan positif (wasiat) yang bisa dijadikan pedoman
dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.

3. Al-Mujadalah Bi-Al-Lati Hiya Ahsan


Al-Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua
pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar
lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan
bukti yang kuat. Antara satu dengn lainnya saling menghargai dan menghornati
pendapat keduanya berpegang kepada kebenaran, mengakui kebenaran pihak
lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut.

2.4.2 Dakwah Islam Berdasarkan Hadist Rasulullah

Nabi Muhammad SAW bersabda,

8
Munzier Suparta. Metode Dakwah (Jakarta: Rahmat Semesta, 2003) h. 8

8
‫ف‬ ْ َ ‫ستَط ْع فَبقَ ْلبه َوذَلكَ أ‬
ُ َ‫ضع‬ ْ َ‫سانه فَإ ْن لَ ْم ي‬ ْ َ‫َم ْن َرأَى م ْن ُك ْم ُم ْنكَرا فَ ْليُغَيِّ ْرهُ بيَده فَإ ْن لَ ْم ي‬
َ ‫ستَط ْع فَبل‬
.‫ْاْلي َمان‬
)‫( وراه صحيح مسلم‬
“Siapa di antara kamu melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya, jika
tidak mampu, ubalah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubalah dengan
hatinya dan yang terakhir inilah selemah- lemah iman“. (HR. Muslim)

Dari hadits tersebut terhadap tiga tahapan metode yaitu:


a) Metode dengan tangan (Bilyadi)
metode ini bisa dipahami dengan kekuasaan atau power dan metode ini
sangat efektif oleh penguasa yang berjiwa da’wah.
b) Metode da’wah dengan lisan (billisan)
dengan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat dipahami oleh Mad’u
bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.
c) Metode da’wah dengan hati (Bilqalbi)
Metode da’wah ini dengan hati, adalah berda’wah dengan hati yang ikhlas
dan tetap mencintai mad’u dengan tulus sekalipun pasan da’wah itu
ditolak dicemoh bahkan di ejek namun tetap sabar dan tidak boleh
membalasnya. Yang paling utama adalah biluswatun hasanah. Yaitu
dengan memberi contoh.

2.4.3 Dakwah Berdasarkan Pendapat Para Ulama

Berdasarkan QS. Al-Nahl ayat 125 Al-quran membagi metode dakwah


menjadi tiga cakupan, yaitu Al-Hikmah, Al-Mau’idza Al-Hasanah, dan Al-
Mujadalah Bi-Al-Lati Hiya Ahsan. kemudian para ulama memberikan
tafsiran dan pengembangan tentang metode dakwah sebagai berikut:

9
a) Dakwah Fardiah
Dakwah Fardiyah adalah dakwah yang dilaksanakan oleh pribadi-
pribadi kaum Muslim dengan cara komunikasi antarpribadi, one to one,
seseorang kepada orang lain (satu orang), atau seseoreang kepada beberapa
orang dalam jumlah yang kecil dan terbatas. Biasanya dakwah fardiah
terjadi tanpa persiapan. Termasuk kategori dakwah seperti ini adalah
menasihati teman sekerja, teguran, ajakan shalat, mencegah teman berbuat
buruk, memberikan pemahaman tentang Islam kepada seseorang, dll.
b) Dakwah Ammah
Dakwah Ammah adalah metode dakwah yang umum dilakukan oleh
seorang juru dakwah, ustadz, atau ulama. Biasanya berupa komunikasi
lisan (pidato, ceramah, tausiyah, khotbah) yang ditujukan kepada orang
banyak.
c) Dakwah Bil Lisan
Dakwah Bil Lisan yaitu metode dakwah melalui perkataan atau
komunikasi lisan (speaking), seperti ceramah, khotbah, atau dialog.
d) Dakwah Bil Hal
Dakwah Bil Hal disebut juga Dakwah Bil Qudwah, yaitu metode
dakwah melalui sikap, perbuatan, contoh, atau keteladanan, misalnya
segera mendirikan sholat begitu terdengar adzan, membantu kaum dhuafa
atau fakir-miskin, mendanai pembangunan masjid atau membantu kegiatan
dakwah, mendamaikan orang yang bermusuhan, bersikap Islami, dll.
e) Dakwah Bit Tadwin
Dakwah Bit Tadwin disebut juga dakwah bil qolam dan dakwah bil
kitabah, yaitu metode dakwah melalui tulisan, seperti menulis artikel,
buku, menulis di blog, status di media sosial, dll.
f) Dakwah bil Hikmah
Dakwah bil hikmah artinya dakwah dengan bijak, persuasif, dan sesuai
dengan kondisi atau keadaan objek dakwah (mad'u). Dakwah bil Hikmah

10
merangkum semua metode dakwah sebelumnya. Dakwah Bil Hikmah bisa
dipahami sebagai dakwah yang sesuai dengan tuntutan zaman, tuntutan
kebutuhan, atau sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga efektif.

2.5 Kode Etik Dakwah

Sebagai ajakan untuk memikirkan klaim terpenting tentang hidup dan mati,
kebahagiaan atau siksaan abadi, kebahagiaan di dunia atau kesengsaraan, kebajikan
dan kejahatan, maka misi dakwah harus dilaksanakan dengan integritas penuh
pendakwah dan objek pendakwah. Bila pihak-pihak merusak integritas ini, dengan
cara meminta atau menerima suap dengan menerima keuntungan, menerapkan
paksaan atau tekanan, memanfaatkan demi tujuan bukan di jalan Allah, maka ini
merupakan kejahatan besar dalam berdakwah atau dakwah islam menjadi tidak sah.
Dakwah islam itu harus dijalankan dengan sangat serius, melalui aturan-aturan yang
benar sehingga diterima dengan komitmen yang sama terhadap kebenaran Islam. 9
Karena itu para pelaku dakwah dalam hal ini da’I tidak diperintahkan menyeru islam
begitu saja, ada aturan-aturan yang telah ditetapkan.

2.5.1 Pengertian Kode Etik dan Rambu-Rambu Etis Dakwah


Secara umum etika dakwah itu adalah etika Islam itu sendiri di mana
secara umum seorang da’I harus melakukan tindakan-tindakan yang terpuji dan
menjauhkan diri dari perilaku tercela. dan pengertian kode etik dakwah adalah
rambu-rambu etis yang harus dimiliki oleh seorang juru dakwah. Namun secara
khusus dalam dakwah terdapat kode etik tersendiri. Dalam berdakwah terdapat
beberapa etika yang merupakan rambu-rambu etis juru dakwah, sehingga dapat
dihasilkan dakwah yang bersifat responsif. Adapun rambu-rambu etis tersebut
adalah sebagai berikut:

9
Munzier Suparta. Metode Dakwah. (Jakarta: Rahmat Semesta, 2003) h. 81

11
a) Tidak Memisahkan Antara Ucapan dan Perbuatan
Dengan mencontoh Rasulullah dalam menjalankan dakwanya, para da’I
hendaknya untuk tidak memisahkan antara apa yang ia katakana dengan apa
yang ia kerjakan, dalam artian apa saja yang diperintahkan kepada madu,
harus pula dikerjakan dana pa saja yang dicegah harus ditinggalkan. Kode etik
ini bersumber pada firman Allah dalam surah Al-Saff, 2-3:

             

    

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan hal-hal


yang kalian tidak melakukannya? Amat besar murka di sisi Allah, bahwa
kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan.”

Dari ayat tersebut dapat dipahami dakwah itu haruslah dimulai dari
pribadi sang da’i. para penyeru Islam perlu untuk menjadi muslim yang baik
sebelum menyebut dirinya cukup mampu untuk mengemban tugas. Sebelum
mengubah akhlak keapda orang lain seorang da’I harus mampu mengubah
akhlak yang ada dalam dirinya. Seperti yang diungkapkan Imam Ali:
“Barangsiapa menjadi pemimpin hendaklah ia mulai dengan
mengajar dirinya sendiri, sebelum mengajar orang lain dan mendidik dengan
perilaku sebelum lisannya.” 10

10
Munzier Suparta. Metode Dakwah .(Jakarta: Rahmat Semesta, 2003) h. 84

12
b) Tidak Melakukan Toleransi Agama
Toleransi (tasamuh) memang dianjurkan oleh Islam, tetapi hanya dalam
batas-batas tertentu dan tidak menyangkut masalah agama (keyakinan). Dalam
masalah prinsip keyakinan (akidah), Islam memberikan garis tegas untuk
tidak bertoleransi, kompromi, dan sebagainya. Seperti yang tergambar dalam
surah al-Kafirun 1-6:

            

              

   

Artinya :
Katakanlah: Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah
apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku
sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku.

Pada tataran ini seorang da’i haruslah teguh dan tegas dalam
mempertahankan prinsip akidahnya tampil dengan penuh kejujuran dalam
menyampaikan dakwahnya. Namun, juga tidak boleh memaksa para
mad’unya untuk mengikuti jalannya.11

11
Munzier Suparta. Metode Dakwah .(Jakarta: Rahmat Semesta, 2003) h. 86

13
c) Tidak Menghina Sesembahan Non-Muslim
Kode etik ini diambil dari QS. Al-An’am; 108:

             

            

Artinya :
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang merkea
sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan
melapaui batas tanpa pengetahuan.

Dai’I dalam menyampaikan ajarannya sangat dilarang untuk menghina


ataupun mencerca agama yang lain. Karena tindakan mencaci atau menghina
tersebut justru akan menghancurkan kesucian dari dakwah dan sangatlah tidak
etis.12 Pada hakikatnya seorang da’I harus menyebarkan ajaran Islam dengan
cara yang aman, dan bukan cara menyebarkan kejelekan terhadap umat lain.

d) Tidak Melakukan diskriminasi Sosial


Apabila mensuri tauladani nabi maka para da’I hendaknya jangan
membeda-bedakan atau pilih kasih antara sesame orang. Baik kaya maupun
miskin, kelas elit maupun kelas marjinal (pinggiran) ataupun status lainnya
yang menimbulkan ketidakadilan. Semua harus mendapatkan perlakuan yang
sama. Karena keadilan sangtlah penting dalam dakwah Islam. Kode etik ini
didasarkan pada QS. Abasa; 1-2,

12
Munzier Suparta. Metode Dakwah .(Jakarta: Rahmat Semesta, 2003) h. 87

14
      

Artinya :
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah
datang seorang buta kepadanya.”

e) Tidak Memungut Imbalan


Pada tataran ini memang masih terjadi perbedaan pendapat tentang
dibolehkannya ataupun dilarang dalam memungut biaya atau dalam Bahasa
lain memasang tariff. Dalam hal ini berpendapat menjadi tiga kelompok:
a. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa memungut imbalan dalam berdakwah
hukunya haram secara mutlak, baik dengan perjanjian sebelumnya
ataupun tidak.
b. Imam Malik bin Anas, Iman Syafi’I, membolehkan dalam memungut
biaya atau imbalan, dalam menyebarkan ajaran Islam baik ada perjanjian
sebelumnya maupun tidak.
c. Al- Hasan al-Basri, Ibn Sirin, al-Sya’ibi dan lainnya, mereka berpendapat
boleh hukumnya memungut bayaran dalam berdakwah, tetapi harus
diadakan perjanjian terlebih dahulu.

Perbedaan pendapat dari para ulama bisa terjadi karena banyaknya teks-
teks al-Quran yang menjadi sumber etika, sehingga muncul perbedaan dalam
penafsiran atau pemahamannya masing-masing.13

Namun, yang jadi catatan, setidaknya harus dipahami antara “mengajar


dan hanya membacakannya” seperti mengajar al-Quran atau membacakan al-
Quran? Bila mengajar berarti mentransfer ilmu dari guru ke murid, maka
dalam hal ini telah terdapat unsur jasa dan hukumnya boleh untuk memungut

13
Munzier Suparta. Metode Dakwah. (Jakarta: Rahmat Semesta, 2003) h. 90

15
bayaran. Tetapi apabila hanya membaca dan tanpa ada unsur jasa, maka ini
termasuk yang tidak dibolehkan untuk memungut imbalan sebagai rujukannya
adalah ketika Rasulullah menyuruh para tawanan perangnya untuk
mengajarkan baca tulis kepada orang Arab kepada generasi Islam yang
dijadikan sebagai tebusan tawan lawan.

f) Tidak Berteman dengan Pelaku Maksiat


Berkawan dengan orang pelaku maksiat ini dikhawatirkan akan
berdampak buruk atau serius. Karena orang bermaksiat itu beranggapan
bahwa seakan-akan perbuatan maksiatnya direstui oleh dakwah, pada sisi lain
integritas seorang da’I tersebut akan berkurang. Kode etik ini didasarkan pada
QS. Al-Maidah: 78

            

     

Artinya :
dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan
‘Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan
selalu melampaui batas.”

Dalam kode etik ini jika da’I terpaksa harus terjun ke lingkungan pelaku
maksiat maka da’I harus mampu menjaga dirinya serta mengukur
kemampuannya, dalam artian jika sang da’I merasa tidak mampu untuk
berdakwah ditemapt tersebut ia harus meninggalkannya dikhawatirkan akan
terpengaruh pada komunitas tersebut. Pada sisi lain berkawan denan pelaku

16
maksiat dikhawatirkan akan menjatuhkan integritas dari sang da’I dalam
masyarakat.14

g) Tidak Menyampaikan Hal-hal yang Tidak Diketahui


Da’I yang menyampaikan suatu hokum, sementara ia tidak mengetahui,
hokum itu pasti ia akan menyesatkan umat. Seorang juru dakwah tidak boleh
asal jawab atau menjawab pertanyaan orang menurut seleranya sendiri tanpa
ada dasar hukumnya. Da’I juga harus menyampaikan pesan dakwah sesuai
dengan taraf kemampuannya, masing-masing tidak memaksakan sesuatu yang
berada di luar kesanggupan mereka. Dan salah satu hikmah itu adalah ilmu.
Hal ini didasarkan pada ayat QS. Al-Isra; 36;

              

  

Artinya :

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidk mempunyai


pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semua itu akan diminta pertanggung jawabnya.”

Dengan Bahasa lain seorang da’I haruslah memiliki bekal ilmu yang
cukup sebelum terjun ke umat. Mereka haruslah dapat mengakomodasikan
segala permasalahan yang terjadi pada mad’u, untuk itu diperlukan sebuah
kecerdasan, pengetahuan serta pendangan yang jauh untuk menentukan

14
Munzier Suparta. Metode Dakwah. (Jakarta: Rahmat Semesta, 2003) h. 92

17
strategi dakwah dan harus dibekali dengan ilmu yang memadai. Sifat-sifat
cerdas da’I tersebut dalam kode etik ini meliputi:15

 Seorang da’I haruslah pandai dalam arti memiliki pandangan yang luas
dalam merespon dan menangani peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
ummat.
 Memiliki pandangan, firasat, sikap setia terhadap setiap urusan atau
permasalahan.
 Da’I haruslah mampu menangkap hal-hal yang tersembunyi di balik
peristiwa.
 Mampu mengambil manfaat dari setiap peristiwa yang terjadi.

Dalam kode etik ini kecerdasan haruslah ditopang dengan ilmu yang
mantap, dengan begitu da’I mampu melangkah ke garis depan dengan penuh
keyakinan dana rah yang jelas serta dapat membangun kerangka sehingga
dakwah dapat tampil dalam sosok yang utuh.’

15
Munzier Suparta. Metode Dakwah. (Jakarta: Rahmat Semesta, 2003) h. 93

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dakwah adalah suatu cara untuk mengajak manusia dengan cara bijaksana
kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan
kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat. Dakwah memiliki beberapa aspek yang
perlu diperhatikan dan dipahami agar dapat berjalan dengan baik, serta sesuai dengan
aturan Islam.

3.2 Saran
Dakwah merupakan kewajiban individual umat Islam. Itulah sebabnya Islam
disebut ”agama dakwah”. Artinya, agama yang harus disebarkan kepada seluruh umat
manusia. Oleh karena itu, penulis berharap agar dakwah di Indonesia dapat lebih
maju dan berkembang, serta agar makalah ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk
referensi makalah di masa yang akan datang.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ardani, Mohammad. 2006. Memahami Permasalahan Fikih Dakwah. Jakarta:

Mitra Cahaya Utama

Natsir, M..2000. Jejak Risalah dan Dasar-Dasar Da’wah. Jakarta: Media

Da’wah

Rubiyanah. 2010. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Lemlit UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

Suparta, Munzier dan Harjani Hefni. 2003. Metode Dakwah. Jakarta: Rahmat

Semesta

20
DAFTAR PETUGAS

A. Penanya

1. Adelia

2. Denisa Maharani

3. Tafa’ul

4. Amelia Febriana

5. Nadini Nur K.

6. Thias Bulan

B. Komentator

1. Aulia Dinyati L.

2. Firda N.

3. Nur Amelia R.

4. Apsari Nisa M.

5. Ayu Novita

6. Dwi Putra L.

C. Moderator

Farhan Hanif

D. Operator

Nadia Amalia

21

Anda mungkin juga menyukai