PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
o Untuk mengetahui pengaruh ajaran Islam bagi lahirnya organisasi
sosial keagamaan
o Untuk mengetahui sumbangan ajaran Islam bagi NKRI
1
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologi (ilmu asal usul kata), Islam berasal dari bahasa Arab,
terambil dari kosakata salima yang berarti selamat sentosa. Dari kata ini kemudian
dibentuk menjadi kata aslama yang berarti memeliharakan dalam keadaan selamat,
sentosa, dan berarti pula berserah diri, patuh, tunduk, dan taat. Dari kata aslama ini
dibentuk kata Islam (aslama yuslimu Islaman), yang mengandung arti sebagaimana
terkandung dalam arti pokoknya, yaitu selamat, aman, damai, patuh, berserah diri,
dan taat.1
“Islam adalah agama yang sebenarnya bagi seluruh umat manusia. Para nabi
adalah yang mengajarkan agama Islam di kalangan berbagai bangsa dan berbagai
zaman, dan Nabi Muhammad SAW adalah Nabi agama itu yang terakhir dan paling
sempurna.”
1
Abuddin nata, Studi Islam Komperhensif ( Jakarta: Kencana, 2011), hlm.11
2
Ibid, hlm. 19
3
Ibid, hlm. 21
2
Menurut Harun Nasution, Islam adalah4:
Dengan demikian, pengertian Islam baik dari segi bahasa maupun istilah
menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang mengemban misi keselamatan
dunia akhirat, kesejahteraan dan kemakmuran lahir dan batin bagi seluruh umat
manusia dengan cara menunjukkan kepatuhan, ketundukkan dan kepasrahan kepada
Tuhan, dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya5.
1. Muhammadiyah
Organisasi Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta pada 18
November 1912 oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan, yang tidak pernah menempuh
4
Ibid.
5
Ibid, hlm.22
3
pendidikan modern. 6 Kelahiran Muhammadiyah dapat dilacak dari konteks
sosial, politik, dan keagamaan umat Islam Indonesia pada akhir abad ke-19
dan awal abad ke-20. Secara umum, Muhammadiyah lahir dalam rangka
merespon kondisi sosial keagamaan umat Islam, pada masa itu umat Islam
tidak mempraktikkan agama secara murni, bertaburnya mistisme dalam ritual
keagamaan, akal tidak berdaya menghadapi tradisi yang penuh dengan
kestatisan dan kepasifan. 7 Sejak kehadirannya di tengah-tengah panggung
sejarah, Muhammadiyah telah memberikan kontribusi yang nyata bagi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia. Peran dan
partisipasi Muhammadiyah bagi masyarakat luas, yang di kalangan
Muhammadiyah disebut dengan istilah “ amal-usaha Muhammadiyah ”
memang merupakan hal yang fundamental bagi gerakan tersebut, apalagi jika
ditinjau dari latar belakang kelahiran Muhammadiyah itu sendiri. 8 Bentuk-
bentuk partisipasi yang telah dilaksanakan oleh Muhammadiyah dapat
dikategorikan dalam tiga utama bidang, yaitu Bidang Agama, Bidang
Pendidikan dan Bidang Kemasyarakatan.9
1) Bidang Agama
Dengan mengingat bahwa tugas muhammadiyah adalah memurnikan
ajaran Islam dari pengaruh-pengaruh sinkretisme, mistisme, maka peranan
Muhammadiyah dalam bidang agama sangat besar sekali. Usaha-usaha
yang telah dilakukan Muhammadiyah di bidang Agama:
1. Penentuan arah kiblat yang tepat dalam bersembahyang, sebagai
koreksi terhadap kebiasaan sebelumnya dengan menghadap tepat
ke arah barat.
6
Martahan Sitompul, NU dan Pancasila ( Yogyakarta: LKIS, 2010), hlm. 39
7
Majelis Diklitbang dan LPI PP Muhammadiyah, 1 abad muhammadiyah (Jakarta: Kompas, 2010), hlm.
xii
8
Weinata Sairin, Gerakan pembaruan muhammadiyah (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2008), hlm.
59
9
Ibid., hlm. 63
4
2. Penggunaan perhitungan astronomi dalam menentukan permulaan dan
akhir bulan Ramadhan (hisab), sebagai cara lain dari pengamatan
perjalanan bulan oleh petugas agama.
3. Menyelenggarakan sembahyang bersama di lapangan terbuka pada
hari-hari besar Islam, Idul Fitri dan Idul Adha sebagai ganti dari
sembahyang serupa dalam jumlah jamaah yang lebih kecil/terbatas,
yang diselenggarakan di mesjid.
4. Pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan daging qorban pada
hari-hari raya tersebut di atas oleh panitia khusus mewakili masyarakat
Islam setempat, yang dapat dibandingkan dengan kebiasaan
sebelumnya dengan memberikan hak istimewa dalam persoalan ini
pada pegawai atau petugas agama.
5. Penyampaian khotbah dalam bahasa daerah sebagai ganti
penyampaian dalam bahasa Arab.
6. Penyederhanaan upacara dan ibadah dalam peristiwa kelahiran,
khitanan, perkawinan dan pemakaman dengan menghilangkan hal-hal
yang bersifat politeistik.
7. Penyederhanaan makam yang semula dihiasi dengan cara yang
berlebihan.
8. Menghilangkan kebiasaan berziarah ke makam orang-orang suci (para
wali)
9. Menghilangkan anggapan seolah ada berkat yang sifatnya gaib yang
dimiliki oleh kyai/ulama serta pengaruh ekstrem terhadap mereka.
10. Penggunaan kerudung untuk wanita dan pemisahan laki-laki dengan
wanita pada pertemuan-pertemuan yang berifat keagamaan.
11. Perhatian khusus terhadap pelayanan bagi jemaah Haji dengan sebuah
badan khusus tahun 1921.
12. Pelopor dalam hal pembuatan mushola-mushola khusus bagi kaum
wanita.
5
Demikianlah beberapa upaya yang dilakukan oleh Muhammadiyah
khususnya dalam bidang Agama, yang telah banyak memberikan
pemahaman baru bagi umat Islam dalam menghayati serta mengamalkan
ajaran Islam.10
2) Bidang Pendidikan
Sejak semula Muhammadiyah menjauhi jalur perjuangan politik dan
memilih jalur pendidikan. Upaya Muhammadiyah yang mencoba
menyusun perumusan konsepsional tentang pendidikan dan
merelevansikannya dari waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan serta
tantanga zaman, harus dimengerti dalam konteks kesungguhan
Muhammadiyah untuk berpartisipasi secara positif di bidang pendidikan.
Muhammadiyah yang melaksanakan pendidikan bercorak Islam dan
berwawasan Nasional, hingga kini memiliki 3.175 buah taman kanak-
kanak, pendidikan dasar dan menengah 3.644 buah dan perguruan
tinggi/universitas/institute/akademi/ sebanyak 65 buah. Dalam hal peranan
Muhammadiyah di bidang pendidikan, Lukman Harun menyatakan
dengan tegas:
“Tapi sejak berdirinya, Muhammadiyah juga berbuat banyak untuk
meningkatkan taraf hidup dan pendidikan Islam-Mushammadiyah telah
memelopori pendidikan modern di Indonesia. Muhammadiyah pula yang
memelopori diberikannya pelajaran agama di sekolah-sekolah umum dan
dimasukkannya mata-mata pelajaran umum di sekolah-sekolah agama
yang sekarang sudah masuk GBHN sebagai bagian program pendidikan
nasional.11
10
Weinata seirin, Gerakan pembaruan Muhammadiyah (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2008), hlm.
64-65
11
Ibid., hlm. 74
6
3) Bidang Kemasyarakatan
Gerakan Muhammadiyah mempunyai perhatian yang besar juga dalam
bidang sosial-kemasyarakatan. Perhatian pertama Muhammadiyah
terhadap bidang kemasyarakatan dimulai dengan menetapkan suatu
lembaga yang bernama Penolong Kesengsaraan Umum (PKU). Mula-
mula lembaga ini didirikan oleh beberapa orang pemimpin
Muhammadiyah tahun 1918, dan berstatus sebagai organisasi yang berdiri
sendiri. Pada tahun 1921 organisasi yang memberikan bantuan bagi orang-
orang miskin dan yatim piatu, menjadi bagian dari organisasi
Muhammadiyah, dan namanya kemudian dikembangkan menjadi Pembina
Kesejahteraan Umat.
2. Nahdlatul Ulama
NU adalah organisasi keagamaan yang sejak kelahirannya hingga kini
menjadi penjaga keutuhan NKRI. Peran NU dalam mengawal dan menjaga
keberadaan dan keutuhan NKRI dilakukan tanpa mengenal kata surut. Hingga
sekarang NU tetap konsisten menjaga nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Ini
tidak lepas dari kesejarahan NU yang memang lekat dengan semangat
nasionalisme keIndonesiaan. Pada saat didirikan, NU merupakan Jam’iyyah
Diniyyah (organisasi keagamaan) yang melengkapi organisasi-organisasi
sosial kebangsaan dan keagamaan (Islam) yang sudah ada sebelumnya, seperti
Budi Utomo (1908-sebagai gerakan cultural politik) dan Serikat Islam (1911-
sebagai organisasi modernis bercorak pendidikan keagamaan). Jadi sejak
kelahirannya NU bersama organisasi nasional lainnya turut memapah
berdirinya NKRI yang dilakukan sejak masa perebutan kemerdekaan.12
Martin Van Burinessen menulis bahwa bagaimanapun juga, para kiai
dan pengikut mereka-yang jumlahnya luar biasa besarnya-sejak awal terlibat
12
H. Abd Halim, Relasi Islam Politik dan Kekuasaan (Yogyakarta: LKIS, 2013), hlm. 127
7
dalam perang kemerdekaan. Banyak diantara mereka, lanjut bruinessen,
bergabung dalam barisan Hizbullah ternyata memiliki latar belakang NU.
Komandan tertinggi Hizbullah adalah seorang pemimpin NU asal sumatera
utara (Mandailing), Zainul Arifin. Meskipun demikian, masih menurut
Bruinessen, ketika perjuangan bersenjata dimulai, pasukan-pasukan gerilya
muslim non-reguler, yang bernama sabilillah, muncul. Pasukan-pasukan ini
hampir semua terdiri dari para kiai desa bersama para pengikutnya, komandan
tertinggi mereka juga memimpin NU, Kiai Masjkur dari Malang (yang kelak
menjadi politisi terkenal dan pernah menjabat sebagai menteri).13
Salah satu gebrakan NU yang paling spektakuler dalam sejarah
kemerdekaan Indonesia dan kemudian seolah dilupakan sejarah nasional
Indonesia adalah Resolusi Jihad NU yang dicetuskan pada 1945. Resolusi
jihad ini digaungkan dua kali yakni pada 1945 dalam pertemuan pengurus NU
di Surabaya pada 21-22 Okrtober 1945 untuk merespon hadirnya kembali
tentara Belanda di Indonesia melalui wilayah Surabaya dan Resolusi Jihad
kembali digaungkan dalam Muktamar NU di Purwokerto pada Maret 1946
yang dikhususkan kepada mereka yang diwajibkan agama untuk ikut serta
dalam perjuangan mempertahankan repulik. Tujuan utama dari Resolusi Jihad
NU tersebut adalah untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia
yang baru saja diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Seperti diketahui
bahwa setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, Belanda hendak
kembali menancapkan penjajahannya di Indonesia. Dengan bersama tentara
Inggris yang mengatasnamakan NICA (Netherlands Indies Civil
Administration) paska proklamasi kemerdekaan dikumandangkan pada 17
Agustus 1945, tentara Belanda menginjakkan kakinya kembali di Indonesia.14
Peran besar NU lainnya dalam sejarah politik di Indonesia adalah
menjadikannya Pancasila sebagai idiologi final atas kebangsaan Indonesia.
13
H. Abd Halim, Relasi Islam Politik dan Kekuasaan (Yogyakarta: LKIS, 2013), hlm. 127-128
14
Ibid., hlm. 128
8
NU adalah ormas paling pertama kali menerima Pancasila sebagai asas atau
dasar negara Indonesia, dikala kelompok-kelompok umat Islam lainnya masih
ragu-ragu menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya idiologi kebangsaan.
Salah satu tokoh yang berjasa meyakinkan para ulama NU untuk menerima
Pancasila itu adalah KH. Achmad Shiddiq.15
Isi keputusan NU soal penerimaan Pancasila sebagai asas tunggal itu
berbunyi:”Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia
bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat
dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama”, bahwa sila pertama
Pancasila mencerminkan konsep Islam tentang tauhid (karena itu secara
implicit menolak usulan penerimaan Aliran Kepercayaan) dan bagi NU Islam
terdiri dari akidah dan syari’at, yang mencakup hubungan antar manusia dan
juga hubungan antar manusia dengan Tuhan.16
Hingga saat ini, Nahdhatul Ulama merupakan ormas besar di
Indonesia yang memiliki peran besar terhadap perjuangan kemerdekaan dan
keutuhan Republik Indonesia. 17 Bisa disaksikan sendiri bahwa salah satu
kontribusi besar NU dalam mengawal NKRI itu misalnya pada 18 Agustus
1945, NU menyetujui dihapuskannya tujuh kata dalam rumusan konstitusi
Indonesia. “Jika saja KH. Hasyim Asy’ari sebagai representasi NU tidak
memberikan persetujuan, bisa jadi Indonesia akan bercerai berai,” begitulah
kata KH Masdar Farid Mas’udi, Rais Syuriah PBNU saat acara konsolidasi
ulama dan kyai pesantren tingkat nasional, di Jakarta.18
Kontribusi NU yang lainnya tentu masih banyak. Dari peran NU
terhadap Republik Indonesia itu menunjukkan bahwa kaum pesantren yang
seringkali dicap sebagai kelompok tradisionalis, dekaden dan tidak maju,
mempunyai kesadaran nasionalisme lebih awal daripada kelompok Islam
15
H. Abd Halim, Relasi Islam Politik dan Kekuasaan (Yogyakarta: LKIS, 2013), hlm. 131
16
Ibid., hlm. 132
17
Ibid., hlm. 135
18
Ibid., hlm. 136
9
lainnya. Dari peran NU dan pesantren, ruh kebangsaan telah tertanam kuat
dalam sanubari para santri yang berada di bawah panji-panji NU. Sehingga
aneh kalau ada sebagian pihak atau politisi yang menuduh pesantren di bawah
NU tidak mempunyai kontribusi apa-apa.19
3. Persatuan Islam
Persatuan Islam atau PERSIS merupakan suatu organisasi dalam
bidang pendidikan dan dakwah yang saat ini memiliki sekitar 215 pondok
pesantren, 400 masjid, serta beberapa jumlah lembaga pendidikan mulai dari
tingkat dasar hingga perguruan tinggi yang tersebar di Indonesia. Berbeda
dengan Muhammadiyah yang bergerak dalam bidang sosial dan pendidikan
dalam pembentukan dan keutuhan Negara Indonesia, Persatuan Indonesia
cenderung membentuk paham keagaman Islam melalui pendidikan dan da’wah.
Sekolah-sekolah yang di kembangkan oleh PERSIS cukup berjalan
dengan baik dan prospektif. Pendidikan yang dimulai dengan dibentuknya
pesantren persis pada tanggal 4 Maret 1936 kemudian berkembang membentuk
berbagai lembaga pendidikan, mulai dari taman kanak-kanan hingga perguruan
tinggi. PERSIS juga menerbitkan berbagai buku dan majalah. Selain pendidikan
dan penerbitan persis juga menyelenggarakan pengajian dan diskusi sebagai
bentuk perwujudannya dalam bidang berdakwah.
Salah satu tokoh dari PERSIS ini adalah Mohammad Natsir. Ia adalah
negarawan dan mantan Perdana Menteri RI. Rakyat Indonesia mengenal Natsir
sebagai poros pemikir yang penting di kalangan partai-partai Islam. Terutama di
masa Orde Lama di saat kehidupan politik Indonesia didominasi tiga kekuatan
penting: Islam, nasionalis, dan komunis. Natsir, yang bergelar Datuk Sinarjo
Panjang, lahir di Alahanpanjang, Sumatera Barat, pada 17 Juli 1908. Natsir
pernah menjadi ketua umum partai berlambang bulan bintang pada 1949-1958.
19
H. Abd Halim, Relasi Islam Politik dan Kekuasaan (Yogyakarta: LKIS, 2013), hlm. 136
10
Ia juga pernah menduduki sejumlah jabatan penting: Perdana Menteri RI pada
tahun 1950-1951, Menteri Penerangan pada tahun 1946-1949, Ketua Dewan
Dakwah Islamiyah dan Wakil Presiden Muktamar Alam Islami yang bermarkas
di Karachi. Ia juga memainkan peranan penting tatkala Indonesia menjadi
negara kesatuan pada 1950. Meski menginginkan pemberlakuan syariat Islam
dalam kehidupan bernegara, ia tetap menginginkan Indonesia yang satu. Itulah
sebabnya pada sidang parlemen Republik Indonesia Serikat (RIS), 3 April 1950,
Natsir melontarkan sebuah mosi yang lantas dikenal sebagai Mosi Integral
Natsir. Karena inilah, Republik Indonesia yang sebelumnya pecah menjadi 17
negara bagian bisa disatukan kembali.20
11
membawa konflik antara umat Islam. Dengan adanya pemisahan tersebut, umat
Islam bisa lebih konsen pada urusan-urusan dakwah dan keumatan serta urusan
lain semisal pendidikan dan sosial. Sedangkan urusan politik diserahkan padaa
parta politik yang cenderung menggunakan simbol nasionalis dan moderat tanpa
harus mencantumkan asas dan simbol-simbol Islam. Sedangkan gagasan yang
kedua, yaitu perlunya partai Islam sebagai alat perjuangan politik Islam muncul
dari kalangan praktisi politik. Menurut mereka, mayoritas penduduk Indonesia
adalah Islam. Ini merupakan modal besar bagi mereka untuk mendirikan partai
politk agar aspirasi kelompok Islam dapat terwakilkan dalam kebijakan-
kebijakan di pemerintahan. Pemikiran ke dua ini hingga kini diyakini oleh
sebagian besar kelompok isalm dan pada kenyataannya animo kaum muslim
untuk berpolitik praktis tetap besar, sehingga pemikiran cak nur paska
meninggalnya seolah terpinggirkan dan tak lagi dimunculkan ke permukaan.
Namun demikian, partai politik Islam telah ada dan berkembang hingga
saat ini. Dari sini dapat diketahui, bahwa lahirnya partai politik Islam di
Indonesia menunjukkan kenyataan dimana dinamika politik di negeri ini salah
satunya berorientasi aliran. Menurut Th. Sumartana, sebagaimana dikemukakan
oleh Romli (2006: 115-116), ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya
partai politik berbasis agama. Pertama,karena agama itu sendiri memiliki
dukungan teologis untuk mencapai cita-cita berdasarkan gagasan-gagasan
keagamaan yang dipercayai. Kedua, karena ikatan politik dari para warganya
menyebabkan agama sebagai faktor pengikat untuk mendukung pemimpin dari
kelompok agama tersebut. Ketiga, karena umat agama tersebut merasa lebih
nyaman dengan pemimpin politik yang lahir dari komunitasnya sendiri dan
tidak percaya manakala politik dikuasai oleh kelompok agama yang lain.22
22
Ridho Al Hamdi, Partai Politik Politik Islam Teori dan Praktik di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm.5
12
2.3.1 Partai Islam Pra Kemerdekaan
1. Sarekat Islam (1941-1942)
Partai politik Islam yang didirikan pertama kali oleh umat Islam di
Indonesia adalah Sarekat Islam (SI) pada tanggal 11 November 1912 di Solo.
Partai ini lahir dari sebuah organisasi dagang yang bernama SDI yang
dicetuskan pada tahun 1905 di kota yang sama oleh Haji Saman Hudi (1868-
1956), seorang pedagang batik sukses di Surakarta. Dilihat dari sisi para tokoh
dan pendirinya, SI tidak terlepas dari kiprah kaum priayi jawa.23 SI memasuki
periode puncak dbawah kepemimpian Tjokroaminoto, Abdul Moeis, dan Agus
Salim. SI banyak ditentukan olehkiprah dan penampilan Cokroaminoto (Raden
24
Mas Haji Umar Said Cokroaminoto). SI tak lagi sekadar organisasi
pedangang pribumi di Solo, melainkan berkembang pesat dan sudah menyebar
di seluruh Nusantara Indonesia. Dalam kongres pertama SI di Bandung pada
tahun 1916, Cokroaminoto mengatakan, bahwa tidak wajar melihat Indonesia
hanya menjadi sapi perahan yang diberikan makan hanya karena susunya.
Tidak pada tempatnya orang-orang pendatang malah mengambil hasil
kekayaan Negeri ini dan penduduk pribumi malah tidak dilibatkan dalam
partisipasi politik yang menyangkut masalah pribadinya sendiri. Tidak boleh
terjadi lagi bahwa orang lain yang membuat aturan untuk kita tetapi tanpa
partisipasi kita. Kecaman Cokroaminoto ini diperjelas lagi dalam beberapa
bidang kehidupan.25
Di bidang pendidikan, SI menuntut diskriminasi penerimaan murid di
sekolah-sekolah, menuntut wajib belajar hingga berumur 15 tahun,
memperbaiki dan memperbanyak lembaga pendidikan sekolah serta dibuatlah
universitas-universitas serta beasiswa kepada pemuda-pemudi Indonesia untuk
belajar ke luar negeri. Di bidang agama, SI menuntut penghapusan peraturan
23
Martahan Sitompul, NU dan Pancasila, (Yogyakarta: LKIS, 2010), hlm.34
24
Ibid.
25
Ridho Al Hamdi, Partai Politik Politik Islam Teori dan Praktik di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm.45
13
yang menghambat tersebarnya ajaran Islam, meminta adanya gaji bagi kyai
dan penghulu (karena pendeta mendapatkan gaji) serta subsidi untuk lembaga-
lembaga Islam dan juga pengakuan hari-hari besar Islam. Dibidang
pemerintahan, menuntut pemisahan antara kekuasaan yudikatif dan eksekutif
serta adanya keadilan hak-hak diantara semua penduduk yang ada di Negeri ini.
Selain itu, SI menuntut kemudahan bagi para warga miskin untuk memperoleh
perlindungan hukum. Selain itu, SI melakukan perjuangan politik dengan ikut
berpartisipasi di Volksraad (koperasi) meskipun ditentang keras oleh Semaun
(salah seorang tokoh SI di Semarang yang kemudian menjdi seorang komunis).
Dalam forum Volksraad ini Tjokroaminoto dan Moes menjadi bintang karena
tuntutan-tuntutannya yang keras dalam memperluas hak-hak Volksraad
pembentukan dewan-dewan daerah dan perluasan hak pilih, penghapusan kerja
paksa dan sistem izin untuk berpergian.26
26
Ridho Al Hamdi, Partai Politik Politik Islam Teori dan Praktik di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm 47-48
14
akiabt kapitalisme dan imprealisme yang dilakuakn oleh barat. Selain dekat
dengan SI, permi juga sangat erat hubungannya dengan PNI.27
Karena bergerak di bidang pendidikan, permi mendirikan Islamic
College pada tanggal 1 Mei 1931 di Padang, sebuah sekolah tingkat
menengah dan juga gerakan kepanduan Al-Hilal. Selain pendidikan, permi
bergerak aktif dibidang ekonomi dengan gerakan swadeshi yang merupakan
semboyan gerakan cinta terhadap hasil-hsail dalam negeri. Dalam kongres
permi tahun 1931 di padang, parta ini menyarankan kepada semua anggotanya
untuk memakai pakaian-pakaian dan barang-barang lain yang dibuat oleh
teman sejawat tanah air. Permi dipandang menjadi partai yang menyalurkan
aspirasi politik orang-orang Islam di sumatera terutama setelah gerakan SI
mengalami kemunduran.28
27
Ibid., hlm.50
28
Ridho Al Hamdi, Partai Politik Politik Islam Teori dan Praktik di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm. 51
15
wiwoho, mantan ketua umum jong Islamieten bon dan juga anggota
Wolksraad.29
Sejak berdiri hingga perkembangannya, meskipun sudah memiliki
cabang-cabang di jawa sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, PII belum
memiliki dasar-dasar perjuangan dan program yang jelas. Para pemimpinnya
terkesan membiarkan gerakan PII berkembang sesuai tuntutan realitas. Namun
dari berbagai gerakannya PII menuntut msalah Indonesia berparlemen.
Setelah dua tahun berjalan, pada tahun 1940, PII mulai menyusun program
aksi yang disetujui oleh kongres pertama di Yogyakarta. PII menginginkan
Negara kesatuan yang dlengkapi oleh pemerintahan yang demokratis dengan
adanya parlemen dan lembaga perwakilan lainnya serta berdasarakan pemilu
yang umum dan langsung. Selain itu, PII menginginkan adanya perluasan
hak-hak politik serta kebebasan berpikir dan kemerdekaaan pers. Dibidang
agama PII menuntut penghapusan aturan yang menghambat perluasan Islam
dan penghapusan subsidi untuk semua agama. Dibidang ekonomi, PII
menuntut penyerahan perusahaan-perusahaan penting kepada Negara,
dihapusnya integrasi, penghapusan segala bentuk pajak yang memberatkan
rakyat seta perlindungan perusahaan-perusahaan tanah air dari tekanan
perusahaan asing. Satu hal lagi yang patut dicata, bahwa PII menolak terhadap
milisi paksaan ditengah-tengah tidak adanya kemakmuran dan kurangnya hak-
hak politik rakyat.30
Pada kongres kedua di solo,25-27 Juli 1941, PII mengemukakan
ketersediaannya untuk bergabung dalam dewan-dewan perwakilan yang ada
dan mendunkung tuntutan GAPI untuk Indonesia berparlemen. PII cenderung
bersifat kooperatif. Masih pada tahun yang sama, 1941, gerakan0gerakan PII
mendapat halangan dari pemerintah Belanda. Bahkan ketika jepang
29
Ibid.
30
Ridho Al Hamdi, Partai Politik Politik Islam Teori dan Praktik di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm. 52
16
melancarkan serangan ke hawai pada tanggal 8 desember 1941, tiga tokoh
utama PII yaitu ahmad kasman, faried ma’ruf, dan A. kahar Muzakkir
ditangkap oleh belanda dengan tuduhan PII bersimpati dengan jepang (yang
merupakan musuh belanda).akhirnya PII bekerja sama dengan partai dan
organisasi lain bergabung dengan GAPI dan MIAI dan secara tidak langsung
dengan MRI. Dengan bergabungnya ke dalam kelompok ini, PII berharap,
bahwa gerakan model ini merupakan strategi yang paling sehat untuk
perjuangan kemerdekaan Indonesia meskipun pada kenyataannya tidak sesuai
dengan harapan.31
Dari tiga partai Islam yang pernah lahir dan berkembang dengan
tantangannya masing-masing, dapat diambil kesimpulan bersama bahwa
semangat perjuangan partai-partai tersebut adalah spirit nasionalisme dan
perjuangan kemerdekaan Indonesia. hal ini dibuktikan dengan sejumlah
bentuk perlawanan mereka terhadap pemerintahan belanda bahkan mereka
berani menyatakan tuntutan-tuntutan dan hak-hak kaum pribumi meskpun
mereka harus merelakan diri untuk dipenjara dan diasingkan di daerah
terpencil. Nilai Islam dan nasionalisme menjadi satu kekuatan baik yang ada
di SI, permi maupun PII. Namun, perlu dicatat juga bahwa sejak pra
kemerdekaan perpecahan di internal partai merupakan warisan abadi yang
kemudian menjadi tradisi sejak paska kemerdekaan hingga tiga rezim
sesudahnya. Selain itu dizaman ini belum pernah diadakan pemilu baik oleh
pemerintah belanda maupun tuntutan dari partai prtai pribumi karena
konsentrasi partai-partai pribumi adalah pengusiran penjajah dan semangat
kemerdekaan.32
31
Ridho Al Hamdi, Partai Politik Politik Islam Teori dan Praktik di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm. 52
32
Ibid.,hlm. 52-53
17
2.3.2 Partai Islam Pasca Kemerdekaan
1. Masyumi
Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) resmi didirikan
menjadi partai politik dengan asas Islam pada tanggal 7 November 1945
melalui sebuah kongres umat Islam di Yogyakarta33. Secara umum, menurut
Sejarawan Deliar Noer, tujuan didirikannya Parta Masjumi adalah, ”
Melaksanakan cita-cita Islam dalam urusan kenegaraan, hingga mewujudkan
susunan negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat dan masyarakat, yang
berdasar keadilan menurut ajaran-ajaran Islam. ” Partai Masjumi juga
bertujuan, ” Memperkuat dan menyempurnakan dasar-dasar pada Undang-
undang Dasar RI, sehingga dapat mewujudkan masyarakat dan negara Islam.
Dalam bahasa yang lebih ringkas, Partai Masjumi dibentuk dengan tujuan;
Pertama, menegakkan kedaulatan negara RI dan agama Islam. Kedua,
melaksanakan cita-cita Islam dalam urusan kenegaraan. Ketiga, melenyapkan
kolonialisme dan imprealisme 34 . Pada awal berdirinya Masyumi hanya
memiliki empat anggota istimewa dari Muhammadiyah, NU, Perikatan Umat
Islam, dan Persatuan Islam. Dalam perkembangan selanjutnya hampir semua
organisasi Islam di Indonesia bergabung menjadi anggota Masyumi kecuali
perti yang sudah menjadi partai independen sejak awal. 35 Partai Masjumi
seolah menjadi gerakan aliansi (harakah tansiqiyah) yang ingin menyatukan
perjuangan dalam wadah yang satu.36
18
Dengan keluarnya NU, hal ini sangat mengguncang internal partai. NU keluar
karena yang seharusnya jatah Menteri Agama diberikan kepada pos NU,
malah diberikan pada Faqih Usman dari Muhammadiyah atau tidak sekedar
peran dari Majelis Syuro yang hanya menjadi badan penasehat hal ini yang
sangat mendasar atas keluarnya NU dari Masyumi adalah perbedaan kultur
politik diantara keduanya dimana NU cenderung konserfatif. Sedangkan
Masyumi lebih modernis yang dekat dengan Muhammadiyah pada akhirnya
pada pemilu 1955 suara Masyumi dan NU tidak jauh berbeda. Menjelang
akhir 1960, Masyumi menghadapi peristiwa yang sangat genting. Presiden
Soekarno membubarkan Masyumi pada akhir 1960 karena tuduhan, bahwa
tokoh-tokoh Masyumi dicurigain dalam pemberontakan di daerah Sumatera
Barat yang dikenal dengan Permesta atau PRII. Kemudiaan pada era
pemerintahan Soeharto, sebagian elit Masyumi ingin merehabilitasi partai
tersebut namun ditolak. Sebagai jalan tengahnya adalah pendirian partai
baru.37
37
Ibid.,hlm. 57
38
H. Abd Halim, Relasi Islam Politik dan Kekuasaan (Yogyakarta: LKIS, 2013), hlm. 144
39
Ibid.
19
Partai Nahdhatul ‘ Ulama (NU) lahir atas kekecewaan terhadap partai
Masyumi disebabkan terjadinya perubahan sikap Masyumi yang awalnya
menghormati terus dan memberikan arti penting pada Ulama, berubah
menjadi tidak menghormati ulama lagi. NU yang awalnya merupakan
organisasi sosial keagamaan dengan basis massa di kalangan muslim pedesaan
berubah menjadi partai politik pada tahun 1952. Partai ini berasas Islam
dengan tujuan menegakkan syariat Islam dengan berhaluan salah satu empat
madzhab dalam Islam serta melaksanakan berlakunya hukum-hukum Islam
dalam masyarakat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai asas Negara.40
NU mulai mendominasi di Kementrian Agama. Namun, NU tidak
berhasil menghimpun pengikut dengan jumlah yang besar, termasuk tidak
berhasil menarik para pengikut Masyumi ke dalam partainya. Pada pemilu
1955, NU menjadi salah satu partai yang mendapatkan suara tiga besar dan
diperhitungkan dalam percaturan politik di Indonesia. Pada awal rezim orde
baru, Partai NU bersama partai Islam lainnya yang difusikan menjadi PPP
pada tahun 1973.41
20
lunak menghadapi Belanda dalam berbagai hal. Tujuan PSII adalah
membangun persatuan yang tersusun rapat di kalangan umat Islam yang
teratur dengan aturan mencukupi perintah-perintah Allah dan Rasulullah
SAW dalam segala bidang kehidupan, pencaharian dan pergaulan. Sejalan
dengan itu, PSII membangun kekuatan untuk mendapatkan hak menguasai
segenap dan tumpah darah negeri sehingga menjadi semakin kuat dalam
persatuan umat Islam di Dunia. Selain itu, berdirinya partai ini bertujuan
untuk menjaga hubungan antar umat Islam di berbagai bangsa dan Negara
yang membawa mafaat untuk membawa kebersaamaan. PSII terlibat menjadi
kekuatan politik tersendiri pada pemilu 1955 dan 1971. Pasca pemilu 1971
PSII tidak bisa lagi mengikuti pemilu pada era rezim oerde baru. Akibat
kebijakan difusi partai Islam.42
42
Ridho Al Hamdi, Partai Politik Politik Islam Teori dan Praktik di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm. 58.
21
Komisi Visman. Asas partai ini adalah agaa Islam dengan tujuan menegakkan
kalimat Allah dalam arti kata yang seluas-luasnya.43
Tidak seperti NU dan PSII, Perti sejak awal kemerdekaan Indonesia
telah menjadi partai politik mandiri dengan gerakannya yang ekslusif. Dalam
pemilu 1955, Partai Perti mendapatkan empat kursi di DPR RI dan tujuh kursi
di Majelis Konstituante. Namun, setelah Majelis KOnstituante dan DPR RI
dibubarkan oleh Soekarno, Partai Perti mendapatkan dua kursi di DPR-
Gotong Royong. Pada masa Demokrasi Terpimpin, Partai Perti bersama-sama
dengan PSII, PArtai NU, dan Masyumi tergabung dalam Liga Muslim yang
mendukung gagasan Nasakom. Pada masa pemerintahan Orde Baru, Partai
Perti bersama partai Islam lainnya difusikan menjadi PPP.44
43
Ibid.
44
Ridho Al Hamdi, Partai Politik Politik Islam Teori dan Praktik di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm. 58
22
untuk majelis konstituante), sumatera utara (27.084 suara untuk DPR RI dan
21.459 suara untuk majelis konstituante), dan Kalimantan selatan (16.429
suara untuk DPR RI dan 14.074 suara untuk majelis konstituante). Di luar itu,
PPTI tiak mendapatkan suara atupun. Karena itu Feith (1957:36)
mengkategorikan PPTI sebagai A Small Group Party Of Nation-wide
Significance yang berbeda dengan partai AKUI meski sama-sama tergolong
partai kecil. Setelah pemilu 1955, PPTI tidak lagi menjadi peserta pemilu
pada tahun berikutnya selama rezim orde baru.45
6. Partai AKUI
Partai Aksi Kesatuan Umat Islam (AKUI) termasuk juga partai Islam
yang berkontestasi pada pemilu 1955. Feith (1957:59-61) mengkategorikan
AKUI sebagai A Small Group Party of Regional Significance dengan basis
utama di provinsi jawa timur. Secara politik, partai AKUI cenderiung dekat
dengan Masyumi. Pada pemilu 1955, partai ini berada pada peringkat ke 24,
tepat setelah PPTI menurut catatan Feith (1957:58), partai AKUI berhasil
meraih 81.454 suara untuk DPR RI atau setara dengan 0,2% dan hanya
mendapatkan jatah satu kursi di parlemen. Sedangkan suara untuk majelis
konstituante, partai AKUI berada pada peringkat 24 (diatas PPTI) dengan
jumlah suara 84.862. 46
Secara detail dari hasil pemillu yang diolah oleh Feith (1957:66-72),
partai AKUI memperoleh mayoritas suara di provinsi jawa timur dengan hasil
78.281 suara (96,1 %) untuk DPR RI dan 82.370 suara (97,1%) untuk majelis
konstituante. Sedangkan sisa suara tidak dijelaskan secara detail. Atas hasil
suara yang kurang signifikan ini, partai AKUI tidak ikut lagi pada pemilu
1971 dan seterusnya hingga sekarang.
45
Ridho Al Hamdi, Partai Politik Politik Islam Teori dan Praktik di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm 59
46
Ibid
23
2.3.3 Partai Islam di Era Orde Baru
1. Parmusi
Kelahiran Partai Muslimin Indonesia merupakan hasil kesepakatan
antara mantan petinggi Masyumi yang gagal merehabilitasi partainya dengan
rezim yang berkuasa saat itu. Soeharto mengizinkan berdirinya partai baru
tersebut dengan catatan eks Masyumi tidak boleh masuk dalam jajaran
pimpinan Parmusi. Setelah melalui pedebatan dan perjuangan yang panjang,
Parmusi dapat didirikan secara resmi pada tanggal 20 Februari 1968 dengan
ketua umum Djarnawi Hadikusumo dan Sekretaris Jendral Lukman Harun,
yang keduanya adalah aktivis Muhammadiyah. 47 Pramusi tidak berumur
panjang. Tak lama setelah konflik di internal Parmusi, muncul keputusan
rezim Orde Baru yang mengharuskan partai-partai digabungkan menjadi dua,
yaitu partai nasionalis dengan lahirnya PDI dan partai islam yang melahirkan
PPP. Di luar itu, ada satu golongan netral yaitu Golkar yang menjadi kekuatan
tunggal rezim Orde Baru.
47
Ridho Al Hamdi, Partai Politik Politik Islam Teori dan Praktik di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm. 76-77
48
Ibid, hlm. 77
24
Dalam menjalankan khidmah politiknya, sepak terjang PPP didasarkan
pada prinsip-prinsip perjuangan yang sekaligus berfungsi sebagai kerangka
nilai yang ingin ditegakkan. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: (1) Ibadah; (2)
Kebenaran kejujuran dan keadilan; (3) Musyawarah; (4) Persamaan, persatuan
dan kebersamaan; (5) Istiqomah; dan (6) Amar makruf nahi Munkar. 49
Dalam perjalanan selama Orde Baru, wajah PPP mengalami perubahan
dua kali. Fase pertama adalah fase ideologis yang berlangsung 1973 hingga
1985. Fase kedua adalah fase di mana perilaku politik PPP cenderung
korporatis terhadap rezim Orde Baru. Fase itu berlangsung antara tahun 1985
hingga 1998. Pada fase Ideologis, PPP benar-benar memerankan sebagai
partai penyambung generasi partai Islam terdahulu. Sikap ideologisnya
terinspirasi dari Piagam Jakarta yang masih kuat mewarnai perjuanagan Islam
saat itu. Bahkan PPP, Islam memiliki ajaran yang holistik dan mencakup
semua aspek kehidupan termasuk politik. Atas dasar itu PPP bertekad untuk
tetap konsisten memperjuangkan syariat Islam dalam membangun bangsa
Indonesia. Realitas mayoritas penduduk Indonesia adalah pemeluk agama
Islam merupakan factor penguat makna ideologis perjuangan PPP. 50
Karena itu, PPP selalu bekerja keras untuk memperjuangkan
kepentingan politik Islam dalam rangka menjamin tegaknya pelaksanaan
syariat Islam di Indonesia. Itu artinya, PPP berkepentingan untuk
memasukkan syariat Islam ke dalam perundang-undangan negara.
Memasukkan agama sebagai bagian formal dari kehidupan politik nasional
merupakan agenda terpenting dari langkah-langkah politik PPP pada periode
awal kelahirannya. Banyak peran politik yang dimainkan PPP dalam rangka
menegakkan syariat islam, seperti menentang RUU perkawinan yang
disinyalir mengandung maksud kristenisasi, menolak rencana dihapuskannya
49
Ibid.
50
Ridho Al Hamdi, Partai Politik Politik Islam Teori dan Praktik di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm. 78
25
pelajaran agama dari draft GBHN 1973 serta menolak sejumlah kebijakan di
DPR yang dinilai merugikan umat Islam serta persoalan-persoalan lainnya.
Fase korporatis, fase ini terjadi setelah adanya kebijakan dari pengusaha
terhadap pemberlakuan asas tunggal Pancasila di setiap ormas maupun orpol.
Keputusan ini tertuang dalam UU No.5 Tahun 1985 tentang Asas Tunggal
Pancasila. UU ini merupakan puncak strategi Orde Baru untuk
menyeragamkan seluruh makna dan potensi poitik yang ada dalam masyarakat.
Kecenderungan watak politik Orde Baru inilah yang kemudian melahirkan
kekuasaan otoritarian. Heterogenisasi masyarakat, terutama yang berbasis
agama, dipandang hanya sebagai potensi konflik berbahaya, sehingga harus
diamankan melalui penyeragaman ideologi yaitu Pancasila.51
51
Ridho Al Hamdi, Partai Politik Politik Islam Teori dan Praktik di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm. 78
26
aspirasi mereka. Pada akhirnya, ijtihad politik tersebut diungkapkan pada
pembentukan sebuah partai.52
Visi kepartaian adalah terwujudnya PAN sebagai partai politik
terdepan dalam mewujudkan masyarakat madani yang adil dan maksmur,
pemerintahan yang baik dan bersih di dalam negara Indonnesia yang
demokratis dan berdaulat, serta diridhoi allah SWT. Prinsip dasar PAN
adalah partai politik yang memperjuangkan kedaulatan rakyat, demokrasi,
kemajuan dan keadilan sodial. Cita-citanya berakar pada moral agama,
kemanusiaan dan kemajemukan. PAN mencita-citakan suatu masyarakat
Indonesia yang demokratis , berkeadilan sosial, otonom dan mandiri.
Karena itu, partai ini menghormati dan mendorong kemajemukan.53
52
Ibid. hlm. 96
53
Ridho Al Hamdi, Partai Politik Politik Islam Teori dan Praktik di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm. 97
27
politik yang berorientasi pada ajaran Islam guna mencapai tujuan dakwah
Islam dengan cara-cara demokratis yang bisa diterima banyak orang.54
PKS berasaskan Islam. Visi Indonesia yang dicita-citakan oleh PKS
adalah terwujudnya masyarakat madani yang adil, sejahtera, dan
bermartabat. Sedangkan misi PKS ada tiga hal, yaitu 1) Mempelopori
reformasi sistem politik, pemerintahan dan birokrasi, peradilan, dan
militer untuk berkomitmen terhadap penguatan demokrasi; 2)
Mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan
kesejahteraan seluruh rakyat melalui strategi pemerataan pendapatan,
pertumbuhan bernilai tambah tinggi, dan pembangunan berkelanjutan
yang dilaksanakan melalui langkah-langkah utama berupa pelipatgandaan
produktivitas sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan; pentingkatan daya
saing industry nasional dengan pendalaman struktur dan up grading
kemampuan teknologi; dan pembangunan sektor-sektor yang menjadi
sumber pertumbuhan baru berbasis resources dan knowledge; 3) Menuju
pendidikan berkeadilan dengan memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya bagi seluruh rakyat Indonesia.55
54
Ibid, hlm. 100
55
Ridho Al Hamdi, Partai Politik Politik Islam Teori dan Praktik di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm. 100
56
Ibid
57
Ibid, hlm. 101
28
Secara ideologis, PKB menetapkan Pancasila sebagai asa partainya.
Prinsip peerjuangan partai adalah pengabdian kepada Allah SWT,
menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran, menegakkan keadilan,
menjaga persatuan, menumbuhkan persaudaraan dan kebersamaan sesuai
dengan nilai-nilai Islam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Partai ini bersifat
demokratis, kebangsaaan dan terbuka. Partai ini memiliki lima fungsi
utama: 1) Sebagai wadah berhimpun bagi setiap warga negara Indonesia
dengan tanpa membedakan asal usul, keturunan, suku, golongan, agama
dan profesi; 2) Sebagai salah satu wadah untuk meningkatkan pendidikan,
hak sipil, dan partisipasi politik; 3) Sebagai saluran aspirasi politik rakyat
bagi terwujudnya hak-hak sipil dan politik rakyat; 4) Sebagai sarana
artikulasi dan agregasi kepentingan-kepentingan rakyat di dalam lembaga-
lembaga dan proses-proses politik; 5) Sebagai sarana mempersiapkan,
memunculkan dan melahirkan pemimpin politik, bangsa dan negara.
Sedangkan tujuannya ada tiga yaitu, 1) Mewujudkan cita-cita
kemerdekaan Republik Indonesia sebagaimana dituangkan dalam
Pembukaan UUD 1945; 2) Mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur secara lahir dan batin, material dan spiritual; 3) Mewujudkan
tatanan politik nasional yang demokratis, terbuka, bersih dan berakhlakul
karimah.58
58
Ridho Al Hamdi, Partai Politik Politik Islam Teori dan Praktik di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm. 101
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan dalam makalah ini, dapat
diketahui bahwa umat Islam selalu berinovasi dan berkreasi membuat hal-
hal baru yang bermanfaat demi kepentingan umat Islam sendiri. Masih
ada banyak sekali hal-hal yang tidak bisa tersampaikan dalam makalah ini.
Oleh karena itu, penulis berharap kepada pembaca agar mau menggali
lebih jauh lagi tentang pengetahuan mengenai Islam baik dari segi agama
maupun segi politik Islam.
30