Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi
obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang
signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama.
Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah studi di
Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus masuk rumah sakit
atau harus tinggal di rumah sakit lebih lama dari pada seharusnya, bahkan hingga terjadi
kasus kematian karena interaksi dan/atau efek samping obat. Pasien yang dirawat di rumah
sakit sering mendapat terapi dengan polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai subjek
untuk lebih dari satu dokter, sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang
dipengaruhi tingkat keparahan penyakit atau usia.
Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas dan/atau
pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat dengan
batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung,
antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa
digunakan bersama-sama.
Kejadian interaksi obat dalam klinis sukar diperkirakan karena :
a. dokumentasinya masih sangat kurang
b. seringkali lolos dari pengamatan, karena kurangnya pengetahuan akan mekanisme dan
kemungkinan terjadi interaksi obat. Hal ini mengakibatkan interaksi obat berupa
peningkatan toksisitas dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat,
sedangkan interaksi berupa penurunakn efektivitas dianggap diakibatkan bertambah
parahnya penyakit pasien
c. kejadian atau keparahan interaksi obat dipengaruhi oleh variasi individual, di mana
populasi tertentu lebih peka misalnya pasien geriatric atau berpenyakit parah, dan bisa
juga karena perbedaan kapasitas metabolisme antar individu. Selain itu faktor
penyakit tertentu terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah dan faktor-faktor
lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).

1
II.2. Tujuan Penulisan

Adapun dengan beberapa tujuan dibuatnya makalah Interaksi Obat ini, yaitu :

1. Sebagai pelengkap bagi mahasiswa dan pengajar dalam melaksanakan proses belajar
mengajar untuk mata kuliah Interaksi Obat
2. Memberikan tuntunan bagi mahasiswa yang sedang mempelajari materi Interaksi
Obat
3. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih efektif dan efisien

I.3 Metode Penulisan

Metode penulisan yang di gunakan untuk penulisan makalah ini berdasarkan pada :
1. Literatur yang berhubungan dengan makalah ini

1.4. Rumusan Masalah

1. Interaksi apa yang terjadi antara obat-obat yang diberikan ?


2. Kenapa bisa terjadi interkasi diantara obat-obat tersebut ?
3. Bagaimana dengan efek-efek yang ditimbulkan ?

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Interaksi Obat

Interaksi obat berarti saling pengaruh antarobat sehingga terjadi perubahan efek. Di
dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat di keluarkan lagi
dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme
(biotransformasi), dan eliminasi. Dalam proses tersebut, bila berbagai macam obat diberikan
secara bersamaan dapat menimbulkan suatu interaksi. Selain itu, obat juga dapat berinteraksi
dengan zat makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan obat.

Interaksi yang terjadi di dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu interaksi
farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi
antar obat (yang diberikan berasamaan) yang bekerja pada reseptor yang sama sehingga
menimbulkan efek sinergis atau antagonis. Interaksi farmakokinetik adalah interaksi antar 2
atau lebih obat yang diberikan bersamaan dan saling mempengaruhi dalam proses ADME
(absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi) sehingga dapat meningkatkan atau
menurunkan salah satu kadar obat dalam darah.

Jenis Interaksi Obat

Jenis-jenis interaksi obat berdasarkan mekanisme:

1) Interaksi farmakokinetika: bila suatu interaktan mengganggu absorbsi, distribusi,


biotransformasi (metabolisme) dan ekskresi obat objek.
2) Interaksi farmakodinamika : bila interaktan dan obat objek bekerja pada tempat kerja,
reseptor, atau sistem fisiologi yang sama.

Pemberian suatu obat (misal obat A) dapat mengubah efek obat lain (misal obat B) dengan
cara : Mengubah efek obat B tanpa mempengaruhi konsentrasi di cairan jaringan (disebut
interaksi farmakodinamik), atau Mengubah konsentrasi obat B yang mencapai tempat kerja
(disebut interaksi farmakokinetik ).

Interaksi obat paling tidak melibatkan 2 jenis obat,


3
 Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat

lain.

 Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi

atau efek obat lain.

II.2 Pengertian Absorpsi obat

Absorbsi adalah transfer suatu obat dari tempat pemberian ke dalam aliran darah. Kecepatan

dan efesiensi absorbsi tergantung pada cara pemberian. Untuk intravena, absorbs sempurna

yaitu dosis total obat seluruhnya mencapai sirkulasi sistemik. Proses absorbsi sangat penting

dalam menentukan efek obat. Pada umumnya obat yang tidak diabsobsi tidak menimbulkan

efek, kecuali antasida dan obat yang bekerja local. Proses absorbs terjadi diberbagai tempat

pemberian obat, seperti saluran cerna, otot, rangka, paru-paru, kulit dan sebagainya. Transfer

obat dari saluran cerna tergantung pada sifat-sifat kimianya, obat-obat bisa diabsorbsi dari

saluran cerna secara difusi pasif atau transport aktif.

II.3 Obat objek

Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya dipengaruhi oleh
obat lain, umumnya adalah obat-obat yang memenuhi ciri:

a.    Obat-obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah akan
menyebabkan perubahab besar pada efek klinik yang timbul. Secara farmakologi obat-obat
seperti ini sering dikatakan sebagai obat-obat dengan kurva dosis respons yang tajam (curam;
steep dose response curve). Perubahan, misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja
sudah dapat mengurangi manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat.

b.    Obat-obat dengan rasio toksis terapik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio), artinya
antara dosis toksik dan dosis terapetik tersebut perbandinganya (atau perbedaanya) tidak
besar. Kenaikan sedikit saja dosis (kadar) obat sudah menyebabkan terjadinya efek toksis.

4
Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang manfaat kliniknya mudah dikurangi
atau efek toksiknya mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan saling berkaitan dan tidak
berdiri sendiri-sendiri. Obat-obat seperti ini juga sering dikenal dengan obat-obat dengan
lingkupterapetik yang sempit (narrow therapeutic range).

Obat-obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek interaksi dalam klinik
meliputi,

 antikoagulansia: warfarin,
 antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi,
 hipoglikemika: antidiabetika oral seperti tolbutamid, klorpropamid dll,
 anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll,
 glikosida jantung: digoksin,
 antihipertensi,
 kontrasepsi oral steroid,
 antibiotika aminoglikosida,
 obat-obat sitotoksik,
 obat-obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.

II.4 Obat presipitan

Obat-obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat lain. Untuk dapat
mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan umumnya adalah obat-obat dengan
ciri sebagai berikut:

a.    Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan
menggusur ikatan-ikatan protein obat lain yang lebih lemah. Obat-obat yang tergusur ini
(displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah akan meningkat dengan segala
konsekuensinya, terutama meningkatnya efek toksik. Obat-obat yang masuk di sini misalnya
aspirin, fenilbutazon, sulfa dan lain lain.

b.    Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang (inducer)enzim-


enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat-obat yang punya sifat sebagai perangsang
enzim (enzyme inducer) misalnya rifampisin, karbamasepin, fenitoin, fenobarbital dan lain-
lain akan mempercepat eliminasi (metabolisme) obat-obat yang lain sehingga kadar dalam
5
darah lebih cepat hilang. Sedangkan obat-obat yang dapat menghambat metabolisme (enzyme
inhibator) termasuk kloramfenikol, fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lain-lain,akan
meningkatkan kadar obat obyek sehingga terjadi efek toksik.

c.    Obat-obat yang dapat mempengaruhi /merubah fungsi ginjal sehingga eliminasi obat-obat
lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat-obat golongan diuretika dan lain-lain.
Ciri-ciri obat presipitan tersebut adalah kalau kita melihat dari segi interaksi farmakokinetika,
yakni terutama pada proses distribusi (ikatan protein), metabolisme dan ekskresi renal. Masih
banyak obat-obat lain diluar ketiga ciri ini tadi yang dapat bertindask sebagai obat presipitan
dengan mekanisme yang berbeda-beda.

II.5 Interaksi pada fase absorpsi

Interaksi yang mempengaruhi penyerapan obat :

 Mengakibatkan perubahan kecepatan absorpsi dan jumlah senyawa yg diabsorpsi atau


kombinasi dari keduanya.
 Bukan merupakan masalah klinik yang penting, selama pengurangan atau
penambahan jumlah yang diabsorpsi tidak terlalu banyak.
 Secara umum, jika perubahan jumlah yang diabsorpsi melebihi 20% akan
mengakibatkan perubahan efek klinik yang signifikan.
 Penundaan onset dari efek terapi obat.
 Jumlah obat yang diabsorpsi bisa dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah pada
saluran pencernaan, motilitas saluran pencernaan, perubahan waktu transit obat di dalam
saluran pencernaan, pH saluran pencernaan,kelarutan obat, enzim Sit. P-450 (CYP) GI,
akitifitas protein carrier (transporter), sistem flora ususdan mukosa saluran pencernaan
atau pembentukan senyawa khelat / kompleks yang tidak larut di dalam usus halus.

BAB III

PEMBAHASAN

6
III.1 Interaksi Farmakokinetik

Interaksi farmakokinetik terjadi apabila salah satu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi,
metabolisme, ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma obat kedua meningkat atau
menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan aktivitas obat tersebut.
Interaksi farmakokinetik tidak dapat di ekstra polasikan ke obat lain yang segolongan dengan
obat yang berinteraksi, sekalipun struktur kimianya mirip, karena antar obat segolongan
terdapat variasi sifat-sifat fisikokimia yang menyebabkan variasi sifat-sifat
farmakokinetiknya.

A. Interaksi obat pada proses absorbsi


 Interaksi langsung.

Interaksi secara fisik/kimiawi antar obat dalam lumen saluran cerna sebelum absorbsi
dapat mengganggu proses absorbsi. Interaksi dapat dihindarkan/sangat dikurangi bila obat
yang berinteraksi diberikan dengan jarak waktu minimal 2 jam.

 Perubahan pH cairan saluran cerna.

Cairan saluran cerna yang alkalis, misalnya akibat antacid, akan meningkatkan kelarutan
obat bersifat asam yang sukar larut dalam cairan tersebut, misalnya aspirin. Dalam suasana
alkalis, aspirin lebih banyak terionisasi sehingga absorbsi per satuan area absorbsi lebih
lambat, tetapi karena sangat luas area absorbsi di usus halus maka kecepatan abrsorbsi secara
keseluruhan tidak banyak dipengaruhi. Dengan demikian, dipercepatnya disolusi aspirin oleh
basa akan mempercepat absorbsinya. Akan tetapi, suasana alkali di saluran cerna akan
mengurangi kelarutan beberapa obat bersifat basa (misalnya tetrasiklin) dalam cairan saluran
cerna, dangan akibat mengurangi absorbsinya. Berkurangnya keasaman lambung oleh antasid
akan mengurangi pengrusakan obat yang tidak tahan asam sehingga meningkatkan
bioavailabilitasnya, dan mengurangi absorbsi Fe, yang di absorbsi paling baik bila cairan
lambung sangat asam.

Adapun efek perubahan pH saluran pencernaan pada obat yakni :

Jika ada zat yang bersifat basa (garam bikarbonat) yang masuk bersamaan dengan obat
yang bersifat asam (pKa 2,5-7,5, misalnya NSAID dan gol penisilin), maka zat yang bersifat
basa ini akan menurunkan absorbsi obat karena obat yang bersifat asam ini akan berinteraksi
7
dengan zat yang bersifat basa sehingga obat akan lebih cenderung dalam bentuk ion bukan
molekulnya. Sementara kita tahu, obat dalam bentuk ion tidak diabsorbsi oleh usus.
Sebaliknya, Jika ada zat yang bersifat asam (asam sitrat dan asam tartart) dimana masuk
bersamaan dengan obat yang bersifat basa lemah (pKa 5 – 11, misalnya reserpin &
propoksifen), maka absorbsi obat akan turun. Sementara, Obat yang bersifat basa sangat
lemah dengan pKa < 5 (kofein pKa =0, 8), absorbsinya tidak tergantung pada pH lambung.
Hal ini bisa dijelaskan karena interaksi dengan zatnya tidak menyebabkan ia menjadi bentuk
ion.Cairan saluran cerna yang alkalis misalnya akibat antacid, akan meningkatkan kelarutan
obat yang bersifat asam yang sukar larut dalam cairan tersebut. Contohnya aspirin. Dalam
suasana alkalis, absorpsi per satuan luas area absorpsi akan lebih lambat. Dengan demikian
dipercepatnya disolusi aspirin oleh basa akan mempercepat absorpsinya. Akan tetapi, suasana
alkali pada saluran pencernaan akan mengurangi kelarutan beberapa obat yang bersifat basa
seperti tetrasiklin.

Contoh interaksi antara lain :

1. Interaksi antara tetrasiklin dengan simitidin.

Simitidin adalah obat H2 blocker dimana dia akan mengikat reseptor H2 didalam
lambung sehingga produksi asam dalam lambung berkurang. Akibatnya, pH lambung
menjadi lebih basa/pH tinggi (tidak asam) daripada normalnya. pH yang tinggi ini
menyebabkan  tetrasiklin yang bersifat asam menjadi bentuk terionnya yang lebih
banyak daripada molekulnya. Akibatnya obat yang terabsorbsi lebih sedikit.

Dampak dari absorbsi yang sedikit tersebut, kadar obat dalam darah menjadi sedikit
dan efeknya tidak mampu membunuh bakteri (karena tetarasiklin merupakan
antibiotik). Kegagalan yang lebih berbahanya adalah terjadinya efek resistensi dari
bakteri. Pengatasannya tetrasiklinnya diganti dengan antibiotik lain yang nerrow
spectrum.

2. Interaksi antara Atazanavir dan antifungi golongan azole dengan antasida.


Atazanavir dan antifungi gol.azole (khususnya itraconazole and ketoconazole),
membutuhkan lingkungan asam untuk mencapai absorpsi yang baik. Oleh karena itu,
pemakaian obat ini haruslah diberikan 2 jam sebelum atau satu jam setelah pemberian
antasida.
8
3. Demikian juga dengan pemberian proton-pump inhibitors and H2-receptor antagonists
secara signifikan mengurangi absorpsi dan konsentrasi dlm plasma obat ini.

 Perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus (motilitas
saluran cerna).

Usus halus adalah tempat absorbsi utama untuk semua obat termasuk obat bersifat asam.
Disini absorbsi terjadi jauh lebih cepat dari pada di lambung. Oleh karena itu, makin cepat
obat sampai di usus halus, makin cepat pula absorbsinya. Kecepatan pengosongan lambung
biasanya hanya mempengaruhi kecepatan absorbsi tanpa mempengaruhi jumlah obat yang
diabsorbi. Ini berarti, kecepatan pengosongan lambung biasanya hanya mengubah tinggi
kadar puncak dan waktu untuk mencapai kadar tersebut tanpa mengubah bioavailibilitas obat.
Karena kapasitas metabolisme dinding usus halus lebih terbatas dibandingkan kapasitas
absorbsinya, maka makin cepat obat ini sampai di usus halus, makin tinggi bioavailibilitanya.

 Perubahan Floral Usus

Flora normal usus mempunyai fungsi antara lain :

- Sintesa vitamin K dan merupakan sumber vitamin K


- Memecah sulfasalzin menjadi bagian-bagian yang aktif
- Tempat metabolisme sebagian obat misalnya levodopa
- Hidrolisis glukoronid yang diekskresi oleh empedu sehingga terjadi sirkulasi
enterohepatik yan akan memperpanjang kerja obat seperti pil KB.

Pemberian antibakteri berspektrum luas seperti tetrasiklin, kloramfenikol dan


ampisilin akan mengubah flora normal usus sehingga akan meningkatkan efektivitas anti
koagulan oral yang diberikan secara bersama-sama, mengurangi efektivitas sulfasalazin,
meningkatkan bioavailabilitas levodopa dan mengurangi efektifitas kontrasepsi oral.

 Kecepatan aliran darah pada saluran pencernaan (di usus)

kecepatan aliran darah di usus bisa menjadi rate limiting step fase absorbsi untuk obat –
obat lipofilik. Namun, faktor ini sangat kecil sekali berpengaruh, kecuali kepada orang
yang punya penyakit – penyakit berkaitan dengan aliran darah. Kecepatan aliran ini
dipengaruhi oleh vasokonstriksi dan vasodilatasi pembuluh darah.

9
 Pembentukkan kompleks /khelat

Suatu obat apabila membentuk kompleks dengan senyawa pembentuk kompleks, maka
struktur molekulnya akan menjadi besar. Akibatnya tidak bisa di absorbsi oleh usus.

Contoh interaksi antara lain:

1. Interaksi antara kolesteramin dengan NSAID atau hidroksil (sulfonamid)

kolesteramin dapat membentuk kompleks dengan obat – obat yang memiliki gugus
karboksilat (NSAID) atau hidroksil (sulfonamid). Akibatnya struktur molekul obat –
obat membesar dan tidak bisa terabsorbsi.

2. Interaksi antara kolesteramin dengan warfarin(antikoagulan)

kolesteramin dengan warfarin (antikoagulan) yang menyebabkan aktifitas koagulan


lebih rendah (penurunan efek antikoagulan dari warfarin). Selain itu , diliterature
disebutkan pula bahwa terjadi peningkatan faktor eliminasi dari warfarin.

Pengatasannya yakni dengan pemberian selang waktu selama 3 jam, sedangkan untuk
mengatasi apakah eliminasi berpengaruh signifikan atau tidak yakni dengan
memonitoring aktivitas warfarin. Jika diperlukan, dosis dari warfarin dinaikkan
sedikit demi sedikit.

3. Interaksi antara Antibiotik golongan Quinolon dengan senyawa yang mengandung


Mg, Al, Ca, dan Fe
Antibiotik golongan Quinolon akan membentuk khelat dengan keberadaan senyawa
yang mengandung magnesium, aluminum, calcium, dan besi, secara signifikan akan
mengurangi absorpsi quinolon.

4. Interaksi antara Ciprofloxacin dengan Al(OH)3 atau Ca2CO3.Absorpsi Ciprofloxacin


menunjukkan penurunan sebesar  50–75% ketika diberikan bersamaan dengan tablet
aluminum hydroxide atau calcium carbonate.
5. Interaksi antara tetrasiklin dengan antasida
Tetracycline akan membentuk kompleks dengan antasida and besi dalam usus.

10
III.2 Contoh – contoh Interaksi Obat.

N Obat precipitant (A) Obat object (B) Mekanisme Efek yang di solusi
o interaksi timbulkan
1 Antasid, sediaan FE, Supplement. Tetrasiklin Interaksi Terbentuknya pemberian
langsung, terjadi khelat yang tdk di obat harus
pembentukan absorpsi, jumlah
kompleks/ khelat absorpsi obat
dikasih
precipitant dan Fe jarak
menurun waktu
antara obat
precipitan
dan obat
11
object
2 Kolestiramin,Kortikosteroid,tiroksi Digoksin, digitoksin Reaksi Obat di ikat oleh Pemberian
n lansung:obat obat objek , obat objek di
objek diikat oleh jumlah absorpsi dahulukan
obat precipitant. obat precipitant dibandingkan
menurun obat
precipitant
agar obat
objek tidak
mengikat
obat
precipitant
3 Kaolin, pectin, Mg trisilikat,Al Digoksin, Linkomosin Interaksi Obat precipitant Pemberian
(OH)3 langsung:objek diabsorpsi oleh obat objek di
diadsorpsi oleh obat objek, jumlah dahulukan
obat precipitant. absorpsi obat dibandingkan
precipitant obat
menurun precipitant
agar obat
objek tidak
mengikat
obat
precipitant
4 Bentonit (bahan pengisi tablet PAS) Rifampisin Interaksi Obat precipitant Pemberian
langsung; obat diabsorpsi oleh obat objek di
objek diadsorpsi obat objek, jumlah dahulukan
oleh obat absorpsi obat dibandingkan
precipitant precipitant obat
menurun precipitant
agar obat
objek tidak
mengikat
obat
precipitant
5 NaHCO3 Aspirin Perubahan Ph Kecepatan Pemberian
cairan saluran disolusi obat objek
cerna aspirin menaik , diberikan
Absorpsi menaik jarak waktu
antara obat
precipitant
dan obat
objek lebih di
dahulukan
6 NaHCO3 Tetrasiklin Perubahan Ph kelarutan Pemberian
Cairan saluran tetrasiklin obat objek
cerna menurun , diberikan
absorpsi nya jarak waktu
menurun, antara obat
precipitant
dan obat
objek lebih di
dahulukan
7 Abtasid Penisilin G, Perubahan Ph Ph Lambung Pemberian
eritromisin Cairan saluran naik, pengrusakan obat objek
cerna obat objek, diberikan
absorpsinya - jarak waktu
menurun antara obat
precipitant
dan obat
12
objek lebih di
dahulukan
8 Analgesic narkotik Parasetamol Perubahan waktu Obat precipitant Pemberian
pengososngan memperpanjang obat objek
lambung dan waktu didahulukan
transit usus pengosongan dan diberikan
lambung, jarak waktu
memperlambat
absorpsi obat
objek.
9 Antikolinergik, antidepresi trisiklik Levodopa Perubahan waktu Obat precipitant Pemberian
pengososngan memperpanjang obat objek
lambung dan waktu didahulukan
transit usus pengosongan dan diberikan
lambung, jarak waktu
memperlambat
absorpsi obat
objek
10 Kolkisin (Kronik) Vitamin B12 Efek toksik pada Obat precipitant Obat
saluran cerna ganggu absorpsi precipitant
obat objek diberikan
sehingga terjadi lebih dahulu
anemia agar tidak
mengganggu
obat objek

BAB IV

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

Interaksi obat/ drugs interaction adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau
dipengaruhi oleh obat lain diberikan bersamaan. Atau dapat juga didefinisikan sebagai
modifikasi efek satu obat akibat obat lain yang diberikan bersamaan: atau apabila dua atau
lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga efektivitas atau toksisitas satu obat/lebih
13
berubah. Perubahan dalam pengikatan obat-obatan dapat menimbulkan perubahan yang
signifikan terhadap efek klinis atau menyebabkan respon toksik, karena obat bebas didalam
obat plasma inilah yang menyeimbangkan lokasi respon farmakologi atau toksik maka sedikit
perubahan pada tingkat pengikatan bisa menimbulkan perubahan respon yang sangat
signifikan.

14

Anda mungkin juga menyukai