Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“Potensi-Potensi Dasar Manusia dan Tugas Hidup Manusia dalam Islam”

Dosen : Fitriliza, M.A

Disusun oleh :

Nurul Alfiah

Rakhmi Vegi Arizka

(Kelompok 1/ PAI 1B)

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA SELATAN

2013
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur  kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya kepada kami dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini.

            Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan Mata
Kuliah Pendidikan Agama Islam. Selain itu,  isi makalah dapat dijadikan sarana dalam
memahami apa potensi-potensi dasar manusia dan tugas manusia dalam Islam.

            Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada pihak yang terlibat
dalam pembuatan makalah. Terutama kepada dosen kami Ibu Fitriliza. M.A yang telah
memberi kami kesempatan untuk menyusun dan membahas makalah ini.

            Kami sangat menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna terutama mengenai masalah dalam
penyampaian bahasa dan struktur isi makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua. Amin

Jakarta, 1 Oktober 2013

Kelompok 1
2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……...………………………………………………………….         1

Daftar Isi ……………...………………………………………………………….         2

Bab I Pendahuluan

            I.1. Latar Belakang    .…………………………………………………………        3

            I.2. Tujuan ………..…………………………………………………………         3

Bab II Pembahasan

            II.1. Potensi-potensi dasar manusia dalam Islam………………………………     4-18

            II.2. Tugas Hidup Manusia dalam Islam ……………………………………..    18-21

           

Bab III Penutup

            III.1. Kesimpulan ….………………………………………………………….        21

           

Daftar Pustaka …………….…………………………………………………………..        22


3

BAB I

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang paling istimewa yang diciptakan oleh Allah Ta’ala
di muka bumi ini. Dalam sudut pandang Islam, manusia mempunyai potensi-potensi dasar
yang sangat mendukung dalam kemajuan pendidikan terutama pendidikan Agama Islam.
Karena Allah ta’ala telah menciptakan manusia sebagaimana mulianya, maka Allah
mempunyai tujuan dari penciptaan manusia itu sendiri yang sudah terdapat dalilnya di dalam
Al-qur’an. Pada zaman ini realita yang kita dapat adalah manusia banyak yang membuat
kerusakan di muka bumi ini. Sebagai contoh adanya bencana banjir, polusi udara dan lain-
lain. Semua kejadian tersebut ada kaitannya antara potensi dasar manusia, tugas manusia dan
pendidikan Islam. Oleh karena itu, materi ini butuh dibahas secara tuntas.

I.2 Tujuan

Dalam penulisan makalah ini, kami selaku penulis berniat untuk menambah wawasan
dan pengetahuan tentang potensi-potensi dasar manusia dan tugas hidup manusia dalam
Islam. Sehingga, rekan mahasiswa dapat memahami dengan baik hakekat manusia dalam
islam.
4

BAB II

II. PEMBAHASAN

II.1 Potensi-Potensi Dasar Manusia dalam Islam

Allah menciptakan manusia dengan memberikan kelebihan dan keutamaan yang tidak
diberikan kepada makhluk lainnya. Kelebihan dan keutamaan itu berupa potensi dasar yang
disertakan Allah atasnya, baik potensi internal (yang terdapat dalam dirinya) dan potensi
eksternal (potensi yang disertakan Allah untuk membimbingnya). Potensi ini adalah modal
utama bagi manusia untuk melaksanakn tugas dan memikul tanggung jawabnya. Oleh karena
itu, ia harus diolah dan didayagunakan dengan sebaik-baiknya, sehingga ia dapat menunaikan
tugas dan tanggung jawab dengan sempurna.

 Potensi Internal

Ialah potensi yang menyatu dalam diri manusia itu sendiri, terdiri dari :

A. Potensi Fitriyah

Ditinjau dari beberapa kamus dan pendapat tokoh islam, fitrah mempunyai makna
sebagai berikut :

1. Fitrah berasal dari kata (fi’il) fathara yang berarti “menjadikan” secara etimologi
fitrah berarti kejadian asli, agama, ciptaan, sifat semula jadi, potensi dasar, dan
kesucian1
2. Dalam kamus B. Arab Mahmud Yunus, fitrah diartikan sebagai agama, ciptaan,
perangai, kejadian asli.2
3. Dalam kamus Munjid kata fitrah diartikan sebagai agama, sunnah, kejadian, tabi’at.
4. Fitrah berarti Tuhur yaitu kesucian3
5. Menurut Ibn Al-Qayyim dan Ibn Katsir, karena fatir artinya menciptakan, maka
fitrah artinya keadaan yang dihasilkan dari penciptaannya itu4

1
Hasan Langgulung, Pendidikan dan peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1985), h.215
2
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsir Al-Qur’an,
1973) h.319
3
Al-Qurthubi, Ibn ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad Anshari, Tafsir Al-Qurthuby (Kairo: Dar al Sa’ab) Juz VI
h.5106
4
Muis Said Iman, Pendidikan Partisipatif, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004) h.17
5

Apabila di interpretasikan lebih lanjut, maka istilah fitrah sebagaimana dalam Ayat Al-
qur’an, hadits ataupun pendapat adalah sebagai berikut :

1. Fitrah berarti agama, kejadian. Maksudnya adalah agama Islam ini bersesuaian
dengan kejadian manusia. Karena manusia diciptakan untuk melaksanakan agama
(beribadah). Hal ini berlandaskan dalil Al-qur’an surat Adz-Dzariyat (51:56)5
2. Fitrah Allah untuk manusia merupakan potensi dan kreativitas yang dapat dibangun
dan membangun, yang memilliki kemungkinan berkembang dan meningkat sehingga
kemampuannya jauh melampaui kemampuan fisiknya. Maka diperlukan suatu usaha-
usaha yang baik yaitu pendidikan yang dapat memelihara dan mengembangkan fitrah
serta pendidikan yang dapat membersihkan jiwa manusia dari syirik, kesesatan dan
kegelapan menuju ke arah hidup bahagia yang penuh optimis dan dinamis. Ini sesuai
dengan Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat : 30 yaitu :

‫ك الدِّينُ ْالقَيِّ ُم‬ ِ ‫اس َعلَ ْيهَا ال تَ ْب ِدي َل لِ َخ ْل‬


َ ِ‫ق هَّللا ِ َذل‬ ْ ِ‫فَأَقِ ْم َوجْ هَكَ لِلدِّي ِن َحنِيفًا ف‬
َ َّ‫ط َرةَ هَّللا ِ الَّتِي فَطَ َر الن‬

ِ َّ‫َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن‬


‫اس ال يَ ْعلَ ُمون‬

Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui

Pada ayat ini Allah telah menciptakan semua makhluknya berdasarkan fitrahnya.
Surat ini telah menginspirasikan untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan
fitrah atau potensi itu dengan baik dan dan lurus.6

3. Fitrah berarti ikhlas. Maksudnya manusia lahir dengan berbagai sifat, salah satunya
adalah kemurnian (keikhlasan) dalam menjalankan suatu aktivitas. Berkaitan dengan
makna ini ada hadits yaitu : “Tiga perkara yang menjadikannya selamat adalah ikhlas,
berupa fitrah Allah, di mana manusia diciptakan darinya, sholat berupa agama, dan
taat berupa benteng penjagaan” (HR. Abu Hamdi dari Mu’adz)

5
Al-Qur’an dan Tafsirnya h.571
6
Maimunah Hasan, Membangun Kreativitas Anak Secara Islami (Yogyakarta: Bintang cemerlang, 2002) h.9
6

Dengan demikian, pada diri manusia sudah melekat (menyatu) satu potensi kebenaran
(dinnullah). Kalau ia gunakan potensinya ini, ia akan senantiasa berjalan di atas jalan yang
lurus. Karena Allah telah membimbingnya semenjak dalam alam ruh (dalam kandungan).

B. Potensi Ruhiyah

Ialah potensi yang dilekatkan pada hati nurani untuk membedakan dan memilih jalan
yang hak dan yang batil, jalan menuju ketaqwaan dan jalan menuju kedurhakaan. Bentuk dari
roh ini sendiri pada hakikatnya tidak dapat dijelaskan. Potensi ini terdapat pada surat Asy-
Syams ayat 7 yaitu :

ٍ ‫َونَ ْف‬
‫س َو َما َسوَّاهَا‬
Artinya : dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)

kemudian Asy-Syams ayat 8 :


‫فَأ َ ْلهَ َمهَا فُجُو َرهَا َوتَ ْق َواهَا‬
Artinya : maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.

Di dalam hati setiap manusia telah tertanam potensi ini, yang dapat membedakan
jalan kebaikan (kebenaran) dan jalan keburukan (kesalahan). Menurut Ibn ‘Asyur kata ‘nafs’
pada surat Asy-Syams ayat ke-7 menunjukan nakiroh maka arti kata tersebut menunjukan
nama jenis, yaitu mencakup jati diri seluruh manusia seperti arti kata ‘nafs’ pada surat Al-
infithar ayat 5 yaitu :

ْ ‫ت َوأَ َّخ َر‬


‫ت‬ ْ ‫ت نَ ْفسٌ َما قَ َّد َم‬
ْ ‫َعلِ َم‬

Artinya : maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang
dilalaikannya.

Menurut Al-Qurthubi sebagian ulama mengartikan ‘nafs’ adalah nabi Adam namun
sebagian lain mengartikan secara umum yaitu jati diri manusia itu sendiri.

Pada arti kata ‘nafs’ ini terdapat tiga unsur yaitu :


a. Qolbu : menurut para ulama salaf adalah nafs yang terletak di jantung
b. Domir : bagian yang samar, tersembunyi dan kasat mata
c. Fuad : mempunyai manfaat dan fungsi
7

Dengan demikian, dalam potensi ruhaniyyah terdapat pertanggungjawaban atas


diberinya manusia kekuatan pemikir yang mampu untuk memilih dan mengarahkan potensi-
potensi fitrah yang dapat berkembang di ladang kebaikan dan ladang keburukan ini. Karena
itu, jiwa manusia bebas tetapi bertanggung jawab. Ia adalah kekuatan yang dibebani tugas,
dan ia adalah karunia yang dibebani kewajiban.

Demikianlah yang dikehendaki Allah secara garis besar terhadap manusia. Segala
sesuatu yang sempurna dalam menjalankan peranannya, maka itu adalah implementasi
kehendak Allah dan qadar-Nya yang umum.7

C. Potensi Aqliyah

Potensi Aqliyah terdiri dari panca indera dan akal pikiran (sam’a basar, fu’ad).
Dengan potensi ini, manusia dapat membuktikan dengan daya nalar dan ilmiah tentang
‘kekuasaan’ Allah. Serta dengan potensi ini ia dapat mempelajari dan memahami dengan
benar seluruh hal yang dapat bermanfaat baginya dan tentu harus diterima dan hal yang
mudharat baginya tentu harus dihindarkan. Potensi Aliyah juga merupakan potensi yang
dianugerahkan Allah kepada manusia agar manusia dapat membedakan mana yang haq dan
mana yang bathil dan mapu berargumen terhadap pemilihan yang dilakukan oleh potensi
ruhiyah.

Allah berfirman dalam Al-qur’an surat An-Nahl ayat 78 :

َ ‫َوهَّللا ُ أَ ْخ َر َج ُك ْم ِم ْن بُطُو ِن أُ َّمهَاتِ ُك ْم ال تَ ْعلَ ُمونَ َش ْيئًا َو َج َع َل لَ ُك ُم ال َّس ْم َع َواأل ْب‬


َ‫صا َر َواأل ْفئِ َدةَ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬
Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar
kamu bersyukur.

Ayat ini menurut Tafsir Al-maraghi mengandung penjelasan bahwa setelah Allah
melahirkan kamu dari perut ibumu, maka Dia menjadikan kamu dapat mengetahui segala

7
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an (Jakarta: Gema Insani, 2007) h.377-382
8

sesuatu yang sebelumnya tidak kamu ketahui. Dia telah memberikan kepadamu beberapa
macam anugerah berikut ini :
1. Akal sebagai alat untuk memahami sesuatu, terutama dengan akal itu kamu dapat
membedakan antara yang baik dan jelek, antara yang lurus dan yangs esat, antara
yang benar dan yang salah
2. Pendengaran sebagai alat untuk mendengarkan suara, terutama dengan pendengaran
itu kamu dapat memahami percakapan diantara kamu
3. Penglihatan sebagai alat untuk melihat segala sesuatu, terutama dengan penglihatan
itu kamu dapat mengenal diantara kamu.
4. Perangkat hidup yang lain sehingga kamu dapat mengetahui jalan untuk mencari rizki
dan materi lainnya yang kamu butuhkan, bahkan kamu dapat pula meilih mana yang
terbaik bagi kamu dan meninggalkan mana yang jelek.8

Menurut An-Nawawi menafsirkan ayat ini bahwa agar kamu (manusia) menggunakan
ni’mat Allah itu untuk kebaikan, maka kamu mendengar akan nasihat Allah, dan melihat
tanda-tanda Allah dan memikirkan kebesaran Allah.9

Selain ayat tersebut, surat Al-Israa ayat 36 juga menjelaskan tentang potensi ini yang
berbunyi :

ْ ‫ص َر َوا ْلفُ َؤا َد ُك ُّل أُو ٰلَئِكَ َكانَ َع ْنهُ َم‬


‫سئُواًل‬ َ َ‫س ْم َع َوا ْلب‬
َّ ‫س لَ َك بِ ِه ِع ْل ٌم ۚإِنَّ ال‬
َ ‫َواَل تَ ْقفُ َما لَ ْي‬
Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu
akan diminta pertanggungan jawabnya.

Pada ayat ini Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah janganlah
kamu mengatakan bahwa kamu melihatnya, padahal kamu tidak melihatnya, atau kamu
katakana kamu mendengarnya padahal kamu tidak mendengrnya, atau kamu katakana bahwa
kamu mengetahuinya, padahal kamu tidak mengetahui. Karena sesungguhnya Allah kelak
akan meminta pertanggungjawaban darimu tentang hal itu secara keseluruhan, sehingga inti
dari ayat ini adalah bagaimana kita mengolah potensi yang terdapat dalam ayat ini dengan

8
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi h.118 jilid 5
9
Syaikh Muhammad An-nawawi, Tafsir An-Nawawi h.461 jilid 1
9

sebaik-baiknya karena ketika kita menggunakan potensi ini, maka cara kita menggunakannya
akan mendapat pertanggungjawaban kelak di akhirat dan Allah melarang sesuatu tanpa
pengetahuan, bahkan melarang pula mengatakan sesuatu dengan dzan (dugaan) yang
bersumber dari sangkaan atau ilusi.

Termasuk dalam surat Al-‘Araf tentang potensi Aqliyah ini pada ayat 179 yang
berbunyi :

ِ ‫س لَهُ ْم قُلُوبٌ اَل يَ ْفقَهُونَ بِهَا َولَهُ ْم أَ ْعي ٌُن اَل يُ ْب‬ ْ
ٌ ‫صرُونَ بِهَا َولَهُ ْم َءا َذ‬
‫ان اَل‬ ِ ‫َولَقَ ْد َذ َرأنَا لِ َجهَنَّ َم َكثِيرًا ِمنَ ْال ِجنِّ َواإْل ِ ْن‬
َ‫ضلُّ أُولَئِكَ هُ ُم ْالغَافِلُون‬ َ ِ‫يَ ْس َمعُونَ بِهَا أُولَئ‬
َ َ‫ك َكاأْل َ ْن َع ِام بَلْ هُ ْم أ‬
Artinya: “Dan sesungguhnya telah kami sediakan untuk mereka jahannam banyak dari
jin dan manusia; mereka mempunyai hati (tetapi) tidak mereka gunakan memahami, dan
mereka mempunyai mata (tetapi) tidak mereka gunakan untuk melihat dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak mereka gunakan untuk mendengar, mereka itu seperti
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi, mereka itulah orang-orang yang lalai”.

Dalam ayat ini, kekuatan dan kesuksesan bersumber dari-Nya, aktifitas akal dan juga
ruh berada di tangan-Nya. Oleh karena itu, manusia tidak dapat menyembunyikan sesuatu apa
pun dari-Nya, melainkan dalam setiap kesempatan dan keadaan senantiasa memohon taufik
dari-Nya dan menjadikan Allah sebagai penolong-Nya dan tidak mencari penolong selain-
Nya.10 Sehingga dapat kita ketahui bahwa akal merupakan potensi yang besar yang iberikan
oleh Allah sehingga kita bisa melaksanakan tugas sebagai ciptan-Nya dengan baik dan benar.

D. Potensi Jasmaniyyah

Ialah kemampuan tubuh manusia yang telah Allah ciptakan dengan sempurna, baik
rupa, kekuatan dan kemampuan. Sebagaimana pada firman Allah Al-Qur’an surat At-Tin ayat
4 yaitu

‫لَقَ ْد خَ لَ ْقنَا اإل ْن َسانَ فِي أَحْ َس ِن تَ ْق ِو ٍيم‬

Artinya : sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya

Kata insan dijumpai dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali. Penekanan kata insan ini
adalah lebih mengacu pada peningkatan manusia ke derajat yang dapat memberinya potensi
10
Muhsin Qira’ati, Tafsir Nur hal.313 jil. 4
10

dan kemampuan untuk memangku jabatan khalifah dan meikul tanggung jawab dan amanat
manusia di muka bumi, karena sebagai khalifah manusia dibekali dengan berbagai potensi
seperti ilmu, persepsi, akal dan nurani. Dengan potensi-potensi ini manusia siap dan mampu
menghadapi segala permasalahan sekaligus mengantisipasinya. Di samping itu, manusia juga
dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk yang mulia dan memiliki kedudukan yang
lebih tinggi dari makhluk lain dengan berbekal potensi-potensi tadi.11 Dan dalam surat ini
manusia diberikan oleh Allah potensi jasmani.

Potensi ini juga terdapat disurat At-Taghabun ayat 3 yang berbunyi :

‫ص َو َر ُك ْم َو إِلَ ْي ِه ْال َمصي ُر‬


ُ َ‫صو ََّر ُك ْم فَأَحْ َسن‬ ِّ ‫ض بِ ْال َح‬
َ ‫ق َو‬ َ ْ‫ت َو اأْل َر‬ َ َ‫خَ ل‬
ِ ‫ق السَّماوا‬

Artinya: Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak, Dia membentuk rupamu dan
membaguskan rupamu itu, dan hanya kepada-Nya-lah kembali(mu).

Oleh karena itu, patutnya manusia sebagai ciptaan Allah yang sangat mulia dan
banyak keutamaan, agar mempergunakan potensi jasmaninya dengan baik sebagai modal
utama untuk menjalankan tugas sebagai ciptan-Nya.

 Potensi Eksternal

Disamping potensi internal yang melekat erat pada diri manusia, Allah juga sertakan
potensi eksternal sebagai pengarah dan pembimbing potensi-potensi internal itu agar berjalan
sesuai dengan kehendak-Nya. Tanpa arahan potensi eksternal ini, maka potensi internal tidak
akan membuahkan hasil yang diharapkan. Potensi eksternal ini dibagi menjadi dua yaitu :

A. Potensi Huda

Ialah petunjuk Allah yang mempertegas nilai kebenaran yang Allah turunkan kepada
Rasul-Nya untuk membimbing umat manusia ke jalan yang lurus. Allah SWT berfirman pada
surat Al-Insaan ayat 3 :

‫يل إِ َّما َشا ِكرًا َوإِ َّما َكفُورًا‬


َ ِ‫إِنَّا هَ َد ْينَاهُ ال َّسب‬

Artinya : Sesungguhnya Kami telah menunjukinnnya jalan yang lurus, ada yang
bersyukur dan ada pula yang kafir.

11
Marzuki, Dosen FIS UNY, Makalah tentang Konsep manusia dan agama, h.13
11

Ayat ini menerangkan bahwa sesungguhnya Allah, telah menunjuki ke jalan yang
lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. Maka dengan bimbingan wahyu-Nya yang
disampaikan lewat Nabi Muhammad SAW manusia telah ditunjuki jalan yang lurus dan mana
pula jalan yang sesat Allah. Dari perkataan "Sabil" yang terdapat dalam ayat ini tergambar
keinginan Allah terhadap manusia yakni membimbing manusia kepada hidayah-Nya sebab
Sabil lebih tepat diartikan sebagai petunjuk" dari pada jalan. Hidayah itu berupa dalil-dalil
keesaan Allah dan kebangkitan Rasul yang disebutkan dalam kitab suci. 
Sabil (hidayah) itu dapat Sabil (hidayah) itu dapat ditangkap dengan pendengaran,
penglihatan dan pikiran. Tuhan hendak menunjukkan kepada manusia bukti-bukti kewujudan
Nya melalui penglihatan terhadap diri (ciptaan) manusia sendiri dan melalui penglihatan
terhadap alam semesta, sehingga pikirannya merasa puas untuk mengimani-Nya.

Akan tetapi memang sudah merupakan kenyataan bahwa terhadap pemberian Allah
itu, sebagian manusia ada yang bersyukur tetapi ada pula yang ingkar (kafir). Tegasnya ada
yang menjadi mukmin yang berbahagia, ada pula yang kafir. Dengan sabil itu pula manusia
bebas menentukan pilihannya.12

Dan maksud dari ayat ini juga telah dijelaskan bahwasanya kami (Allah) telah
menjelaskan kepadanya (manusia) jalan hidayah dengan menutus rasul-rasul kepada manusia
(ada yang bersyukur) yaitu menjadi orang mukmin (dan ada pula yang kafir) kedua lafal ini,
yakni Syakiraan dan Kafuuran merupakan haal dari maf’ul; yakni Kami telah menjelaskan
jalan hidayah kepadanya, baik sewaktu ia dalam keadaan bersyukur atau pun sewaktu ia
kafir sesuai dengan kepastian Kami.

Sehingga ketika manusia tidak menggunakan potensi eksternal ini yaitu, hidayah
dengan baik, maka ia tidak dapat menjalankan tugas sebagai ciptan-Nya dengan baik. Potensi
eksternal ini juga terdapat dalam firman Allah surat Al-Baqarah ayat 38 :

‫ف َعلَ ْي ِه ْم َوالَ هُ ْم يَحْ زَ نُون‬ َ ‫ قُ ْلنَا ا ْهبِطُوا ِم ْنهَا َج ِميعًا فَإ ِ َّما يَأْتِيَنَّ ُكم ِّمنِّي هُدًى فَ َمن تَبِ َع هُدَا‬:‫قَا َل هللاُ تَ َعالى‬
ٌ ْ‫ي فَالَ خَ و‬

Artinya : “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-
Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada
kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.

12
Al-qur’an dan tafsir Depag Indonesia
12

Pada ayat ini dijelaskan dalam konteks potensi eksternal yaitu, ketika seseorang
mengikuti dan menjalankan yaiu petunjuk Allah maka bagi orang tersebut niscaya tidak ada
kekhawatiran ataupun kesedihan hati.

A. Potensi Alam

Alam semesta adalah merupakan potensi eksternal kedua untuk membimbing umat
manusia melaksanakan fungsinya. Setiap sisi alam semesta ini merupakan ayat-ayat Allah
yang dengannya manusia dapat mencapai kebenaran.

Hal ini terdapat dalam firman Allah surat Al-Imraan ayat 190 dan 191 yang berbunyi :

ِ ِ َّ ِ ِ ‫ض واختِاَل‬
‫ف اللَّي ِل والن ِ ٍ أِل‬ ِ َّ ‫إِ َّن يِف خ ْل ِق‬
ً ُ‫ين يَ ْذ ُك ُرو َن اللَّهَ قيَ ًاما َو ُقع‬
‫ودا َو َعلَى‬ َ ‫) الذ‬190( ‫َّهار آَل َيَات ُويِل اأْل َلْبَاب‬
َ َ ْ ْ َ ِ ‫الس َم َاوات َواأْل َْر‬ َ
ِ َ‫اطاًل سبحان‬ ِ ‫السماو‬
)191( ‫اب النَّا ِر‬ َ َ ْ ُ ِ َ‫ت َه َذا ب‬
َ ‫ك فَقنَا َع َذ‬ ِ ‫ات َواأْل َْر‬
َ ‫ض َربَّنَا َما َخلَ ْق‬ ِ ‫َّ يِف‬ ِ‫هِب‬
َ َ َّ ‫ُجنُو ْم َو َيَت َفك ُرو َن َخ ْلق‬
Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka.
Pada ayat ini ditafsirkan bahwa memikirkan penciptaan Allah terhadap makhluk-Nya,
merenungkan kitab alam-alam semesta yang terbuka, dan merenungkan kekuasaan Allah
yang menciptakan dan menggerakan alam semesta ini, merupakan ibadah Allah kepada
diantara pokok-pokok ibadah, dan merupakan zikir kepada Allah diantara dzikir-dzikir
pokok. Seandainya ilmu-ilmu kealaman yang membicarakan desain alam semesta, undangan-
undangan dan sunnahnya, kekuatan dan kandungannya, rahasia-rahasianya dan potensi-
potensinya berhubungan dengan dzikir dan mengingat Pencipta ala mini, dari merasakan
keagungan-Nya dan karunia-Nya niscaya seluruh aktifitas kelimuannya itu akan berubah
menajdi ibadah kepada Sang Pencipta alam semesta ini, akan luruslah kehidupan ini, dan
akan terarah kepada Allah Ta’ala13

Pada ayat ini juga ditafsirkan bagaimana Allah Ta’ala tidak menampakkan hakikat
alam yang mengesankan keculai pada hati yang selalu berdzikir dan beribadah. Mereka yang
13
Sayyid Authub, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an, (Jakarta, Gema Insani 2006) h. 633
13

selalu ingat kepada Allah pada waktu berdiri, duduk dan berbaring, sembari memikirkan
penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam maka, mereka adalah yang
terbuka pandangannya terhadap penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan
siang. Dan yang seperti itulah, ketika mereka menggunakan potensi internal (akal dan hati)
yang seimbang dengan potensi eksternal yaitu potensi Alam.

Ayat lain yang mendukung potensi eksternal ini yaitu surat Al-baqarah ayat 21-22 :

َ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ ا ْعبُ ُدوْ ا َربَّ ُك ُم الَّ ِذيْ خَ لَقَ ُك ْم َو الَّ ِذ ْينَ ِمن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُوْ ن‬

‫ت ِر ْزقا ً لَّ ُك ْم فَالَ تَجْ َعلُوْ ا ِهللِ أَندَاداً َو‬


ِ ‫ض فِ َراشا ً َو ال َّس َما َء بِنَا ًء َو أَ ْنزَ َل ِمنَ ال َّس َماء َما ًء فَأ َ ْخ َر َج بِ ِه ِمنَ الثَّ َم َرا‬
َ ْ‫اَلَّ ِذيْ َج َع َل لَ ُك ُم اأْل َر‬
َ‫أَنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬

Artinya : Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-
orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa (21) Dialah yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu
Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu
janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui(22)

Di dalam ayat tersebut dijelaskan bagaimana Allah memerintahkan beribadah pada


hambaNya, dengan menggambarkan latar belakang, seputar penciptaan, fungsi bumi dan
langit, kemakmuran akibat yang ditimbulkan bumi dan langit, dan rizki dibalik penciptaan
itu. Namun, manusia terhalangi pandangannya sehingga merasa bahwa langit dan bumi
seisinya itulah yang bisa diandalkan sebagai tempat berpijak, tempat bergantung dan sumber
rizki. Padahal semua itu dari Allah swt. Artinya, Allah Ta'ala-lah yang mengerjakan semua
itu, menciptakan semua itu dan memanage semuanya. Berarti tidak benar beribadah, kecuali
hanya untukNya dan kepadaNya.

Allah-lah yang berhak disembah, sehingga manusia hanya menyembah kepadaNya.


Ibadah hanya sah bagi hamba, dan tertuju kepada Pencipta hamba. Karena itu sang hamba
harus mengenal Penciptanya, dimana, Allah bertajalli melalui ciptaanNya. Tajallinya Allah
bukan penyatuan WujudNya dengan wujud makhlukNya yang disebut dengan pantheisme.
Tetapi, Tajallinya Allah adalah penampakan yang disaksikan oleh Jiwa Terdalam dari para
hambaNya, dan karena itu, seperti dalam hadits, "Siapa yang mengenal jiwanya maka ia
mengenal Tuhannya."
14

Secara lebih jelas, keistimewaan dan kelebihan manusia, diantara-nya berbentuk daya
dan bakat sebagai potensi yang memiliki peluang begitu besar untuk dikembangkan. Dalam
kaitan dengan pertumbuhan fisiknya, manusia dilengkapi dengan potensi berupa kekuatan
fisik, fungsi organ tubuh dan panca indera. Kemudian dari aspek mental, manusia dilengkapi
dengan potensi akal, bakat, fantasi maupun gagasan. Potensi ini dapat mengantarkan manusia
memiliki peluang untuk bisa menguasai serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan sekaligus menempatkannya sebagai makhluk yang berbudaya.

Di luar itu manusia juga dilengkapi unsur lain, yaitu kalbu. Dengan kalbunya ini
terbuka kemungkinan manusia untuk menjadi dirinya sebagai makhluk bermoral, merasakan
keindahan, kenikmatan beriman dan kehadiran ilahi secara spiritual.

Sebagai makhluk ciptaan, manusia pada dasarnya telah dilengkapi dengan perangkat
yang dibutuhkan untuk menopang tugas tugas pengabdiannya. Sudah cukup persyaratan yang
ia miliki, sehingga manusia merupakan makhluk yang ‘layak mengabdi’

Perpaduan daya daya tersebut membentuk potensi, yang menjadikan manusia mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan, serta mampu meghadapi tantangan yang mengancam
kehidupannya. Dengan menggunakan akalnya, manusia dapat berkreasi membuat berbagai
peralatan guna mempertahankan diri dari gangguan musuh dan alam lingkungannya. Selain
itu manusia juga mampu berinovasi dan berkarya dalam meningkatkan kualitas hiduppnya.
Manusiapun dapat mempertahankan kelangsuangan generasinya dari kepunahan, melalui
kemampuan nalar dan kreatifitasnya

Dr. Abdul Mujib, M.Ag menuturkan potensi-potensi dasar manusia adalah sebagai
berikut :

1. Al-Fithrah

Fitrah merupakan citra asli manusia yang berpotensi baik atau buruk di mana
aktualisasinya tergantung pilihannya. Fitrah baik merupakan citra asli primer sedangkan yang
buruk sekunder. Sekalipun potensi fitriyah manusia itu merupakan gambaran asli yang suci,
bersih, sehat dan baik namun dalam aktualisasi dapat mengaktual dalam bentuk perbuatan
buruk, sebab fitrah manusia itu dinamis yang aktualisasinya sangat tergantung keinginan
manusia dan lingkungan yang memengaruhinya.

2. Struktur Manusia
15

Struktur manusia terdiri dari enam yaitu jasmani, rohani, nafsani, kalbu, akal, hawa
nafsu.

I. Ciri-ciri jasmani yaitu :


a. Bersifat materi yang tercipta karena adanya proses (tahap)
b. Adanya bentuk berupa kadar dan bisa disifati
c. Ekstetensinnya menjadi wadah roh
d. Terikat oleh ruang dan waktu
e. Hanya mampu menangkap yang kongkret bukan yang abstrak
f. Substansinya temporer dan hancur setelah mati
II. Ciri-ciri rohani yaitu :
a. Adanya di alam arwah (immateri)
b. Tidak meiliki bentuk, kadar dan tidak bisa disifati
c. Ada energy rohaniah yang disebut al-amanah
d. Ekstitensi energi rohaniah tertuju pada ibadah
e. Tidak terikat oleh ruang dan waktu
f. Dapat menangkap beberapa bentuk konkret dan abstrak
g. Substansinya abadi tanpa kematian
h. Tidak dapat dibagi karena merupakan satu keutuhan
III. Ciri-ciri nafsani yaitu :
a. Adanya di alam jasad dan rohani terkadang tercipta dengan proses bisa juga tidak
b. Antara berbentuk atau tidak
c. Memiliki energy rohaniyah dan jismiyyah
d. Ekstitensi energy nafsani tergantung ibadah dan gizi (makanan)
e. Ekstitensi realisasi atau aktualisasi diri
f. Antara terikat atau tidak oleh ruang dan waktu
g. Dapat menangkap antara yang konkret dan abstrak
h. Antara dapat dibagi-bagi atau tidak

IV. Ciri-ciri kalbu yaitu :


a. Secara jasmaniyyah berkedudukan di jantung
b. Daya yang dominan adalah emosi (rasa) a
c. Bersifat Dzawqiyyah (cita rasa) dan hadsiyah (intuitif) sifatnya spiritual
d. Mengikuti natur roh yang ketuhanan atau ilahiyyah
16

e. Berkedudukan pada alam super sadar atau dasar manusia


f. Intinya religiositas, spiritualitas, dan transedensi
g. Apabila mendominasi jiwa manusia maka akan menimbulkan kepribadian yang
tenang (Nafs Mutma’innah)

V. Ciri-ciri akal yaitu :


a. Secara Jasmaniyyah berkedudukan di otak (al-dimagh)
b. Daya yang dominan adalah kognisi (cipta) sehingga adanya intelektual
c. Mengikuti antara natur roh dan jasad
d. Potensinya bersifat istidhlaliyyah 9argumentatif) dan aqliyah (logis) yang bersifat
rasional
e. Berkedudukan pada alam kesadaran manusia
f. Intinya isme-isme seperti : humanism, kapitalisme, dan lain-lain.
g. Apabila mendominasi jiwa maka akan terwujud jiwa yang labil (Nafs Al-lawwamah)
VI. Ciri-ciri hawa nafsu yaitu :
a. Secara jasmaniyyah terdapat di perut dan alat kelamin
b. Daya yang dominan adalah konarsi (karsa) atau psikomotorik
c. Mengikuti natur ajsad yang hayawaniyyah baik jinak maupun buas (bahimiyyah dan
subu’iyyah)
d. Bersifat hisiyyah (indrawi) yang sifatnya empiris
e. Kedudukannya terdapat pada alam pra/ bawah sadar manusia
f. Intinya adalah produktivitas, kreativitas dan komsumtif
g. Apabila mendominasi jiwa maka akan terwujud nafs al-ammarah

3. Al-Hayyah (Vitality)

Yaitu merupakan energi, daya, tenaga atau vitalitas manusia yang karenanya manusia
dapat bertahan hidup. Al-hayyah dibagi menjadi dua yaittu, nayawa (al-hayya) dan fisik (at-
thaqat atau al-jismiyyah) sehingga adanya fungsi organ.

4. Al-Khuluq

Akhlaq yaitu kondisi batiniah (dalam) bukan kondisi lahiriah (luar) individu yang
mencakup al-thab’u dan a-sajiyyah.

5. Al-Thab’u (Tabiat)
17

Citra batin individu yang melekat (al-sukun). Menurut Ikhwan Al-Shafa tabiat adalah
daya dari daya nafs kuliyyah yang menggerakan jasad manusia.14

6. Al-Sajiyyah (bakat)

Yaitu kebiasaan (‘aadah) individu yang berasal dari hasil integrasi antara karakter
individu (fardiyyah) dengan aktifitas-aktifitas yang diusahakan (Al-Muktasab). Dalam
terminology psikologi bakat yaitu akapasitas kemampuan yang bersifat potensial. Bakat ini
bersifat karakter (tersembunyi dan bisa berkembang) sepanjang hidup manusia dan dapat
diaktualisasikan potensinya.

7. Al-Sifat (sifat-sifat)

Ciri khas individu yang relative menetap secara terus-menerus dan konsekuen yang
diungkapkan dalam suatu deretan keadaan sifat-sifat totalitas yaitu deferensiasi, regulasi dan
integrasi

8. Al-‘Amal (perilaku)

Tingkah laku lahiriah individu yang tergambar dalam bentuk perbuatan nyata.

 Potensi Negatif Manusia

Pada realitanya, tidak semua potensi manusia hanya bernilai positif seperti yang kami
jealaskan sebelumnya. Manusia pun mempunyai potensi yang negatif. Hal ini sesuai
dengan ayat al qur’an yaitu seperti :
a. Melampaui batas QS (Yunus : 12)
b. Zalim (bengis, kejam, dll) QS (Ibrahim : 34)
c. Tergesa-gesa QS (Al-Isra’ : 11)
d. Suka membantah QS (Al-Kahfi : 54)
e. Berkeluh kesah dan kikir QS (Al-ma’arij : 19-21)
f. Ingkar dan tidak berterima kasih QS (Al-‘Adiyat :6)

II.2 Tugas Hidup Manusia dalam Islam

14
Ikhwan Al-Shafa, Rasail Ikhwan Al-Shafa wa Kalam Al-Wafa (Beirut Dar Sadir 1957) Juz II h.63
18

Manusia dalam pandangan agama Musa Asy’ari (Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam
Al-qur’an) menunjukkan dengan jelas tentang betapa agama telah memberikan potret yang
utuh, apik dan komprehensif tentang sosok manusia melalui tiga istilah yang ada:

1. Insan dari kata ‘anasa’ yang mempunyai arti melihat,mengetahui dan meminta izin,
mengandung pengertian adanya kaitan kemamampuan penalaran. Kata ‘insan’
menunjuk pada suatu pengertian adanya kaitan dengan sikap yang lahir dari adanya
kesadaran penalaran. Manusia pada dasarnya jinak, dapat menyesuaikan dengan
realitas hidup dan llingkungan yang ada.
Sejalan dengan pengertian ini, tugas manusia yaitu :
a. Untuk mengatakan bahwa manusia menerima pelajaran dari tuhan tentang apa
yang tidak diketahuinya QS (Al-Alaq 1-5)
b. Manusia mempunyai musuh nyata yang nyata yaitu setan QS (12:5)
c. Manusia sebagai makhluk yang memikul amanah dari tuhan QS (33:72)
d. Makhluk yang harus pandai menggunakan waktu untuk beriman dan beramal baik
QS (1-3
e. Sebagai makhluk yang hanya akan mendapatkan bagian dari apa yang dia
kerjakan (53:39)
f. Punya keterikatan dengan moral dan sopan santun
2. Penggunaan kata ‘basyar’ yaitu manusia seperti apa yang tampak pada lahiriyyahnya,
mempunyai bangunan tubuh yang sama, makan dan minum dari bahan yang sama,
semakin bertambah usianya, kondisi tubuhnya akan menurun, menjadi tua dan
akhirnya ajal pun menjemputnya, pada kata ‘basyar’ ini disebutkan 36 kali di Al-
qur’an.
3. An-nas yaitu untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat yang
mempunyai berbagai kegiatan untuk mengembangkan kehidupannya yaitu :
a. Melakukan kegiatan peternakan QS (28:23)
b. Kemampuan untuk mengelola besi atau logam QS (52:25)
c. Kemampuan untuk pelayaran dan mengadakan perubahan social QS (2:164)
d. Kepatuhan dalam beribadah QS (2:21)15

Al-Ghazali memandang manusia sebagai proses hidup yang bertugas dan bertujuan
yaitu bekerja, beramal shaleh, mengabdikan diri dalam mengelola bumi untuk memperoleh
kebahagiaanabadi sejak di dunia hingga di akhirat. Pada aspek keduniaan manusia berperan
15
H. Abaddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam
19

sebagai khalifah di bumi dan aspek akhirat manusia sebagai ‘hamba’ atau ‘al-‘abdu’ Allah
Ta’ala.

Seperti yang beliau katakna tentang tugas manusia yaitu “Segala tujuan manusia itu
terkumpul dalam agama dan dunnia. Dan agama tidak terorganisasikan selain dengan
terorganisasinya dunia. Dunia adalah alat yang menyampaikan kepaada Allah bagi orang
yang mau memperbuatnya menjadi tempat tetap dan tanah air abadi.16

Sehingga dapat kita ketahui bahwa manusia mempunyai dua peran sebagai tujuan
diciptakan oleh Allah Ta’ala yaitu :

a. Manusia sebagai ‘Abd Allah (Hamba Allah)


Manusia dalam kehidupannya di muka bumi ini tidak bisa terlepas dari kekuasaan
yang transdental (Alaah). Hal ini disebabkan, karena manusia adalah makhluk
yang memiliki potensi untuk beragama sesuai dengan fitrahnya. Allah Ta’ala
memperkenalkan dan menunjukkan kepada manusia bagaimana tata cara yang
harus dilakukannya dalam melakukan peribadatan, sebagai bukti kepatuhan
kepada Allah Ta’ala melalui perantara Al-qur’an. Pada aspek ini manusia
diharapkan mampu mengenal Khaliqnya lewat pengabdian yang ditunjukannya
dalam semua spek kehidupan. Dalil yang mendasari pada tugas manusia sebagai
hamba Allah terdapat di QS (51:56)
b. Manusia sebagai makhluk yang mulia, menempati posisi yang istimewa yang
diberikan Allah di muka bumi. Hal ini karena manusia diciptakan dalam “citra
Allah”, sehingga selayaknya manusia disebut sebagai “mahkota ciptaan-Nya” atau
sebagai “khalifah Allah di bumi” yang mewakili Pencipta dalam ciptan-Nya. Hal
ini sesuai dengan firman Allah QS (2:30)
Bila kita memperhatikan ayat tersebut, maka akan terlihat bahwa manusia bukan
sekedar hiasan, akan tetapi, jauh dari itu manusia diberi kekuasaan untuk
memelihara ciptaan-Nya sehingga dapat mengolah dan memakmurkan alam ini
dalam rangka beribadah kepada Allah, dengan begitu manusia terlihat berbeda
dengan makhluk lainnya dalam kedudukan dan tanggung jawab.
Secara umum, para filosuf Islam sepakat dalam mengartikan kata khalifah dengan
pengertian mengganti. Hanya saja mereka berbeda pendapat dalam
mendefinisikan pengertian pengganti tersebut.

16
Drs. Abidin Ibnu Kusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang pendidikan
20

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan :

 Potensi-Potensi Dasar Manusia dalam Islam dibagi menjadi dua yaitu potensi
internal yang meliputi fitriyah, ruhiyah, aqliyah dan jasmaniyah dan potensi
eksternal meliputi potensi huda (petunjuk) dan potensi alam.
 Potensi terbagi dua yaitu :
a. Potensi positif yang meliputi :
1. Bentuk manusia yang terdiri dari jasmaniyyah dan jasadiyyah, kedua
potensi ini terbentuk karena adanya proses
2. Fithriyyah yang terdiri dari diniyyah (agama) dan khairiyyah
(kebaikan)
3. ‘Aqliyyah yang terdiri dari fuadiyyah dan qolbiyyah
4. Ruhiyyah
b. Potensi Negatif yang meliputi :
1. Melampaui batas
2. Zalim (bengis, kejam, dll)
3. Tergesa-gesa
4. Dan lain-lain
 Peran dan tugas utama manusia di muka bumi dibagi menjadi dua :
1. Manusia sebagai ‘aabid yaitu hamba Allah yang memiliki tugas mengabdi
kepada Allah dan bertanggung jawab di muka bumi
2. Manusia sebagai khalifah yaitu pemimpin di muka bumi. Manusia
dilahirkan sebagai khalifah yang harus mampu mengubah dunia menjadi
alam ‘Abdiyah yang terang benderang
 Urgensi Pendidikan Islam dalam menangani potensi-potensi dasar manusia
dan tugas manusia dalam Islam adalah dengan adanya pendidikan islam
manusia dapat mengolah atau mempergunakan potensi dasarnya dengan baik
sehingga dapat menjalankan tugas atau fungsinya sebagai hamba Allah dan
Khalifah di bumi dengan baik. Ketika manusia mempergunakkan potensi
21

dasarnya tanpa pendidikan islam maka manusia tidak dapat menjalankan tugas
atau fungsinya dengan baik dan akan terpacu kepada perbuatan negatif.
 Agama islam menggambarkan bahwa kehidupan manusia itu diartikan untuk
mengembangkan potensinya terutama tiga potensi yang dimilikinnya yaitu
potensi fisik biologisnya, intelektual dan rohaninya, sosiologisnya. Ketika
potensi ini harus dikembangkan secara harmonis dan seimbang.

DAFTAR PUSTAKA

 Drs. Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali tentang pendidikan


 H. Abaddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam
 Dr. Abdul Mujib, M.Ag dan Dr. Jusuf Mudzakir, M.Si, Ilmu Pendidikan Islam
22

 Dr. Abdul Mujib. Kepribadian dalam Psikologi islam (Jakarta: Rajawali Press, 2006)
h. 43-48
 Prof.Dr. H.Jalaluddin, Teologi Pendidikan
 Dr. Samsul Nizar, M.A, Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam
 Al-Qur’an dan terjemahannya (Depag RI)

Anda mungkin juga menyukai