Anda di halaman 1dari 19

i

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bayi dan anak sehat makan merupakan kegiatan rutin sehari-hari
yang sederhana yaitu mengkonsumsi makanan dengan memasukkan makanan ke
dalam mulut dan menelannya, sebagai sumber semua jenis zat-zat gizi yang
diperlukan. Makan merupakan salah satu kegiatan biologis yang kompleks yang
melibatkan berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan keluarga, khususnya
ibu.1
Jika dilihat dari segi gizi anak, makan merupakan upaya untuk memenuhi
kebutuhan individu terhadap berbagai macam zat gizi (nutrien) untuk berbagai
keperluan metabolisme berkaitan dengan kebutuhan untuk mempertahankan
hidup, mempertahankan kesehatan dan untuk pertumbuhan dan perkembangan.Di
samping itu, makan merupakan pendidikan agar anak terbiasa kebiasaan makan
yang baik dan benar dan juga untuk mendapatkan kepuasan dan kenikmatan bagi
anak maupun bagi pemberinya terutama ibu. 1
Bagi anak makan merupakan perilaku yang kompleks dengan
keterampilan yang harus dipelajari secara bertahap. Diawali dengan menyusu,
kemudian secara bertahap belajar mengkonsumsi berbagai jenis makanan
tambahan dan selanjutnya berbagai ragam makanan lain yang biasa dikonsumsi
oleh anak maupun orang dewasa.1
Di samping itu anak belajar tentang hal-hal yang berhubungan dengan
makan, antara lain pengaturan jadwal waktu makan. Makan yang teratur
diperlukan untuk membina refleks kebiasaan pada saluran pencernaan agar lebih
siap untuk menerima, mencerna dan menyerap makanan pada waktu-waktu
tertentu. 1
Batasan kesulitan makan pada anak yaitu segala sesuatu yang berkaitan
dengan ketidak mampuan bayi/anak untuk mengkonsumsi sejumlah makanan
yang diperlukannya secara alami dan wajar, yaitu dengan menggunakan mulutnya
secara sukarela. Prevalens kesulitan makan pada anak prasekolah (usia 4 – 6

1
tahun) di Jakarta sebesar 33,6% dan 44,5% di antaranya menderita malnutrisi
ringan – sedang, serta 79,2% telah berlangsung lebih dari 3 bulan. George Town
University program for child development (GUAPCD) pada tahun 1971
mendapatkan angja 33%, terutama pada anak prasekolah dengan kecacatan.
Laporan GUAPCD menyebutkan jenis masalah makan yang terjadi adalah hanya
mau makanan lumat/cair (27,3%), kesulitan menghisap, mengunyah, atau menelan
(24,1%), kebiasaan makan yang aneh/ganjil (23,4%), tidak menyukai banyak
makanan (11,1%), keterlambatan makan mandiri (8%), dan mealtime tantrums
(6,1%).2
Masalah gangguan makan pada anak dapat berakibat buruk bagi tumbuh
kembang anak. Anak dapat mempunyai peluang besar untuk menderita kurang
gizi (Underweight) karena makanan yang dikonsumsi dalam jumlah sedikit
sehingga tidak memenuhi kebutuhan nutrisinya.3
Berdasarkan latar belakang diatas, maka disusunlah referat mengenai
gangguan makan pada anak.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Jika bayi atau anak menunjukkan gangguan yang berhubungan
dengan makan atau pemberian makan akan segera mengundang kekawatiran
ibu. Keluhan yang biasa disampaikan berbagai macam di antaranya :2
a. Penerimaan makanan yang tidak/kurang memuaskan.
b. Makan tidak mau ditelan.
c. Makan terlalu sedikit atau tidak nafsu makan.
d. Penolakan atau melawan pada waktu makan.
e. Kebiasaan makan makanan yang aneh (pika).
f. Hanya mau makan jenis tertentu saja.
g. Cepat bosan terhadap makanan yang disajikan.
h. Kelambatan dalam tingkat keterampilan makan.
i. Dan keluhan lain.

B. Etiologi
Gangguan makan dapat terjadi pada semua kelompok usia anak, tetapi
jenis kesulitan makan dan penyebabnya berlainan, juga mengenai derajat dan
lamanya. Penyebab gangguan makan mungkin karena disebabkan oleh satu
penyakit atau kelainan tertentu, tetapi bisa juga beberapa macam penyakit
atau faktor bersama-sama. Faktor yang merupakan penyebab gangguan
makan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu :2
a. Faktor nutrisi
Faktor Nutrisi Berdasarkan kemampuan untuk mengkonsumsi makanan,
memilih jenis makanan dan menentukan jumlah makanan, anak-anak
dapat dikelompokkan :2 konsumer pasif : bayi, konsumer semi pasif/semi
aktif : anak balita, konsumer aktif : anak sekolah dan remaja

3
1) Pada bayi berusia 0 – 1 tahun
Pada bayi umumnya gangguan makan karena faktor mekanis
berkaitan dengan keterampilan makan biasanya disebabkan oleh
cacat atau kelainan bawaan pada mulut dan kelainan neuro motorik.
Selain itu dapat juga oleh kekurangan pembinaan/pendidikan makan
antara lain :
o Manajemen pemberian ASI yang kurang benar.
o Usia saat pemberian makanan tambahan yang kurang tepat,
terlalu dini atau terlambat.
o Jadwal pemberian makan yang terlalu ketat.
o Cara pemberian makan yang kurang tepat.
2) Pada anak balita usia 1 – 5 tahun
Gangguan makan pada anak balita berupa berkurangnya nafsu
makan makin meningkat berkaitan dengan makin meningkatnya
interaksi dengan lingkungan, mereka lebih mudah terkena penyakit
terutama penyakit infeksi baik yang akut maupun yang menahun,
infestasi cacing dan sebagainya.
3) Pada anak sekolah usia 6 – 12 tahun
Pada usia ini berkurangnya nafsu makan di samping karena sakit
juga oleh karena faktor lain misalnya waktu/kesempatan untuk
makan karena kesibukan belajar atau bermain dan faktor kejiwaan.
Gangguan makan karena faktor kejiwaan biasanya pada anak gadis
usia sekitar 10 – 12 tahun sesuai dengan awal masa remaja.
Kesulitan makan mungkin mereka lakukan dengan sengaja untuk
mengurangi berat badan untuk mencapai penampilan tertentu yang
didambakan. Sebaliknya mungkin terjadi nafsu makan yang
berlebihan yang mengakibatkan kelebihan berat yang berlanjut
menjadi obesitas.
4) Pada anak remaja usia 12 – 18 tahun
Gangguan makan pada usia ini biasanya karena faktor kejiwaan
(anoreksia nervosa).

4
b. Faktor penyakit/kelainan organic
a) Faktor Penyakit / Kelainan Organik Berbagai unsur yang terlibat
dalam makan yaitu alat pencernaan makanan dari rongga mulut,
bibir, gigi geligi, langit-langit, lidah, tenggorokan, sistem syaraf,
sistem hormonal, dan enzim-enzim. Maka dari itu bila terdapat
kelainan atau penyakit pada unsur organik tersebut pada umumnya
akan disertai dengan gangguan atau kesulitan makan, untuk
praktisnya dikelompokkan menjadi : 2,5
1. Kelainan/penyakit gigi geligi dan unsur lain dalam rongga mulut
 Kelainan bawaan : Labioschisis, labiognatoschizis,
labiognatopaltoschizis, frenulum lidah yang pendek,
makroglossi.
 Penyakit infeksi : stomatitis, ginggivitis, tonsilitis.
 Penyakit neuromuskuler : paresis/paralisis
2. Kelainan/penyakit pada bagian lain saluran cerna.
 Kelainan bawaan :atresiaoesophagus, achalasia, spasme
duodenum, penyakit Hirschsprung
 Penyakit infeksi : akut/kronis - Diare akut, diare kronis,
cacingan
3. Penyakit infeksi pada umumnya
 Akut : infeksi saluran pernafasan.
 Kronis : tuberkolosis paru, malaria.
b) Penyakit/kelainan non infeksi Penyakit bawaan di luar rongga mulut
dan saluran cerna :
 Penyakit jantung bawaan, Sindroma Down.
 Penyakit neuromuskuler : cerebral palsy.
 Penyakit keganasan : tumor Willems.
 Penyakit hematologi : anemia, leukemia
 Penyakit metabolik/endokrin : diabetes mellitus.
 Penyakit kardiovaskuler.

5
c. Faktor penyakit/kelainan kejiwaan
Dasar teori motivasi dengan lingkaran motivasinya Suatu
kehendak/keinginan atau kemauan karena ada kebutuhan atau
kekurangan yang menimbulkan ketidak seimbangan. Orang
membutuhkan makanan selanjutnya muncul perasaan lapar karena di
dalam tubuh ada kekurangan zat makanan. Atau sebaliknya seseorang
yang di dalam tubuhnya sudah cukup makanan yang baru atau belum
lama dimakan, maka tubuh belum membutuhkan makanan dan tidak
timbul keinginan makan. Hal ini sering tidak disadari oleh para ibu atau
pengasuh anak, yang memberikan makanan tidak pada saat yang tepat,
apalagi dengan tindakan pemaksaan, ditambah dengan kualitas makanan
yang tidak enak misalnya terlalu asin atau pedas dan dengan cara
menyuapi yang terlalu keras, memaksa anak untuk membuka mulut
dengan sendok. Hal ini semua menyebabkan kegiatan makan merupakan
kegiatan yang tidak menyenangkan.4
a. Pemaksaan untuk memakan atau menelan jenis makanan tertentu
yang kebetulan tidak disukai. Hal ini perlu pendekatan yang tepat
dalam melatih anak mau memakan makanan yang mungkin tidak
disukai. 4
b. Anak dalam kondisi tertentu, misalnya anak dalam keadaan demam,
mual atau muntah dan dalam keadan ini anak dipaksa untuk makan.4
c. Suasana keluarga, khususnya sikap dan cara mendidik serta pola
interaksi antara orang tua dan anak yang menciptakan suasana emosi
yang tidak baik. Tidak tertutup kemungkinan sikap menolak makan
sebagai sikap protes terhadap perlakuan orang tua, misalnya cara
lmenyuapi yang terlalu keras, pemaksaan untuk belajar dan
sebagainya.4

Gangguan proses makan di mulut


Keterampilan dan kemampuan koordinasi pergerakan motorik kasar di
sekitar mulut sangat berperan dalam proses makan tersebut. Pergerakan morik
tersebut berupa koordinasi gerakan menggigit, mengunyah dan menelan

6
dilakukan oleh otot di rahang atas dan bawah, bibir, lidah dan banyak otot
lainnya di sekitar mulut. Gangguan proses makan di mulut tersebut seringkali
berupa gangguan mengunyah makanan. Tampilan klinis gangguan
mengunyah adalah keterlambatan makanan kasar tidak bisa makan nasi tim
saat usia 9 bulan, belum bisa makan nasi saat usia 1 tahun sehingga makan
harys selalu diblender pada usia di bawah 2 tahun.
Tidak bisa makan bahan makanan yang berteksut kasar dan berserat
seperti daging sapi (empal) atau sayur seperti kangkung. Sehingga anak akan
lebih suka makanan yang bertektur lembut seperti telor, ayam dan agar-agar.
Bila anak sedang muntah dan akan terlihat tumpahannya terdapat bentukan
nasi yang masih utuh. Hal ini menunjukkan bahwa proses mengunyah nasi
tersebut tidak sempurna. Tetapi kemampuan untuk makan bahan makanan
yang keras seperti krupuk atau biskuit tidak terganggu, karena hanya
memerlukan beberapa kali kunyahan. Gangguan koordinasi motorik mulut ini
juga mengakibatkani kejadian tergigit sendiri bagian bibir atau lidah secara
tidak sengaja. Gangguan ini tampaknya bersifat heriditer atau menurun dari
orang tua. Biasanya salah satu orang tuanya juga mengalami gangguan proses
makan di mulut, seperti bila makan selalu cepat selesai, tidak dikunyah
banyak langsung ditelan dan suka pilih-pilih makanan.
Kelainan lain yang berkaitan dengan koordinasi motorik mulut adalah
keterlambatan bicara dan gangguan bicara (cedal, gagap, bicara terlalu cepat
sehingga sulit dimengerti). Gangguan motoric proses makan ini biasanya
disertai oleh gangguan keseimbangan dan motorik kasar lainnya seperti tidak
mengalami proses perkembangan normal duduk, merangkak dan berdiri.
Sehingga terlambat bolak-balik (normal usia 4 bulan), terlambat duduk
merangkak (normal 6-8 bulan) atau tidak merangkak tetapi langsung berjalan,
keterlambatan kemampuan mengayuh sepeda (normal usia 2,5 tahun), jalan
jinjit, duduk bersimpuh leter “W”. Bila berjalan selalu cepat, terburu-buru
seperti berlari,sering jatuh atau menabrak, sehingga sering terlambat berjalan.
Ciri lainnya biasanya disertai gejala anak tidak bisa diam, mulai dari overaktif

7
hingga hiperaktif. Juga sering diikurti gangguan perilaku seperti mudah
marah serta sulit berkonsentrasi, gampang bosan dan selalu terburu-buru. 6

Gangguan fungsi saluran cerna sebagai penyebab


Bila terdapat gangguan saluran cerna maka mempengaruhi fungsi
susunansaraf pusat atau otak. Gangguan fungsi susunan saraf pusat tersebut
berupa gangguanneuroanatomis dan neurofungsional. Salah satu manifestasi
klinis yang terjadi adalah gangguankoordinasi motorik kasar mulut.Gangguan
pencernaan tersebut kadang tampak ringan seperti tidak ada gangguan.
Tampak anak sering mudah mual atau muntah bila batuk, menangis atau
berlari. Sering nyeri perut sesaat danbersifat hilang timbul, bila tidur sering
dalam posisi ”nungging” atau perut diganjal bantal Sulit buangair besar (bila
buang air besar ”ngeden”, tidak setiap hari buang air besar, atau sebaliknya
buang airbesar sering (>2 kali/perhari). Kotoran tinja berwarna hitam atau
hijau dan baunya sangat menyengat,berbentuk keras, bulat (seperti kotoran
kambing), pernah ada riwayat berak darah. 6

C. Klasifikasi
Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI, klasifikasi gangguan makan adalah
sebagai berikut.2

Abnormalitas struktur
 Abnormalitas naso-orofaring: atresia koana, bibir dan langit-langit
sumbing, makroglosia, ankiloglosia, Pierre Robin sequence
 Abnormalitas laring dan trakea: laryngeal cleft, kista laring, stenosis
subglotik, laringo trakeomalasia
 Abnormalitas esophagus: fistula trakeoesofagus, atresia atau stenosis
esophagus kongenital, striktur esophagus, vascular ring
Kelainan perkembangan neurologis
 Palsi serebral
 Malformasi Arnold-chiari

8
 Mielomeningocele
 Familial dysautonomia
 Distrofi miotonik kongenital
 Miastenia gravis
 Distrofi okulofaringeal
Gangguan perilaku makan
 Feeding disorder of state regulation (0-2 bulan)
 Feeding disorder of reciprocity (2-6 bulan)
 Anoreksia infantile (6 bulan-3 tahun)
 Sensory food aversions
 Gangguan makan yang berkaitan dengan kondisi medis
 Gangguan makan pasca trauma

Penelitian di Amerika menemukan empat pola makan pada anak yaitu5


a. menolak makan
b. meminta jenis makanan tertentu
c. makan hanya sedikit
d. picky
Umumnya hal yang disebutkan diatas ini tidak mengalami pengurangan
masukan zat gizi sehingga tumbuh kembang tidak mengalami gangguan.
Terdapat enam situasi makan yang merupakan bagian dari dinamika tumbuh
kembang anak yang normal yaitu5
a. food jag (makan hanya satu jenis makanan)
b. food strikers (menolak apa yang disajikan dan minta makanan yang lain)
c. tv habbit (akan makan bila menonton televisi)
d. thecomplainers (selalu mengeluh apa yang disajikan)
e. white food diet (hanya makan yang berwarna putih seperti roti, kentang ,
makaroni, atau nasi saja)
f. takut mencoba makanan baru.
D. Gejala pada Gangguan Makan
a. Posseting, Vomitus, dan Gastro-esofageal Reflux (GOR)5

9
Posseting atau 'innocent vomiting' adalah regurgitasi tanpa tenaga
dan berulang, sejumlah susu segera setelah pemberian makan. Keadaan
ini juga disebut sebagai GOR fisiologis. Hal ini disebabkan imaturitas
mekanisme sphinter gastro-esopfageal. Keadaan ini akan berkurang
dengan sendirinya setelah berusia 1 tahun, terutama setelah pemberian
makanan padat.
Vomitus yang terjadi secara proyektil dan persisten selama lebih dari
2 minggu, mengacu pada stenosis pyloric, kadang-kadang dijumpai pula
pertambahan berat badan yang terhenti. Keadaan ini harus segera dirujuk
ke unit pediatrik untuk pemeriksaan lebih lanjut. Diagnosis banding
lainnya adalah overfeeding, intoleransi protein susu sapi. Apabila
ditemukan cairan empedu, perlu dicurigai adanya suatu obstruksi
gastrointestinal, yang membutuhkan penanganan segera. Gambaran yang
mengacu pada GOR yang patologis, dan membutuhkan pemeriksaan dan
penanganan lebih lanjut adalah sebagai berikut:
(1) Pertambahan berat badan yang tidak adekuat
(2) Penolakan makan dan nyeri pada saat pemberian makan
(3) Muntah darah
(4) Batuk yang terus menerus, wheezing dan tersedak
(5) Episode apnoe.
b. Kolik5
Penyebab kolik pada bayi masih belum diketahui dengan jelas, tetapi
beberapa hal berikut yang banyak dibahas pada beberapa literatur.
Pertama, intoleransi protein susu sapi, laktosa atau produksi gas yang
berlebihan menyebabkan kontraksi dari usus yang menimbulkan nyeri.
Kedua, interaksi yang tidak baik antara orang tua dengan anak,
menyebabkan gangguan perilaku, yang bermanifestasi sebagai kolik.

c. Konstipasi dan Diare akut5

10
Faktor predisposisi terjadinya konstipasi adalah asupan cairan yang
tidak adekuat pada bayi dan asupan susu yang berlebihan pada anak usia
sekolah. Penatalaksanaan dengan laksatif kadang diperlukan dan relatif
aman pada gejala yang telah berlangsung beberapa bulan. Diare akut
merupakan penyebab tersering seorang anak dirawat di rumah sakit. Diare
akut biasanya mengacu pada gastroenteritis yang disebabkan virus.
Apabila tidak terdapat gejala dehidrasi, makanan biasa dapat tetap
diberikan. Dan untuk cairan dapat diberikan dalam bentuk cairan
elektrolit dan glukosa. Apabila terdapat gejala dehidrasi, maka makanan
harus dihentikan sampai tercapai rehidrasi.
d. Overfeeding5
Mekanisme selera makan dan rasa kenyang, memungkinkan bayi
untuk mengontrol jumlah energi yang dicerna. Pada penelitian pada
hewan percobaan, bahwa pemberian makanan yang berlebihan pada saat
bayi, akan meningkatkan faktor predisposisi untuk menjadi obesitas di
kemudian hari, karena seladiposit yang meningkat jumlahnya.
e. Alergi makanan 5
Merupakan reaksi yang merugikan akibat makanan yang
menyebabkan beberapa gejala. Yang harus dibedakan adalah intoleransi
makanan dengan alergi makanan. Pada alergi makanan terdapat reaksi
imunologi yang abnormal (dimediasi oleh antibody, limfosit T, atau
keduanya).

E. Diagnosis

11
a. Anamnesis 2
- riwayat antenatal dan perinatal
- Riwayat atopi atau kesulitan makan pada anak
- Riwayat penyakit sebelumnya

- Riwayat perawatan di rumah sakit, adakah manipulasi daerah


orofaring seperti pemberian makan melalui tube
- Kronologis gangguan makan:
o Diet sejak lahir, pengenalan makanan padat, diet saat ini,
tekstur, cara dan waktu pemberian, serta posisi saat makan.
o Keengganan makan, banyaknya yang dimakan, durasi makan
dan kebiasaan makan, strategi yang telah dicoba, dan
lingkungan serta kebiasaan saat waktu makan.
- Curiga kelainan anatomis bila terdapat hal-hal berikut:
o Gangguan menelan
o Pneumonia berulang → aspirasi kronik
o Strior yang berkaitan dengan makan → kelainan glottis atau
subglotis
o Koordinasi mengisap – menelan – bernapas → atresia koana
o Muntah, diare atau konstipasi, kolik dan nyeri abdomen →
refluks gastroesofageal reflux (GER) atau alergi susu sapi
- Cari faktor stress, dinamika keluarga, dan masalah emosional
b. Pemeriksaan fisik2
- Dimulai dengan pengukuran antropometris, termasuk lingkar kepala
- Penilaian pertumbuhan sejak lahir dengan menilai kurva
pertumbuhannya
- Abnormalitas kraniofasial, tanda penyakit sistemik, dan atopi harus
dicari
- Pemeriksaan neurologis menyeluruh harus dilakukan sebagai
evaluasi perkembangan psikomotor
c. Pemeriksaan penunjang2

12
- Tidak diindikasikan pada anak dengan pemeriksaan fisik normal,
memiliki kurva pertumbuhannya yang normal, dan hasil penilaian
perkembangan normal
- Kolik dan muntah kadang-kadang:
o alergi susu sapi dikonfirmasi dengan skin test dan tes
radioallergosorbent kurang dapat dipercaya (level of evidence I)
o GER dikonfirmasi dengan pemeriksaan saluran cerna atas
dengan kontras dapat memperlihatkan gambaran bolus saat
melewati orofaring dan esophagus dan untuk mendeteksi
kelainan anatomis.
- Kesulitan makan disertai pertumbuhan terhambat:
o Pemeriksaan laboratorium lini pertama: darah perifer lengap,
laju endap darah, albumin, protein, serum, besi serum, iron-
binding capacity, dan ferritin serum untuk mendeteksi defisiensi
zat gizi spesifik serta menilai fungsi ginjal dan hati.
o Esofagoduodenoskopi dan biopsy dapat menentukan ada
tidaknya tingkat keparahan esophagitis, striktur dan webs (level
of evidence II), bila GER tidak jelas.
- Analisi diet: kualitas dan kuantitas asupan makanan harus dinilai
untuk menentukan defisiensi kalori, vitamin, dan keengganan
makan, tanyakan pula konsumsi susu dan jus berlebihan.
- Interaksi orangtua dengan anak: adakah interaksi positif (misalnya
kontak mata, sentuhan, pujian) atau interaksi negative (misalnya
memaksa makan, mengancam, perilaku anak yang merusak seperti
melempar makanan)
- Hargai perilaku makan anak, seperti positive reinforcement bila
menerima makanan.

F. Dampak Gangguan Makan

13
Pada gangguan makan yang sederhana misalnya karena sakit yang akut
biasanya tidak menunjukkan dampak yang berarti pada kesehatan dan tumbuh
kembang anak. Pada gangguan makan yang berat dan berlangsung lama akan
berdampak pada kesehatan dan tumbuh kembang anak. Gejala yang timbul
tergantung dari jenis dan jumlah zat gizi yang kurang. Bila anak hanya tidak
menyukai makanan tertentu misalnya buah atau sayur akan terjadi defisiensi
vitamin A. Bila hanya mau minum susu saja akan terjadi anemi defisiensi besi.
Bila kekurangan kalori dan protein akan terjadi kekurangan energi protein
(KEP).7

G. Tatalaksana
Kesulitan makan merupakan masalah individu anak sehingga upaya
mengatasinya juga bersifat individual tergantung dari beratnya dan faktor-
faktor yang menjadi penyebab. Penatalaksanaan gangguan makan yang berat
mencakup 3 aspek yaitu :8
a. Identifikasi faktor penyebab Dapat dengan anamnesis yang teliti,
pemeriksaan fisik, bahkan mungkin diperlukan pemeriksaan penunjang.
Pada keadaan yang berat mungkin penyebabnya tidak hanya satu faktor
(multi faktorial).
b. Evaluasi tentang faktor dan dampak nutrisi
- Anamnesis , khususnya riwayat pengelolaan makan, jenis makanan,
jumlah makanan yang dikonsumsi, makanan yang disukai dan yang
tidak, cara dan waktu pemberian makan, suasana makan dan perilaku
makan.
- Pemeriksaan fisik khusus untuk menilai status gizi.
- Pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
- Pemeriksaan kejiwaan bila diperlukan.
c. Melakukan upaya perbaikan nutrisi
- Memperbaiki gangguan gizi yang telah terjadi.

14
- Memperbaiki kekurangan makanan yang diperlukan misalnya jenis
makanan, jumah makanan, jadwal pemberian makan, perilaku dan
suasana makan.
- Mengoreksi keadaan defisiensi gizi yang ditemukan. Sedapat mungkin
diberikan dalam bentuk makanan, bila tidak mungkin baru diberikan
dalam bentuk obat-obatan.
d. Upaya mengobati faktor-faktor penyebab Keberhasilan mengatasi masalah
gangguan makan juga tergantung kepada keberhasilan upaya mengobati
atau melenyapkan faktor penyebab baik faktor organik maupun faktor
psikologis/gangguan kejiwaan. Pada gangguan makan yang sederhana
misalnya akibat penyakit stomatitis atau tuberkulosis akan cepat dapat
diatasi. Tetapi untuk gangguan makan yang berat misalnya pada gangguan
perkembangan neuromuskuler, kelainan bawaan misalnya kelainan pada
bibir sumbing atau celah langit-langit perlu kerjasama dengan keahlian
yang terlibat di antaranya ahli bedah, rehabilitasi medik, psikolog, ahli gizi
dan sebagainya.

Tabel 1. Food rules dalam membina pola makan anak5


1. Jangan memberikan snack atau susu 1-1,5 jam sebelum waktu makan,
dimana susu dibatasi hanya 2-3 gelas sehari
2. Penjadwalan makan yang baik dan teratur waktu makan tidak lebih dari
30 menit
3. Tidak menawarkan makanan lain selain menu yang disajikan kecuali air
4. Sebaiknya duduk di kursi dan tidak bermain ketika makan
5. Penyajian dalam porsi kecil dan jangan terlalu sering minum
6. Hentikan proses makan bila dalam 10-15 menit anak hanya bermain dan
bila mereka marah sambil melempar menu yang disajikan
7. Jangan membersihkan mulut anak kecuali bilaproses makan telah selesai
8. Biasakan anak menyantap makanan sendiri sedini mungkin

Tabel 2. Strategi menghadapi anak picky eater5


1. Jangan memancing nafsu makan anak dengan junk food atau makanan
siap saji
2. Pengasuh atau orang tua hendaknya kreatif dalam menyajikan menu
makan anak
3. Porsi makan sebaiknya tidak terlalu banyak
4. Sajikan menu makan baru yang sama 10-20 kali pertemuan

15
5. Buatlah makanan semenarik mungkin
6. Konsistensi makanan harus disesuaikan dengan yang menyantapnya
7. Tambahkan saus yang anak suka atau keju parutuntuk menambah kalori

BAB III

16
KESIMPULAN

1. Gangguan makan merupakan gejala ketidak mampuan secara wajar dalam


memenuhi kebutuhan zat gizi.
2. Penyebab gangguan makan mungkin suatu penyakit tetapi mungkin juga
banyak faktor yang terlibat.
3. Perlu dilakukan upaya gizi yang sesuai untuk memperbaiki dampak
gangguan makan terhadap gangguan tumbuh kembang dan gangguan gizi
4. Perlu dilakukan upaya melenyapkan/mengobati penyebabnya.
5. Mungkin diperlukan pendekatan multi disiplin.

DAFTAR PUSTAKA

17
1. Sunarjo, D. Kesulitan makan pada anak. [internet] [cited 2016 October 24]
2014. Available from: http:/rsud.patikab.go.id/
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia.Pedoman pelayanan medis: Kesulitan makan.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2014
3. Fitriani, F., Febry, F., Mutahar, R. Gambaran Penyebab Kesulitan Makan
Pada Anak Prasekolah Usia 3-5 Tahun Di Perumahan Top Amin Mulya
Jakabaring Palembang Tahun 2009. Palembang: Universitas Sriwijaya; 2009
Available at: http:/eprints.unsri.ac.id/58/3/Abstrak2.pdf/
4. Soedibyo, S., Mulyani, RL. Kesulitan makan pada pasien: survey di unit
pediatri rawat jalan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
Sari pediatri: 11(2); 2009
5. Sudjatmoko. Masalah makan pada anak. Damianus Journal of Medicine.
10(1): 36 – 41;2011
6. Judarwanto, W. Gangguan proses makan pada anak. Jakarta: Klinik khusus
kesulitan makan pada anak; 2015.
7. Agusman S. Upaya Dietetik Dalam Mengatasi Kesulitan Makan Pada Anak.
Dalam Samsudin dan Aryatmo Tjokronegoro, Eds. Gizi dan Tumbuh
Kembang. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2011, 75 – 84.
8. Samsudin. Penggunaan Rasional Prepovat Vitamin Mineral dan Merangsang
Nafsu Makan. Dalam : Sri Nasar dan Sukarti Agusman eds. Berbagai Aspek
tentang Vitamin dan Mineral pada Tumbuh Kembang Anak. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta, 2011. 137 – 48.

18

Anda mungkin juga menyukai