American Health Association (AHA) mengemukakan bahwa insiden stroke pada tahun
2013-2015 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Begitu pula di Indonesia, Jawa Timur, dan
Jember juga mengalami peningkatan pada angka kejadian stroke tahun 2013-2015. Penjelasan
tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini:
Tabel 1.1 Angka Kejadian Stroke di Dunia, Indonesia, Lampung dan Lampung Utara pada
Tahun 2013-2015
Stroke non hemoragik terjadi karena adanya oklusi atau sumbatan di pembuluh darah
yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti (Masriadi, 2016, p.
121). Sumbatan yang dimaksud diatas mengakibatkan kematian sebagian jaringan otak yang
disuplai vaskuler yang mengalami oklusi karena kekurangan oksigen dan nutrisi (Kowalak,
2011, p. 334). Iskemia otak dalam waktu singkat menimbulkan gejala yang dapat kembali
normal seperti penurunan kesadaran, tetapi iskemia otak dalam waktu lama dapat menyebabkan
nekrosis otak yang disebut infark (Batticaca, 2012, p. 57). Selain itu penurunan suplai darah
juga dapat mengganggu proses metabolisme dalam otak terganggu sehingga dapat menyebabkan
perfusi jaringan serebral tidak efektif (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 157).
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan melakukan asuhan keperawatan klien
yang mengalami stroke non hemoragik dengan gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang
Syaraf RSD.HM.Ryacudu Kotabumi Lampung Utara.
Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami stoke non hemoragik ini dibatasi dengan
tingkat kesadaran apatis atau GCS 10-12 yang bisa diikuti dengan hipoksia, berhubungan dengan
gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Syaraf RSD. HM. Ryacudu Kotabumi Lampung
Utara.
Bagaimanakah asuhan keperawatan klien yang mengalami stroke non hemoragik dengan
gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember?
1.4 Tujuan
Melaksanakan asuhan keperawatan klien yang mengalami stroke non hemoragik dengan
gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Syaraf RSD. HM.Ryacudu Kotabumi Lampung
Utara..
Melakukan pengkajian keperawatan klien yang mengalami stroke non hemoragik dengan
gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Syaraf RSD.HM.Ryacudu Kotabumi Lampung
Utara.
Menetapkan diagnosis keperawatan klien yang mengalami stroke non hemoragik dengan
gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Syaraf RSD.HM.Ryacudu Kotabumi Lampung
Utara.
Menyusun perencanaan keperawatan klien yang mengalami stroke non hemoragik dengan
gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Syaraf RSD.HM.Ryacudu Lampung Utara..
Melaksanakan tindakan keperawatan klien yang mengalami stroke non hemoragik dengan
gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Syaraf RSD.HM.Ryacudu Kotabumi Lampung
Utara.
Mendokumentasikan evaluasi keperawatan klien yang mengalami stroke non hemoragik dengan
gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Syaraf RSD.HM.Ryacudu Kotabumi Lampung
Utara.
1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil yang didapat dalam penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan tambahan
pengetahuan yang akan memperkaya body of knowledge terutama di bidang keperawatan.
Bagi Perawat
Hasil penulisan karya tulis ilmiah ini dapat menambah wawasan pengetahuan perawat tentang
asuhan keperawatan klien yang mengalami stroke non hemoragik dengan gangguan perfusi
jaringan serebral.
Bagi rumah sakit, hasil karya tulis ini dapat dijadikan bahan untuk solusi atau ide terbaru bagi
penerapan intervensi yang mampu mempercepat proses penyembuhan klien stroke non
hemoragik dengan gangguan perfusi jaringan serebral.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada mahasiswa atau peserta
didik mengetahui secara jelas akan tindakan mengatasi masalah klien yang mengalami gangguan
perfusi jaringan serebral.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Gejala yang timbul dari stroke non hemoragik tergantung dari serangan pada otak
hemisfer kanan atau kiri. Bila terjadi serangan pada otak hemisfer kanan, maka pasien akan
mengalami kelumpuhan sebelah kiri tubuh dan penurunan terhadap objek menurun. Sebaliknya,
bila terjadi serangan pada otak hemisfer kiri maka terjadi kelumpuhan sebelah kanan tubuh,
perilaku lambat dan sangat hati-hati, gangguan penglihatan pada mata sebelah kanan, kesulitan
menelan, sulit bicara, mudah tersinggung dan mudah frustasi (Hariyanto & Sulistyowati, 2015, p.
51).
2.1.5 Patofisiologi
Obesitas, kolesterol, penyakit jantung dan perokok merupakan faktor resiko yang dapat
menyebabkan stroke non hemoragik (Batticaca, 2012, p. 58) yang dimana dapat menyebabkan
trombosis dan emboli (Setiati dkk., 2014, p. 1557). Trombosis lebih sering terjadi pada
penyumbatan aliran darah karena adanya perubahan bentuk dinding pembuluh darah yaitu
pembekuan dinding pembuluh darah karena lemak (aterosklerosis), sedangkan emboli tidak
disebabkan oleh patologi pembuluh darah lokal melainkan aorta, karotis, vertebralis, dan
material emboli lain seperti udara, lemak, benda asing yang memasuki sirkulasi sistemik (Setiati
dkk., 2014, p. 1557).
Kondisi tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya aliran darah serebral (Chang, Daly
& Elliott, 2009, p. 287). Kondisi yang menyebabkan perubahan pada vaskularisasi darah pada
serebral dapat menyebabkan keadaan hipoksia (Batticaca, 2012, p. 56). Kekurangan oksigen
dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran,
sedangan kekurangan oksign dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis neuron yang
disebut infark (Batticaca, 2012, p. 57). Perfusi jaringan serebral tidak efektif dapat
menyebabkan fungsi otak yang mempersyarafi 12 syaraf kranial mengalami penurunan ataupun
terganggu, maka muncul masalah keperawaatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, defisit
nutrisi, gangguan mobilitas fisik, gangguan persepsi sensori, dan gangguan komunikasi verbal
(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 157).
Emboli
Arteri cerebri media
Trombus
Perubahan ketajaman sensori penglihatan, penciuman, pengecap
Kerusakan N. VII, IX
Penurunan N. X, IX
Ketidakammpuan mencium, melihat, mengecap
Proses menelan tidak efektif
Gangguan Komunikasi Verbal
Iskemik
Kelemahan pd 1 atau 4 anggota gerak
Gangguan Mobilitas Fisik
Hemiparase/ hemiplegi kanan & kiri
2.1.6 Komplikasi
Defisit sensoripersepsi
Defisit neurologis
Kelainan fungsional tubuh karena penurunan fungsi otak ini tandanya tidak selalu
disebabkan oleh kurangnya aliran darah otak. Tetapi tanda tersebut bisa karena hemiparase
seluruh tubuh, sensasi kepala terasa ringan, penurunan tingkat kesadaran, bingung serta tinitus
(Setiati dkk., 2014, p. 1559).
Gangguan eliminasi
Gangguan eliminasi kandung kemih dan usus lazim terjadi stroke dapat menyebabkan
kehilangan sebagian sensasi yang memicu eliminasi kandung kemih, menyebabkan sering
berkemih, urgensi berkemih, atau inkontinensia. Pengendalian kandung kemih bisa berubah
karena adanya dari gangguan kognitif. Perubahan eliminsai usus lazim terjadi, akibat dari
perubahan LOC, imobilitas, dan dehidrasi. (LeMone dkk., 2016, p. 1804).
Kebutuhan oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh (Heriana, 2014,
p. 299).
Proses oksigenasi melibatkan sistem pernfasan dan kardiovaskular. Prosesnya terdiri dari
3 tahapan yaitu:
Ventilasi
Ventilasi adalah suatu proses pertukaran udara antara alveoli dan atmosfer. Masuknya
oksigen dari atmosfer ke alveoli dan keluarnya karbondioksida dari alveoli ke atmosfer yang
terjadi saat respirasi (bernapas) atau menghirup udara dan mengeluarkan udara (Lusianah,
Indaryani & Suratun, 2012).
Difusi Gas
Pertukaran gas terjadi di membran alveolus kapiler, pertukaran gas yang dimaksud adalah
O2 yang masuk ke dalam kapiler dan CO2 yang keluar ke dalam alveolinyang dipengaruhi juga
oleh perbedaan tekanan parsial gas masing-masing. (Atoilah & Kusnadi, 2013, p. 22).
Transportasi Gas
Transportasi gas adalah pindahnya gas dari paru ke jaringan begitu sebaliknya melalui
aliran darah (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 15).
Faktor Fisiologi
Terdapat beberapa faktor fisiologi yang dapat mempengaruhi oksigenasi pada pasien
stroke, diantaranya menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada penyempitan
saluran nafas bagian atas dan bertambahnya sputum pada saluran pernafasan, keadaan yang
dapat mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti obesitas, hipovolemia sehingga tekanan
darah turun berlebihan atau dalam jangkan panjang yang menyebabkan iskemia serebral
(Heriana, 2014, p. 299)
Faktor Perkembangan
Saat dewasa muda dan pertengahan makanan yang kurang sehat, aktivitas minimal, dan
psikologi yang terganggu (stres) sebagai akibat dari penyakit jantung dan paru. Sedangkan saat
dewasa tua adanya proses penuaan kemungkinan terjadi pembekuan dinding pembuluh darah
oleh lemak yang dapat menyebabkan terjadinya stroke (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 16).
Faktor perilaku
Kebiasaan hidup yang sehat baik langsung maupun tidak mampu mempengaruhi tubuh
untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Gizi pada orang gemuk menyebabkan turunnya ekspansi
paru sehingga kemampuan oksigen berkurang dan pola makan yang tinggi lemak menimbulkan
penebalan lemak pada dinding pembuluh darah. Orang dengan kebiasaan merokok terjadi
penumpukan nikotin yang dapat menyebabkan pengecilan pembuluh darah tepi dan koroner.
Alkohol dan obat-obatan menyebabkan makanan yang masuk ke tubuh mengalami penurunan
sehingga mengakibatkan kadar hemoglobin berkurang dan terjadi depresi pusat pernapasan.
(Heriana, 2014, p. 301).
Faktor psikologi
Pemberian oksigen dengan menggunakan sistem ini di tunjukkan pada pasien yang
membutuhkan oksigen tetapi masih mampu bernafas normal, karena cara ini menghasilkan
konsentrasi oksigen yang beragam.
2.3.1 Pengkajian
Identitas
Stroke non hemoragik ditemukan pada semua golongan usia dan terbanyak pada jenis
kelamin pria dibandingkan pada wanita (Bustan, 2015, p. 98).
Saat Pengkajian: pasien mengalami lumpuh bagian wajah ataupun hemiparesis (Batticaca, 2012,
p. 60).
Stroke non hemoragik terjadi saat pasien tidak beraktivitas atau saat sedang santai dan tidur.
Sering beberapa waktu sebelumnya merasa pegal, agak lemah atau keram linu pada separuh
tubuh (Masriadi, 2016, p. 117).
Adanya penyakit keturunan diantaranya hipertensi, riwayat stroke pada keluarga, penyakit
jantung, dan juga diabetes (Kowalak, 2011, p. 334).
Kebiasaan
Pada pasien stroke non hemoragik biasanya terjadi pada klien yang gaya hidup kurang aktivitas
fisik atau kurang gerak, memiliki kebiasaan merokok, minum-minuman keras, konsumsi alkohol
(Kowalak, 2011, p. 334).
Obat-obatan
Pada pasien stroke non hemoragik biasanya mengkonsumsi obat-obatan seperti kokain dan
amfetamin yang dapat mempersempit pembuluh darah di otak (Sutanto, 2010, p. 41).
Riwayat Lingkungan
Stroke non hemoragik diyakini terjadi karena peningkatan prevalensi hipertensi (Kowalak, 2011,
p. 334)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
Terjadi gangguan tingkat kesadaran sampai ke koma (Masriadi, 2016, p. 120).
Tanda- Tanda Vital
Nadi mungkin cepat dan halus, pernapasan jarang terjadi gangguan pada kasus proses
hemisfer (Batticaca, 2012, p. 59).
Pemeriksaan Body System
Sistem pernafasan
Pernapasan pasien pada stroke non hemoragik jarang terjadi gangguan (Batticaca, 2012,
p. 59).
Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah bervariasi, lebih sering kardiosklerosis (Batticaca, 2012, p. 59).
Sistem persarafan
Saraf I : biasanya pada klien masih dapat mencium aroma kopi dan vanilla atau aroma
lain yang tidak menyengat. (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 284).
Saraf II : terjadi gangguan visual di sisi yang di serang, bila arteri crotid yang bermasalah
(Masriadi, 2016, p. 120).
Saraf III: Adanya reaksi pupil tidak sama, (Batticaca, 2012, p. 61).
Saraf IV: pasien dapat menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah (Haswita &
Sulistyowati, 2017, p. 284).
Saraf V : mati rasa di sekitar bibir dan mulut bila arteri yang diserang vertebrobasilar
(Masriadi, 2016, p. 120). Pasien mampu mengatupkan gigi saat mempalpasi otot-otot
rahang (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 284).
Saraf VI: pasien dapat melihat ke samping kanan dan kiri (Haswita & Sulistyowati, 2017,
p. 284).
Saraf VII : hemiplegia kontralateral wajah (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
Saraf VIII : klien dapat mengulangi kata atau kalimat yang dibicarakan sebelumnya
(Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 285).
Saraf IX: gangguan menelan atau bila minum sering tersedak (Masriadi, 2016, p. 119).
Saraf X: pasien mengalami disartria (bicara pelo atau cadel) (Masriadi, 2016, p. 119).
Saraf XI : hemiplegia kontralateral pada lengan (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
Saraf XII : mulut dan lidah mencong bila diluruskan (Masriadi, 2016, p. 119).
Sistem penginderaan
Tidak terjadi gangguan pada penglihatan. Pasien tidak mengalami penurunan ketajaman
penglihatan (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
Sistem pencernaan
Sistem perkemihan
Pada pasien stroke mengalami hemiparesis sehingga tidak dapat mengalami gangguan pada
sistem reproduksi (Kowalak, 2011, p. 336).
Sistem muskuluskeletal
Sistem integument
Terdapat defisit sensoris yang menyebabkan lesi pada ekstremitas sehingga menyebabkan
resiko kerusakan integritas kulit (Masriadi, 2016, p. 123).
Sistem endokrin
Stroke adalah gangguan dalam sirkulasi intraserebral yang berkaitan vaskuler insuffiency,
thrombosis, emboli, atau perdarahan, sehingga pada sistem endokrin tidak ada kelainan kecuali
terdapat penyakit penyerta. (Widagdo dkk., 2008, p. 87).
Sistem imunologi
Bila terjadi gangguan imunologi, psien mengalami mual dan muntah (Setiati dkk., 2014, p.
1560)
Pemeriksaan Penunjang
CT scan menggambarkan adanya hipodens, hilangnya visualisasi pita insular, hilangnya garis
tekanan nucleus lentiformis, penyempitan sulkus korteks (Setiati dkk., 2014, p. 1560).
Hindari pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik (Masriadi,
2016, p. 129).
Terapi obat digunakan untuk mencegah terjadinya penggumpalan trombosit dan terbentuknya
trombus atau pembekuan darah yang dapat menyumbat lumen pembuluh darah seperti asam
asetil salisilat dengan dosis 2x 80-200 mg per hari dalam 48 jam, tiklopidin dengan dosis 2x 250
mg sehari dalam 1-2 tahun, clopidogrel dengan dosis 75 mg 1x sehari (Masriadi, 2016, p. 128).
Sebelum pemberian nutrisi, periksa reflek muntah sebelum menawarkan makanan semipadat
dengan porsi kecil tetapi sering. Letakkan baki makanan di tempat yang mudah terlihat oleh
pasien bila pasien mengalami gangguan penglihatan. Bila pasien masih mampu makan melalui
oral, tidak perlu dilakukan pemasangan selang nasogastric (NGT) (Kowalak, 2011, p. 339).
Definisi : penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman nutrisi ke jaringan pada
tingkat kapiler
Batasan Karakteristik
Perubahan status mental
Perubahan reaksi pupil
Kelemahan atau paralisis ekstremitas
Ketidaknormalan dalam berbicara
Faktor yang Berhubungan
Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
(Wilkinson & Ahern, 2011, p. 806)
Defisit Nutrisi
Penyebab
Ketidakmampuan menelan makanan
Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
Peningkatan kebutuhan metabolisme
Faktor psiologis (mis, stress, keengganan untuk makan)
Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri.
Penyebab
Penurunan kekuatan otot
Gangguan muskuluskletal
Gangguan neuromuskular
Gangguan sensori persepsi
Definisi: perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang disertai
dengan respon yang berkurang, berlebuhan atau terdistorsi.
Penyebab
Gangguan penglihatan
Gangguan pendengaran
Gangguan penciuman
Gangguan perabaan
Hipoksia serebral
Trauma pada saraf kranialis II, III, IV, akibat stroke, aneurisma intrakranial, trauma otak.
Penyebab
Penurunan sirkulasi serebral
Gangguan neuromuskuler
Stroke
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 6×24 jam diharapkan perfusi jaringan
serebral efektif yang dibuktikan oleh berkomunikasi dengan jelas, menunjukkan konsentrasi dan
orientasi kognitif.
Kriteria Hasil :
Aktivitas Keperawatan
1) Pengkajian
Pantau tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi dan pernapasan
Ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil
Kaji Sakit kepala, tingkat kesadaran orientasi, kekuatan otot
2) Aktifitas kolaboratif
3) Aktifitas lain
Defisit Nutrisi
Tujuan: Setelah dialakuakn tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan asupan
nutrisi pasien untuk memenuhi kebutuhan metabolic tercukupi yang dibuktikan dengan BB
normal atau ideal.
Kriteria Hasil:
Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
Aktivitas kolaboratif
Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang
mengalami ketidak adekuatan asupan protein atau kehilangan protein (mis, pasien
anoreksia nervosa atau penyakit glomerular/ dialisis paritonal)
Dikusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan pelengkap,
pemberian makana melalui selang, atau nutrisi parenteral total agar asupan kalori yang
adekuat dapat dipertahankan
Rujuk ke program gizi di komuitas yang tepat, jika pasien tidak membeli atau
menyiapkan makanan yang adekuat. (Wilkinson, 2016, p. 282).
Aktifitas lain
Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam jadwal makan, lingkungan
makan, kesukaan pasien, serta suhu makanan.
Dukung anggota keluarga untuk membawa makan kesukaan pasien dari rumah
Bantu pasien menulis tujuan minggguan yang realistis utnuk latihan fisik dan asupan
makanan
Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan latihan fisik di lokasi yang
terlihat jelas dan kaji ulang setiap hari
Tawarkan makan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
Hindari prosedur infasif sebelum makan
Suapi pasien, jika perlu
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pasien mampu
melakukan pergerakan fisik mandiri dan terarah yang dibuktikan dengan skala fungsional tingkat
kemandirian 0.
Kreteria Hasil:
Aktifitas keperawatan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan respon pasien
meningkat terhadap stimulus yang diberikan yang dibuktikan dengan pasien merasakan stimulasi
pada kulit, rasa, bau, dan gambaran visual dengan benar.
Kriteria Hasil:
Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
Kaji kemampuan berbicara, mendengar, berespon terhadap perintah yang sederhana
untuk mendapatkan gambaran status mental dan kognitif serta kemampuan
menginterprestasikan stimulus.
Observasi respon perilaku misalnya disorientasi yang mungkin terjadi karena adanya
infeksi otak atau neurologis.
Evaluasi kesadaran sensori misalnya panas, dingin, ketajaman bau bau, rasa, penglihatan.
Penyuluhan pada pasien/ keluarga
Beri penjelasan dan rencana perawatan pada klien atau keluarga untuk meningkatkan
komitmen dan mengoptimalkan hasil
Tunjukkan cara dan perawatan alat prostetik sensorik misalnya alat bantu melihat atau
mendengar
Aktivitas kolaboratif
Diskusikan kebutuhan evaluasi program obat yang teratur, catat kemungkinan efek
samping toksik atau interaksi program dan obat bebas (Doenges dkk., 2014, p. 791).
Aktivitas lain
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pasien mengalami
peningkatan dalam menerima, memproses, menghantarkan dan menggunakan sistem symbol
yang dibuktikan dengan dapat dan tidak menolak untuk berbicara.
Kriteria Hasil:
Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
Aktivitas kolaboratif
Aktivitas lain
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang
diharapkan dalam perencanaan. Perawat mempunyai 3 alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai:
Berhasil: perilaku pasien sesuai pertanyaan tujuan dalam waktu tanggal yang ditetapkan
di tujuan.
Tercapai sebagian: pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan
dalam pernyataan tujuan.
Belum tercapai: pasien tidak ammpu sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan
sesuai dengan pernyataan tujuan (Bararah & Jauhar, 2013, p. 51).
BAB 3
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang dimana studi kasus merupakan
penelitian dengan jenis kualitatif secara mendalam terhadap individu, kelompok, maupun
lembaga institusi dalam waktu tertentu yang bertujuan untuk menemukan arti, penyelidikan
proses, dan juga mendapatkan maksud dan pemahaman secara mendalam dan utuh dari individu,
kelompok, ataupun kondisi tertentu (Sugiarto, 2015, p. 12).
Studi kasus ini adalah studi untuk penelitian masalah asuhan keperawatan klien yang
mengalami stroke non hemoragik dengan gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Syaraf
RSD.HM.Ryacudu Kotabumi Lampung Utara.
Peneliti melakukan asuhan keperawatan terhadap klien yang mengalami stroke non
hemoragik dengan gangguan perfusi jaringan serebral dalam penelitian ini
Stroke non hemoragik merupakan sumbatan yang terjadi karena adanya trombus dan
emboli yang dapat menimbulkan infark di otak dan dapat menyebabkan defisit neurologis yang
bertahap atau cepat akibat penurunan aliran darah serebral (LeMone dkk., 2016, p. 1800).
Ketidakefektifan aliran darah ke jaringan otak adalah keadaan dimana keadekuatan aliran
darah melalui pembuluh darah serebral untuk mempertahankan fungsi otak terganggu (Doenges,
2014, p. 658).
3.3 Partisipan
Populasi merupakan keseluruhan subjek atau totalitas subjek penelitian yang dapat
berupa orang, benda, atau suatu yang dapat diperoleh dan atau dapat memberikan informasi
(data) penelitian (Arifin, 2017, p. 7). Dalam studi kasus ini, sample disebut sebagai klien/
partisipan yang meliputi:
Pasien
Pasien stroke non hemoragik dengan tingkat kesadaran apatis atau GCS 10-12 yang bisa
diikuti dengan keadaan hipoksia. Dari pasien tersebut, peneliti memperoleh data objektif
meliputi tanda dan gejala yang dikeluhkan atau dirasakan dan pemeriksaan fisik.
Keluarga
Keluarga merupakan salah satu informan penting yang benar-benar tahu tentang masalah
yang dialami oleh pasien. Oleh karena itu, penelitian ini melibatkan keluarga untuk mendapat
data meliputi genogram, riwayat penyakit keluarga, riwayat lingkungan, riwayat penyakit
sekarang dan riwayat dahulu.
Petugas Kesehatan
Perawat
Perawat merupakan tenaga paramedis yang terlibat langsung dalam penelitian ini. Oleh
karena itu, peneliti mencari data dari perawat tentang keadaan dan kondisi pasien selama
dirumah sakit atau kondisi saat pertama pasien datang dirumah sakit.
Dokter
Dokter adalah tenaga medis yang juga ikut serta dalam penelitian ini. Dari dokter, peneliti
memperoleh data tentang terapi medis yang diberikan pada pasien, kronologi atau patofisiologi
penyakit yang diderita pasien dan perkembangan kondisi pasien selama dirumah sakit.
Ahli Gizi
Ahli gizi juga berperan dalam proses penyembuhan pasien yang berhubungan dengan
kebutuhan nutrisi pasien. Oleh karena itu, peneliti mendapatkan tentang diet yang harus
diberikan pada pasien stroke non hemoragik dan makanan yang tidak boleh dimakan oleh pasien.
Observasi
Observasi adalah suatu perbuatan secara aktif yang mengamati objek penelitian dan
menguraikan fenomena yang ditemukan (Hasmi, 2016, p. 42). Penelitian ini menggunakan
teknik pengumpulan data dengan cara mengamati dan memeriksa langsung keadaan klien
melalui pemeriksaan fisik secara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
Wawancara
Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data yang informasinya diperoleh dengan
cara bertanya langsung kepada responden (Hasmi, 2016, p. 42). Penelitian ini mengumpulkan
data dengan melakukan komunikasi lisan yang dapat secara langsung dari klien (autoanamnesa)
dan keluarga (alloanamnesa) agar fakta yang dibutuhkan bisa dapat.
Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan mengambil data dari dokumen asli yang
dimana dokumen asli tersebut salah satu contohnya seperti gambar dan tabel (Hidayat, 2009, p.
88). Studi kasus ini mendapatkan data dokumentasi dari buku status kesehatan klien yaitu berisi
catatan medis berhubungan dengan riwayat pengobatan atau kesehatan klien.
Dalam hal ini terdapat beberapa cara untuk menjamin keabsahan data yang dilakukan
oleh peneliti sehingga hasilnya bisa dipertanggungjawabkan. Salah satu cara yang akan peneliti
lakukan untuk menjaga keabsahan data adalah dengan memperpanjang waktu pengamatan.
Peneliti mengamati/ mengobservasi pasien selama 24 jam dalam waktu minimal 3 hari. Metode
yang digunakan peneliti untuk menjaga keabsahan data adalah dengan triangulasi.
Triangulasi Sumber
Penelitian ini mengecek ulang tingkat kepercayaan dari suatu informasi yang didapat dari
sumber yang berbeda (Bachri, 2010, p. 56). Peneliti membandingkan hasil pengamatan dengan
wawancara, hasil yang dikatakan pasien atau keluarga secara pribadi dengan dokumen yang ada.
Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu digunakan untuk validitas data yang berkaitan dengan perubahan suatu
proses dan perilaku manusia, karena perilaku manusia mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. (Bachri, 2010, p. 56). Peneliti melakukan pengamatan tidak hanya satu kali pengamatan
atau minimal melakukan pengamatan (pengkajian) selama 2 hari.
Triangulasi Teori
Triangulasi teori adalah memanfaatkan dua teori atau lebih utuk dipadu. (Bachri, 2010, p.
56). Peneliti mengumpulkan data dan analisis data yang lebih lengkap agar mendapatkan hasil
yang komperhensif.
Pengumpulan Data
Data yang diperoleh berasal dari datum yaitu materi atau fakta-fakta yang digunakan untuk
kepentingan analisa, dan presentasi ilmiah, dengan menggunakan teknik pengumpulan data
anamnese, pencatatan dan observasi (Imron & Munif, 2010, p. 87). Selama proses pengumpulan
data, peneliti memfokuskan pada pengkajian pasien baik kepada pasien langsung maupun kepada
keluarga dan petugas kesehatan lain berdasarkan tanya jawab kepada pasien dan sumber lain,
mengamati secara langsung keadaan pasien, serta melihat dari rekam medis pasien.
Reduksi
Penyajian Data
Penyajian ini merupakan data yang dipaparkan dan informasi yang telah diolah dan dianalisa,
yang merupakan hasil penelitian (Imron & Munif, 2010, p. 158). Dalam penelitian ini, penyajian
data dilakukan dalam bentuk uraian singkat atau narasi, tabel, serta bagan.
Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan kegiatan utama ketiga dalam analisis data
yaitu penarikan kesimpulan/ verifikasi (Yusuf, 2017, p. 409). Dalam penelitian ini, peneliti
membandingkan antara tujuan yang telah dibuat sebelumnya dengan hasil yang telah didapat.
Informed Consent
Dalam Potter dan Perry, Informed consent merupakan subjek penelitian yang telah diberikan
informasi penuh dan lengkap mengenai tujuan studi, prosedur, pengumpulan data, potensial
bahaya dan keuntungan, serta metode alternatif pengobatan (Sumijatun, 2012, p. 192). Dalam
penelitian ini sebelum dilakukan perjanjian secara tertulis, peneliti memberikan informasi kepada
partisipan & keluarga tentang masalah yang dialami klien. Setelah itu, keluarga diberi
kesempatan untuk memilih dan memutuskan tindakan yang harus dilakukan pada klien.
Persentujuan tertulis dapat dilakukan oleh orang tua atau keluarga yang bertanggung jawab atas
klien apabila klien tersebut tidak mampu lagi untuk melakukannya sendiri.
Anonymity
Anonymity merupakan etika penelitian yang digunakan untuk menjaga privasi sumber
penelitian. Kerahasiaan yang dimaksud adalah menjamin seluruh informasi yang diberikan oleh
subjek tidak dilaporkan dengan cara apapun untuk mengidektifikasi subjek dan tidak mungkin di
akses oleh orang selain tim penelitian (Sumijatun, 2012, p. 192). Peneliti tidak menyertakan
nama pada pembahasan, namun peneliti hanya mencantumkan inisial.
Confidentiality
Prinsip ini berkaitan dengan informasi tentang klien yang harus dijaga privasinya. Segala sesuatu
yang ada dalam rekam medis klien hanya bisa dilihat dalam rangka pengobatan klien (Dalami,
2010, p. 11). Dalam penelitian ini, peneliti tidak menyebarkan/memberikan informasi terkait
kondisi subjek penelitian kepada siapapun yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.
BAB 4
4.1 Hasil
Pengambilan penelitian ini bertempat di Ruang Syaraf RSD Ryacudu Kotabumi Lampung
Utara. Ruang syaraf merupakan salah satu ruangan perawatan penyakit syaraf yang terdiri dari
14 bed perawatan yang dibagi menjadi beberapa ruangan antara lain yaitu Ruang yang terdiri 4
bed, Ruang Perawatan Kelas III yang terdiri 11 bed, dan Ruang Intermediate (ROI) yang terdiri 4
bed. Terdapat 2 kamar mandi pasien di bagian belakang dengan keadaan bersih, gudang, dan
mushola juga ada di bagian belakang. Serta ada Ruang Nurse Station, Ruang Khusus untuk
Mahasiswa Praktek Kinik, Ruang Kepala Ruangan (KARU), Ruang Konsultasi Dokter, dan
Ruang Khusus untuk Mahasiswa Kedokteran. Jumlah SDM di Ruang Melati sebanyak 17 orang
yang terdiri dari kepala ruang, 2 tim dimana tim satu terdiri dari 1 kepala tim dan 6 anggoota
sedangkan tim lain terdiri dari 1 kepala tim dan 5 anggota, 1 administrasi, 1 clining service, dan
1 pekarya.
4.1.2 Pengkajian
Pada poin pengkajian ini akan membahas tentang kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan
kasus pada Asuhan Keperawatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik dengan
Gangguan Perfusi Jaringan Serebral di Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember yang
dilaksanakan bulan Juni 2018, yang meliputi identitas klien, status kesehatan saat ini, riwayat
kesehatan terdahulu, pemeriksaan fisik body system, pemeriksaan penunjang, dan terapi
pengobatan.
Identitas Klien
Pendidikan SD SMP
Tabel 4.2 Status Kesehatan klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di Ruang Melati RSD
dr. Soebandi Jember Juni 2018
Status Kesehatan Klien
Keluhan Utama:
Saat Pengkajian Pasien mengatakan tangan dan kaki kanan tidak bisa bergerak serta wajah
miring ke kanan
Riwayat Penyakit sekarang Sabtu, 23-6-2018 jam 18:00 WIB setelah shalat maghrib pasien
duduk santai dan mengaji. Tiba-tiba pasien merasa pusing dan badan sebelah kanan tidak bisa
digerakkan. Pusing yang dirasakan seperti berputar-putar dan timbul saat tidak beraktivitas.
Selain itu pasien juga sering sulit tidur dengan minimal waktu tidur diatas jam 00:00 WIB. Hari
selasa, 26-6-2018 jam 19:15 WIB pasien dibawa ke IGD RSD dr. Soebandi Jember. Kesadaran
pasien composmentis dengan GCS 4-5-6 Di IGD pasien mengeluh tangan dan kaki kanan lemah
tidak bisa bergerak. Di IGD pasien mendapat terapi injeksi IV citicolin 250 mg, PZ 10 tpm, O2
nasal kanul 3 lpm. Setelah mendapat penanganan dari IGD pasien dipindahkan ke Ruang Melati
jm 23:15 WIB dan mendapat terapi injeksi IV citicolin 1×250 mg, PZ 10 tpm.
Tabel 4.3 Riwayat Kesehatan Terdahulu Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di
Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018
Riwayat Penyakit sebelumnya Pasien mengatakan tidak memiliki penyakit darah tinggi,
kencing manis, stroke, dan kolesterol sebelumnya dan tidak pernah memeriksakan tekanan
darahnya
Riwayat Penyakit Keluarga Ibu pasien memiliki penyakit darah tinggi, namun tidak pernah
stroke seperti pasien saat ini
Kebiasaan Sebelum sakit pasien memiliki kebiasaan merokok 1 pak per hari dan minum kopi
2 kali sehari serta lebih banyak berdiam di kamar (jarang berolahraga)
Obat-obatan yang Digunakan Bila pasien merasa pusing, pasien selalu minum obat pusing dari
warung terdekat
Riwayat Lingkungan Pasien saat ini merasa cemas dan takut karena pasien merupakan tahanan
lapas dan sedang dalam proses sidang atas masalahnya. Pasien mengatakan tidak kerasan selama
berada di lapas.
Gambar 4.2 Genogram klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di Ruang Melati RSD dr.
Soebandi Jember Juni 2018
Keterangan:
Laki-laki
Perempuan
Menikah
Meninggal
P Pasien
Pemeriksaan Fisik
Tabel 4.4 Pemeriksaan Fisik Body System Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di
Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018
Kesadaran Composmentis
TD 120/90 mmHg
N 78x/ menit
S 36ºC
RR 20x/ menit
TB 170 cm
BB 68 kg
Body System
I: Tidak ada pernapasan cuping hidung, pernapasan regular dan tidak cheynestokes, tidak
mengorok
A: Vesikuler dan tidak ada suara napas tambahan ronchi dan wheezing
Kardiovaskuler
Sambungan……
I: Ictus cordis tidak nampak, ekstremitas dan palpebra tidak edema, sinus rhythm, tidak ada
clubbing finger
P: Pulsasi dinding torak teraba, TD: 120/90 mmHg
P: Batas jantung atas ICS II, bawah ICS V, kiri ICS V mid clavicula sinistra, kanan ICS IV mid
sternalis dextra
A: S1, S2 tunggal
Persarafan Nervus:
I: olfaktorius: pasien dapat mencium aoma wangi dari parfum
II: optikus: pasien dapat menyebutkan jumlah jari dalam jarak 0,5 meter baik mata sebelah kanan
maupun kiri
IV: trochlear: mata pasien dapat mengikuti arah jari perawat ke atas dan ke bawah
V: trigeminalis: pasien dapat merasakan sentuhan di kulit wajah dan sekitar bibir serta masih
dapat menggerakkan rahang
VI: abdusen: mata pasien dapat mengikuti arah jari perawat ke samping kanan dan kiri
IX: glosofaringeal: pasien dapat menelan dan tidak tersedak saat minum. Selain itu pasien juga
dapat merasakan rasa manis pada teh
XI: asesorius: pasien hanya dapat mengangkat bahu dan lengan sebelah kiri
XII: hipoglosal: saat pasien diperintahkan meluruskan lidah dan mulut, lidah dan mulut miring
ke kanan
Penginderaan Pasien masih mampu menyebut angka dengan jarak 0,5 meter, sklera putih,
kornea hitam konjungtiva merah muda
Pencernaan Mulut dan tenggorokan
Pasien mengatakan menghabiskan makanan dari rumah sakit
I: mukosa bibir kering, tidak ada lesi, lidah dapat miring kanan dan kiri, tidak ada stomatitis,
pasien tidak terpasang selang NGT
Abdomen
P: tidak terdapat nyeri tekan pada seluruh lapang perut, tidak terdapat distensi abdomen
P: tympani
Perkemihan Pasien mengatakan terasa saat saat mau kencing dan memanggil dan menyuruh
keluarga untuk mengambil botol kencing
I: produksi urin 1500 cc/ 24 jam, warna kuning keruh, bau amoniak,, pasien tidak terpasang
pampers ataupun kateter, tetapi saat BAK menggunakan botol
Reproduksi
Sambungan……
Organ vital pasien selalu dibersihkan oleh keluarga
Muskuluskeletal I: parase ekstremitas kanan. Tangan kiri terpasang infus, tidak ada plebitis
dan kemerahan, fisik lemah
P: 1111 5555
111 555
Integument I: kulit kering, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak terdapat lesi pada seluruh badan
terutama ekstremitas
P: akral hangat, turgor <2 detik, CRT <2 detik
Terapi Pengobatan
Tabel 4.6 Terapi Pengobatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di Ruang Melati
RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018
Terapi Klien
27 Juni 2018
Terapi Infus NaCl 500 cc/ hari dengan 10 tpm
Injeksi IV:
Citicolin 1×250 mg
4.1.3 Analisa Data
Tabel 4.7 Analisa Data Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di Ruang Melati RSD dr.
Soebandi Jember Juni 2018
1.
Ds: “Tangan dan kaki saya gak bisa gerak. Rasanya sakit kalau bergerak. Saya gak pusing”.
Do:
1. Kesadaran composmentis
2. GCS 4-5-6
5. Bicara pelo
2. Ds: “Tangan dan kaki saya gak bisa gerak. Rasanya sakit kalau bergerak”.
Do:
2. Sendi kaku
3. Gerakan terbatas
Disfungsi nervus XI
3.
Ds: –
Do:
1. Bicara pelo
3. Disartria
Tabel 4.8 Diagnosa Keperawatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di Ruang
Melati RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018
1. 27 Juni 2018
2. 27 Juni 2018
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase ditandai dengan Tonus otot
ekstremitas kanan 1, sendi kaku, gerakan terbatas
3. 27 Juni 2018
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kelemahan kontrol otot fasial & oral ditandai
dengan bicara pelo, Sulit memahami komunikasi, disartria
4.1.5 Intervensi Keperawatan
Tabel 4.9 Intervensi Keperawatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di Ruang
Melati RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018
Intervensi (NIC)
1.
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6×24 jam diharapkan perfusi jaringan serebral
efektif, dengan kriteria hasil:
a. Menunjukkan fungsi sensori-motor kranial yang utuh seperti kata-kata jelas, kekuatan otot
ekstremitas kanan 4
b. Mempunyai pupil yang sama besar dan reaktif dengan reflek cahaya +/+, isokor 2/2 mm
c. Tidak mengalami sakit kepala ditunjukkan dengan tanda-tanda vital dalam batas normal
Aktivitas Keperawatan
1. Ukur tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan pernapasan
2. Pantau ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil, tingkat kesadaran dan orientasi
Aktivitas Kolaboratif
Aktivitas Lain
sehari-hari secara mandiri dengan mampu melakukan ROM aktif dan sendi tidak terasa kaku
1. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah dari tempat tidur ke kursi
1. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk mempertahankan
atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
Sambungan……
a. Mengomunikasikan kebutuhan kepada perawat dan keluarga dengan kata-kata jelas dan
artikulasi yang tepat
Aktivitas Keperawatan
Aktivitas Kolaboratif
2. Beri penguatan terhadap kebutuhan tindak lanjut dengan ahli patologi wicara setelah pulang
dari rumah sakit
Aktivitas Lain
Tabel 4.10 Implementasi Keperawatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di
Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018
Rabu
27 Juni 2018
08:00
08:05
08:10
1
Memberikan injeksi IV citicolin 250 mg
08:25 2
Memberikan penjelasan dan contoh pada pasien & keluarga cara melakukan ROM aktif & pasif
09:00
R/ bicara pasien pelo dan pasien mampu mengulangi kalimat yang dikatakan perawat
12:00
Melakukan pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran & orientasi, ukuran, bentuk, kesimetrisan,
dan reaktivitas pupil, kekuatan otot dan sakit kepala
Sambungan……
R/ pasien mengatakan tidak pusing, TD: 120/80 mmHg, N: 78x/ menit, RR: 18x/
12:10
13:00
15:00
Memberikan semangat pada pasien saat mencoba melakukan ROM pasif dengan keluarga
15:00
3
R/ pasien mengangguk
18:00
1 Melakukan pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran & orientasi, ukuran, bentuk,
kesimetrisan, dan reaktivitas pupil, kekuatan otot dan sakit kepala
21:00
2
R/ pasien mengatakan tidak pusing, TD: 120/90 mmHg, N: 88x/ menit, RR: 20x/ menit,
kesadaran composmentis, GCS 4-5-6, pupil anisokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+, kekuatan otot
ekstremitas kanan 1
21:30 3 Mengajak pasien untuk berkomunikasi satu arah secara perlahan, jelas,
dan tenang
R/ pasien menatap mata perawat, sulit memahami apa yang sedang dibicarakan, bicara pelo
Tabel 4.11 Evaluasi Keperawatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di Ruang
Melati RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018
1. 1 27 Juni 2018
22:00
S: “Tangan dan kaki saya gak bisa gerak. Rasanya sakit kalau bergerak. Saya gak pusing”.
O:
1. Kesadaran composmentis
2. GCS 4-5-6
3. Tanda vital:
b. N: 84x/ menit
6. Bicara pelo
Sambungan……
P:
1. Ukur tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan pernapasan
2. Pantau ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil, tingkat kesadaran dan orientasi
S: “Tangan dan kaki saya gak bisa gerak. Rasanya sakit kalau bergerak”.
O:
2. Sendi kaku
3. Gerakan terbatas
P:
2. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk mempertahankan
atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
3. 3 27 Juni 2018
22:00 S: –
O:
1. Bicara pelo
3. Disartria
Tabel 4.12 Catatan Perkembangan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di Ruang
Melati RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018
Diagnosa Jam 28 Juni 2018 jam 29 Juni 2018 Jam 2 Juli 2018
1 07:00 S: “Tangan dan kaki saya gak bisa gerak. Rasanya sakit kalau bergerak. Saya gak
pusing”.
O:
1. Kesadaran composmentis
2. GCS 4-5-6
3. Tanda vital:
b. N: 80x/ menit
c. RR: 20x/ menit
6. Bicara pelo
07:00 S: “Tangan dan kaki saya gak bisa gerak. Rasanya sakit kalau bergerak. Saya gak
pusing”.
O:
1. Kesadaran composmentis
2. GCS 4-5-6
3. Tanda vital:
b. N: 77x/ menit
6. Kata-kata jelas
07:00 S: “Kepala saya gak pusing. Siku saya bisa diangkat. Lutut saya bisa di tekuk”.
O:
1. Kesadaran composmentis
2. GCS 4-5-6
3. Tanda vital:
b. N: 78x/ menit
6. Kata-kata jelas
A:
A:
A:
P:
1. Ukur tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan pernapasan
2. Pantau ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil, tingkat kesadaran dan orientasi
P:
1. Ukur tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan pernapasan
2. Pantau ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil, tingkat kesadaran dan orientasi
P:
1. Ukur tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan pernapasan
2. Pantau ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil, tingkat kesadaran dan orientasi
Sambungan……
6. Kolaborasikan dengan dokter untuk pembe-rian obat neurotropik (Citicolin 1×250 mg) dan
antitrombotik oral (aspilet 1x 160 mg (16:00), clopidogrel 1x 75 mg (21:00))
6. Kolaborasikan dengan dokter untuk pembe-rian obat neurotropik (Citicolin 1×250 mg) dan
antitrombotik oral (aspilet 1x 160 mg (16:00), clopidogrel 1x 75 mg (21:00))
6. Kolaborasikan dengan dokter untuk pembe-rian obat neurotropik (Citicolin 1×250 mg) dan
antitrombotik oral (aspilet 1x 160 mg (16:00), clopidogrel 1x 75 mg (21:00))
08:00
08:05
08:20
I:
08:00
08:10
08:05
I:
08:05
08:16
I:
R/ tidak ada plebitis dan kemerahan. Pasien minum obat oral dan tidak ada reaksi alergi
12:30
12:40
Melakukan pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran & orientasi, ukuran, bentuk, kesimetrisan,
dan reaktivitas pupil, kekuatan otot dan sakit kepala
R/ pasien mengatakan tidak pusing, TD: 150/86 mmHg, N: 86x/ menit, RR: 20x/ menit,
kesadaran composmentis, GCS 4-5-6, pupil anisokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+, kekuatan otot
ekstremitas kanan 1
16:05
Melakukan pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran & orientasi, ukuran, bentuk, kesimetrisan,
dan reaktivitas pupil, kekuatan otot dan sakit kepala
R/ pasien mengatakan tidak pusing, TD: 120/80 mmHg, N: 80x/ menit, RR: 18x/ menit,
kesadaran composmentis, GCS 4-5-6, pupil anisokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+, kekuatan otot
ekstremitas kanan 2
12:15
16:05
Melakukan pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran & orientasi, ukuran, bentuk, kesimetrisan,
dan reaktivitas pupil, kekuatan otot dan sakit kepala
R/ pasien mengatakan tidak pusing, TD: 130/700 mmHg, N: 84x/ menit, RR: 20x/ menit,
kesadaran compo-smentis, GCS 4-5-6, pupil isokor 2/2 mm, reflek cahaya +/+, kekuatan otot
ekstremitas kanan 4
Sambungan……
18:00 Melakukan pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran & orientasi, ukuran, bentuk,
kesimetrisan, dan reaktivitas pupil, kekuatan otot dan sakit kepala
18:05 Melakukan pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran & orientasi, ukuran, bentuk,
kesimetrisan, dan reaktivitas pupil, kekuatan otot dan sakit kepala
18:00
Melakukan pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran & orientasi, ukuran, bentuk, kesimetrisan,
dan reaktivitas pupil, kekuatan otot dan sakit kepala
R/ pasien mengatakan tidak pusing, TD: 130/80 mmHg, N: 84x/ menit, RR: 20x/ menit,
kesadaran composmentis, GCS 4-5-6, pupil anisokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+, kekuatan otot
ekstremitas kanan 1
21:05
TD: 140/70 mmHg, N: 80x/ menit, RR: 18x/ menit, kesadaran compos-mentis, GCS 4-5-6, pupil
anisokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+, kekuatan otot ekstremitas kanan 2
Memberikan obat oral clopidogrel 75 mg
18:10
TD: 120/80 mmHg, N: 78x/ menit, RR: 18x/ menit, kesadaran composmentis, GCS 4-5-6, pupil
isokor 2/2 mm, reflek cahaya +/+, kekuatan otot ekstremitas kanan 4
21:00
22:00
E:
s: “Kepala saya gak pusing. Tangan dan kaki saya gak bisa gerak dan sakit kalau bergerak”.
o:
1. Kesadaran composmentis
2. GCS 4-5-6
3. Tanda vital:
a. TD: 130/80
b. N: 84x/ menit
22:05 E:
s“Jari tangan dan kaki saya bisa di tekuk. Saya gak pusing”.
o:
1. Kesadaran composmentis
2. GCS 4-5-6
3. Tanda vital:
b. N: 70x/ menit
6. Kata-kata jelas
21:00
22:00
E:
s: “Saya gak pernah pusing sejak disini. Siku saya bisa diangkat. Lutut saya bisa di tekuk”.
o:
1. Kesadaran composmentis
2. GCS 4-5-6
3. Tanda vital:
b. N: 80x/ menit
c.
Sambungan……
RR 20x/ menit
6. Bicara pelo
6. Kata-kata jelas
p: Pertahankan intervensi
4.2 Pembahasan
Pada poin pembahasan ini akan membahas tentang kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan
kasus pada Asuhan Keperawatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik dengan
Gangguan Perfusi Jaringan Serebral di Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember yang
dilaksanakan bulan Juni 2018.
4.2.1 Pengkajian
Keluhan Utama
Berdasarkan pengkajian asuhan keperawatan klien stroke non hemoragik dengan gangguan
perfusi jaringan serebral terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus keluhan
utama saat MRS diperoleh data klien mengeluh lemah separuh badan sebelah kanan sedangkan
pada konsep keluhan utama saat MRS diperoleh data berupa klien datang ke rumah sakit dengan
keluhan sakit kepala hebat.
Lemah separuh badan merupakan sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak dan berupa
defisit neurologis (Mansjoer dalam Halim, 2016, p. 2) yang terjadi akibat terhentinya suplai
darah ke otak yang dapat berakibat kerusakan sel otak sehingga menimbulkan gejala kelumpuhan
anggota badan (Bararah & Jauhar, 2013, p. 35). Tidak adanya sakit kepala pada stroke non
hemoragik karena tidak terjadi vasodilatasi pembuluh darah yang menyebabkan produksi
neuropeptida yang dapat merangsang nesiseptor kranial sehingga menimbulkan rasa nyeri
(Utami, dkk, 2017, p. 43).
Pada pengkajian keluhan utama saat MRS klien, tangan dan kaki kanan tidak bisa bergerak
kemungkinan karena adanya gangguan pada pembuluh darah yang menuju saraf XI (Asesorius),
sehingga klien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan. Adanya keluhan hemiparase
menandakan otak yang mengalami iskemia adalah bagian kiri sebagaimana hasil gambaran CT
Scan pasien yang menunjukkan lesi hipodens berbatas tak tegas di nucleus lentiformis kiri.
Selain itu pada pemeriksaan sistem muskuluskeletal menunjukkan kekuatan otot pasien pada
ektremitas kanan dengan skore 1 (satu).
Berdasarkan pengkajian asuhan keperawatan klien stroke non hemoragik dengan gangguan
perfusi jaringan serebral terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus riwayat
kesehatan dahulu diperoleh data tidak ada riwayat darah tinggi sedangkan pada konsep riwayat
kesehatan dahulu diperoleh data berupa adanya riwayat darah tinggi.
Hipertensi merupakan faktor resiko utama penyebab stroke non hemoragik (Laily, 2016, p. 49)
yang dipicu oleh stres yang dapat mempengaruhi kerja kelenjar adrenal dan tiroid dalam
memproduksi hormon adrenalin, tiroksin, dan kortisol yang bekerja dengan sistem saraf simpatis
sehingga berpengaruh terhadap kenaikan tekanan darah yang akan memperberat aterosklerosis
(Herke dalam Adientya & Gabriella, 2012, p. 186).
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu pasien, didapatkan data bahwa pasien mengalami
stres karena adanya masalah sehingga pasien merasa cemas dan takut. Kemungkinan stres yang
dialami berkepanjangan sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatannya tanpa pasien sadari.
Sehingga pasien tidak mengetahui bahwa tekanan darahnya yang kadang kala mengalami
kenaikan. Hal ini dibuktikan dengan pasien mengatakan 3 hari sebelum MRS ia merasa pusing,
dan setiap kali merasa pusing pasien hanya minum obat sakit kepala biasa. Pasien juga
mengatakan tidak pernah memeriksakan tekanan darahnya. Pada pemeriksaan tekanan darah
didapatkan nilai 150/90 mmHg dan pasien mendapat terapi oral antitrombotik (aspilet 1x 160 mg
(16:00), clopidogrel 1x 75 mg (21:00)). Selain itu pasien mengatakan sulit untuk tidur dan selalu
tidur diatas jam 00:00 WIB.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Berdasarkan pengkajian asuhan keperawatan klien stroke non hemoragik dengan gangguan
perfusi jaringan serebral terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus keadaan
umum diperoleh data kesadaran pasien compos mentis sedangkan pada konsep teori keadaan
umum data yang ada terjadi gangguan tingkat kesadaran sampai ke koma.
Composmentis merupakan keadaan sadar sepenuhnya pada stroke non hemoragik oleh karena
terjadinya peningkatan kelangsungan hidup sel-sel jaringan saraf akibat cedera sistem saraf pusat
karena adanya penanggualangan dengan pemberian neuroprotectan yang dapat meningkatkan
kerja formation reticularis dari batang otak terutama sistem pengaktifan formation reticularis
ascendens yang berhubungan dengan kesadraan sehingga dapat memperbaiki kelumpuhan sistem
motorik dan metabolisme otak (Ismail , dkk, 2017, p. 4).
Hasil pengkajian keadaan umum menunjukkan bahwa pasien sadar penuh. Hal ini terjadi karena
klien sudah diberikan terapi neuroprotectan (citicolin 1×250 mg) yang dapat meningkatkan kerja
formation reticularis dari batang otak sehingga tidak mengalami penurunan tingkat kesadaran.
Persarafan
Berdasarkan pengkajian asuhan keperawatan klien stroke non hemoragik dengan gangguan
perfusi jaringan serebral terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus
pemeriksaan fisik sistem persarafan diperoleh data pasien dapat menelan dan tidak tersedak saat
minum, sedangkan pada konsep pemeriksaan fisik sistem persarafan diperoleh data pasien dapat
menelan dan tidak tersedak saat minum.
Menelan merupakan proses volunter dimana makanan didorong kebelakang menuju faring
(Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 47). Disfagia sebagai akibat penurunan fungsi nervus IX
(glosofaringeus) sehingga terjadi proses menelan tidak efektif yang dapat menyebabkan
anoreksia (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 158).
Pasien tidak mengalami kesulitan menelan dan tersedak. Hal ini kemungkinan karena tidak ada
penurunan fungsi nervus IX (glosofaringeus) sehingga pasien masih dapat makan dan minum
dengan baik per oral yang dibuktikan dengan pasien tidak terpasang Naso Gastric Tube (NGT)
serta pasien mendapat diit bubur halus dan buah-buahan. Selain itu pada pemeriksaan fisik
sistem persarafan saraf ke IX (glosofaringeus) didapatkan data pasien mengatakan dapat
merasakan rasa manis pada teh.
Pencernaan
Berdasarkan pengkajian asuhan keperawatan klien stroke non hemoragik dengan gangguan
perfusi jaringan serebral terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus
pemeriksaan fisik sistem pencernaan diperoleh data pasien mengatakan belum BAB sejak senin,
25-6-2018, sedangkan pada konsep pemeriksaan fisik sistem pencernaan diperoleh data adanya
inkontinensia alvi.
Eliminasi alvi merupakan proses pengeluaran sisa metabolisme tubuh berupa fases yang berasal
dari saluran pencernaan dimana otot abdomen dan pelvis sangat berperan penting dalam
kontraksi pengontrolan fekal (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 56) yang mendapat suplai darah
dari arteri serebri anterior yang ketika terjadi trombus akan mengakibatkan inkontinensia alvi
(Sosiawan, 2014, p. 166).
Pasien tidak mengalami inkontinensia alvi. Hal ini kemungkinan karena suplai darah arteri
serebri anterior ke otot abdomen dan pelvis tidak mengalami gangguan yang dibuktikan pada
pemeriksaan fisik sistem pencernaan didapatkan data tidak ada distended abdomen, tidak ada
nyeri tekan pada perut, peristaltik usus 13x/ menit.
Perkemihan
Berdasarkan pengkajian asuhan keperawatan klien stroke non hemoragik dengan gangguan
perfusi jaringan serebral terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus
pemeriksaan fisik sistem perkemihan diperoleh data pasien mengatakan terasa saat mau kencing,
sedangkan pada konsep pemeriksaan fisik sistem perkemihan diperoleh data adanya
inkontinensia urin.
Inkontinensia urine fungsional merupakan pengeluaran urine yang tidak terkendali karena
kesulitan dan tidak mampu mencapai toilet pada waktu yang tepat (PPNI, 2017, p. 104) akibat
kehilangan kontrol otot sfingter internal (mengendalikan lubang kandung kemih ke dalam uretra)
dan eksternal (otot pelvis) (Rosdahl & Kowalski, 2017, p. 1722)
Pasien tidak mengalami inkontinensia urin. Hal ini dikarenakan otot yang mengendalikan
lubang kandung kemih ke dalam uretra dan otot pelvis masih dapat terkontrol yang dibuktikan
pada pemeriksaan fisik sistem perkemihan pasien mengatakan mampu mengontrol pengosongan
kandung kemih yaitu mampu merasakan sensasi penuh pada bladder & BAK dengan normal.
Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan pengkajian asuhan keperawatan klien stroke non hemoragik dengan gangguan
perfusi jaringan serebral terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus
pemeriksaan penunjang diperoleh data dilakukan pemeriksaan CT scan, laboratorium, dan EKG,
sedangkan pada konsep pemeriksaan penunjang hanya dilakukan CT scan saja.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mengetahui adanya penyakit tertentu sebagai faktor
resiko stroke seperti kadar gula darah dan juga pemeriksaan EKG yang bertujuan untuk
mengetahui kemungkinan terjadi penyakit jantung yang dapat mempengaruhi kinerja pembuluh
darah sehingga mengakibatkan stroke (Lingga, 2013, p. 65)
Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan laboratorium dan EKG menunjukkan bahwa pasien
tidak mengalami masalah pada keduanya yang dibuktikan dengan nilai glukosa darah 114 mg/
dL dan EKG menunjukkan normal yaitu sinus rhythm.
4.2.2 Diagnosa
Defisit Nutrisi
Pada diagnosa asuhan keperawatan pada klien stroke non hemoragik terdapat kesenjangan antara
teori dan fakta yang dimana pada fakta tidak didapatkan diagnosa defisit nutrisi, sedangkan pada
tinjauan pustaka terdapat diagnosa defisit nutrisi.
Penderita stroke non hemoragik dapat terjadi defisit nutrisi apabila pasien tidak mampu menelan
makanan, mengabsorbsi nutrient, pasien mengalami peningkatan kebutuhan metabolisme, stress
dan tidak mampu makan (PPNI, 2017, p. 56).
Pada pasien penelitian ini tidak terjadi defisit nutrisi karena nafsu makan pasien tidak menurun
dan kemungkinan tidak ada penurunan fungsi nervus IX (glosofaringeal) yang dapat
menyebabkan disfagia sehingga pasien tidak mengalami anoreksia yang dibuktikan dengan
pasien mampu makan bubur halus dan buah-buahan yang disiapkan untuk pasien.
Pada diagnosa asuhan keperawatan pada klien stroke non hemoragik terdapat kesenjangan antara
teori dan fakta yang dimana pada fakta tidak didapatkan diagnosa gangguan persepsi sensori,
sedangkan pada tinjauan pustaka terdapat diagnosa gangguan persepsi sensori.
Penderita stroke non hemoragik juga dapat mengalami gangguan persepsi sensori apabila pasien
mengalami gangguan penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan hipoksia serebral
(PPNI, 2017, p. 190).
Pada pasien tidak terjadi gangguan persepsi sensori karena kemungkinan pasien tidak mengalami
penurunan fungsi nervus I (olfaktorius), II (optikus), IV (troklearis), XII (hipoglosal) yang dapat
menyebabkan perubahan ketajaman sensori penglihatan, penciuman, dan pengecapan yang
dibuktikan pada pemeriksaan fisik sistem penginderaan pasien masih mampu menyebut angka
dengan jarak 0,5 meter, selain itu pada pemeriksaan sistem persarafan saraf I (olfaktorius) pasien
mampu mencium aroma wangi parfum, saraf VIII (auditorius) pasien mampu mengulangi kata
yang disucapkan perawat, saraf IX (glosofaringeal) pasien mampu merasakan manis pada teh.
Resiko Konstipasi
Pada diagnosa asuhan keperawatan pada klien stroke non hemoragik terdapat kesenjangan antara
teori dan fakta yang dimana pada fakta didapatkan diagnosa resiko konstipasi, sedangkan pada
tinjauan pustaka tidak ada diagnosa rsiko konstipasi.
Resiko konstipasi merupakan kondisi pasien yang beresiko mengalami penurunan frekuensi
normal defekasi disertai kesulitan dan pengeluaran feses tidak lengkap yang dimana dapat
dipengaruhi oleh ketidakcukupan asupan serat dan cairan, kelemahan otot abdomen, dan
aktivitas fisik harian kurang (PPNI, 2017, p. 118).
Pada klien muncul diagnosa resiko konstipasi karena pasien kurang beraktivitas fisik selama
sakit yang dibuktikan dengan kekuatan otot ekstremitas kanan pasien dengan skore 1 (satu),
pasien mengalami hemiparase sebelah kanan, pada pemeriksaan fisik sistem pencernaan
didapatkan data tidak ada distended abdomen dan tidak ada nyeri tekan serta peristaltik usus
dalam rentang 8-14x/ menit, pasien juga cukup dalam mengkonsumsi asupan serat dan cairan
dengan menghabiskan buah yang selalu disediakan dan minum ± 3200 cc per hari.
4.2.3 Intervensi
Pada penyusunann intervensi asuhan keperawatan pada kasus klien stroke non hemoragik dengan
gangguan perfusi jaringan serebral dilakukan intervensi sesuai dengan tinjauan pustaka baik
untuk diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan mobilitas fisik, dan
gangguan komunikasi verbal sahingga tidak ada kesenjangan intervensi antara kasus dan tinjauan
pustaka. Alasan peneliti memilih untuk membuat intervensi yang sama dengan tinjauan pustaka
karena pada intervensi tinjauan pustaka berdasarkan intervensi dan kriteria hasil NIC-NOC yang
dapat dipercaya keabsahannya.
4.2.4 Implementasi
Pada implementasi asuhan keperawatan pada klien stroke non hemoragik terdapat tambahan
tindakan dari intervensi yang disusun pada diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
yaitu membaca hasil CT scan pada pasien.
CT scan adalah salah satu teknik scanning pada stroke non hemoragik yang termasuk dalam
tindakan kolaborasi dengan dokter untuk memutuskan metode penyembuhan yang dianggap
tepat yang dilakukan ketika pemeriksaan lain dianggap belum cukup untuk memastikan stroke
pada pasien dan hasil dari CT scan tersebut sangat berpengaruh dalam sejauh mana dampak
perkembangan yang diakibatkan oleh stroke (Lingga, 2013, p. 66).
Pada tindakan kolaborasi dengan dokter dalam pembacaan hasil CT scan yang telah dilakukan
sangat membantu proses penyembuhan pasien. Hasil dari pemeriksaan CT scan memberikan
kemudahan untuk tenaga medis maupun paramedis dalam melakukan perawatan yang baik dan
tepat sehingga keadaan pasien semakin membaik. Hal ini dibuktikan dengan perkembangan
kesehatan pasien setiap harinya yang menunjukkan adanya peningkatan seperti kekuatan otot
saat MRS dengan skor 1 (satu) menjadi 4 (empat) saat perawatan hari ke-6, pupil pasien saat
MRS anisokor 2/3 mm menjadi isokor 2/2 mm, bicara pelo menjadi kata-kata jelas.
4.2.5 Evaluasi
Berdasarkan studi kasus pada klien telah dilakukan evaluasi 6 hari membandingkan data
subjektif dan data objektif dengan kriteria hasil sehingga di assement tujuan teratasi.
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Aktivitas evaluasi ini untuk
membandingkan antara hasil yang dicapai setelah implementasi dengan tujuan yang diharapkan
dalam perencanaan. (Bararah & Jauhar, 2013, p. 51).
Hasil evaluasi tidak ditemukan adanya kesenjangan antara kriteria hasil pada intervensi tinjauan
pustaka dengan data subjek dan objek pada evaluasi catatan perkembangan yang dimana masalah
teratasi selama perawatan 6×24 jam. Namun intervensi tetap dipertahankan karena dilihat dari
segi perkembangan pasien masih beresiko untuk terjadi serangan stroke berulang karena tekanan
darah pasien yang terkadang mengalami kenaikan dan pola makan pasien yang masih belum bisa
terkontrol.
BAB 5
Berdasarkan pada tujuan dari penyusunan Karya Tulis Ilmiah, maka bab 5 ini akan menguraikan
tentang kesimpulan dan rekomendasi dari studi kasus tentang Asuhan Keperawatan Klien yang
Mengalami Stroke Non Hemoragik dengan Gangguan Perfusi Jaringan Serebral di Ruang Melati
RSD dr. Soebandi Jember tahun 2018, yaitu :
5.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami stroke non hemoragik dengan gangguan
perfusi jaringan serebral di Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember tahun 2018 memerlukan
waktu dan proses yang berkesinambungan sesuai dengan bagaimana kondisi klien, dimana
penulis menggunakan pendekatan management proses keperawatan yang terdiri dari beberapa
proses yaitu pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa, perencanaan tindakan, implementasi,
dan evaluasi. Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada kasus di atas, maka didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
Dalam tahap pengkajian data subjektif diperoleh data klien mengeluh tangan dan kaki kanan
tidak bisa bergerak serta wajah miring ke kanan.
Pada perumusan diagnosa yang berdasarkan pada analisa data pasien yang mengalami stroke non
hemoragik prioritas masalah adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.
Dalam perencanaan tindakan pada kasus pasien stroke non hemoragik di lakukan tindakan
keperawatan yang dapat mengurangi masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah
pemberian terapi neuroprotectan dan antitrombotik serta posisi head up 30º.
Pada implementasi yang diterapkan pada kasus stroke non hemoragik yaitu mengajarkan untuk
melakukan ROM pasif dan aktif pada pasien dan keluarga karena keluhan utama yang dirasakan
pasien adalah lemah separuh badan
Evaluasi yang didapatkan pada kondisi pasien stroke non hemoragik yaitu tercapainya tujuan
karena pasien tidak merasa pusing dan tanda gejala terjadinya PTIK
Pendokumentasian yang dilakukan penulis sesuai dengan data yang didapat, dan apa yang
dilakukan, mulai dari pengkajian hingga hasil evaluasi.
5.2 Saran
Setelah menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Klien yang
Mengalami Stroke Non Hemoragik dengan Gangguan Perfusi Jaringan Serebral di Ruang Melati
RSD dr. Soebandi Jember tahun 2018” penulis ingin menyampaikan beberapa saran berikut:
5.2.1 Bagi Responden
Hasil dan studi kasus ini agar dapat digunakan sebagai pengetahuan tambahan pada keluarga dari
pasien dengan stroke non hemoragik untuk mencegah terjadinya stroke non hemoragik dengan
selalu mengontol tekanan darah dan pola makan, mengurangi kebiasaan merokok dan minum
kopi.
Diharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dijadikan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan yaitu
dengan pemberian posisi head up 30º mampu memperbaiki perfusi jaringan serebral pada pasien
yang mengalami stroke non hemoragik.
Diharapkan tindakan elevasi kepala 30º untuk mengatasi ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral ditetapkan sebagai tindakan nonfarmakologi untuk dilakukan pada semua klien yang
menderita stroke non hemoragik