Anda di halaman 1dari 62

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN YANG MENGALAMI STROKE NON

HEMORAGIK (SNH) DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI


JARINGAN SEREBRAL
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan penyakit kegawatan neurologis yang menyebabkan kecatatan dan


kematian di seluruh dunia (Evieta Fadjar dalam Erawantini & Chairina, 2016, p. 102). Faktor
resiko storoke diantaranya hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, obesitas, dan
kebiasaan merokok dapat menyebabkan stroke (Sutanto, 2010, p. 39). Stroke non hemoragik
terjadi karena penyempitan atau oklusi pembuluh arteri serebral yang mengakibatkan
berkurangnya aliran darah serebral (Chang, et all, 2009, p. 287).

Penurunan tekanan perfusi serebral biasanya menyebabkan iskemia pada perbatasan


daerah arteri serebri anterior, media, dan posterior (Setiati dkk., 2014, p. 1558). Iskemia otak
dalam waktu singkat menimbulkan gejala yang dapat kembali normal seperti penurunan
kesadaran, tetapi iskemia otak dalam waktu lama dapat menyebabkan nekrosis otak (Batticaca,
2012, p. 57). Bila tidak segera diatasi, kemungkinan akan terjadi kejang akibat kerusakan atau
gangguan pada listrik otak (Hariyanto & Sulistyowati, 2015, p. 52).

American Health Association (AHA) mengemukakan bahwa insiden stroke pada tahun
2013-2015 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Begitu pula di Indonesia, Jawa Timur, dan
Jember juga mengalami peningkatan pada angka kejadian stroke tahun 2013-2015. Penjelasan
tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini:

Tabel 1.1 Angka Kejadian Stroke di Dunia, Indonesia, Lampung dan Lampung Utara pada
Tahun 2013-2015

Tahun Amerika Indonesia Lampung Lampung Utara RSD Ryacudu


2013 25,7 juta orang 29,8 juta 9,5 juta orang 5299 0rang 10 orang
orang
2014 26,5 juta orang 52,7 juta 275 ribu 3182 orang 4 orang
orang orang
2015 27,3 juta orang 145,3 juta 18000 orang 5975 orang 2 orang
orang
Sumber: (AHA, 2017, p. 2), (Balitbangkes Kemenkes RI, 2018, p. 7), (DPR RI dalam Pena
Nusantara, 2017), (Riskesdas, 2013, p. 92), (Dinkes Lampung Utara, 2013), (Kemenkes, 2017, p.
41)

Stroke non hemoragik terjadi karena adanya oklusi atau sumbatan di pembuluh darah
yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti (Masriadi, 2016, p.
121). Sumbatan yang dimaksud diatas mengakibatkan kematian sebagian jaringan otak yang
disuplai vaskuler yang mengalami oklusi karena kekurangan oksigen dan nutrisi (Kowalak,
2011, p. 334). Iskemia otak dalam waktu singkat menimbulkan gejala yang dapat kembali
normal seperti penurunan kesadaran, tetapi iskemia otak dalam waktu lama dapat menyebabkan
nekrosis otak yang disebut infark (Batticaca, 2012, p. 57). Selain itu penurunan suplai darah
juga dapat mengganggu proses metabolisme dalam otak terganggu sehingga dapat menyebabkan
perfusi jaringan serebral tidak efektif (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 157).

Upaya penanganan untuk memperbaiki perfusi jaringan serebral segera dilakukan


pemberian terapi trombolitik dalam 3 jam pertama setelah awitan gejala yang bertujuan untuk
menghilangkan oklusi dan memulihkan aliran darah sehingga kerusakan otak dapat dikurangi
(Kowalak, 2011, p. 337). Selanjutnya diberikan antikoagulan seperti heparin namun tidak untuk
penderita tekanan darah tinggi & perdarahan otak yang akan menambah terjadinya perdarahan
otak (Masriadi, 2016, p. 128). Manfaat dari antikoagulan sendiri untuk mempertahankan patensi
pembuluh darah dan mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut (Kowalak, 2011, p. 337).

Setelah perfusi serebral teratasi, penatalaksanaan keperawatan yang dilakuakan adalah


pertahankan patensi jalan napas dan oksigenasi, periksa tanda-tanda vital dan status neurologi
serta pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan pastikan pemenuhan nutrisi adekuat
(Kowalak, 2011, p. 339). Pencegahan lain yang dapat dilakukan pada pasien stroke non
hemoragik yang mengalami gangguan perfusi jaringan serebral dengan pemberian sitikolin baik
secara oral maupun intravena (IV) seperti hasil uji klinis yang dilakukan oleh Taufiqurrohman
(2016) bahwa tindakan tersebut terbukti mencegah kerusakan sel otak akibat iskemik yang
memiliki efek neuroprotektor serta mencegah radikal bebas (Taufiqurrohman dkk., 2016, p. 166).

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan melakukan asuhan keperawatan klien
yang mengalami stroke non hemoragik dengan gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang
Syaraf RSD.HM.Ryacudu Kotabumi Lampung Utara.

1.2 Batasan Masalah

Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami stoke non hemoragik ini dibatasi dengan
tingkat kesadaran apatis atau GCS 10-12 yang bisa diikuti dengan hipoksia, berhubungan dengan
gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Syaraf RSD. HM. Ryacudu Kotabumi Lampung
Utara.

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan klien yang mengalami stroke non hemoragik dengan
gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Melaksanakan asuhan keperawatan klien yang mengalami stroke non hemoragik dengan
gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Syaraf RSD. HM.Ryacudu Kotabumi Lampung
Utara..

1.4.2 Tujuan Khusus

Melakukan pengkajian keperawatan klien yang mengalami stroke non hemoragik dengan
gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Syaraf RSD.HM.Ryacudu Kotabumi Lampung
Utara.

Menetapkan diagnosis keperawatan klien yang mengalami stroke non hemoragik dengan
gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Syaraf RSD.HM.Ryacudu Kotabumi Lampung
Utara.

Menyusun perencanaan keperawatan klien yang mengalami stroke non hemoragik dengan
gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Syaraf RSD.HM.Ryacudu Lampung Utara..

Melaksanakan tindakan keperawatan klien yang mengalami stroke non hemoragik dengan
gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Syaraf RSD.HM.Ryacudu Kotabumi Lampung
Utara.

Mendokumentasikan evaluasi keperawatan klien yang mengalami stroke non hemoragik dengan
gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Syaraf RSD.HM.Ryacudu Kotabumi Lampung
Utara.

1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil yang didapat dalam penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan tambahan
pengetahuan yang akan memperkaya body of knowledge terutama di bidang keperawatan.

1.5.2 Manfaat Praktis

Bagi Perawat

Hasil penulisan karya tulis ilmiah ini dapat menambah wawasan pengetahuan perawat tentang
asuhan keperawatan klien yang mengalami stroke non hemoragik dengan gangguan perfusi
jaringan serebral.

Bagi Rumah Sakit

Bagi rumah sakit, hasil karya tulis ini dapat dijadikan bahan untuk solusi atau ide terbaru bagi
penerapan intervensi yang mampu mempercepat proses penyembuhan klien stroke non
hemoragik dengan gangguan perfusi jaringan serebral.

Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada mahasiswa atau peserta
didik mengetahui secara jelas akan tindakan mengatasi masalah klien yang mengalami gangguan
perfusi jaringan serebral.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Stroke Non Hemoragik

2.1.1 Definisi

Gejala yang timbul dari stroke non hemoragik tergantung dari serangan pada otak
hemisfer kanan atau kiri. Bila terjadi serangan pada otak hemisfer kanan, maka pasien akan
mengalami kelumpuhan sebelah kiri tubuh dan penurunan terhadap objek menurun. Sebaliknya,
bila terjadi serangan pada otak hemisfer kiri maka terjadi kelumpuhan sebelah kanan tubuh,
perilaku lambat dan sangat hati-hati, gangguan penglihatan pada mata sebelah kanan, kesulitan
menelan, sulit bicara, mudah tersinggung dan mudah frustasi (Hariyanto & Sulistyowati, 2015, p.
51).

2.1.5 Patofisiologi

Obesitas, kolesterol, penyakit jantung dan perokok merupakan faktor resiko yang dapat
menyebabkan stroke non hemoragik (Batticaca, 2012, p. 58) yang dimana dapat menyebabkan
trombosis dan emboli (Setiati dkk., 2014, p. 1557). Trombosis lebih sering terjadi pada
penyumbatan aliran darah karena adanya perubahan bentuk dinding pembuluh darah yaitu
pembekuan dinding pembuluh darah karena lemak (aterosklerosis), sedangkan emboli tidak
disebabkan oleh patologi pembuluh darah lokal melainkan aorta, karotis, vertebralis, dan
material emboli lain seperti udara, lemak, benda asing yang memasuki sirkulasi sistemik (Setiati
dkk., 2014, p. 1557).

Kondisi tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya aliran darah serebral (Chang, Daly
& Elliott, 2009, p. 287). Kondisi yang menyebabkan perubahan pada vaskularisasi darah pada
serebral dapat menyebabkan keadaan hipoksia (Batticaca, 2012, p. 56). Kekurangan oksigen
dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran,
sedangan kekurangan oksign dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis neuron yang
disebut infark (Batticaca, 2012, p. 57). Perfusi jaringan serebral tidak efektif dapat
menyebabkan fungsi otak yang mempersyarafi 12 syaraf kranial mengalami penurunan ataupun
terganggu, maka muncul masalah keperawaatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, defisit
nutrisi, gangguan mobilitas fisik, gangguan persepsi sensori, dan gangguan komunikasi verbal
(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 157).

 Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral


 Suplai darah & O2 ke otak menurun
 Proses metabolism otak terganggu
 Anoreksia
 Disfagia
 Refluk
 Fungsi motorik & muskuluskeletal menurun
 Defisit Nutrisi

Faktor resiko stroke

 Arteri vertebra basilaris


 Arteri carotis interna
 Penurunan aliran darah ke retina
Disfungsi N. II

 Emboli
 Arteri cerebri media
 Trombus
 Perubahan ketajaman sensori penglihatan, penciuman, pengecap

Kerusakan N. I, II, IV, XII

 Gangguan Persepsi Sensori


 Kebutaan
 Kemampuan retina menangkap objek/ bayangan menurun
 Kerusakan articular, tdk dpt bicara(distatria)
 Kelemahan kontrol otot fasial & oral

Kerusakan N. VII, IX
Penurunan N. X, IX
 Ketidakammpuan mencium, melihat, mengecap
 Proses menelan tidak efektif
 Gangguan Komunikasi Verbal
 Iskemik
 Kelemahan pd 1 atau 4 anggota gerak
 Gangguan Mobilitas Fisik
 Hemiparase/ hemiplegi kanan & kiri

2.1.6 Komplikasi

Defisit sensoripersepsi

ccccStroke dapat melibatkan perubahan patologis pada jaras neurologis yang


mengganggu kemampuan untuk menghadirkan data sensori. Pasien dapat mengalami defisit
dalam penglihatan, pendengaran, keseimbangan, rasa, dan indra penciuman. Kemampuan
menerima getaran, nyeri, kehangatan, dingin dan tekanan juga dapat terganggu. Hal tersebut
dapat meningkatkan resiko cedera (LeMone dkk., 2016, p. 1802).

Defisit neurologis

Kelainan fungsional tubuh karena penurunan fungsi otak ini tandanya tidak selalu
disebabkan oleh kurangnya aliran darah otak. Tetapi tanda tersebut bisa karena hemiparase
seluruh tubuh, sensasi kepala terasa ringan, penurunan tingkat kesadaran, bingung serta tinitus
(Setiati dkk., 2014, p. 1559).

Gangguan eliminasi

Gangguan eliminasi kandung kemih dan usus lazim terjadi stroke dapat menyebabkan
kehilangan sebagian sensasi yang memicu eliminasi kandung kemih, menyebabkan sering
berkemih, urgensi berkemih, atau inkontinensia. Pengendalian kandung kemih bisa berubah
karena adanya dari gangguan kognitif. Perubahan eliminsai usus lazim terjadi, akibat dari
perubahan LOC, imobilitas, dan dehidrasi. (LeMone dkk., 2016, p. 1804).

2.2 Konsep Pemenuhan Kebutuhan Dasar Oksigenasi

2.2.1 Definisi Oksigenasi

Kebutuhan oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh (Heriana, 2014,
p. 299).

2.2.2 Proses Oksigenasi

Proses oksigenasi melibatkan sistem pernfasan dan kardiovaskular. Prosesnya terdiri dari
3 tahapan yaitu:
Ventilasi

Ventilasi adalah suatu proses pertukaran udara antara alveoli dan atmosfer. Masuknya
oksigen dari atmosfer ke alveoli dan keluarnya karbondioksida dari alveoli ke atmosfer yang
terjadi saat respirasi (bernapas) atau menghirup udara dan mengeluarkan udara (Lusianah,
Indaryani & Suratun, 2012).

Difusi Gas

Pertukaran gas terjadi di membran alveolus kapiler, pertukaran gas yang dimaksud adalah
O2 yang masuk ke dalam kapiler dan CO2 yang keluar ke dalam alveolinyang dipengaruhi juga
oleh perbedaan tekanan parsial gas masing-masing. (Atoilah & Kusnadi, 2013, p. 22).

Transportasi Gas

Transportasi gas adalah pindahnya gas dari paru ke jaringan begitu sebaliknya melalui
aliran darah (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 15).

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Oksigenasi

Faktor Fisiologi

Terdapat beberapa faktor fisiologi yang dapat mempengaruhi oksigenasi pada pasien
stroke, diantaranya menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada penyempitan
saluran nafas bagian atas dan bertambahnya sputum pada saluran pernafasan, keadaan yang
dapat mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti obesitas, hipovolemia sehingga tekanan
darah turun berlebihan atau dalam jangkan panjang yang menyebabkan iskemia serebral
(Heriana, 2014, p. 299)

Faktor Perkembangan

Saat dewasa muda dan pertengahan makanan yang kurang sehat, aktivitas minimal, dan
psikologi yang terganggu (stres) sebagai akibat dari penyakit jantung dan paru. Sedangkan saat
dewasa tua adanya proses penuaan kemungkinan terjadi pembekuan dinding pembuluh darah
oleh lemak yang dapat menyebabkan terjadinya stroke (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 16).

Faktor perilaku

Kebiasaan hidup yang sehat baik langsung maupun tidak mampu mempengaruhi tubuh
untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Gizi pada orang gemuk menyebabkan turunnya ekspansi
paru sehingga kemampuan oksigen berkurang dan pola makan yang tinggi lemak menimbulkan
penebalan lemak pada dinding pembuluh darah. Orang dengan kebiasaan merokok terjadi
penumpukan nikotin yang dapat menyebabkan pengecilan pembuluh darah tepi dan koroner.
Alkohol dan obat-obatan menyebabkan makanan yang masuk ke tubuh mengalami penurunan
sehingga mengakibatkan kadar hemoglobin berkurang dan terjadi depresi pusat pernapasan.
(Heriana, 2014, p. 301).

Faktor psikologi

Stress merupakan keadaan seseorang yang mengalami ketidaknyamanan karena harus


menyesuaikan diri dengan stressor. Hipotalamus membentuk rantai fungsionl dengan kelenjar
hipofise yang berada di otak bagian bawah. stres yang akut dengan cepat akan bereaksi dengan
tujuan untuk mempertahankan dan menyesuaikan diri dengan cara dikeluarkannya adrenalin dari
kelenjar adrenal tersebut. Adrenalin mempengaruhi alat dalam tubuh yang tidak dipengaruhi oleh
kehendak kita. Gagalnya proses masuknya oksigen ke organ tubuh karena dalam bekerja organ
tubuh selalu memerlukan oksigen dalam jumlah yang cukup dan teratur yang kemudian darah
membawa oksigen ke organ tubuh (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 17).

2.2.4 Terapi Oksigen


Menurut (Tarwoto & Wartonah, 2010, p. 36) pemberian oksigen dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu:

Sistem aliran rendah

Pemberian oksigen dengan menggunakan sistem ini di tunjukkan pada pasien yang
membutuhkan oksigen tetapi masih mampu bernafas normal, karena cara ini menghasilkan
konsentrasi oksigen yang beragam.

Tabel 2.1 Jenis Pemberian Oksigen dengan Aliran Rendah

Jenis Aliran liter/menit Konsentrasi/ %


Nasal kanula 1-6 liter/menit 24% – 44%

Sungkup muka sederhana 5-10 liter/menit 40% – 60%


(simple mask)

Sungkup muka dengan 8-12 liter/menit 60% – 80%


kantong rebreathing

Sugkup muka dengan kantong 10-12 liter/menit 80% – 100%


non-rebreathing

Sumber: (Tarwoto & Wartonah, 2010, p. 36)

Sistem aliran tinggi

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian

Identitas

Stroke non hemoragik ditemukan pada semua golongan usia dan terbanyak pada jenis
kelamin pria dibandingkan pada wanita (Bustan, 2015, p. 98).

Status Kesehatan Saat Ini


 Keluhan Utama
Saat Masuk Rumah Sakcit: biasanya pasien stroke non hemoragik datang ke rumah sakit dengan
keluhan sakit kepala hebat (Masriadi, 2016, p. 118).

Saat Pengkajian: pasien mengalami lumpuh bagian wajah ataupun hemiparesis (Batticaca, 2012,
p. 60).

 Riwayat Penyakit Sekarang

Stroke non hemoragik terjadi saat pasien tidak beraktivitas atau saat sedang santai dan tidur.
Sering beberapa waktu sebelumnya merasa pegal, agak lemah atau keram linu pada separuh
tubuh (Masriadi, 2016, p. 117).

 Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat Penyakit Sebelumnya


Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, riwayat stroke sebelumnya, obesitas (Bustan, 2015,
p. 102).
 Riwayat Penyakit Keluarga

Adanya penyakit keturunan diantaranya hipertensi, riwayat stroke pada keluarga, penyakit
jantung, dan juga diabetes (Kowalak, 2011, p. 334).

 Kebiasaan
Pada pasien stroke non hemoragik biasanya terjadi pada klien yang gaya hidup kurang aktivitas
fisik atau kurang gerak, memiliki kebiasaan merokok, minum-minuman keras, konsumsi alkohol
(Kowalak, 2011, p. 334).

 Obat-obatan

Pada pasien stroke non hemoragik biasanya mengkonsumsi obat-obatan seperti kokain dan
amfetamin yang dapat mempersempit pembuluh darah di otak (Sutanto, 2010, p. 41).

 Riwayat Lingkungan

Stroke non hemoragik diyakini terjadi karena peningkatan prevalensi hipertensi (Kowalak, 2011,
p. 334)

 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum
 Kesadaran
 Terjadi gangguan tingkat kesadaran sampai ke koma (Masriadi, 2016, p. 120).
 Tanda- Tanda Vital
 Nadi mungkin cepat dan halus, pernapasan jarang terjadi gangguan pada kasus proses
hemisfer (Batticaca, 2012, p. 59).
 Pemeriksaan Body System
 Sistem pernafasan
 Pernapasan pasien pada stroke non hemoragik jarang terjadi gangguan (Batticaca, 2012,
p. 59).
 Sistem kardiovaskuler
 Tekanan darah bervariasi, lebih sering kardiosklerosis (Batticaca, 2012, p. 59).
 Sistem persarafan
 Saraf I : biasanya pada klien masih dapat mencium aroma kopi dan vanilla atau aroma
lain yang tidak menyengat. (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 284).
 Saraf II : terjadi gangguan visual di sisi yang di serang, bila arteri crotid yang bermasalah
(Masriadi, 2016, p. 120).
 Saraf III: Adanya reaksi pupil tidak sama, (Batticaca, 2012, p. 61).
 Saraf IV: pasien dapat menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah (Haswita &
Sulistyowati, 2017, p. 284).
 Saraf V : mati rasa di sekitar bibir dan mulut bila arteri yang diserang vertebrobasilar
(Masriadi, 2016, p. 120). Pasien mampu mengatupkan gigi saat mempalpasi otot-otot
rahang (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 284).
 Saraf VI: pasien dapat melihat ke samping kanan dan kiri (Haswita & Sulistyowati, 2017,
p. 284).
 Saraf VII : hemiplegia kontralateral wajah (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
 Saraf VIII : klien dapat mengulangi kata atau kalimat yang dibicarakan sebelumnya
(Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 285).
 Saraf IX: gangguan menelan atau bila minum sering tersedak (Masriadi, 2016, p. 119).
 Saraf X: pasien mengalami disartria (bicara pelo atau cadel) (Masriadi, 2016, p. 119).
 Saraf XI : hemiplegia kontralateral pada lengan (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
 Saraf XII : mulut dan lidah mencong bila diluruskan (Masriadi, 2016, p. 119).

 Sistem penginderaan

Tidak terjadi gangguan pada penglihatan. Pasien tidak mengalami penurunan ketajaman
penglihatan (LeMone dkk., 2016, p. 1802).

 Sistem pencernaan

Terjadi inkontinensia alvi (Mubarak dkk., 2015, p. 5).

 Sistem perkemihan

Terjadi inkontinensia urin (LeMone, Burke & Bauldoff, 2016, p. 1802).


 Sistem reproduksi

Pada pasien stroke mengalami hemiparesis sehingga tidak dapat mengalami gangguan pada
sistem reproduksi (Kowalak, 2011, p. 336).

 Sistem muskuluskeletal

Terjadi hemiparese/hemiplegia, hemiparestesia, gangguan gerakan tangkas atau gerakan


tidak terkoordinasi, kelumpuhan pada sisi badan (Masriadi, 2016, p. 119).

 Sistem integument

Terdapat defisit sensoris yang menyebabkan lesi pada ekstremitas sehingga menyebabkan
resiko kerusakan integritas kulit (Masriadi, 2016, p. 123).

 Sistem endokrin

Stroke adalah gangguan dalam sirkulasi intraserebral yang berkaitan vaskuler insuffiency,
thrombosis, emboli, atau perdarahan, sehingga pada sistem endokrin tidak ada kelainan kecuali
terdapat penyakit penyerta. (Widagdo dkk., 2008, p. 87).

 Sistem imunologi

Bila terjadi gangguan imunologi, psien mengalami mual dan muntah (Setiati dkk., 2014, p.
1560)

 Pemeriksaan Penunjang

CT scan menggambarkan adanya hipodens, hilangnya visualisasi pita insular, hilangnya garis
tekanan nucleus lentiformis, penyempitan sulkus korteks (Setiati dkk., 2014, p. 1560).

 Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik

Hindari pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik (Masriadi,
2016, p. 129).

Terapi obat digunakan untuk mencegah terjadinya penggumpalan trombosit dan terbentuknya
trombus atau pembekuan darah yang dapat menyumbat lumen pembuluh darah seperti asam
asetil salisilat dengan dosis 2x 80-200 mg per hari dalam 48 jam, tiklopidin dengan dosis 2x 250
mg sehari dalam 1-2 tahun, clopidogrel dengan dosis 75 mg 1x sehari (Masriadi, 2016, p. 128).

Sebelum pemberian nutrisi, periksa reflek muntah sebelum menawarkan makanan semipadat
dengan porsi kecil tetapi sering. Letakkan baki makanan di tempat yang mudah terlihat oleh
pasien bila pasien mengalami gangguan penglihatan. Bila pasien masih mampu makan melalui
oral, tidak perlu dilakukan pemasangan selang nasogastric (NGT) (Kowalak, 2011, p. 339).

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

 Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral

Definisi : penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman nutrisi ke jaringan pada
tingkat kapiler

 Batasan Karakteristik
 Perubahan status mental
 Perubahan reaksi pupil
 Kelemahan atau paralisis ekstremitas
 Ketidaknormalan dalam berbicara
 Faktor yang Berhubungan
 Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
(Wilkinson & Ahern, 2011, p. 806)

 Defisit Nutrisi

Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.

 Penyebab
 Ketidakmampuan menelan makanan
 Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
 Peningkatan kebutuhan metabolisme
 Faktor psiologis (mis, stress, keengganan untuk makan)

 Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif (tidak tersedia)

Objektif : berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal

 Gejala dan Tanda Minor


o Subjektif : Nafsu makan menurun
o Objektif: Bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah, membran
mukosa pucat, serum albumin turun
 Kondisi klinis terkait
o Stroke

(PPNI, 2017, p. 56)

 Gangguan Mobilitas Fisik

Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri.

 Penyebab
 Penurunan kekuatan otot
 Gangguan muskuluskletal
 Gangguan neuromuskular
 Gangguan sensori persepsi

 Gejala tanda mayor


o Subjektif: Mengeluh sulit menggerakan ekstrimitas
o Objektif: Kekuatan otot menurun
 Gejala tanda minor
o Subjektif: Nyeri saat bergerak
o Objektif: Sendi kaku, gerakan terbatas
 Kondisi klinis terkait
 Stroke

(PPNI, 2017, p. 124)

 Gangguan Persepsi Sensori

Definisi: perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang disertai
dengan respon yang berkurang, berlebuhan atau terdistorsi.

Penyebab

 Gangguan penglihatan
 Gangguan pendengaran
 Gangguan penciuman
 Gangguan perabaan
 Hipoksia serebral

 Gejala dan tanda mayor


 Subjektif: mendengar suara bisikan atau melihat bayangan, merasakan sesuatu melalui
indera perabaan, penciuman, pengecapan.
 Objektif: distorsi sensori, respon tidak sesuai, bersikap seolah melihat, mendengar,
mengecap, meraba, mencium sesuatu.

 Gejala tanda minor


 Subjektif: menyatakan kesal
 Objektif: menyendiri, melamun, konsentrasi buruk, disorientasi waktu, tempat, orang atau
situasi, curiga, melihat ke satu arah, mondar-mandir, bicara sendiri.

 Kondisi klinis terkait

Trauma pada saraf kranialis II, III, IV, akibat stroke, aneurisma intrakranial, trauma otak.

(PPNI, 2017, p. 190).

 Gangguan Komunikasi Verbal

Definisi: penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima, memproses,


mengirim, dan/ atau menggunakan sistem simbol.

 Penyebab
 Penurunan sirkulasi serebral
 Gangguan neuromuskuler

Gejala tanda mayor

 Subjektif: tidak tersedia


 Objektif: tidak mampu berbicara atau mendengar, menunjukkan respon tidak sesuai

Gejala tanda minor

 Subjektif: tidak tersedia


 Objektif: afasia, disartria, pelo, sulit memahami komunikasi

Kondisi klinis terkait

 Stroke

Hipoksia kronis (PPNI, 2017, p. 264).

2.3.3 Intervensi Keperawatan

 Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 6×24 jam diharapkan perfusi jaringan
serebral efektif yang dibuktikan oleh berkomunikasi dengan jelas, menunjukkan konsentrasi dan
orientasi kognitif.

Kriteria Hasil :

 Menunjukkan fungsi sensorimotor kranial yang utuh


 Mempunyai pupil yang sama besar dan reaktif
 Tidak mengalami sakit kepala

Aktivitas Keperawatan
1) Pengkajian

 Pantau tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi dan pernapasan
 Ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil
 Kaji Sakit kepala, tingkat kesadaran orientasi, kekuatan otot

2) Aktifitas kolaboratif

 Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intra vascular sesuai program


 Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0-45 derajat, tergantung pada kondisi pasien dan
tergantung perubahan dokter.

3) Aktifitas lain

 Minimalkan stimulus lingkungan

(Wilkinson & Ahern, 2011, p. 816)

 Defisit Nutrisi

Tujuan: Setelah dialakuakn tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan asupan
nutrisi pasien untuk memenuhi kebutuhan metabolic tercukupi yang dibuktikan dengan BB
normal atau ideal.

Kriteria Hasil:

 Mempertahankan berat badan ____kg atau bertambah ____kg pada ____


 Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
 Menoleransi diet yang dianjurkan
 Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
 Memiliki nilai laboratorium (misalnya, transferin, albumin, dan elektrolit dalam batas
normal)
 Melaporkan tingkat energi yang adekuat

 Aktivitas Keperawatan

Pengkajian

 Ketahui makanan kesukaan oasien


 Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebuuhan nutrisi
 Pantau kandunaga nutrisi dan kalori pada catatan asupan
 Timbang pasien pada interval yang tepat
 Penyuluhan untuk pasien/ keluarga
 Ajarkan metode untuk perencanaan makan
 Ajarkan pasien/ keluarga tentang makana yang bergizi dan tidak mahal
 NIC; berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi bagaimana memenuhinya

Aktivitas kolaboratif

 Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang
mengalami ketidak adekuatan asupan protein atau kehilangan protein (mis, pasien
anoreksia nervosa atau penyakit glomerular/ dialisis paritonal)
 Dikusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan pelengkap,
pemberian makana melalui selang, atau nutrisi parenteral total agar asupan kalori yang
adekuat dapat dipertahankan
 Rujuk ke program gizi di komuitas yang tepat, jika pasien tidak membeli atau
menyiapkan makanan yang adekuat. (Wilkinson, 2016, p. 282).

Aktifitas lain
 Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam jadwal makan, lingkungan
makan, kesukaan pasien, serta suhu makanan.
 Dukung anggota keluarga untuk membawa makan kesukaan pasien dari rumah
 Bantu pasien menulis tujuan minggguan yang realistis utnuk latihan fisik dan asupan
makanan
 Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan latihan fisik di lokasi yang
terlihat jelas dan kaji ulang setiap hari
 Tawarkan makan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
 Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
 Hindari prosedur infasif sebelum makan
 Suapi pasien, jika perlu

Gangguan Mobilitas Fisik

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pasien mampu
melakukan pergerakan fisik mandiri dan terarah yang dibuktikan dengan skala fungsional tingkat
kemandirian 0.

Kreteria Hasil:

 Meminta bantuan untuk aktifitas mobiliasi


 Melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri
 Menyangga berat badan

Aktifitas keperawatan

 Aktivitas Keperawatan Tingkat 1


 Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah (mis., dari tempat tidur ke kursi)
 Berikan penguatan positif selama aktifitas

 Aktivitas Keperawatan Tingkat 2


 Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk mempertahankan
atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot

 Aktivitas Keperawatan Tingkat 3 dan 4


 Ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal setiap 2 jam
 Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam perencanaan aktivitas
perawatan pasien

(Wilkinson, 2016, p. 267)

Gangguan Persepsi Sensori

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan respon pasien
meningkat terhadap stimulus yang diberikan yang dibuktikan dengan pasien merasakan stimulasi
pada kulit, rasa, bau, dan gambaran visual dengan benar.

Kriteria Hasil:

 Mencapai ekmbali atau mempertahankan tingkat kognisi yang umum


 Mengenali dan memperbaiki gangguan/ kerusakan sensorik
 Bebas dari cedera
 Mengungkapkan kesadaran terhadap kebutuhan sensorik dan adanya kelebihan beban
dan/ atau deprivasi sensorik

Aktivitas Keperawatan

Pengkajian
 Kaji kemampuan berbicara, mendengar, berespon terhadap perintah yang sederhana
untuk mendapatkan gambaran status mental dan kognitif serta kemampuan
menginterprestasikan stimulus.
 Observasi respon perilaku misalnya disorientasi yang mungkin terjadi karena adanya
infeksi otak atau neurologis.
 Evaluasi kesadaran sensori misalnya panas, dingin, ketajaman bau bau, rasa, penglihatan.
 Penyuluhan pada pasien/ keluarga
 Beri penjelasan dan rencana perawatan pada klien atau keluarga untuk meningkatkan
komitmen dan mengoptimalkan hasil
 Tunjukkan cara dan perawatan alat prostetik sensorik misalnya alat bantu melihat atau
mendengar

Aktivitas kolaboratif

 Diskusikan kebutuhan evaluasi program obat yang teratur, catat kemungkinan efek
samping toksik atau interaksi program dan obat bebas (Doenges dkk., 2014, p. 791).

Aktivitas lain

 Tinjau tindakan keamanan di rumah yang berhubungan dengan defisit


 Bantu klien atau keluarga untuk mempelajari cara koping yang efektif dan menangani
gangguan sensori

Gangguan Komunikasi Verbal

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pasien mengalami
peningkatan dalam menerima, memproses, menghantarkan dan menggunakan sistem symbol
yang dibuktikan dengan dapat dan tidak menolak untuk berbicara.

Kriteria Hasil:

 Mengomunikasikan kebutuhan kepada staf dan keluarga dengan frustasi minimal


 Mengomunikasikan kepuasan dengan cara komunikasi alternatif

Aktivitas Keperawatan

Pengkajian

 Kaji kemapuan untuk berbicara, men-dengar, dan memahami


 Observasi respon terhadap sentuhan
 Penyuluhan pada pasien/ keluarga
 Jelaskan pada pasien mengapa ia tidak dapat berbicara

Aktivitas kolaboratif

 Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi wicara


 Beri penguatan terhadap kebutuhan tindak lanjut dengan ahli patologi wicara setelah
pulang dari rumah sakit

Aktivitas lain

 Bimbing komunikasi satu arah dengan tepat


 Bicara perlahan, jelas, dan tenang menghadap ke arah pasien

(Wilkinson, 2016, p. 85).

2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang


telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan
rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan keterampilan interpersonal,
intelektual, teknik yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan
selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan
dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien
(Bararah & Jauhar, 2013, p. 51).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang
diharapkan dalam perencanaan. Perawat mempunyai 3 alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai:

 Berhasil: perilaku pasien sesuai pertanyaan tujuan dalam waktu tanggal yang ditetapkan
di tujuan.
 Tercapai sebagian: pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan
dalam pernyataan tujuan.
 Belum tercapai: pasien tidak ammpu sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan
sesuai dengan pernyataan tujuan (Bararah & Jauhar, 2013, p. 51).
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang dimana studi kasus merupakan
penelitian dengan jenis kualitatif secara mendalam terhadap individu, kelompok, maupun
lembaga institusi dalam waktu tertentu yang bertujuan untuk menemukan arti, penyelidikan
proses, dan juga mendapatkan maksud dan pemahaman secara mendalam dan utuh dari individu,
kelompok, ataupun kondisi tertentu (Sugiarto, 2015, p. 12).

Studi kasus ini adalah studi untuk penelitian masalah asuhan keperawatan klien yang
mengalami stroke non hemoragik dengan gangguan perfusi jaringan serebral di Ruang Syaraf
RSD.HM.Ryacudu Kotabumi Lampung Utara.

3.2 Batasan Istilah

Peneliti melakukan asuhan keperawatan terhadap klien yang mengalami stroke non
hemoragik dengan gangguan perfusi jaringan serebral dalam penelitian ini

Stroke non hemoragik merupakan sumbatan yang terjadi karena adanya trombus dan
emboli yang dapat menimbulkan infark di otak dan dapat menyebabkan defisit neurologis yang
bertahap atau cepat akibat penurunan aliran darah serebral (LeMone dkk., 2016, p. 1800).

Ketidakefektifan aliran darah ke jaringan otak adalah keadaan dimana keadekuatan aliran
darah melalui pembuluh darah serebral untuk mempertahankan fungsi otak terganggu (Doenges,
2014, p. 658).

3.3 Partisipan

Populasi merupakan keseluruhan subjek atau totalitas subjek penelitian yang dapat
berupa orang, benda, atau suatu yang dapat diperoleh dan atau dapat memberikan informasi
(data) penelitian (Arifin, 2017, p. 7). Dalam studi kasus ini, sample disebut sebagai klien/
partisipan yang meliputi:

 Pasien

Pasien stroke non hemoragik dengan tingkat kesadaran apatis atau GCS 10-12 yang bisa
diikuti dengan keadaan hipoksia. Dari pasien tersebut, peneliti memperoleh data objektif
meliputi tanda dan gejala yang dikeluhkan atau dirasakan dan pemeriksaan fisik.

 Keluarga

Keluarga merupakan salah satu informan penting yang benar-benar tahu tentang masalah
yang dialami oleh pasien. Oleh karena itu, penelitian ini melibatkan keluarga untuk mendapat
data meliputi genogram, riwayat penyakit keluarga, riwayat lingkungan, riwayat penyakit
sekarang dan riwayat dahulu.

Petugas Kesehatan

 Perawat

Perawat merupakan tenaga paramedis yang terlibat langsung dalam penelitian ini. Oleh
karena itu, peneliti mencari data dari perawat tentang keadaan dan kondisi pasien selama
dirumah sakit atau kondisi saat pertama pasien datang dirumah sakit.

 Dokter
Dokter adalah tenaga medis yang juga ikut serta dalam penelitian ini. Dari dokter, peneliti
memperoleh data tentang terapi medis yang diberikan pada pasien, kronologi atau patofisiologi
penyakit yang diderita pasien dan perkembangan kondisi pasien selama dirumah sakit.

 Ahli Gizi

Ahli gizi juga berperan dalam proses penyembuhan pasien yang berhubungan dengan
kebutuhan nutrisi pasien. Oleh karena itu, peneliti mendapatkan tentang diet yang harus
diberikan pada pasien stroke non hemoragik dan makanan yang tidak boleh dimakan oleh pasien.

3.4 Lokasi dan Waktu Pecnelitian

Penelitian ini dilakukan di Ruang Syaraf RSD.HM.Ryacudu Kotabumi Lampung Utara


mulai tanggal 28 s.d 30 September 2019 yang dilakukan sejak pasien MRS sampai pasien pulang
atau pasien dirawat minimal 3 hari dan maksimal 6 hari. Jika sebelum 3 hari pasien sudah
pulang, maka peneliti akan melanjutkan dalam bentuk home care.

3.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan prosedur yang berencana yang dilakukan dalam


melakukan penelitian, dimana menurut dalam pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan
beberapa teknik seperti pengamatan, wawancara, dan dokumentasi (Hasmi, 2016, p. 41) .

 Observasi

Observasi adalah suatu perbuatan secara aktif yang mengamati objek penelitian dan
menguraikan fenomena yang ditemukan (Hasmi, 2016, p. 42). Penelitian ini menggunakan
teknik pengumpulan data dengan cara mengamati dan memeriksa langsung keadaan klien
melalui pemeriksaan fisik secara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.

 Wawancara

Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data yang informasinya diperoleh dengan
cara bertanya langsung kepada responden (Hasmi, 2016, p. 42). Penelitian ini mengumpulkan
data dengan melakukan komunikasi lisan yang dapat secara langsung dari klien (autoanamnesa)
dan keluarga (alloanamnesa) agar fakta yang dibutuhkan bisa dapat.

 Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan mengambil data dari dokumen asli yang
dimana dokumen asli tersebut salah satu contohnya seperti gambar dan tabel (Hidayat, 2009, p.
88). Studi kasus ini mendapatkan data dokumentasi dari buku status kesehatan klien yaitu berisi
catatan medis berhubungan dengan riwayat pengobatan atau kesehatan klien.

3.6 Uji Keabsahan Data

Dalam hal ini terdapat beberapa cara untuk menjamin keabsahan data yang dilakukan
oleh peneliti sehingga hasilnya bisa dipertanggungjawabkan. Salah satu cara yang akan peneliti
lakukan untuk menjaga keabsahan data adalah dengan memperpanjang waktu pengamatan.
Peneliti mengamati/ mengobservasi pasien selama 24 jam dalam waktu minimal 3 hari. Metode
yang digunakan peneliti untuk menjaga keabsahan data adalah dengan triangulasi.

 Triangulasi Sumber

Penelitian ini mengecek ulang tingkat kepercayaan dari suatu informasi yang didapat dari
sumber yang berbeda (Bachri, 2010, p. 56). Peneliti membandingkan hasil pengamatan dengan
wawancara, hasil yang dikatakan pasien atau keluarga secara pribadi dengan dokumen yang ada.

 Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu digunakan untuk validitas data yang berkaitan dengan perubahan suatu
proses dan perilaku manusia, karena perilaku manusia mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. (Bachri, 2010, p. 56). Peneliti melakukan pengamatan tidak hanya satu kali pengamatan
atau minimal melakukan pengamatan (pengkajian) selama 2 hari.

 Triangulasi Teori

Triangulasi teori adalah memanfaatkan dua teori atau lebih utuk dipadu. (Bachri, 2010, p.
56). Peneliti mengumpulkan data dan analisis data yang lebih lengkap agar mendapatkan hasil
yang komperhensif.

3.7 Analisa Data

 Pengumpulan Data

Data yang diperoleh berasal dari datum yaitu materi atau fakta-fakta yang digunakan untuk
kepentingan analisa, dan presentasi ilmiah, dengan menggunakan teknik pengumpulan data
anamnese, pencatatan dan observasi (Imron & Munif, 2010, p. 87). Selama proses pengumpulan
data, peneliti memfokuskan pada pengkajian pasien baik kepada pasien langsung maupun kepada
keluarga dan petugas kesehatan lain berdasarkan tanya jawab kepada pasien dan sumber lain,
mengamati secara langsung keadaan pasien, serta melihat dari rekam medis pasien.

 Reduksi

Reduksi data menunjuk kepada proses pemilihan, pemakusan, penyederhanaan, pemisahan,


dan pentransformasian data “mentah” yang terlihat dalam catatan tertulis lapangan (Yusuf, 2017,
p. 407). Dalam mereduksi data, peneliti mendapat data subjek maupun objek dari hasil
pengumpulan data dan menemukan suatu masalah keperawatan hingga dijadikan perhatian
peneliti dalam melakukan hal tersebut.

 Penyajian Data

Penyajian ini merupakan data yang dipaparkan dan informasi yang telah diolah dan dianalisa,
yang merupakan hasil penelitian (Imron & Munif, 2010, p. 158). Dalam penelitian ini, penyajian
data dilakukan dalam bentuk uraian singkat atau narasi, tabel, serta bagan.

 Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan kegiatan utama ketiga dalam analisis data
yaitu penarikan kesimpulan/ verifikasi (Yusuf, 2017, p. 409). Dalam penelitian ini, peneliti
membandingkan antara tujuan yang telah dibuat sebelumnya dengan hasil yang telah didapat.

3.8 Etika Penelitian

 Informed Consent

Dalam Potter dan Perry, Informed consent merupakan subjek penelitian yang telah diberikan
informasi penuh dan lengkap mengenai tujuan studi, prosedur, pengumpulan data, potensial
bahaya dan keuntungan, serta metode alternatif pengobatan (Sumijatun, 2012, p. 192). Dalam
penelitian ini sebelum dilakukan perjanjian secara tertulis, peneliti memberikan informasi kepada
partisipan & keluarga tentang masalah yang dialami klien. Setelah itu, keluarga diberi
kesempatan untuk memilih dan memutuskan tindakan yang harus dilakukan pada klien.
Persentujuan tertulis dapat dilakukan oleh orang tua atau keluarga yang bertanggung jawab atas
klien apabila klien tersebut tidak mampu lagi untuk melakukannya sendiri.

 Anonymity

Anonymity merupakan etika penelitian yang digunakan untuk menjaga privasi sumber
penelitian. Kerahasiaan yang dimaksud adalah menjamin seluruh informasi yang diberikan oleh
subjek tidak dilaporkan dengan cara apapun untuk mengidektifikasi subjek dan tidak mungkin di
akses oleh orang selain tim penelitian (Sumijatun, 2012, p. 192). Peneliti tidak menyertakan
nama pada pembahasan, namun peneliti hanya mencantumkan inisial.

 Confidentiality

Prinsip ini berkaitan dengan informasi tentang klien yang harus dijaga privasinya. Segala sesuatu
yang ada dalam rekam medis klien hanya bisa dilihat dalam rangka pengobatan klien (Dalami,
2010, p. 11). Dalam penelitian ini, peneliti tidak menyebarkan/memberikan informasi terkait
kondisi subjek penelitian kepada siapapun yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Gambar Lokasi Pengambilan Data

Pengambilan penelitian ini bertempat di Ruang Syaraf RSD Ryacudu Kotabumi Lampung
Utara. Ruang syaraf merupakan salah satu ruangan perawatan penyakit syaraf yang terdiri dari
14 bed perawatan yang dibagi menjadi beberapa ruangan antara lain yaitu Ruang yang terdiri 4
bed, Ruang Perawatan Kelas III yang terdiri 11 bed, dan Ruang Intermediate (ROI) yang terdiri 4
bed. Terdapat 2 kamar mandi pasien di bagian belakang dengan keadaan bersih, gudang, dan
mushola juga ada di bagian belakang. Serta ada Ruang Nurse Station, Ruang Khusus untuk
Mahasiswa Praktek Kinik, Ruang Kepala Ruangan (KARU), Ruang Konsultasi Dokter, dan
Ruang Khusus untuk Mahasiswa Kedokteran. Jumlah SDM di Ruang Melati sebanyak 17 orang
yang terdiri dari kepala ruang, 2 tim dimana tim satu terdiri dari 1 kepala tim dan 6 anggoota
sedangkan tim lain terdiri dari 1 kepala tim dan 5 anggota, 1 administrasi, 1 clining service, dan
1 pekarya.

4.1.2 Pengkajian

Pada poin pengkajian ini akan membahas tentang kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan
kasus pada Asuhan Keperawatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik dengan
Gangguan Perfusi Jaringan Serebral di Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember yang
dilaksanakan bulan Juni 2018, yang meliputi identitas klien, status kesehatan saat ini, riwayat
kesehatan terdahulu, pemeriksaan fisik body system, pemeriksaan penunjang, dan terapi
pengobatan.

Identitas Klien

Identitas Klien Penanggung Jawab

Nama Tn. T Tn. B

Umur 40 tahun 33 tahun

Jeniskelamin Laki-laki Laki-Laki

Suku bangsa Madura Madura

Agama Islam Islam

Pekerjaan Tani Wiraswasta

Pendidikan SD SMP

Status Pernikahan Menikah Menikah

AlamatSukorejo, RT 01/ RW 02 Sukowono, JemberSukorejo, RT 01/ RW 02 Sukowono, Jember

Tanggal MRS 26-6-2018

Diagnosa medis Hemiparase Dextra + SNH

Status Kesehatan Saat Ini

Tabel 4.2 Status Kesehatan klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di Ruang Melati RSD
dr. Soebandi Jember Juni 2018
Status Kesehatan Klien

Keluhan Utama:

Saat MRS Pasien mengeluh lemah separuh badan sebelah kanan

Saat Pengkajian Pasien mengatakan tangan dan kaki kanan tidak bisa bergerak serta wajah
miring ke kanan

Riwayat Penyakit sekarang Sabtu, 23-6-2018 jam 18:00 WIB setelah shalat maghrib pasien
duduk santai dan mengaji. Tiba-tiba pasien merasa pusing dan badan sebelah kanan tidak bisa
digerakkan. Pusing yang dirasakan seperti berputar-putar dan timbul saat tidak beraktivitas.
Selain itu pasien juga sering sulit tidur dengan minimal waktu tidur diatas jam 00:00 WIB. Hari
selasa, 26-6-2018 jam 19:15 WIB pasien dibawa ke IGD RSD dr. Soebandi Jember. Kesadaran
pasien composmentis dengan GCS 4-5-6 Di IGD pasien mengeluh tangan dan kaki kanan lemah
tidak bisa bergerak. Di IGD pasien mendapat terapi injeksi IV citicolin 250 mg, PZ 10 tpm, O2
nasal kanul 3 lpm. Setelah mendapat penanganan dari IGD pasien dipindahkan ke Ruang Melati
jm 23:15 WIB dan mendapat terapi injeksi IV citicolin 1×250 mg, PZ 10 tpm.

Riwayat Kesehatan Dahulu

Tabel 4.3 Riwayat Kesehatan Terdahulu Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di
Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018

Riwayat Kesehatan Klien

Riwayat Penyakit sebelumnya Pasien mengatakan tidak memiliki penyakit darah tinggi,
kencing manis, stroke, dan kolesterol sebelumnya dan tidak pernah memeriksakan tekanan
darahnya

Riwayat Penyakit Keluarga Ibu pasien memiliki penyakit darah tinggi, namun tidak pernah
stroke seperti pasien saat ini

Kebiasaan Sebelum sakit pasien memiliki kebiasaan merokok 1 pak per hari dan minum kopi
2 kali sehari serta lebih banyak berdiam di kamar (jarang berolahraga)

Obat-obatan yang Digunakan Bila pasien merasa pusing, pasien selalu minum obat pusing dari
warung terdekat

Riwayat Lingkungan Pasien saat ini merasa cemas dan takut karena pasien merupakan tahanan
lapas dan sedang dalam proses sidang atas masalahnya. Pasien mengatakan tidak kerasan selama
berada di lapas.

Gambar 4.2 Genogram klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di Ruang Melati RSD dr.
Soebandi Jember Juni 2018

Keterangan:

Laki-laki

Perempuan

Menikah
Meninggal

P Pasien

––––––– Tinggal serumah

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum dan Body System

Tabel 4.4 Pemeriksaan Fisik Body System Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di
Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018

Keadaan Umum Klien

Kesadaran Composmentis

TD 120/90 mmHg

N 78x/ menit

S 36ºC

RR 20x/ menit

TB 170 cm

BB 68 kg

Body System

Pernapasan Pasien mengatakan tidak sesak.

I: Tidak ada pernapasan cuping hidung, pernapasan regular dan tidak cheynestokes, tidak
mengorok

P: Vocal fremitus sama antara kanan dan kiri

P: Area paru sonor

A: Vesikuler dan tidak ada suara napas tambahan ronchi dan wheezing

Kardiovaskuler

Sambungan……

Pasien memgatakan tidak pusing dan tidak sakit di dada

Tabel 4.4 Lanjutan

I: Ictus cordis tidak nampak, ekstremitas dan palpebra tidak edema, sinus rhythm, tidak ada
clubbing finger
P: Pulsasi dinding torak teraba, TD: 120/90 mmHg

P: Batas jantung atas ICS II, bawah ICS V, kiri ICS V mid clavicula sinistra, kanan ICS IV mid
sternalis dextra

A: S1, S2 tunggal

Persarafan Nervus:
I: olfaktorius: pasien dapat mencium aoma wangi dari parfum

II: optikus: pasien dapat menyebutkan jumlah jari dalam jarak 0,5 meter baik mata sebelah kanan
maupun kiri

III: okulomotorius: reflek cahaya +/+, pupil anisokor 3/2 mm

IV: trochlear: mata pasien dapat mengikuti arah jari perawat ke atas dan ke bawah

V: trigeminalis: pasien dapat merasakan sentuhan di kulit wajah dan sekitar bibir serta masih
dapat menggerakkan rahang

VI: abdusen: mata pasien dapat mengikuti arah jari perawat ke samping kanan dan kiri

VII: fasialis: pasien dapat tersenyum namun bibir miring ke kanan

VIII: auditorius: pasien dapat mengulangi kata yang diucapkan perawat

IX: glosofaringeal: pasien dapat menelan dan tidak tersedak saat minum. Selain itu pasien juga
dapat merasakan rasa manis pada teh

X: vagus: pasien disartria (bicara pelo)

XI: asesorius: pasien hanya dapat mengangkat bahu dan lengan sebelah kiri

XII: hipoglosal: saat pasien diperintahkan meluruskan lidah dan mulut, lidah dan mulut miring
ke kanan

Penginderaan Pasien masih mampu menyebut angka dengan jarak 0,5 meter, sklera putih,
kornea hitam konjungtiva merah muda
Pencernaan Mulut dan tenggorokan
Pasien mengatakan menghabiskan makanan dari rumah sakit

I: mukosa bibir kering, tidak ada lesi, lidah dapat miring kanan dan kiri, tidak ada stomatitis,
pasien tidak terpasang selang NGT

Abdomen

I: bentuk abdomen cembung

A: frekuensi peristaltik 13x/ menit

P: tidak terdapat nyeri tekan pada seluruh lapang perut, tidak terdapat distensi abdomen

P: tympani

Anus: pasien belum BAB sejak senin, 25-6-2018

Diet: bubur halus TKTP dan buah-buahan

Perkemihan Pasien mengatakan terasa saat saat mau kencing dan memanggil dan menyuruh
keluarga untuk mengambil botol kencing
I: produksi urin 1500 cc/ 24 jam, warna kuning keruh, bau amoniak,, pasien tidak terpasang
pampers ataupun kateter, tetapi saat BAK menggunakan botol

Reproduksi
Sambungan……
Organ vital pasien selalu dibersihkan oleh keluarga

Tabel 4.4 Lanjutan


setiap habis BAK

Muskuluskeletal I: parase ekstremitas kanan. Tangan kiri terpasang infus, tidak ada plebitis
dan kemerahan, fisik lemah
P: 1111 5555

111 555
Integument I: kulit kering, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak terdapat lesi pada seluruh badan
terutama ekstremitas
P: akral hangat, turgor <2 detik, CRT <2 detik

Endokrin Hasil pemeriksaan glukosa sewaktu pasien yaitu 114 mg/ dL


Imunologi Pasien tidak mual dan muntah

Hasil Pemeriksaan Penunjang


Tabel 4.5 Pemeriksaan Penunjang Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di Ruang
Melati RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018

Pemeriksaan Klien Nilai Normal


Laboratorium Tanggal 26 Juni 2018
a. Hemoglobin 15,1 gr/ dL 13,5-17,5 gr/ dL
b. Leukosit 8,6 109 /L 4,5-11 109 /L
c. Hematokrit 44,6% 41-53%
d. Trombosit 305 109 /L 150-450 109 /L
e. Glukosa sewaktu 114 mg/ dL <200 mg/ dL
f. Kreatinin serum 1,1 mg/ dL 0,6-1,3 mg/ dL
CT Scan Tanggal 26-27 Juni 2018 Hasil belum dibacakan
EKG Tanggal 26 Juni 2018 Hasil EKG menunjukkan normal yaitu sinus rhythm

Terapi Pengobatan
Tabel 4.6 Terapi Pengobatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di Ruang Melati
RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018

Terapi Klien
27 Juni 2018
Terapi Infus NaCl 500 cc/ hari dengan 10 tpm
Injeksi IV:
Citicolin 1×250 mg
4.1.3 Analisa Data
Tabel 4.7 Analisa Data Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di Ruang Melati RSD dr.
Soebandi Jember Juni 2018

No. Data Etiologi Masalah

1.

Ds: “Tangan dan kaki saya gak bisa gerak. Rasanya sakit kalau bergerak. Saya gak pusing”.

Do:

1. Kesadaran composmentis

2. GCS 4-5-6

3. Pupil anisokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+

4. Kekuatan otot ekstre-mitas kanan 1

5. Bicara pelo

Trombosis arteri carotis & vertebra basilaris

Suplai darah dan O2 ke otak menurun

Proses metabolism terganggu

Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral


Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral

2. Ds: “Tangan dan kaki saya gak bisa gerak. Rasanya sakit kalau bergerak”.

Do:

1. Kekuatan otot ekstre-mitas kanan 1

2. Sendi kaku

3. Gerakan terbatas

Trombosis arteri serebri media

Disfungsi nervus XI

Fungsi muskuluskeletal menurun

Kelemahan 1 atau 4 anggota gerak


Hemiparase/ hemiplegi kanan & kiri

Gangguan mobilitas fisik

Gangguan Mobilitas Fisik

3.

Ds: –

Do:

1. Bicara pelo

2. Sulit memahami komunikasi

3. Disartria

Trombosis arteri vertebra basilaris

Kerusakan nervus VII & IX

Kelemahan kontrol otot fasial & oral


Disartria

Gangguan komunikasi verbal

Gangguan Komunikasi Verbal

4.1.4 Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.8 Diagnosa Keperawatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di Ruang
Melati RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018

No. Tanggal Diagnose Keperawatan

1. 27 Juni 2018

Jam 07:30 WIB

Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses metabolisme terganggu


ditandai dengan kesadaran composmentis, GCS 4-5-6, pupil isokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+,
Tonus otot ekstremitas kanan 1, Bicara pelo

2. 27 Juni 2018

Jam 07:30 WIB

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase ditandai dengan Tonus otot
ekstremitas kanan 1, sendi kaku, gerakan terbatas

3. 27 Juni 2018

Jam 07:30 WIB

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kelemahan kontrol otot fasial & oral ditandai
dengan bicara pelo, Sulit memahami komunikasi, disartria
4.1.5 Intervensi Keperawatan

Tabel 4.9 Intervensi Keperawatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di Ruang
Melati RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018

No. Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)

Intervensi (NIC)

1.
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6×24 jam diharapkan perfusi jaringan serebral
efektif, dengan kriteria hasil:

a. Menunjukkan fungsi sensori-motor kranial yang utuh seperti kata-kata jelas, kekuatan otot
ekstremitas kanan 4

b. Mempunyai pupil yang sama besar dan reaktif dengan reflek cahaya +/+, isokor 2/2 mm

c. Tidak mengalami sakit kepala ditunjukkan dengan tanda-tanda vital dalam batas normal

Aktivitas Keperawatan

1. Ukur tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan pernapasan

2. Pantau ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil, tingkat kesadaran dan orientasi

3. Kaji sakit kepala dan kekuatan otot

Aktivitas Kolaboratif

1. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0-45ºC

2. Berikan obat neurotropik (Citicolin 1×250 mg)

Aktivitas Lain

1. Minimalkan stimulus lingkungan


2. Gangguan mobilitas fisik. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6×24 jam
diharapkan pasien dapat mobilisasi secara mandiri, dengan kriteria hasil:

a. Menyangga berat badan dengan kekuatan otot 4

b. Meminta bantuan untuk aktivitas mobilisasi jika diperlukan

c. Melakukan aktivitas kehidupan

Tabel 4.9 Lanjutan

sehari-hari secara mandiri dengan mampu melakukan ROM aktif dan sendi tidak terasa kaku

Aktivitas Keperawatan Tingkat 1

1. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah dari tempat tidur ke kursi

2. Berikan penguatan positif selama aktivitas

Aktivitas Keperawatan Tingkat 2

1. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk mempertahankan
atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot

Sambungan……

Aktivitas Keperawatan Tingkat 3 dan 4

1. Ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal setiap 2 jam

2. Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi

sebagai sumber dalam perencanaan aktivitas perawatan pasien

3. Gangguan komunikasi verbal.


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6×24 jam diharapkan pasien dapat
berkomunikasi verbal dengan baik, dengan kriteria hasil:

a. Mengomunikasikan kebutuhan kepada perawat dan keluarga dengan kata-kata jelas dan
artikulasi yang tepat

b. Mudah memahami komunikasi dengan mengomunikasikan kepuasan dengan bahasanya


sendiri

Aktivitas Keperawatan

1. Kaji kemapuan untuk berbicara, men-dengar, dan memahami

2. Observasi respon terhadap sentuhan

Penyuluhan untuk Pasien dan Keluarga

1. Jelaskan pada pasien mengapa ia tidak dapat berbicara

Aktivitas Kolaboratif

1. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi wicara

2. Beri penguatan terhadap kebutuhan tindak lanjut dengan ahli patologi wicara setelah pulang
dari rumah sakit

Aktivitas Lain

1. Bimbing komunikasi satu arah dengan tepat

2. Bicara perlahan, jelas, dan tenang menghadap ke arah pasien


4.1.6 Implementasi Keperawatan

Tabel 4.10 Implementasi Keperawatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di
Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018

Hari/Tanggal Jam No. DxImplementasi TTD

Rabu

27 Juni 2018

08:00

Menyarankan keluarga untuk menjaga pasien 1 orang bergantian

R/ 1 keluarga menjaga pasien bergantian

08:05

Memberikan posisi head up 30º

R/ posisi kepala pasien head up 30º

08:10

1
Memberikan injeksi IV citicolin 250 mg

R/ tidak ada plebitis dan kemerahan

08:25 2

Memberikan penjelasan dan contoh pada pasien & keluarga cara melakukan ROM aktif & pasif

R/ pasien sedikit menyeringai, sendi kaku, tonus otot ekstremitas kanan 1

09:00

Melihat kemampuan pasien berbicara dan mendengar

R/ bicara pasien pelo dan pasien mampu mengulangi kalimat yang dikatakan perawat

12:00

Melakukan pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran & orientasi, ukuran, bentuk, kesimetrisan,
dan reaktivitas pupil, kekuatan otot dan sakit kepala

Sambungan……

R/ pasien mengatakan tidak pusing, TD: 120/80 mmHg, N: 78x/ menit, RR: 18x/

Tabel 4.10 Lanjutan


menit, kesadaran composmentis, GCS 4-5-6, pupil anisokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+, kekuatan
otot ekstremitas kanan 1

12:10

2 Mengubah posisi pasien

R/ pasien miring kiri

13:00

Menyentuh pasien saat mengajak bicara

R/ pasien tersenyum, wajah miring ke kanan

15:00

Memberikan semangat pada pasien saat mencoba melakukan ROM pasif dengan keluarga

R/ pasien berterimakasih kepada perawat

15:00
3

Menjelaskan pada pasien alasan tidak dapat bicara dengan jelas

R/ pasien mengangguk

18:00

1 Melakukan pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran & orientasi, ukuran, bentuk,
kesimetrisan, dan reaktivitas pupil, kekuatan otot dan sakit kepala

21:00
2

R/ pasien mengatakan tidak pusing, TD: 120/90 mmHg, N: 88x/ menit, RR: 20x/ menit,
kesadaran composmentis, GCS 4-5-6, pupil anisokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+, kekuatan otot
ekstremitas kanan 1

Meminta keluarga pasien untuk melakukan ROM pasif

R/ keluarga pasien melakukan ROM pasif tapi belum tepat

21:30 3 Mengajak pasien untuk berkomunikasi satu arah secara perlahan, jelas,
dan tenang

R/ pasien menatap mata perawat, sulit memahami apa yang sedang dibicarakan, bicara pelo

4.1.7 Evaluasi Keperawatan

Tabel 4.11 Evaluasi Keperawatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di Ruang
Melati RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018

No. No. DxTanggal Jam Evaluasi (SOAP) TTD

1. 1 27 Juni 2018

22:00

S: “Tangan dan kaki saya gak bisa gerak. Rasanya sakit kalau bergerak. Saya gak pusing”.

O:

1. Kesadaran composmentis

2. GCS 4-5-6
3. Tanda vital:

a. TD: 110/70 mmHg

b. N: 84x/ menit

c. RR: 18x/ menit

4. pupil anisokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+

5. Kekuatan otot ekstremitas kanan 1

6. Bicara pelo

Sambungan……

A: Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi sebagian

Tabel 4.11 Lanjutan

P:

1. Ukur tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan pernapasan

2. Pantau ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil, tingkat kesadaran dan orientasi

3. Kaji sakit kepala dan kekuatan otot

4. Minimalkan stimulus lingkungan

5. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0-45º

6. Kolaborasikan dengan dokter untuk pembe-rian obat


neurotropik (Citicolin 1×250 mg)

S: “Tangan dan kaki saya gak bisa gerak. Rasanya sakit kalau bergerak”.
O:

1. Kekuatan otot ekstremitas kanan 1

2. Sendi kaku

3. Gerakan terbatas

A: gangguan mobilitas fisik belum teratasi

P:

1. Berikan penguatan positif selama aktivitas

2. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk mempertahankan
atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot

3. Ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal setiap 2 jam

3. 3 27 Juni 2018

22:00 S: –

O:

1. Bicara pelo

2. Sulit memahami komunikasi

3. Disartria

A: gangguan komunikasi verbal belum teratasi


P:

1. Kaji kemapuan untuk berbicara, mendengar, dan memahami

2. Observasi respon terhadap sentuhan

3. Jelaskan pada pasien mengapa ia tidak dapat berbicara

4. Bimbing komunikasi satu arah dengan tepat

5. Bicara perlahan, jelas, dan tenang menghadap ke arah pasien

4.1.8 Catatan Perkembangan Keperawatan

Tabel 4.12 Catatan Perkembangan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik di Ruang
Melati RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018

Diagnosa Jam 28 Juni 2018 jam 29 Juni 2018 Jam 2 Juli 2018

1 07:00 S: “Tangan dan kaki saya gak bisa gerak. Rasanya sakit kalau bergerak. Saya gak
pusing”.

O:

1. Kesadaran composmentis

2. GCS 4-5-6

3. Tanda vital:

a. TD: 140/80 mmHg

b. N: 80x/ menit
c. RR: 20x/ menit

4. Pupil anisokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+

5. Kekuatan otot ekstremitas kanan 1

6. Bicara pelo

07:00 S: “Tangan dan kaki saya gak bisa gerak. Rasanya sakit kalau bergerak. Saya gak
pusing”.

O:

1. Kesadaran composmentis

2. GCS 4-5-6

3. Tanda vital:

a. TD: 150/90 mmHg

b. N: 77x/ menit

c. RR: 19x/ menit

4. Pupil pupil anisokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+

5. Kekuatan otot ekstremitas kanan 2

6. Kata-kata jelas

07:00 S: “Kepala saya gak pusing. Siku saya bisa diangkat. Lutut saya bisa di tekuk”.

O:
1. Kesadaran composmentis

2. GCS 4-5-6

3. Tanda vital:

a. TD: 120/70 mmHg

b. N: 78x/ menit

c. RR: 19x/ men

4. Pupil pupil anisokor 2/2, reflek cahaya +/+

5. Kekuatan otot ekstremitas kanan 4

6. Kata-kata jelas

A:

Ketidakefekti-fan perfusi ja-ringan serebral teratasi sebagian

A:

Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi sebagian

A:

Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi sebagian

P:

1. Ukur tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan pernapasan

2. Pantau ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil, tingkat kesadaran dan orientasi

P:
1. Ukur tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan pernapasan

2. Pantau ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil, tingkat kesadaran dan orientasi

P:

1. Ukur tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan pernapasan

2. Pantau ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil, tingkat kesadaran dan orientasi

Sambungan……

Tabel 4.12 Lanjutan

3. Kaji sakit kepala dan kekuatan otot

4. Minimalkan stimulus lingkungan

5. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0-45º

6. Kolaborasikan dengan dokter untuk pembe-rian obat neurotropik (Citicolin 1×250 mg) dan
antitrombotik oral (aspilet 1x 160 mg (16:00), clopidogrel 1x 75 mg (21:00))

3. Kaji sakit kepala dan kekuatan otot

4. Minimalkan stimulus lingkungan

5. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0-45º

6. Kolaborasikan dengan dokter untuk pembe-rian obat neurotropik (Citicolin 1×250 mg) dan
antitrombotik oral (aspilet 1x 160 mg (16:00), clopidogrel 1x 75 mg (21:00))

3. Kaji sakit kepala dan kekuatan otot

4. Minimalkan stimulus lingkungan

5. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0-45º

6. Kolaborasikan dengan dokter untuk pembe-rian obat neurotropik (Citicolin 1×250 mg) dan
antitrombotik oral (aspilet 1x 160 mg (16:00), clopidogrel 1x 75 mg (21:00))
08:00

08:05

08:20

I:

Memberikan posisi head up 30º

R/ posisi kepala pasien head up 30º

Menyarankan keluarga untuk menjaga pasien 1 orang bergantian

R/ 1 keluarga menjaga pasien bergantian

Memberikan injeksi IV citicolin 250 mg

R/ tidak ada plebitis dan kemerahan

08:00
08:10

08:05

I:

Memberikan posisi head up 30º

R/ posisi kepala pasien head up 30º

Menyarankan keluarga untuk menjaga pasien 1 orang bergantian

R/ 1 keluarga menjaga pasien bergantian

Memberikan injeksi IV citicolin 250 mg

R/ tidak ada plebitis dan kemerahan

08:05

08:16

I:

Memberikan posisi head up 30º

R/ posisi kepala pasien head up 30º


Memberikan injeksi IV citicolin 250 mg, obat oral clopidogrel 75 mg

R/ tidak ada plebitis dan kemerahan. Pasien minum obat oral dan tidak ada reaksi alergi

12:30

12:40

Melakukan pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran & orientasi, ukuran, bentuk, kesimetrisan,
dan reaktivitas pupil, kekuatan otot dan sakit kepala

R/ pasien mengatakan tidak pusing, TD: 150/86 mmHg, N: 86x/ menit, RR: 20x/ menit,
kesadaran composmentis, GCS 4-5-6, pupil anisokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+, kekuatan otot
ekstremitas kanan 1

Membaca hasil CT Scan pasien*

R/ tampak lesi hipodens berbatas tak tegas di nucleus lentiformis kiri


12:00

16:05

Melakukan pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran & orientasi, ukuran, bentuk, kesimetrisan,
dan reaktivitas pupil, kekuatan otot dan sakit kepala

R/ pasien mengatakan tidak pusing, TD: 120/80 mmHg, N: 80x/ menit, RR: 18x/ menit,
kesadaran composmentis, GCS 4-5-6, pupil anisokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+, kekuatan otot
ekstremitas kanan 2

Memberikan obat oral aspilet 160 mg

R/ pasien minum obat dan tidak ada reaksi alergi

12:15
16:05

Melakukan pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran & orientasi, ukuran, bentuk, kesimetrisan,
dan reaktivitas pupil, kekuatan otot dan sakit kepala

R/ pasien mengatakan tidak pusing, TD: 130/700 mmHg, N: 84x/ menit, RR: 20x/ menit,
kesadaran compo-smentis, GCS 4-5-6, pupil isokor 2/2 mm, reflek cahaya +/+, kekuatan otot
ekstremitas kanan 4

Memberikan obat oral aspilet 160 mg

Sambungan……

R/ pasien minum obat dan tidak ada reaksi alergi

Tabel 4.12 Lanjutan 16:00

Memberikan obat oral aspilet 160 mg


R/ pasien minum obat, tidak ada reaksi alergi

18:00 Melakukan pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran & orientasi, ukuran, bentuk,
kesimetrisan, dan reaktivitas pupil, kekuatan otot dan sakit kepala

R/ pasien mengatakan tidak pusing,

18:05 Melakukan pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran & orientasi, ukuran, bentuk,
kesimetrisan, dan reaktivitas pupil, kekuatan otot dan sakit kepala

R/ pasien mengatakan tidak pusing,

18:00

Melakukan pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran & orientasi, ukuran, bentuk, kesimetrisan,
dan reaktivitas pupil, kekuatan otot dan sakit kepala

R/ pasien mengatakan tidak pusing, TD: 130/80 mmHg, N: 84x/ menit, RR: 20x/ menit,
kesadaran composmentis, GCS 4-5-6, pupil anisokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+, kekuatan otot
ekstremitas kanan 1

21:05

TD: 140/70 mmHg, N: 80x/ menit, RR: 18x/ menit, kesadaran compos-mentis, GCS 4-5-6, pupil
anisokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+, kekuatan otot ekstremitas kanan 2
Memberikan obat oral clopidogrel 75 mg

R/ pasien minum obat, tidak ada respon alergi

18:10

TD: 120/80 mmHg, N: 78x/ menit, RR: 18x/ menit, kesadaran composmentis, GCS 4-5-6, pupil
isokor 2/2 mm, reflek cahaya +/+, kekuatan otot ekstremitas kanan 4

Menyarankan keluarga untuk menjaga pasien 1 orang bergantian

R/ 1 keluarga menjaga pasien bergantian

21:00
22:00

Memberikan obat oral clopidogrel 75 mg

R/ pasien minum obat, tidak ada reaksi alergi

E:

s: “Kepala saya gak pusing. Tangan dan kaki saya gak bisa gerak dan sakit kalau bergerak”.

o:

1. Kesadaran composmentis

2. GCS 4-5-6

3. Tanda vital:

a. TD: 130/80

b. N: 84x/ menit

22:05 E:

s“Jari tangan dan kaki saya bisa di tekuk. Saya gak pusing”.

o:

1. Kesadaran composmentis
2. GCS 4-5-6

3. Tanda vital:

a. TD: 130/80 mmHg

b. N: 70x/ menit

c. RR: 18x/ menit

4. Pupil anisokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+,

5. Kekuatan otot ekstremitas kanan 2

6. Kata-kata jelas

21:00

22:00

Memberikan obat oral clopidogrel 75 mg

R/ pasien minum obat, tidak ada respon alergi

E:
s: “Saya gak pernah pusing sejak disini. Siku saya bisa diangkat. Lutut saya bisa di tekuk”.

o:

1. Kesadaran composmentis

2. GCS 4-5-6

3. Tanda vital:

a. TD: 110/70 mmHg

b. N: 80x/ menit

c.

Sambungan……

RR 20x/ menit

Tabel 4.12 Lanjutan c. RR: 20x/ menit

4. Pupil anisokor 3/2 mm, reflek cahaya +/+

5. Tonus otot ekstremitas kanan 1

6. Bicara pelo

4. Pupil isokor 2/2 mm, reflek cahaya +/+

5. Kekuatan otot ekstremitas kanan 4

6. Kata-kata jelas

a: Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral


teratasi

p: Pertahankan intervensi
4.2 Pembahasan

Pada poin pembahasan ini akan membahas tentang kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan
kasus pada Asuhan Keperawatan Klien yang Mengalami Stroke Non Hemoragik dengan
Gangguan Perfusi Jaringan Serebral di Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember yang
dilaksanakan bulan Juni 2018.

4.2.1 Pengkajian

Keluhan Utama

Berdasarkan pengkajian asuhan keperawatan klien stroke non hemoragik dengan gangguan
perfusi jaringan serebral terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus keluhan
utama saat MRS diperoleh data klien mengeluh lemah separuh badan sebelah kanan sedangkan
pada konsep keluhan utama saat MRS diperoleh data berupa klien datang ke rumah sakit dengan
keluhan sakit kepala hebat.

Lemah separuh badan merupakan sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak dan berupa
defisit neurologis (Mansjoer dalam Halim, 2016, p. 2) yang terjadi akibat terhentinya suplai
darah ke otak yang dapat berakibat kerusakan sel otak sehingga menimbulkan gejala kelumpuhan
anggota badan (Bararah & Jauhar, 2013, p. 35). Tidak adanya sakit kepala pada stroke non
hemoragik karena tidak terjadi vasodilatasi pembuluh darah yang menyebabkan produksi
neuropeptida yang dapat merangsang nesiseptor kranial sehingga menimbulkan rasa nyeri
(Utami, dkk, 2017, p. 43).

Pada pengkajian keluhan utama saat MRS klien, tangan dan kaki kanan tidak bisa bergerak
kemungkinan karena adanya gangguan pada pembuluh darah yang menuju saraf XI (Asesorius),
sehingga klien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan. Adanya keluhan hemiparase
menandakan otak yang mengalami iskemia adalah bagian kiri sebagaimana hasil gambaran CT
Scan pasien yang menunjukkan lesi hipodens berbatas tak tegas di nucleus lentiformis kiri.
Selain itu pada pemeriksaan sistem muskuluskeletal menunjukkan kekuatan otot pasien pada
ektremitas kanan dengan skore 1 (satu).

Riwayat Kesehatan Dahulu

Berdasarkan pengkajian asuhan keperawatan klien stroke non hemoragik dengan gangguan
perfusi jaringan serebral terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus riwayat
kesehatan dahulu diperoleh data tidak ada riwayat darah tinggi sedangkan pada konsep riwayat
kesehatan dahulu diperoleh data berupa adanya riwayat darah tinggi.

Hipertensi merupakan faktor resiko utama penyebab stroke non hemoragik (Laily, 2016, p. 49)
yang dipicu oleh stres yang dapat mempengaruhi kerja kelenjar adrenal dan tiroid dalam
memproduksi hormon adrenalin, tiroksin, dan kortisol yang bekerja dengan sistem saraf simpatis
sehingga berpengaruh terhadap kenaikan tekanan darah yang akan memperberat aterosklerosis
(Herke dalam Adientya & Gabriella, 2012, p. 186).

Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu pasien, didapatkan data bahwa pasien mengalami
stres karena adanya masalah sehingga pasien merasa cemas dan takut. Kemungkinan stres yang
dialami berkepanjangan sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatannya tanpa pasien sadari.
Sehingga pasien tidak mengetahui bahwa tekanan darahnya yang kadang kala mengalami
kenaikan. Hal ini dibuktikan dengan pasien mengatakan 3 hari sebelum MRS ia merasa pusing,
dan setiap kali merasa pusing pasien hanya minum obat sakit kepala biasa. Pasien juga
mengatakan tidak pernah memeriksakan tekanan darahnya. Pada pemeriksaan tekanan darah
didapatkan nilai 150/90 mmHg dan pasien mendapat terapi oral antitrombotik (aspilet 1x 160 mg
(16:00), clopidogrel 1x 75 mg (21:00)). Selain itu pasien mengatakan sulit untuk tidur dan selalu
tidur diatas jam 00:00 WIB.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum

Berdasarkan pengkajian asuhan keperawatan klien stroke non hemoragik dengan gangguan
perfusi jaringan serebral terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus keadaan
umum diperoleh data kesadaran pasien compos mentis sedangkan pada konsep teori keadaan
umum data yang ada terjadi gangguan tingkat kesadaran sampai ke koma.

Composmentis merupakan keadaan sadar sepenuhnya pada stroke non hemoragik oleh karena
terjadinya peningkatan kelangsungan hidup sel-sel jaringan saraf akibat cedera sistem saraf pusat
karena adanya penanggualangan dengan pemberian neuroprotectan yang dapat meningkatkan
kerja formation reticularis dari batang otak terutama sistem pengaktifan formation reticularis
ascendens yang berhubungan dengan kesadraan sehingga dapat memperbaiki kelumpuhan sistem
motorik dan metabolisme otak (Ismail , dkk, 2017, p. 4).

Hasil pengkajian keadaan umum menunjukkan bahwa pasien sadar penuh. Hal ini terjadi karena
klien sudah diberikan terapi neuroprotectan (citicolin 1×250 mg) yang dapat meningkatkan kerja
formation reticularis dari batang otak sehingga tidak mengalami penurunan tingkat kesadaran.

Persarafan

Berdasarkan pengkajian asuhan keperawatan klien stroke non hemoragik dengan gangguan
perfusi jaringan serebral terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus
pemeriksaan fisik sistem persarafan diperoleh data pasien dapat menelan dan tidak tersedak saat
minum, sedangkan pada konsep pemeriksaan fisik sistem persarafan diperoleh data pasien dapat
menelan dan tidak tersedak saat minum.

Menelan merupakan proses volunter dimana makanan didorong kebelakang menuju faring
(Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 47). Disfagia sebagai akibat penurunan fungsi nervus IX
(glosofaringeus) sehingga terjadi proses menelan tidak efektif yang dapat menyebabkan
anoreksia (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 158).
Pasien tidak mengalami kesulitan menelan dan tersedak. Hal ini kemungkinan karena tidak ada
penurunan fungsi nervus IX (glosofaringeus) sehingga pasien masih dapat makan dan minum
dengan baik per oral yang dibuktikan dengan pasien tidak terpasang Naso Gastric Tube (NGT)
serta pasien mendapat diit bubur halus dan buah-buahan. Selain itu pada pemeriksaan fisik
sistem persarafan saraf ke IX (glosofaringeus) didapatkan data pasien mengatakan dapat
merasakan rasa manis pada teh.

Pencernaan

Berdasarkan pengkajian asuhan keperawatan klien stroke non hemoragik dengan gangguan
perfusi jaringan serebral terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus
pemeriksaan fisik sistem pencernaan diperoleh data pasien mengatakan belum BAB sejak senin,
25-6-2018, sedangkan pada konsep pemeriksaan fisik sistem pencernaan diperoleh data adanya
inkontinensia alvi.

Eliminasi alvi merupakan proses pengeluaran sisa metabolisme tubuh berupa fases yang berasal
dari saluran pencernaan dimana otot abdomen dan pelvis sangat berperan penting dalam
kontraksi pengontrolan fekal (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 56) yang mendapat suplai darah
dari arteri serebri anterior yang ketika terjadi trombus akan mengakibatkan inkontinensia alvi
(Sosiawan, 2014, p. 166).

Pasien tidak mengalami inkontinensia alvi. Hal ini kemungkinan karena suplai darah arteri
serebri anterior ke otot abdomen dan pelvis tidak mengalami gangguan yang dibuktikan pada
pemeriksaan fisik sistem pencernaan didapatkan data tidak ada distended abdomen, tidak ada
nyeri tekan pada perut, peristaltik usus 13x/ menit.

Perkemihan

Berdasarkan pengkajian asuhan keperawatan klien stroke non hemoragik dengan gangguan
perfusi jaringan serebral terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus
pemeriksaan fisik sistem perkemihan diperoleh data pasien mengatakan terasa saat mau kencing,
sedangkan pada konsep pemeriksaan fisik sistem perkemihan diperoleh data adanya
inkontinensia urin.

Inkontinensia urine fungsional merupakan pengeluaran urine yang tidak terkendali karena
kesulitan dan tidak mampu mencapai toilet pada waktu yang tepat (PPNI, 2017, p. 104) akibat
kehilangan kontrol otot sfingter internal (mengendalikan lubang kandung kemih ke dalam uretra)
dan eksternal (otot pelvis) (Rosdahl & Kowalski, 2017, p. 1722)

Pasien tidak mengalami inkontinensia urin. Hal ini dikarenakan otot yang mengendalikan
lubang kandung kemih ke dalam uretra dan otot pelvis masih dapat terkontrol yang dibuktikan
pada pemeriksaan fisik sistem perkemihan pasien mengatakan mampu mengontrol pengosongan
kandung kemih yaitu mampu merasakan sensasi penuh pada bladder & BAK dengan normal.
Pemeriksaan Penunjang

Berdasarkan pengkajian asuhan keperawatan klien stroke non hemoragik dengan gangguan
perfusi jaringan serebral terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus
pemeriksaan penunjang diperoleh data dilakukan pemeriksaan CT scan, laboratorium, dan EKG,
sedangkan pada konsep pemeriksaan penunjang hanya dilakukan CT scan saja.

Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mengetahui adanya penyakit tertentu sebagai faktor
resiko stroke seperti kadar gula darah dan juga pemeriksaan EKG yang bertujuan untuk
mengetahui kemungkinan terjadi penyakit jantung yang dapat mempengaruhi kinerja pembuluh
darah sehingga mengakibatkan stroke (Lingga, 2013, p. 65)

Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan laboratorium dan EKG menunjukkan bahwa pasien
tidak mengalami masalah pada keduanya yang dibuktikan dengan nilai glukosa darah 114 mg/
dL dan EKG menunjukkan normal yaitu sinus rhythm.

4.2.2 Diagnosa

Defisit Nutrisi

Pada diagnosa asuhan keperawatan pada klien stroke non hemoragik terdapat kesenjangan antara
teori dan fakta yang dimana pada fakta tidak didapatkan diagnosa defisit nutrisi, sedangkan pada
tinjauan pustaka terdapat diagnosa defisit nutrisi.

Penderita stroke non hemoragik dapat terjadi defisit nutrisi apabila pasien tidak mampu menelan
makanan, mengabsorbsi nutrient, pasien mengalami peningkatan kebutuhan metabolisme, stress
dan tidak mampu makan (PPNI, 2017, p. 56).

Pada pasien penelitian ini tidak terjadi defisit nutrisi karena nafsu makan pasien tidak menurun
dan kemungkinan tidak ada penurunan fungsi nervus IX (glosofaringeal) yang dapat
menyebabkan disfagia sehingga pasien tidak mengalami anoreksia yang dibuktikan dengan
pasien mampu makan bubur halus dan buah-buahan yang disiapkan untuk pasien.

Gangguan Persepsi Sensori

Pada diagnosa asuhan keperawatan pada klien stroke non hemoragik terdapat kesenjangan antara
teori dan fakta yang dimana pada fakta tidak didapatkan diagnosa gangguan persepsi sensori,
sedangkan pada tinjauan pustaka terdapat diagnosa gangguan persepsi sensori.

Penderita stroke non hemoragik juga dapat mengalami gangguan persepsi sensori apabila pasien
mengalami gangguan penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan hipoksia serebral
(PPNI, 2017, p. 190).
Pada pasien tidak terjadi gangguan persepsi sensori karena kemungkinan pasien tidak mengalami
penurunan fungsi nervus I (olfaktorius), II (optikus), IV (troklearis), XII (hipoglosal) yang dapat
menyebabkan perubahan ketajaman sensori penglihatan, penciuman, dan pengecapan yang
dibuktikan pada pemeriksaan fisik sistem penginderaan pasien masih mampu menyebut angka
dengan jarak 0,5 meter, selain itu pada pemeriksaan sistem persarafan saraf I (olfaktorius) pasien
mampu mencium aroma wangi parfum, saraf VIII (auditorius) pasien mampu mengulangi kata
yang disucapkan perawat, saraf IX (glosofaringeal) pasien mampu merasakan manis pada teh.

Resiko Konstipasi

Pada diagnosa asuhan keperawatan pada klien stroke non hemoragik terdapat kesenjangan antara
teori dan fakta yang dimana pada fakta didapatkan diagnosa resiko konstipasi, sedangkan pada
tinjauan pustaka tidak ada diagnosa rsiko konstipasi.

Resiko konstipasi merupakan kondisi pasien yang beresiko mengalami penurunan frekuensi
normal defekasi disertai kesulitan dan pengeluaran feses tidak lengkap yang dimana dapat
dipengaruhi oleh ketidakcukupan asupan serat dan cairan, kelemahan otot abdomen, dan
aktivitas fisik harian kurang (PPNI, 2017, p. 118).

Pada klien muncul diagnosa resiko konstipasi karena pasien kurang beraktivitas fisik selama
sakit yang dibuktikan dengan kekuatan otot ekstremitas kanan pasien dengan skore 1 (satu),
pasien mengalami hemiparase sebelah kanan, pada pemeriksaan fisik sistem pencernaan
didapatkan data tidak ada distended abdomen dan tidak ada nyeri tekan serta peristaltik usus
dalam rentang 8-14x/ menit, pasien juga cukup dalam mengkonsumsi asupan serat dan cairan
dengan menghabiskan buah yang selalu disediakan dan minum ± 3200 cc per hari.

4.2.3 Intervensi

Pada penyusunann intervensi asuhan keperawatan pada kasus klien stroke non hemoragik dengan
gangguan perfusi jaringan serebral dilakukan intervensi sesuai dengan tinjauan pustaka baik
untuk diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan mobilitas fisik, dan
gangguan komunikasi verbal sahingga tidak ada kesenjangan intervensi antara kasus dan tinjauan
pustaka. Alasan peneliti memilih untuk membuat intervensi yang sama dengan tinjauan pustaka
karena pada intervensi tinjauan pustaka berdasarkan intervensi dan kriteria hasil NIC-NOC yang
dapat dipercaya keabsahannya.

4.2.4 Implementasi

Pada implementasi asuhan keperawatan pada klien stroke non hemoragik terdapat tambahan
tindakan dari intervensi yang disusun pada diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
yaitu membaca hasil CT scan pada pasien.

CT scan adalah salah satu teknik scanning pada stroke non hemoragik yang termasuk dalam
tindakan kolaborasi dengan dokter untuk memutuskan metode penyembuhan yang dianggap
tepat yang dilakukan ketika pemeriksaan lain dianggap belum cukup untuk memastikan stroke
pada pasien dan hasil dari CT scan tersebut sangat berpengaruh dalam sejauh mana dampak
perkembangan yang diakibatkan oleh stroke (Lingga, 2013, p. 66).
Pada tindakan kolaborasi dengan dokter dalam pembacaan hasil CT scan yang telah dilakukan
sangat membantu proses penyembuhan pasien. Hasil dari pemeriksaan CT scan memberikan
kemudahan untuk tenaga medis maupun paramedis dalam melakukan perawatan yang baik dan
tepat sehingga keadaan pasien semakin membaik. Hal ini dibuktikan dengan perkembangan
kesehatan pasien setiap harinya yang menunjukkan adanya peningkatan seperti kekuatan otot
saat MRS dengan skor 1 (satu) menjadi 4 (empat) saat perawatan hari ke-6, pupil pasien saat
MRS anisokor 2/3 mm menjadi isokor 2/2 mm, bicara pelo menjadi kata-kata jelas.

4.2.5 Evaluasi

Berdasarkan studi kasus pada klien telah dilakukan evaluasi 6 hari membandingkan data
subjektif dan data objektif dengan kriteria hasil sehingga di assement tujuan teratasi.

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Aktivitas evaluasi ini untuk
membandingkan antara hasil yang dicapai setelah implementasi dengan tujuan yang diharapkan
dalam perencanaan. (Bararah & Jauhar, 2013, p. 51).

Hasil evaluasi tidak ditemukan adanya kesenjangan antara kriteria hasil pada intervensi tinjauan
pustaka dengan data subjek dan objek pada evaluasi catatan perkembangan yang dimana masalah
teratasi selama perawatan 6×24 jam. Namun intervensi tetap dipertahankan karena dilihat dari
segi perkembangan pasien masih beresiko untuk terjadi serangan stroke berulang karena tekanan
darah pasien yang terkadang mengalami kenaikan dan pola makan pasien yang masih belum bisa
terkontrol.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pada tujuan dari penyusunan Karya Tulis Ilmiah, maka bab 5 ini akan menguraikan
tentang kesimpulan dan rekomendasi dari studi kasus tentang Asuhan Keperawatan Klien yang
Mengalami Stroke Non Hemoragik dengan Gangguan Perfusi Jaringan Serebral di Ruang Melati
RSD dr. Soebandi Jember tahun 2018, yaitu :

5.1 Kesimpulan

Asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami stroke non hemoragik dengan gangguan
perfusi jaringan serebral di Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember tahun 2018 memerlukan
waktu dan proses yang berkesinambungan sesuai dengan bagaimana kondisi klien, dimana
penulis menggunakan pendekatan management proses keperawatan yang terdiri dari beberapa
proses yaitu pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa, perencanaan tindakan, implementasi,
dan evaluasi. Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada kasus di atas, maka didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:

5.1.1 Tahap Pengkajian

Dalam tahap pengkajian data subjektif diperoleh data klien mengeluh tangan dan kaki kanan
tidak bisa bergerak serta wajah miring ke kanan.

5.1.2 Tahap Perumusan Diagnosa

Pada perumusan diagnosa yang berdasarkan pada analisa data pasien yang mengalami stroke non
hemoragik prioritas masalah adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.

5.1.3 Tahap Perencanaan Tindakan

Dalam perencanaan tindakan pada kasus pasien stroke non hemoragik di lakukan tindakan
keperawatan yang dapat mengurangi masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah
pemberian terapi neuroprotectan dan antitrombotik serta posisi head up 30º.

5.1.4 Tahap Implementasi

Pada implementasi yang diterapkan pada kasus stroke non hemoragik yaitu mengajarkan untuk
melakukan ROM pasif dan aktif pada pasien dan keluarga karena keluhan utama yang dirasakan
pasien adalah lemah separuh badan

5.1.5 Tahap Evaluasi

Evaluasi yang didapatkan pada kondisi pasien stroke non hemoragik yaitu tercapainya tujuan
karena pasien tidak merasa pusing dan tanda gejala terjadinya PTIK

5.1.6 Tahap dokumentasi

Pendokumentasian yang dilakukan penulis sesuai dengan data yang didapat, dan apa yang
dilakukan, mulai dari pengkajian hingga hasil evaluasi.

5.2 Saran

Setelah menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Klien yang
Mengalami Stroke Non Hemoragik dengan Gangguan Perfusi Jaringan Serebral di Ruang Melati
RSD dr. Soebandi Jember tahun 2018” penulis ingin menyampaikan beberapa saran berikut:
5.2.1 Bagi Responden

Hasil dan studi kasus ini agar dapat digunakan sebagai pengetahuan tambahan pada keluarga dari
pasien dengan stroke non hemoragik untuk mencegah terjadinya stroke non hemoragik dengan
selalu mengontol tekanan darah dan pola makan, mengurangi kebiasaan merokok dan minum
kopi.

5.2.2 Bagi Institusi

Diharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dijadikan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan yaitu
dengan pemberian posisi head up 30º mampu memperbaiki perfusi jaringan serebral pada pasien
yang mengalami stroke non hemoragik.

5.2.3 Bagi Rumah Sakit

Diharapkan tindakan elevasi kepala 30º untuk mengatasi ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral ditetapkan sebagai tindakan nonfarmakologi untuk dilakukan pada semua klien yang
menderita stroke non hemoragik

Anda mungkin juga menyukai