Anda di halaman 1dari 125

Halaman ini dapat dikenakan tariff data standar

 
Home Profil Album Talirasa Blog Tejotube Macapat Galeri Kontak dan Pesan CD

Wayang Durangpo Tahun I (2009 - 2010) search here …

Go
Episode 45 Jin Buang Anak di Wanamarta
Sunday, 27 June 2010 4,402 Views

Ooo… Wayang
Amenangi
zaman edan
Durangpo
Sopo sing gak Episode 157 Halal bil
dandan gak Halal ala Prabu Kresna
Sunday, 19 August 2012
kumana
Episode 156 Satrio
Nanging Boyong Pambukaning
sakbejo- Aib
bejone wong Sunday, 12 August 2012

sing dandan
Episode 155 Bambang
Sagara Ari-arimu …
Luwih bejo Sunday, 5 August 2012
maneh wong
sing dandan tapi tambah terus dandan

ANGKANYA sama, 32. Yang beda cuma maksudnya. Angka selapan


kurang tiga itu bukan genapnya kaum bidadari dunia. Itu bilangan
peserta Piala Dunia 2010 yang hari ini kesaring tinggal jadi 16 tok. Blog
Prancis mbarek Italia yang biasa digadang-gadang masuk final,
hehehe…jeblok juga. Wong untuk masuk 16 besar saja mereka gak Lautan Tangis…Lautan
dapet pintu. Yang gak dinyana-nyana seperti Slovakia, Korea Selatan, Tangis…Lautan Tangis
Jepang, Meksiko malah lulus seleksi di negara orang-orang kulit Thursday, 26 November 2009

manggis itu.
Dongeng Cinta
Kontemporer II –
Ini membuat Gareng bikin analisa. Kalau begitu partai-partai besar Sujiwo Tejo
seperti Demokrat, Golkar, dan PDI-P yang dilelo-ledung masuk final Friday, 6 November 2009
Pemilu 2014, bahkan perempat final juga belum tentu nyemplung.
Mungkin saja lho nanti yang nepuk dada malah partainya Paijo dan Drama Musikal
Paijem. Paijo kalau tidak salah bikin calon partai Nasional Pengakuan Rahwana,
Demonstran. Paijem bikin calon partai nasional apa gitu..Oh, ini, partai 6 Desember 2008
lokal Nasional Lumpur Jawa Timur. Monday, 26 November 2007

Dua-duanya tidak punya dana kampanye. Wong makannya saja kalah


mahal ketimbang kelincinya Prabu Duryudana. Apalagi kalau harus
mbayari konsultan politik kayak Batara Narada dan Batari Durga yang
lihai mengubah citra para calon.

Mahal lho. Dan, biasanya sukses. Calon akhirnya terpilih.

Batara Narada pernah ndandani Subadra dan Srikandi. Tak tanggung-


tanggung jadi perempuan yang berbeda sama sekali. Keduanya malah
dadi wong lanang. Masing-masing jadi Bambang Sintawaka dan
Bambang Kandihawa. Dengan topeng tersebut kedua istri Arjuna ini
mencari suaminya yang ndak pulang-pulang. Padahal Arjuna bukan
sopir truk jalur pantura yang di belakang baknya tertulis ”Jangan Kau
Buat Aku Duda Nestapa”.

Ooo…Amenangi zaman edan

Sopo sing gak dandan gak kumanan

Nanging sakbejo-bejone wong sing dandan

Luwih bejo maneh wong sing dandan tapi tambah terus dandan

Masih soal macak-memacak, dengan bayaran yang jauh lebih selangit,


Batari Durga dari Setra Gandamayit pernah maesi Burisrawa yang
bermuka raksasa menjadi pemuda berparas ganteng tatkala anak
Prabu Salya ini gandrung-gandrung kapirangu pada Dewi Subadra dari
Mandura. Sama tampannya dengan Arjuna. Nyaris saja Subadra alias
Rara Ireng terkecoh. Persis pada umumnya masyarakat ngiler tergiur
mencontreng orang-orang maupun partai-partai hanya gara-gara
kepincut polesan juru rias politik.

Untung waktu itu ponokawan Semar membuat Mbok Badra eling.


Orang jangan dinilai dari tampang, penampilan atau kampanyenya.
Adik Prabu Baladewa dan Kresna ini ingat buah dondong. Mukanya
bagus tapi isinya berduri. Lalu Subadra inget kulitnya sendiri yang
seperti buah manggis. Mampirlah kenangannya pada lagu Rhoma
Irama yang dibawakan Rita Sugiarto…hitam kulitnya hitam…tetapi putih
isinya..itulah…manggis namanya….

Setelah Subadra alias Bratajaya siuman, Semar alias Badranaya kasih


garis bawah, ”Sejatinya kalau semua kita selalu eling lan waspodo
perumpamaan manggis dan kedondong, semua konsultan politik itu
akan gulung tikar. Mata hati masyarakat sepertinya akan dipolesi
minyak jayeng katon milik Ndoro Arjuna. Mata mereka akan tembus
langsung sanggup menerawang isi, bukan cuma melihat kulit-kulit
bikinan konsultan politik.”

***

Paijo dan Paijem dalam mencalonkan diri belajar dari kesaksian


ponokawan Petruk ketika nderek Pandawa babad hutan Wanamarta.
Menurut Petruk, kampanye Prabu Yudistira dan seluruh adik-adik
Pandawa tidak pakai mulut dan pengeras suara maupun spanduk dan
iklan-iklan. Mereka langsung bekerja di dapil alias daerah pemilihan
tersebut.

Suri tauladan itulah yang diambil oleh Paijo dan Paijem. Keduanya
langsung bekerja di dapilnya masing-masing lima tahun sebelum
pemilu berlangsung. Nanti pas pemilu ndak pakai kampanye-
kampanyean karena masyarakat sudah mengenal mereka.

Coba, kurang apa Wanamarta alias Kandawaprasta. Awalnya kawasan


itu ibarat kandang jin buang anak. Bos jin bernama Yudhistira. Adik-
adiknya bernama Dandunwacana, Kombang Ali-ali, serta Nakula-
Sadewa. Tapi saking nge-fansnya pada kerja nyata Pandawa yaitu
Puntadewa, Bima, Arjuna, dan kembar Pingten-Tangsen sampai-
sampai jin-jin yang semula anti itu kemudian bergabung. Mereka
malah sampai menghadiahi namanya masing-masing. Puntadewa jadi
Yudhistira Bima salin Dandunwacana Arjuna malih Kombang Ali ali
Yudhistira. Bima salin Dandunwacana. Arjuna malih Kombang Ali-ali.
Kembar tambah julukan Nakula-Sadewa.

Paijo lebih fokus pada tauladan Pingten. Dia mengerjakan pertanian


dan penghijauan di tiga kabupaten dapilnya. Dalam tempo hampir 3
tahun, penduduk sudah bisa merasakan kerja Pingten. Tak cuma
sawah dan tegal penuh tanaman. Pekarangan belakang penduduk
telah menjadi karangkitri, penuh tanaman obat-obatan dan lalap-
lalapan. Sekali dua kali, Paijo meniru Puntadewa mengajarkan olah
spiritual, meneladani Arjuna melatih bela diri, tut wuri Bima
membangun infrastuktur pedesaan seperti jalan dan irigasi.

Paijem di dapil lain juga seperti itu. Ia tiru Puntadewa, Bima, dan
Arjuna, tapi ia tidak lebih fokus pada tulada alias contoh Pingten
sebagai pemelihara flora. Titik berat Paijem lebih pada palupi atau
tauladan Tangsen sebagai pemelihara fauna. Rata-rata penduduk di
tiga kabupaten dapil Paijem sekarang telah memiliki kambing, kerbau,
dan sapi yang montok-montok dan semok-semok. Setiap hari
terdengar lenguhan kerbau-sapi dan kambing mengembik selain suara
kutilang, podang, gelatik, dan lain-lain di dahan ranting, di pohon-
pohon, baur dengan bunyi ayam bekisar dan para jengkerik.

***

Tahun 2014.

Sekarang yang agak kewalahan Bagong. Konco-konco Bagong yang


bekerja di media cetak, media televisi, radio, dan sablon kaus juga
spanduk sekarang mulai mengeluh. Bagong hampir tiap hari dicurhati
mereka bahwa dalam pemilu sekarang media massa dan sablon kaus
akan bangkrut.

Kekhawatiran mereka, berdasarkan dukungan moral terhadap Paijo


dan Paijem, tidak akan ada lagi reklame dari partai politik dan tokoh-
tokoh politik di media massa, kaus-kaus, dan umbul-umbul. Semua
sudah merasa telat dan kalah start dengan Paijo-Paijem yang kini
menjadi buah bibir masyarakat meski tanpa melalui pariwara. Apalagi
Paijo dan Paijem sudah ditiru oleh ribuan kontestan lain yang
bermodal dengkul baik di pemilu besar maupun pemilukada.

”Alah, Gong, Gong…,” kata salah seorang ahli keluh kepada Bagong.
”Daripada pasang advertensi dan bikin kaus, mending duitnya buat
kawin lagi saja.”

Juru keluh yang lain menggerutu, ”Kampanye di baliho-baliho? Nempel


potret di pohon-pohon? Apikan duitnya buat pasang taruhan Piala
Dunia tahun ini (2014). Kita mesti kalah sama Paijo-Paijem. Mereka
sudah kampanye diem-diem, kerja nyata sejak lima tahun yang lalu.”

***

Ternyata iklan media massa dan sablon kaus masih payu buat
kampanye partai politik dan para tokohnya. Para karyawan media
massa dan tukang kaus kembali punya greget kerja. Keluarganya
kembali semringah. Sebabnya? Partai dan tokoh-tokohnya tiba-tiba
ngeh, Piala Dunia berbeda dengan pemilu. Menurut ponokawan
Limbuk dan Cangik, di Piala Dunia wasit tak etis ujuk-ujuk berhenti di
tengah jalan untuk ganti peran jadi pemain. Pemain jadi pelatih
banyak, seperti Diego Maradona dan Franz Beckenbauer. Maka bisa
muncul unggulan-unggulan baru yang tak disangka. Sebut misalnya
gg gg y g g y
Slovakia dan Meksiko.

Penjelasan Limbuk dan Cangik itu tentu sukar kita nalar. Hubungannya
apa antara tak adanya pergantian wasit ke pemain dan munculnya
unggulan baru seperti Korea Selatan dan Jepang. Tapi coba kita ikuti
saja penalaran ponokawan perempuan ini.

Menurut mereka, di dalam pemilu, wasit bisa dadakan mandek di


tengah jalan dan lalu jadi pemain. Tokoh KPU bisa berhenti di tengah
jalan, lalu jadi pemimpin partai politik. Contohnya Ibu Andi Nurpati.
Maka, tidak mungkinlah orang-orang macam Paijo dan Paijem
menang pemilu. Pemenangnya pastilah semua yang sudah kita
ramalkan via kampanye gede-gedean dan polesan tata rias oleh
konsultan politik.

Tiba-tiba salah seorang teman Bagong yang bekerja di sablon kaus


ketangkap nyolong ayam. ”Kamu ndak tahu to berita baru?” tanya
Bagong. ”Pekerjaanmu di sablon gak jadi terancam bubar. Orang-
orang akan tetap kampanye seperti biasa. Lha kok kamu nyolong
ayam?”

”Ngene lho Mas Bagong, saya itu ngefans banget sama artis-artis.
Tapi minta tanda tangan susah banget. Makanya saya pengin masuk
penjara, biar gampang minta tanda tangan sekalian nginep bareng,”
kata teman Bagong itu sekenanya. (*)

………………….

Disadur Selengkapnya dari Jawa Pos, Kolom Mingguan, Wayang


Durangpo

© 2018 Sujiwotejo ↑

Anda mungkin juga menyukai