Anda di halaman 1dari 17

PRA PROPOSAL PENELITIAN

Kajian Jenis Mikroorganisme Dan Tipe Fermentasi Yang Digunakan


Pada Perlakuan Pendahuluan Terhadap Mutu Miyak Atsiri Daun
Kecombrang
(Etlingera elatior)

Disusun Oleh :
Nama : Pera Atria
NPM : E1G016050

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2019
2
LEMBAR PENGESAHAN
PRA PROPOSAL

Judul :
Kajian Jenis Mikroorganisme Dan Tipe Fermentasi Yang Digunakan Pada Perlakuan
Pendahuluan Terhadap Mutu Miysk Atsiri Daun kecombrang
(Etlingera elatior)

Nama : Pera Atria


NPM : E1G015009

Telah Disetujui dan Disahkan Oleh :

Mengetahui
Pembimbing Akademik Pembimbing Penyajian Ilmiah

Ir. Lukman Hidayat. M.P Tuti Tutuarima.STP.,M,Si


NIP : 196007111986031007 NIP :

Dosen Pengasuh Mata Kuliah

Ir. Sigit Mujiharjo, M.SAE


NIP : 196005301986031015

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah Yang Maha Kuasa karena bimbingan dan
petunjuk-Nya serta rahmat dan karunia-Nya shalawat serta salam tidak lupa penulis curahkan
kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam kebodohan
kealam yang penuh ilmu pengetahuan seperti saat ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal penyajian ilmiah yang berjudul “Kajian Jenis Mikroorganisme Dan Tipe Fermentasi
Yang Digunakan Pada Perlakuan Pendahuluan Terhadap Mutu Miysk Atsiri Daun
kecombrang (Etlingera elatior)
Pada kesempatan ini, penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu, mendukung, serta membimbing penulis baik secara langsung maupun
tidak langsung hingga terselesainya proposal penyajian ilmiah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan proposal ini. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan
proposal ini.Semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bengkulu,22 Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang....................................................................................................1
I.2. Rumusan Masalah...............................................................................................2
I.3. Tujuan Penelitian................................................................................................3
I.4. Manfaat Penelitian .............................................................................................3
I.5. Batasan Masalah.................................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Daun Kecombrang..............................................................................................4
II.2. Fermentasi .........................................................................................................5
II.3. Destilasi ..............................................................................................................7
III. METODOLOGI PENELITIAN
III.1.............................................................................................................................Tempat
dan Waktu Penelitian..........................................................................................10
III.2.............................................................................................................................Bahan
dan Alat Penelitian..............................................................................................10
III.3.............................................................................................................................Rancang
an Penelitian........................................................................................................10
III.4.............................................................................................................................Variabel
Pengamatan.........................................................................................................11
III.5.............................................................................................................................Tahapan
Penelitian.............................................................................................................12
III.6.............................................................................................................................Analisis
Data.....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................14
LAMPIRAN....................................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Kecombrang merupakan salah satu tanaman di Indonesia yang sering digunakan sebagai
bahan sayuran seperti pecel atau sebagai lalapan, tanaman ini memiliki nama latin (Etlingera
elatior). Beberap penelitian yang dilakukan , kecombrang menjadi pusat perhatian besar
karena adanya aktivitas antibakteri dan antioksidan (Syarif, 2000). Bagian tumbuhan
kecombrang yang sering dimanfaatkan adalah bunga dan buah,sedangkan bagian tumbuhan
lainya belum dimamfaatkan secara optimal,seperti daun dan batang.
Bagin tanaman kecombarang seperti daun dan batang memiliki potensi untuk
dikembangkan secara optimal, terutama pada bagian daun ternyata memiliki kandungan
miyak atsiri, Salah satu hasil penelitian yang dilakukan Jaffar et al. (2007:1) menunjukkan
adanya kandungan minyak atsiri dalam beberapa bagian tanaman kecombrang dengan kadar
berbeda, yaitu pada daun sebesar 0,0735%, bunga sebesar 0,0334%, batang sebesar 0,0029%
dan rimpang sebesar 0,0021%. Sehinga dari penelitian tersebut daun kecombrang memiliki
potensi besar untuk dimampaatkan secara optimal.
Minyak atsiri yang dikenal juga dengan nama minyak esteris atau minyak
terbang(essential oil,volatile oil) di hasilkan oleh tanaman,minyak tersebut mudah menguap
pada suhu kamar tampa mengalami dekomposisi,mempunyai rasa getir(pungent taste),berbau
wangi sesui dengan bau tanaman penghasilnya,umumnya larut dalam pelarut organic dan
tidak larut dalam air.minyak atsiri memiliki beberapa fungsi dan maafaat bagi masyarak ,
industry dan perekonomian ,minyak atsiri dalam industry digunakan untuk membuat
kosmetik, parfum, antiseptic,obat-obatan,’’flavoring egent’’ dalam bahan pangan atau
minuman dan sebagai pencampur rokok kretek.
Melihat begitu pesatnya perkembangan minyak atsiri di dunia perdagangan perlu adanya
perlakuan untuk memaksimalkan minyak atsiri yang dihasilkan. Banyak macam perlakuan
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi minyak atsiri antara lain pengeringan,
pengecilan ukuran, pelayuan, pemotongan dan fermentasi. Menurut Raharjo dan Retnowati
(2012) proses fermentasi dapat mendegradasi komponen dinding sel jaringan daun nilam
sehingga minyak atsiri lebih banyak didapatkan selama proses destilasi. Fermentasi secara
umum dibagi menjadi 2 model utama yaitu fermentasi media padat (solid state fermentation)
dan fermentasi media cair (submerge fermentation). Pesatnya perkembangan minyak atsiri di
dunia perlu dilakukannya upaya dalam meningkatkan hasil rendemen dan mutu dari minyak
atsiri, salah satunya yaitu dengan perlakuan pendahuluan yaitu fermentasi.
1
Fermentasi biasanya memerlukan bantuan mikroorganisme lain sebagai sumber enzim,
baik mikroba alami maupun mikroba yang ditambahkan. Berdasarkan penelitian yang sudah
ada, beberapa mikroorganisme telah digunakan dalam proses fermentasi minyak atsiri seperti
pada daun nilam menggunakan Trichoderma sebagai sumber enzim dan terbukti berpengaruh
terhadap hasil rendemen minyak (Nasruddin, 2009). Menurut Raharjo dan Retnowati (2012)
dalam Khasanah (2012) menyatakan proses fermentasi dapat mendegradasi komponen
dinding sel jaringan pada daun nilam sehingga hasil rendemen yang diperoleh selama proses
distilasi akan lebih banyak. Proses pemeraman dilakukan pada minyakminyak tertentu untuk
memecahkan sel-sel minyak pada daun (Ketaren, 1989). Perlakuan pemeraman dilakukan
seperti perlakuan fermentasi pada teh. Variasi perlakuan pendahuluan bahan baku dapat
mempengaruhi karakteristik fisik dan kimia minyak atsiri yang didapat sehingga perlu
dilakukan penelitian mengenai pengaruh variasi perlakuan pendahuluan daun kecombrang
terhadap mutu dari minyak atsiri. Namun Minyak atsiri dalam tanaman aromatik diselubungi
oleh kelenjar minyak, pembuluh–pembuluh, kantung minyak atau rambut granular. Sebelum
diproses, sebaiknya bahan tanaman dirajang (dikecilkan ukurannya) terlebih dahulu.

I.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Belum diketahui variasi perlakuan pendahuluan yang tepat untuk menghasilakan mutu
miyak atsiri daun kecombarang yang terbaik dan sesuai SNI .
2. Belum diketahui jenis mikroorganisme yang terbaik untuk menghasilkan rendemen
tertinggi.

I.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
1. Mendapatkan perlakuan pendahuluan dengan tipe mikroorganisme dan fermentasi yang
terbaik untuk menghasilkan mutu miyak atsiri yang sesuai SNI.
2. Mendapatkan jenis mikroorganisme yang terbaik untuk menghasilkan rendemen tertinggi.

I.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai inovasi perlakuan
pendahuluan dalam pengolahan daun kecombrang terhadap nilai mutu miyak atsiri yang
dihasilkan.

2
I.5 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Daun kecombrang yang buahnya berwarna merah diperoleh di hutan madapi rejang
lebong.
2. Bagian daun yang diambil adalah daun tua berwarna hijau dan berukuran besar.
3. Jenis Bakteri dan kapang yang digunakan Rhizopus oligosporus,Saccharomyces
cerevisiae, trikoderma ,Bacillus subtilis dan .

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daun kecombrang
Kecombrang merupakan salah satu tanaman di Indonesia yang sering digunakan sebagai
bahan sayuran seperti pecel atau sebagai lalapan, tanaman ini memiliki nama latin (Etlingera
elatior). Beberapa tahun terakhir ini, kecombrang menjadi pusat perhatian besar beberapa
peneliti karena adanya aktivitas antibakteri dan antioksidan (Syarif, 2000).Menurut
Tjitrosoepomo (2005), klasifikasi tanaman Kecombrang adalah sebagai berikut:
Famili : Zingiberaceae
Genus : Etlingera
Spesies : Etlingera elatior
Kecombrang memiliki warna kemerahan seperti jenis tanaman hias pisang-pisangan atau
mirip sekali dengan tanaman lengkuas / laos. Jika batang sudah tua, bentuk tanamannya mirip
jahe, dengan tinggi mencapai 5 m. Batang -batang semu bulat gilig, membesar di pangkalnya;
tumbuh tegak dan banyak, berdekat-dekatan, membentuk rumpun jarang, keluar dari rimpang
yang menjalar di bawah tanah. Rimpangnya tebal, berwarna krem, kemerah-jambuan ketika
masih muda. Daun 15-30 helai tersusun dalam dua baris, berseling, di batang semu; helaian
daun jorong lonjong, 20-90 cm × 10- 20 cm, dengan pangkal membulat atau bentuk jantung,
tepi bergelombang, dan ujung meruncing pendek, gundul namun dengan bintik-bintik halus
dan rapat, hijau mengkilap, sering dengan sisi bawah yang keunguan ketika muda (Parangin,
2015). Pohon kecombrang dan daun kecombrang dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1. Hasil pengamatan makroskopik daun kecombrang


Pengamatan mikroskopik dilakukan terhadap daun kecombrang segar pada sayatan
melintang dan sayatan memanjang. Hasil pemeriksaan mikrokopik pada sayatan melintang
menunjukkan adanya rambut pembuluh, jaringan palisade, epidermis atas, epidermis bawah
dan berkas pembuluh. Sedangkan pada Gambar 2, menunjukkan sayatan memanjang
terdapat stomata dan sel minyak (idioblas). minyak atsiri terdapat pada kulit bagian dalam
(phloem) (Rismunandar, 1989). Menurut (Guenther, 1987) minyak atsiri dalam tanaman
aromatik dikelilingi oleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh, kantung minyak atau
rambut granular.

4
Gambar 2. Sel minyak (idioblas) pada sayatan memanjang daun kecombrang segar
(perbesaran 100x, reagen kloralhidrat)

Hasil penapisan fitokimia pada daun kecombrang menunjukkan adanya senyawa


flavonoid, saponin, tanin, kuinon, monoterpen dan seskuiterpen, steroid dan terpenoid, serta
polifenolat, seperti terlihat pada tabel 1. Penapisan fitokimia dilakukan untuk
mendapatkan gambaran awal mengenai kandungan senyawa kimia golongan besar dalam
daun kecombrang.

2.2 Pengecilan Ukuran Dan Fermentasi


Minyak atsiri dalam tanaman aromatik diselubungi oleh kelenjar minyak, pembuluh–
pembuluh, kantung minyak atau rambut granular. Sebelum diproses, sebaiknya bahan
tanaman dirajang (dikecilkan ukurannya) terlebih dahulu. Sedangkan tujuan pengecilan
ukuran untuk menambah luas permukaan bahan sehingga minyak yang dihasilkan lebih
banyak (Ketaren, 1993).dan biasanya bahan setelah mengalami pengecilan ukuran
dilanjutkan dengan pengeringan, Ma’mun (2009), menyatakan bahwa bahan yang mengalami
proses pengeringan akan terjadi penguapan air dari bahan. Lepasnya air dari bahan
menyebabkan pecahnya sel-sel minyak sehingga memudahkan pengambilan minyak selama
penyulingan.
Perajangan merupakan usaha untuk memperluas area penguapan dan kontak dengan air
sehingga atsiri lebih mudah terekstraksi. Berbeda halnya dengan perlakuan pemeraman yang
menunjukkan rendemen yang lebih tinggi dari perlakuan utuh segar, hal ini disebabkan karena
proses pemecahan sel-sel minyak pada daun (Ketaren, 1989). Pada perlakuan pemeraman
dengan cara diremas dan disobek acak juga menyebabkan enzim yang terdapat pada sel-sel
daun memecahkan sel-sel daun sehingga menyebabkan minyak mudah keluar (Nugraheni,
2012).Apabila bahan dibiarkan utuh, minyak atsiri hanya dapat diekstraksi apabila uap air
berhasil melalui jaringan tanaman dan mendesaknya ke permukaan. Proses ekstraksi dalam
keadaan tersebut hanya terjadi karena peristiwa hidrodifusi, tetapi proses ini berlangsung
sangat lambat bila bahan dalam keadaan utuh.

2.3 Destilasi
Metode destilasi yang umum digunakan dalam produksi minyak atsiri adalah destilasi
air dan destilasi uap-air. Karena metode tersebut merupakan metode yang sederhana dan
membutuhkan biaya yang lebih rendah jika dibandingkan dengan destilasi uap. Pada
5
destilasi uap-air, antara air dan minyak atsiri dalam kulit kecombrang tidak menguap secara
bersama- sama. Pada awalnya air akan menguap setelah proses pemanasan dilakukan,
setelah mencapai suatu keseimbangan tekanan tertentu maka uap air akan masuk ke
dalam jaringan dalam bahan dan mendesak minyak atsiri ke permukaan. Kemudian
minyak atsiri akan ikut menguap bersama uap air menuju kondensor. Menurut Harris (1987)
dalam Zulnely (2008) pada penyulingan sistem kukus (destilasi uap-air) letak bahan baku
yang diambil minyaknya terpisah dengan air pembawa, sehingga penguapan air dan minyak
dari tumbuhan yang disuling tidak bersamaan, selain itu pada destilasi uap-air
mempunyai suhu proses yang relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan destilasi air.
Perbedaan suhu yang relatif lebih tinggi tersebut yang menyebabkan proses ekstraksi
minyak atsiri pada destilasi uap-air akan berjalan lebih baik dibandingkan pada destilasi
air.
Harris (1987) dalam Zulnely (2008) juga mengemukakan bahwa persentase senyawa
yang terdapat dalam minyak hasil destilasi uap-air mempunyai nilai yang lebih besar dari
pada minyak hasil destilasi air. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada minyak hasil
destilasi uap-air memiliki randemen yang lebih tinggi karena senyawa- senyawa yang
terekstrak lebih banyak. Menurut Guenther (1987), dibandingkan dengan destilasi air,
destilasi dengan uap-air lebih unggul karena proses dekomposisi minyak lebih kecil
(hidrolisa ester, polimerisasi, resinifikasi, dan lain-lain). Pada destilasi air beberapa
jenis ester misalnya linalil asetat akan terhidrolisa sebagian, persenyawaan yang peka
seperti aldehid, mengalami polimerisasi karena pengaruh air mendidih.

6
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September – November 2019 di Laboratorium
teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

3.2 Alat dan Bahan Penelitian


Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 1 set alat destilasi, yang terdiri dari
ketel suling, pendingin (kondensor) dan penampung hasil kondensasi. Sedangkan alat lain
yang digunakan dalam analisa antara lain : neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,001
g dan piknometer, refraktometer,alat pemanas elektrik,kertas lakmus,elemeyer,buret,statif dan
klem ,seperangkat alat GC-MS.
Bahan yang akan digunakan adalah daun kecombrang,alkohol netral,etanol 70%
,indikator pp, larutan KOH 0,5 N dan HCl 0,5 N.
3
No. Analisis Metode
1. Bobot Jenis Piknometer (SNI, 2006)
2. Indeks Bias Reflaktometer (SNI, 2006)
3. Kelarutan dalam Alkohol Dalam etanol 70% (SNI, 2006)

Sebagai syarat mutu dan analisis mengacu pada SP(standar perdagangan ,SNI(standar nasional idonesia) dan
EOA(essential oil association)

3.3 Rancangan Percobaan


Rancangan percobaan yang dilakukan adalah Rancangan Acak Kelompok(RAKL)
menggunakan 2 faktor. Faktor 1 yaitu jenis mikroorganisme yaitu (K1 = kapang(Rhizopus
oligosporus),K2 kapang(Trichoderma/Saccharomyces cerevisiae ),K3 = bakteri(Bacillus
subtilis), K4= bakteri(Aspergilus Niger) dan faktor 2 yaitu tipe permentasi (W1 = fermentasi
padat , dan W3= fermentasi cair ) yang diulang sebanyak 3 kali. Sehingga pada penelitian ini
terdapat 8 kombinasi perlakuan dan 24 unit percobaan
Tabel 4. Tabel perlakuan
Tipe fermentasi
Jenis bakteri Padat (W1) Cair (W2)

Kapang Rhizopus oligosporus (K1) K1W1 K1W2


Kapang Saccharomyces cerevisiae (K2) K2W1 K2W2
Bateri Bacillus subtilis (K3) K3W1 K3W2

7
Bakteri Aspergilus Niger (K4) K4W1 K4W2

Tabel 5. Tabel kombinasi dan Pengacakan Perlakuan


Jenis bakteri Pengulangan Tipe fermentasi
K W1 W2
K1 I K1W1(5) K1W2(3)
II K1W1(6) K1W2(2)
III K3W1(4) K1W2(1)
K2 I K2W1(3) K2W2(4)
II K2W1(1) K2W2(6)
III K2W1(5) K2W2(2)
K3 I K3W1(4) K3W2(3)
II K3W1(6) K3W2(1)
III K3W1(2) K3W2(5)
K4 I K4W1(6) K4W2(2)
II K4W1(3) K4W2(5)
III K4W1(1) K4W2(4)
Keterangan : Angka didalam kurung “()” merupakan urutan percobaan.

3.4 Variabel Pengamatan


3.4.1 Selama fermentasi
3.4.1.1 Suhu
3.4.1.2 Ph
3.4.2 Miyak Atsiri
3.4.2.1 Kadar air
Timbang contoh/sampel yang telah melalau proses pengecilan ukuran 1cm
sebanyak 5 gram, kemudian timbang berat wadah. Kemudian lakukan perlakuan
pendahuluan lalau Keringkan anginkan pada suhu °C selama 3 – 5 jam tergantung dengan
berat bahannya. Kemudian dinginkan dalam desikator dan timbang. Perlakuan ini
diulangi sampai tercapai berat konstan. Pengurangan berat merupakan banyaknya air
dalam bahan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus (Sudarmadji
dkk, 1997)

Berat awal−Berat akhir


Kadar Air= x 100 %
Berat akhir

3.4.2.2 Rendemen
Rendemen adalah perbandingan jumlah (kuantitas) minyak yang dihasilkan dari
ekstraksi tanaman aromatik. Rendemen menggunakan satuan persen (%). Semakin tinggi nilai
rendemen yang dihasilkan menandakan nilai minyak asiri yang dihasilkan semakin benyak.

8
Kualitas minyak yang dihasilkan biasanya berbanding terbalik dengan jumlah rendamen yang
dihasilkan. Semakin tinggi nilai rendamen yang dihasilkan maka semakin rendah mutu yang
di dapatkan. Adapun rumus untuk menghitung rendamen sebagai berikut:

berat rendemen
H asil rendemen= × 100 %
berat bahan baku

3.4.2.3 Indeks bias

Indeks bias merupakan salah satu dari beberapa sifat optis yang penting dari
medium.indeks bias memiliki peran yang penting,pengukuran terhadap indeks bias biasanya
secara luas digunakan untuk mengatahui kosentarasi larutan dan mengatahui komposisi bahan
yang menyusun larutan dan kemurnian larutan, indeks bias dapat diukur dengan
menggunakan refraktometer ,indek bias sebagai perbandingan antara kecepatan cahaya dalam
ruang hampa udara dengan cepat rambat cahaya pada suatu medium matematis, Indeks bias
tidak pernah lebih kecil dari 1 atau (n ≥ 1). Jadi cara mengukur indeks bias yaitu masukan
satu tetes minyak, diukur di refraktometer dan dicatat suhunya.

3.4.2.4 Bobot jenis


Hasil rendemen akan dipengaruhi oleh berat rendemen, dimana semakin besar berat
rendemen minyak maka semakin besar pula hasil rendemen yang dihasilkan. Siapkan
piknometer 5cc yang telah diisi minyak,kemudian ditimbang(piknometer kososng telah
diketahui bobotnya)tentukan pula bobot piknometer yang berisi air ,suhu dalam neraca dicatat
perbandingan berat minyak dan air menunjukan berat jenis.Akan tetapi, bisa juga mengunakan
perbandingan antara bobot minyak dengan bobot air pada volume dan suhu yang sama (25oC).
Hal ini dilakukan bila volume yang diperoleh tidak mampu mencukupi standar untuk
menggunakan alat piknometer atau densimeter. Menurut Novalny (2006) menyatakan bahwa
bobot jenis suatu minyak akan dipengaruhi oleh komponen penyusun minyak tersebut.
Semakin tinggi komponen yang terkandung di dalam minyak maka semakin tinggi pula bobot
jenis yang diperoleh. Komponen utama dari minyak atsiri kulit jeruk adalah golongan
monoterpen yaitu senyawa limonen (Istianto, 2005) yang bermanfaat dalam bidang kesehatan.
Guenther (1987) menyata- kan bahwa nilai bobot jenis minyak atsiri pada umumnya berkisar
antara 0.696 – 1.188, bobot jenis juga merupakan salah satu kriteria penting

bobot minyak
Bobot jenis =
bobot air

3.4.2.5 Bilangan asam


Timbang 1.5 - 2.5 g miyak kemudian ditambahkan 10 cc alkohol
netral,teteskan beberapa tetes pp,titar dengan alkohol KOH 0,5 N hingga berwarna merah
muda.
9
3.4.2.6 Bilangan ester
Bilangan ester adalah kelanjutan dari bilangan asam,tambahkan 25 cc alkohol
KOH 0,5 N panaskan hingga mendidi selama 1,5 jam kemudian dinginkan,setelah dingin
di titrat dengan HCl 0,5 N hingga warna berubah.
3.4.2.7 Kelarutan dalam Alkohol
Menurut Zulnely (2003) menyatakan kelarutan dalam alkohol merupakan nilai
perbandingan antara banyaknya minyak atsiri yang larut dengan pelarut alkohol, nilai
kelarutan menentukan kualitas dari minyak atsiri. Pada umumnya, minyak atsiri akan
larut dalam alkohol dan jarang larut dalam air, maka kelarutan akan lebih mudah
diketahui dengan menggunakan alkohol pada berbagai tingkat konsentrasi tertentu
(Guenther, 1987).

3.5 Tahapan Penelitian


3.5.1 Persiapan Bahan Baku
Bahan baku diambil di hutan hanpi di lebung ,diambil sebanyak 2 kg daun
kecombrang dari pohon kecombrang yang buahnya berwarna merah , dengan krateristik,
segar,daun lebar,dan berwarna hijau tua,krmudian bahan aku dibersihkan dari kotoran seperti
tanah,debu dll.Dilanjutkan kembali dengan melakukan pengecilan ukuran potong daun
kecombrang dengan ukuran ± 1 cm ,diharapkan mempermudah proses penguapan miyak pada
saat destilasi. untuk perlakuan pendahuluan fermentasi padat (solid state fermentastion) dan daun
kecombrang untuk perlakuan pendahuluan fermentasi cair (submerge fermentation)
3.5.2 Fermentasi
Daun kecombrang yang sudah mengalami peroses pengecilan ukuran dilakukan
fermentasi. Fermentasi yang digunakan fermentasi padat dan cair dengan variasi jenis
mikroorganisme .Menyiapkan 1 kg daun kecombrang yang telah mengalami proses
pengecilan ukuran dilakukan fermentasi padat (solid state fermentation) ,masukan 250 g daun
kecombrang ke dalam wadah satu dan kemudian 250 g dimasukan wadah dua ,250 g ke
wadah tiga dan 250 ke wadah empat ,dilanjutkan dengan diperciki akuades sebanyak 5 ml ke
masing-masing wadah dengan tujuan untuk menjaga kondisi bahan baku agar lembab
(perbandingan air dan daun adalah 1:10) kemudian ditaburkan ragi tempe 10 %(Rhizopus
oligosporus)untuk wadah 1 Trichoderma/Saccharomyces cerevisiae  pada wadah 2 , bakteri
Bacillus subtilis ke wadah 3 dan bakter...pada wadah 4, kemudian dilakukan agitasi selama 5
menit setiap hari. Fermentasi dilakukan selama 6 hari dalam kondisi anaerob ditutup dengan
kain basah bertujuan untuk menjaga kelembaban pada suhu ruang (Raharjo dan Retnowati
(2012) dalam Khasanah (2012)).
10
Menyiapkan bahan sebayak 1 kg daun kecombarag yang telah mengalami proses
pengecilan ukuran dilakukan pembagian yang sama seprti feremntasi padat,setelah mengalami
pembagian dilakukan fermentasi cair (liquid state fermentation), daun kecombrang direndam
air hingga seluruh daun terendam oleh air dengan perbandingan 1:1. Kemudian diberi larutan
serbuk ragi tempe 10% (v/v),larutan Trichoderma/Saccharomyces cerevisiae ,larutan bakteri
Bacillus subtilis dan Aspergilus Niger. ke masing-masing wadah .Supaya mikroorganisme
dapat tumbuh perlu adanya agitasi secara manual pada proses fermentasi, agitasi dilakukan
sehari sekali selama 5 menit. Proses fermentasi cair dilakukan selama 2, 4 dan 6 hari (Raharjo
dan Retnowati, 2012).Namun karena paktor pengamatan saya bukan lama fermentasi jadi saya
mengunkan waktu fermentasi yang baik menurut beberapa jurnal yaitu selama 4 hari atau 6
hari.
3.5.3 Proses destilasi
Daun kecombrang yang telah mengalami fermentasi padat dan daun daun kecombrang
setelah proses fermentasi cair, kemudian masing-masing dilanjutkan dengan proses
penyulingan (destilasi). Metode destilasi yang digunakan adalah metode destilasi uap-
air(hydro steam distillation) selama 4 jam dengan memanfaatkan prinsip panci presto dengan
api yang sangat kecil bertujuan agar distilat yang diperoleh tidak menguap dan panas sehingga
hasil yang diperoleh akan lebih maksimal. Pengujian Rendemen dan Karakteristik Mutu
Minyak Atsiri Daun Kecombrang. Setelah diperoleh minyak atsiri daun kecombrang, minyak
tersebut diuji rendemen yang dihasilkan dan karakteristik mutunya. Analisis yang dilakukan
meliputi rendemen (Hong Yang dkk, 2012), berat jenis (Sutiah dkk, 2008), indeks bias
(Sutiah dkk, 2008) dan kelarutan dalam etanol 70% (ISO 875:1999).
3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan ANOVA untuk menguji adanya
pengaruh atau perbedaan antara perlakuan. Apabila terdapat beda nyata akan dilanjutkan
dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf signifikan 5% menggunakan
program SPSS16.

DAFTAR PUSTAKA

11
Baydar, H. dan Baydar, N. G. (2004). The effects of harvest date, fermentation duration and
tween 20 treatment on essential oil content and composition of industrial oil rose (Rosa
damascena Mill.). Industrial Crop And Products 21 (2): 251-255.
Guenther, E. (1987). Minyak Atsiri. Jilid 1.Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Hasanah, M., Nuryani, Y., Djisbar, A., Mulyono, E., Wikardi, E. dan Asman, A. (2004).
Indonesia cassia (Indonesia Cinnamon). Dalam: Ravindran P.N, Babu, K. N. dan
Shylaja, M. (ed.). Cinnamon and cassia the genus Cinnamomum, hal 185 – 198. CRC
Press Washington. New York.
Hong Yang,C., Xian Li, R., Yeh Chuang, L. (2012). Antioxidant activity of various parts of
cinnamomum cassia extracted with different extraction methods. Journal Molecules 17:
7294-7304
ISO 875:1999 (E) Essential Oils. Evaluation of miscibility in ethanol
Ketaren, S. 1989. Pengantar Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta.
Ketaren, S. 1993. Pengantar Minyak Atsiri Jilid II. Balai Pustaka. Jakarta.
Ma’mun. (2006). Karakteristik beberapa minyak atsiri famili zingiberaceae dalam
perdagangan. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat XVII (2): 91 - 98
Nasrudin, N., Priyanto, G. dan Hamzah, B. (2009). Pengaruh delignifikasi daun nilam
(Pogostemon cablin Benth) dengan larutan NaOH dan fermentasi dengan kapang
Trichoderme viride terhadap minyak hasil penyulingan. Jurnal Riset Industri III (3): 94-
102.
Plants of the Week (2003). Etlingera elatior (Jack) R. M. Smith. Retrieved January 2, 2001
from www.killerplants.com
Sumangat, D. dan Ma’mun (2003). Pengaruh ukuran dan susunan bahan baku serta lama
penyulingan terhadap rendemen dan mutu minyak kayumanis Srilangka (Cinnamomun
zeylanicum). Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat XIV (1): 25-35.

12

Anda mungkin juga menyukai