Anda di halaman 1dari 25

TUGAS

PERUNDANGAN, HUKUM DAN ETIKA RUMAH SAKIT

DISUSUN OLEH :
M DIMAS PUTRA PRATHAMA
1802011062

Dosen : Dr. Rizkan Zulyadi, SH, MH

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
2019
Tugas 3

Carilah penerapan pasal 351, 359, 360, 344, 346, 347 dan 348 KUHP pada malpraktik

kedokteran.

a. Pasal 351 :  (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun

delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, (2) Jika

perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana

penjara paling lama lima tahun.

b. Pasal 359 : Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain

mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan

paling lama satu tahun.

c. Pasal 360 : Barnag siapa karena kesalahanya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain

mendapatkan luka-luka berat, diancam dengan pidana paling lama 5 tahun atau pidana

kurungan paling lama 1 tahun. Ayat (2) Barang siapa karena kealpaannya

menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit

atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu,

diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi

tiga ratus rupiah.

d. Pasal 344 : Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu

sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh dihukum penjara

selama-lamanya dua belas tahun. JJJ

e. Pasal 346 : Seorang wanita yang sengaja mengugurkan atau mematikan

kandungannya atau menyuruh oarnag lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara

paling lama 4 tahun.

f. Pasal 347 : (1) Barang siapa dengan sengaja mengugurkan atau mematikan

kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya diancam dengan pidana penjara


paling lama 12 tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matiya wanita tersebut,

diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

g. Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja mengugurkan atau mematikan

kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara

paling lama 15 tahun 6 bulan. (2) jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya

wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.

Tugas 4

Bedahlah Buku tentang klasifikasi hukum RS.

a. Definisi Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang tentang rumah sakit no.44 tahun 2009, rumah sakit adalah

institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan.

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya

kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan

kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan

berkesinambungan.

b. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,

rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.

Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,


preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

44 Tahun 2009, rumah sakit umum mempunyai fungsi:

a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar

pelayanan rumah sakit.

b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang

paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan

dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu

pengetahuan bidang kesehatan.

c. Klasifikasi Rumah Sakit

Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut:

1. kepemilikan

2. jenis pelayanan

3. lama tinggal

4. kapasitas tempat tidur

5. afiliasi pendidikan

6. status akreditasi
1. klasifikasi berdasarkan kepemilikan

Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas:

a. rumah sakit pemerintah terdiri atas: rumah sakit vertikal yang langsung dikelola oleh

Departemen Kesehatan, rumah sakit pemerintah daerah, rumah sakit militer, rumah sakit

BUMN.

b. rumah sakit swasta adalah rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat.

2. klasifikasi berdasarkan jenis pelayanannya

Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit ini terdiri atas:

a. rumah sakit umum memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai

jenis kesakitan, memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi

medik, seperti penyakit dalam, bedah, pediatrik, psikiatri, ibu hamil, dan sebagainya.

b. rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberi pelayanan diagnosis dan

pengobatan untuk penderita dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non

bedah, seperti rumah sakit kanker, bersalin, psikiatri, pediatrik, ketergantungan obat,

rumah sakit rehabilitasi dan penyakit kronis.

3. klasifikasi berdasarkan lama tinggal di rumah Sakit

Berdasarkan lama tinggal, rumah sakit terdiri atas:

a. rumah sakit perawatan jangka pendek adalah rumah sakit yang merawat penderita

selama rata-rata kurang dari 30 hari.

b. rumah sakit perawatan jangka panjang adalah rumah sakit yang merawat penderita

dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih.


4. klasifikasi berdasarkan kapasitas tempat tidur

Rumah sakit pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas tempat tidur sesuai pola

berikut:

a. di bawah 50 tempat tidur

b. 50 – 99 tempat tidur

c. 100 – 199 tempat tidur

d. 200 – 299 tempat tidur

e. 300 – 399 tempat tidur

f. 400 – 499 tempat tidur

g. 500 tempat tidur atau lebih

5. klasifikasi berdasarkan afiliasi

Pendidikan Rumah sakit berdasarkan afiliasi pendidikan terdiri atas dua jenis yaitu:

a. rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang melaksanakan program pelatihan

dalam bidang medik, bedah, pediatrik dan bidang spesialis lain. 2.

b. rumah sakit non pendidikan adalah rumah sakit yang tidak memiliki afiliasi dengan

universitas disebut rumah sakit non pendidikan.

6. klasifikasi berdasarkan status akreditasi

Rumah sakit berdasarkan status akreditasi terdiri atas rumah sakit yang telah diakreditasi dan

rumah sakit yang belum diakreditasi. Rumah sakit telah diakreditasi adalah rumah sakit yang

telah diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa

suatu rumah sakit telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu.
d. Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah

Rumah Sakit Umum Pemerintah Pusat dan Daerah diklasifikasikan menjadi Rumah Sakit

Umum kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan,

ketenagaan fisik, dan peralatan.

 rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subpesialistik luas.

 Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan

subspesialistik terbatas.

 Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

 Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik dasar.

e. Badan Layanan Umum (BLU)

Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang

dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya

didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Berdasarkan PP No. 23 tahun 2005 tentang Penggelolaan Keuangan Badan Layanan

Umum pasal 9 tentang Tarif Layanan:

 BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan dan barang/

jasa layanan yang diberikan.


 Imbalan atas barang/ jasa layanan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) ditetapkan dalam bentuk tarif disusun atas dasar perhitungan biaya per

unit layanan atau hasil per investasi dana.

 Tarif layanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diusulkan oleh blu

kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala skpd sesuai dengan

kewenangannya.

 Usul tarif layanan dari menteri/pimpinan lembaga/kepala skpd sebagaiman

dimaksud pada ayat (3) selanjutnya ditetapkan oleh menteri

keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

 Tarif layanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan (4) harus

mempertimbangkan:

a. kontinuitas dan pengembangan layanan

b. daya beli masyarakat

c. asas keadilan dan kepatutan

d. kompetisi yang sehat

f. Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta

Rumah Sakit Umum Swasta adalah rumah sakit umum yang diselenggarakan oleh pihak

swasta. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

806b/MenKes/SK/XII/1987 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta maka Rumah

Sakit Umum Swasta dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

 rumah sakit umum swasta pratama, yang memberikan pelayanan medik

bersifat umum.

 rumah sakit umum swasta madya, yang memberikan pelayanan medik bersifat

umum dan spesialistik dalam 4 (empat) cabang.


 rumah sakit umum swasta utama, yang memberikan pelayanan medik bersifat

umum, spesialistik dan subspesialistik

g. Misi dan Visi Rumah Sakit

Misi rumah sakit merupakan pernyataan mengenai mengapa sebuah rumah sakit

didirikan, apa tugasnya dan untuk siapa rumah sakit tersebut melakukan kegiatan. Visi rumah

sakit adalah gambaran keadaan rumah sakit di masa mendatang dalam menjalankan misinya.

Isi pernyataan visi tidak hanya berupa gagasan-gagasan kosong, visi merupakan gambaran

mengenai keadaan lembaga di masa depan yang berpijak dari masa sekarang. Adapun

pernyataan misi dan visi merupakan hasil pemikiran bersama dan disepakati oleh seluruh

anggota rumah sakit. Misi dan visi bersama ini memberikan fokus dan energi untuk

pengembangan organisasi.

Rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan

terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

h. Indikator Pelayanan Rumah Sakit

Program akreditasi rumah sakit yang dilaksanakan sejak tahun 1995 diawali dengan 5

jenis pelayanan yaitu pelayanan medis, pelayanan keperawatan, rekam medis, administrasi

dan manajemen dan pelayanan gawat darurat. Pada tahun 1997, program diperluas menjadi

12 pelayanan yaitu kamar operasi, pelayanan perinata resiko tinggi, pelayanan radiologi,

pelayanan farmasi, pelayanan laboratorium, pengendalian infeksi dan kecelakaan

keselamatan serta kewaspadaan bencana. Pada tahun 2000 dikembangkan instrumen 16

bidang pelayanan di rumah sakit. Pelatihan akreditasi rumah sakit oleh Balai Pelatihan

Kesehatan dilakukan untuk membantu proses persiapan akreditasi.

Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit antara lain adalah:


 Bed Occupancy Rate (BOR): angka penggunaan tempat tidur

Bed Occupancy Rate digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur

rumah sakit. Angka Bed Occupancy Rate yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan

fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka Bed Occupancy Rate yang tinggi

(lebih dari 85 %) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga perlu

pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur.

BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit) / (Jumlah tempat tidur X Jumlah hari dalam

satu periode) X 100%.

 Length Of Stay (LOS): lamanya dirawat

Length Of Stay digunakan untuk mengukur efisiensi pelayanan rumah sakit yang tidak

dapat dilakukan sendiri tetapi harus bersama dengan interpretasi Bed Turn Over dan Turn

Over Interval. Secara umum nilai Length Of Stay yang ideal antara 6-9 hari.

LOS = Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)

 Bed Turn Over (BTO): frekuensi penggunaan tempat tidur

Bersama-sama indikator TOI dan LOS dapat digunakan untuk mengetahui tingkat

efisiensi penggunaan tempat tidur rumah sakit, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu

satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50

kali.

BTO = Jumlah pasien keluar (hidup + mati) / Jumlah tempat tidur


 Turn Over Interval (TOI): interval penggunaan tempat tidur

Bersama-sama dengan Length Of Stay merupakan indikator tentang efisiensi penggunaan

tempat tidur. Semakin besar Turn Over Interval maka efisiensi penggunaan tempat tidur

semakin jelek. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.

TOI = (Jumlah tempat tidur X Periode) – Hari perawatan) / Jumlah pasien keluar (hidup +

mati).

 NDR (Net Death Rate)

Net Death Rate adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiaptiap 1000

penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.

NDR = (Jumlah pasien mati > 48 jam / Jumlah pasien keluar (hidup + mati) ) X 1000 ‰

 GDR (Gross Death Rate)

Gross Death Rate adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar.

GDR = ( Jumlah pasien mati seluruhnya / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)) X 1000

‰.

i. Rekam Medik

Rekam medik adalah sejarah ringkas, jelas dan akurat dari kehidupan dan kesakitan

penderita dan ditulis dari sudut pandang medik. Setiap rumah sakit dipersyaratkan

mengadakan dan memelihara rekam medik yang memadai dari setiap pasien, baik pasien

rawat inap maupun pasien rawat jalan. Suatu rekam medik yang lengkap mencakup data

identifikasi dan sosiologis, sejarah famili pribadi, sejarah kesakitan yang sekarang,

pemeriksaan Universitas Sumatera Utara fisik, pemeriksaan khusus seperti: konsultasi, data

laboratorium klinis, pemeriksaan sinar X dan pemeriksaan lain, diagnosis sementara,


diagnosis kerja, penanganan medik atau bedah, patologi mikroskopik dan nyata, kondisi pada

waktu pembebasan, tindak lanjut dan temuan otopsi.

Kegunaan rekam medik:

 Dasar perencanaan dan keberkelanjutan perawatan penderita.

 Merupakan suatu sarana komunikasi antara dokter dan setiap profesional yang

berkontribusi pada perawatan penderita.

 Melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab penyakit penderita dan

penanganan atau pengobatan selama dirawat di rumah sakit.

 Digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan yang

diberikan kepada penderita.

 Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan praktisi yang

bertanggung jawab.

 Menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan.

 Dasar perhitungan biaya karena dengan menggunakan data dalam rekam medik

mempermudah bagian keuangan untuk menetapkan besarnya biaya pengobatan

seorang penderita.

J. Komite Medik/ Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)

Komite medik adalah wadah non struktural yang keanggotaannya dipilih dari Ketua Staf

Medis Fungsional (SMF) atau yang mewakili SMF yang ada di Rumah Sakit. Komite Medis

berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama.

Panitia Farmasi dan Terapi adalah sekelompok penasehat dari staf medik dan bertindak

sebagai garis komunikasi organisasi antara staf medik dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit

(IFRS). Pembentukan suatu PFT yang efektif akan memberikan kemudahan dalam pengadaan
sistem formularium yang membawa perhatian staf medik pada obat yang terbaik dan

membantu mereka dalam menyeleksi obat terapi yang tepat bagi pengobatan penderita

tertentu. Panitia ini difungsikan rumah sakit untuk mencapai terapi obat yang rasional.

Panitia Farmasi dan Terapi memberi rekomendasi atau membantu memformulasi program

yang didesain untuk memenuhi kebutuhan staf profesional (dokter, perawat, apoteker, dan

praktisi pelayanan kesehatan lainnya) untuk melengkapi pengetahuan tentang obat dan

penggunaan obat. PFT meningkatkan penggunaan obat secara rasional melalui

pengembangan kebijakan dan prosedur yang relevan untuk seleksi obat, pengadaan,

penggunaan, dan melalui edukasi tentang obat bagi penderita dan staf profesional.

Susunan anggota PFT dapat beragam di berbagai rumah sakit dan biasanya bergantung

pada kebijakan, lingkup fungsi PFT, dan besarnya tugas dan fungsi suatu rumah sakit. Ketua

PFT dipilih dari dokter yang diusulkan oleh komite medik dan disetujui pimpinan rumah

sakit. Ketua PFT adalah dokter praktisi senior yang dihormati dan disegani karena

pengabdian, prestasi ilmiah, bersikap objektif, dan berperilaku yang menjadi panutan. Ketua

adalah seorang anggota staf medik yang memahami benar dan pendukung kemajuan

pelayanan IFRS, dan ia adalah dokter yang mempunyai pengetahuan mendalam tentang terapi

obat. Sekretaris panitia adalah kepala IFRS atau apoteker senior lain yang ditunjuk oleh

kepala IFRS. Susunan anggota PFT harus mencakup dari tiap SMF yang besar, misalnya

penyakit dalam, bedah, kesehatan anak, kebidanan dan penyakit kandungan, dan SMF

lainnya.

Fungsi dan ruang lingkup PFT adalah:

 Menyusun formularium rumah sakit sebagai pedoman utama bagi para dokter dalam

memberi terapi kepada pasien. Pemilihan obat untuk dimasukkan ke dalam

formularium harus didasarkan pada evaluasi terhadap efek terapi, keamanan serta
harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi produk obat yang sama. PFT

berdasarkan kesepakatan dapat menyetujui atau menolak produk obat atau dosis obat

yang diusulkan oleh SMF.

 Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk

kategori khusus.

 Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan meneliti rekam

medik kemudian dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.

 Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat

 Mengembangkan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan

perawat.

 Membantu Instalasi Farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-

kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai

dengan peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.

 Membuat Pedoman Penggunaan Antibiotik Panitia farmasi dan terapi ini

meningkatkan penggunaan obat secara rasional melalui pengembangan kebijakan dan

prosedur yang relevan untuk Universitas Sumatera Utara seleksi obat, pengadaan,

penggunaan dan melalui edukasi tentang obat bagi penderita dan staf profesional.

k. Formularium Rumah Sakit

Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan

Farmasi di Rumah Sakit, formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh

Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap

batas waktu yang ditentukan.


Formularium rumah sakit merupakan informasi obat yang lengkap untuk pelayanan

medik rumah sakit, terdiri dari obat-obatan yang tercantum Daftar Obat Essensial

Nasional (DOEN) dan beberapa jenis obat yang sangat diperlukan oleh rumah sakit serta

dapat ditinjau kembali sesuai dengan perkembangan bidang kefarmasian dan terapi serta

keperluan rumah sakit yang bersangkutan indikator peresepan yaitu tingkat penggunaan

obat generik untuk kebutuhan pasien rawat jalan dan rawat inap sesuai dengan Permenkes

RI No HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik

di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.

Penyusunan formularium rumah sakit merupakan tugas PFT. Adanya formularium

diharapkan dapat menjadi pegangan para dokter staf medis fungsional dalam memberi

pelayanan kepada pasien sehingga tercapai penggunaan obat yang efektif dan efisien serta

mempermudah upaya menata manajemen kefarmasian di rumah sakit.

Kegunaan formularium di rumah sakit:

 Membantu menyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit

 Sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar Universitas

Sumatera Utara.

 Memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal

Formularium terdiri dari tiga bagian pokok:

1. bagian pertama: Informasi tentang kebijakan dan prosedur rumah sakit tentang obat.

2. bagian kedua: Monografi obat yang diterima masuk formularium.

3. bagian ketiga: Informasi khusus, yang berisi materi yang dimasukkan untuk

kepentingan staf profesional, antara lain daftar singkatan yang telah disetujui rumah

sakit, aturan untuk menghitung dosis pediatrik, tabel interaksi obat, dan lain-lain.
Formularium yang telah dicetak didistribusikan ke tiap lokasi perawatan penderita rawat

inap, rawat jalan, unit gawat darurat, ruang perawatan intensif, IFRS dan lain-lain yang

dianggap berkaitan.

l. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Instalasi Farmasi rumah sakit adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu

rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker

yang memenuhi persyaratan peraturan perundangundangan yang berlaku dan kompeten

secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas

seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan menyeluruh,

mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/ sediaan

farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan,

pengendalian mutu, dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan

kesehatan di rumah sakit, serta pelayanan farmasi klinis umum dan Universitas Sumatera

Utara spesialis, mencakup pelayanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik yang

merupakan program rumah sakit secara keseluruhan.

Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem

pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pasien, penyediaan obat

yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan

masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang

beredar di rumah sakit tersebut.

 Pelayanan Instalasi Farmasi Pelayanan Instalasi Farmasi dibagi menjadi 2 bagian

yaitu pelayanan farmasi dan pelayanan kefarmasian.

 Pelayanan Farmasi
Pelayanan farmasi disebut juga pelayanan farmasi minimal yang mengelola

perbekalan farmasi. Pengelolaan perbekalan farmasi dimulai dari pemilihan, perencanaan,

pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, administrasi dan

pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.

a. Pemilihan

Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di

rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria

pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan

memperbaharui standar obat.

b. Perencanaan

Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan

farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan

obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar

perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumtif (pemakaian), epidemiologi

(penyebaran).

Pedoman perencanaan berdasarkan:

 Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) atau formularium, standar terapi

rumah sakit dan ketentuan setempat yang berlaku.

 Data catatan medik.

 Anggaran yang tersedia.

 Penetapan prioritas.

 Siklus penyakit.

 Sisa stok.
 Data pemakaian periode lalu.

 Perencanaan pengembangan

c. Pengadaan

Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan

disetujui melalui:

 pembelian, yang dilakukan melalui tender ataupun pembelian langsung.

 produksi/pembuatan sediaan farmasi.

 sumbangan/hibah.

 pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi.

pengadaan bertujuan untuk mendapatkan jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan

dan anggaran serta menghindari kekosongan obat.

d. Produksi

Instalasi farmasi rumah sakit merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan

pengemasan kembali untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Produksi Instalasi Farmasi perlu diadakan karena obatobat yang dikehendaki dalam bentuk

tertentu atau obat-obat dengan formulasi dan konsentrasi yang khusus.

e. Penerimaan

Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai

dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan.

f. Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan

menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhu dan kestabilannya, mudah tidaknya

meledak/terbakar, dan tahan/tidaknya terhadap cahaya, disertai dengan sistem informasi yang

selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.

Penyimpanan perbekalan farmasi merupakan kegiatan pengaturan sediaan farmasi di

dalam ruang penyimpanan dengan tujuan untuk:

 Menjamin mutu tetap baik, yaitu kondisi penyimpanan disesuaikan dengan sifat obat,

misalnya dalam hal suhu dan kelembaban.

 Memudahkan dalam pencarian, misalnya disusun berdasarkan abjad.

 Memudahkan pengawasan persediaan/stok dan barang kadaluarsa, yaitu disusun

berdasarkan First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO)

 Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat.

g. Pendistribusian

Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan

individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang

pelayanan medis.

Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap diselenggarakan secara

sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep

perorangan, sistem unit dosis atau sistem kombinasi.

Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan diselenggarakan secara

sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh apotek rumah sakit.

Pendistribusian perbekalan farmasi di luar jam kerja diselenggarakan oleh apotek rumah sakit

yang dibuka 24 jam dan ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi.
Distribusi obat rumah sakit dilakukan untuk melayani:

a. Pasien rawat jalan

Pasien/Keluarga pasien langsung menerima obat dari Instalasi Farmasi sesuai dengan

resep yang ditulis oleh dokter. Keadaan ini memungkinkan diadakannya konseling pada

pasien/keluarga pasien.

b. pasien rawat inap

Ada 3 sistem pendistribusian pada pasien rawat inap, yaitu:

 Resep perorangan (Individual Prescription)

Sistem ini memungkinkan semua resep dokter dapat dianalisis langsung oleh apoteker

dan terjalin kerja sama antara dokter, apoteker, perawat dan pasien.

Keuntungan sistem ini adalah:

 Resep dapat dikaji lebih dahulu oleh apoteker.

 Ada interaksi antara apoteker, dokter dan perawat.

Kelemahan sistem ini adalah: 1.

 Bila obat berlebih maka pasien harus membayarnya.

 Obat dapat terlambat ke pasien b.

 Floor stock
Pada sistem ini perbekalan farmasi diberikan kepada masing-masing unit perawatan

sebagai persediaan. Sistem ini memungkinkan perbekalan farmasi tersedia bila diperlukan.

Misalnya untuk persediaan obat-obat emergensi.

Keuntungan sistem ini adalah:

 obat yang dibutuhkan cepat tersedia.

 Meniadakan obat yang return.

 Pasien tidak harus membayar obat yang lebih.

 Tidak perlu tenaga yang banyak.

Kelemahan sistem ini adalah:

 Sering terjadi kesalahan, seperti kesalahan oleh farmasis.

 Persediaan obat di ruangan harus banyak.

 Kemungkinan kehilangan dan kerusakan obat lebih besar.

III. One Day Dose Dispensing

One day dose dispensing didefinisikan sebagai obat-obatan yang diminta, disiapkan,

digunakan dan dibayar dalam dosis perhari, yang berisi obat dalam jumlah yang telah

ditetapkan untuk satu hari pemakaian. Sistem ini melibatkan kerjasama antara dokter,

apoteker dan perawat.

Keuntungan sistem ini adalah:

 pasien hanya membayar obat yang dipakai.

 tidak ada kelebihan obat atau alat yang tidak dipakai di ruangan perawat.

 menciptakan pengawasan ganda oleh apoteker dan perawat.

 kerusakan dan kehilangan obat hampir tidak ada.


IV. Kombinasi dari beberapa sistem pendistribusian di atas.

Semua sistem diatas dapat dilakukan dengan cara:

 Sentralisasi: semua obat dari farmasi pusat.

 Desentralisasi: adanya pelayanan farmasi/depo farmasi.

 Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan farmasi klinis adalah praktek kefarmasian berorientasi kepada pasien

dengan penerapan pengetahuan dan keahlian farmasi dalam membantu memaksimalkan efek

obat dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara individual.

Tujuan pelayanan farmasi klinis adalah meningkatkan keuntungan terapi obat dan

mengoreksi kekurangan yang terdeteksi dalam proses penggunaan obat karena itu tujuan

farmasi klinis adalah meningkatkan dan memastikan kerasionalan, kemanfaatan dan

keamanan terapi obat.

Pelayanan farmasi klinis yang dapat dilakukan sesuai SK Menkes No.

1197/Menkes/SK/X/2004 meliputi:

 pengkajian dan pelayanan resep.

 penelusuran riwayat penggunaan obat dan pemantauan terapi obat.

 pelayanan informasi obat (PIO).

 konseling.

 monitoring efek samping obat (MESO).

 visite.

 evaluasi penggunaan obat (EPO).


 dispensing sediaan khusus.

 pencampuran obat suntik.

 penyiapan nutrisi parenteral.

 penanganan sediaan sitostatik.

 pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD).

 Central Sterile Supply Department (CSSD)

Central Sterile Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat Pelayanan

Sterilisasi merupakan satu unit/departemen dari rumah sakit yang menyelenggarakan

proses pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang

dibutuhkan dalam kondisi steril.

Central Sterile Supply Department (CSSD) di rumah sakit bertujuan:

a. mengurangi infeksi nosokomial dengan menyediakan peralatan yang telah

mengalami pensortiran, pencucian dan sterilisasi dengan sempurna.

b. memutuskan mata rantai penyebaran kuman di lingkungan rumah sakit.

c. menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang

dihasilkan.

Fungsi utama CSSD adalah menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk keperluan

perawatan pasien di rumah sakit. Secara lebih rinci fungsinya adalah menerima, memproses,

mensterilkan, menyimpan serta mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan di

rumah sakit untuk kepentingan perawatan pasien. Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai

dari proses pembilasan, pembersihan/dekontaminasi, pengeringan, inspeksi dan pengemasan,

memberi label, sterilisasi, sampai proses distribusi.


Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruangan pemakai alat steril terbesar.

Dengan pemilihan lokasi seperti ini maka selain meningkatkan pengendalian infeksi dengan

meminimalkan resiko kontaminasi silang, serta meminimalkan lalu lintas transportasi alat

steril.

 Instalasi Gas Medis

Penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan diatur berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan No. 1439/Menkes/SK/XI/2002. 2.7.1

 Definisi

a. Gas medis adalah gas dengan spesifikasi khusus yang dipergunakan untuk pelayanan

medis pada sarana kesehatan.

b. Instalasi pipa gas medis adalah seperangkat prasarana perpipaan beserta peralatan

yang menyediakan gas medis tertentu yang dibutuhkan untuk menyalurkan gas medis

ke titik outlet di ruang tindakan dan perawatan.

c. Sentral gas medis adalah seperangkat prasarana beserta peralatan dan atau tabung

gas/liquid yang menyimpan beberapa gas medis tertentu yang dapat disalurkan

melalui pipa instalasi gas medis.

d. Instalasi gas medis (igm) adalah seperangkat sentral gas medis, instalasi pipa gas

medis sampai outlet.

Beberapa gas medis yang digunakan pada sarana pelayanan kesehatan antara lain adalah

gas Oksigen (tabung 1m3 , 2m3 , 6m3 ), oksigen cair (tangki), gas N2O (tabung 25 kg), gas

CO2, dan udara Tekan (UT).


 Penyimpanan Gas Medis

Persyaratan penyimpanan gas medis:

a. Tabung-tabung gas medis harus disimpan berdiri, dipasang penutup kran dan

dilengkapi tali pengaman untuk menghindari jatuh pada saat terjadi bencana b.

b. Lokasi penyimpanan harus khusus dan masing-masing gas medis dibedakan

tempatnya

c. Penyimpanan tabung gas medis yang berisi dan tabung gas medis yang kosong

dipisahkan untuk memudahkan pemeriksaan dan penggantian d.

d. Lokasi penyimpanan diusahakan jauh dari sumber panas, listrik dan oli atau

sejenisnya

e. Gas medis yang sudah cukup lama disimpan, agar dilakukan uji atau tes kepada

produsen untuk mengetahui kondisi gas medis tersebut (SK Menkes No.

1439/Menkes/SK/XI/2002).

Anda mungkin juga menyukai