LANDASAN TEORI
2.1 Sungai
Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-
menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai berfungsi sebagai sarana
alat transportasi, sumber bahan baku tenaga listrik dan sebagai tempat mata
pencaharian.
Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai
umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan
bawah tanah, dan di beberapa negara tertentu juga berasal dari lelehan es/salju.
Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan.
Berdasarkan asal airnya sungai dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis
antara lain :
Sungai mata air adalah sungai yang airnya bersumber dari mata air. Sungai ini
biasanya terdapat di daerah yang mempunyai curah hujan sepanjang tahun dan
daerah alirannya masih tertutup vegetasi yang cukup lebat.
2. Sungai Hujan
Sungai hujan adalah sungai yang airnya bersumber hanya dari air hujan. Jika tidak
ada hujan, sungai akan kering kerontang. Sungai ini umumnya berada di daerah
yang bervegetasi jarang atau terletak di daerah lereng, sebuah gunung atau
perbukitan.
3. Sungai Gletser
Sungai gletser dalah sungai yang airnya bersumber dari pencairan es atau salju.
Sungai ini hanya ada di daerah lintang tinggi atau di puncak gunung yang tinggi.
1
2
2
4. Sungai Campuran
Sungai campuran adalah sungai yang airnya besumber dari berbagai macam
sumber, baik dari hujan, mata air dan pencairan salju atau es. Artinya, air dari
berbagai sumber tersebut bercampur menjadi satu dan mengalir sampai lautan.
Curah hujan kawasan adalah curah hujan yang pengukurannya dilakukan disuatu
kawasan tertentu. Ada tiga cara yang umum dipakai dalam menghitung hujan rata-
rata kawasan yaitu :
n
P 1+ P 2+ P 3+…+ Pn ∑ i❑¿1 P .....................................................(2.1)
P= =
n n
Dimana :
P1, P2, P3, ..., Pn = Curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2, 3,.., n
(mm)
Metode ini dikenal juga sebagai metode rata-rata timbangan (weight mean).
Diasumsikan bahwa variasi hujan antara pos yang satu dengan yang lainnya linier
dan bahwa sembarang pos melewati kawasan terdekat. Hasil metode polygon
Thiessen lebih akurat dibanding metode rata-rata aljabar. Hujan rata-rata DAS
dapat dihitung dengan persamaan :
n
(P 1. A 1)+(P 2. A 2)+(P3. A 3)+…+(Pn . An) ∑ i❑¿1 P . A
P= = n .............................
A 1+ A 2+ A 3 ∑ i❑¿1 Ai
(2.2)
Di mana :
P1, P2, P3,.., Pn = Curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2, 3,...,
n (mm)
A1, A2, A3,...., An = Luas areal polygon (km2)
Metode ini merupakan metode paling akurat untuk menentukan hujan rata-rata,
namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Cara ini memperhitungkan secara
aktual pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan. Hujan rata-rata DAS dapat dihitung
dengan persamaan :
P 1+ P 2 P 2+ P 3 P 3+ P1 Pn−1+ Pn
A 1( )+ A 2( )+ A 3( )+ …+ A ( )
P=
2 2 2 2 .............
A 1+ A 2+ A 3+…+( An−1)
(2.3)
Di mana :
P1, P2, P3,.., Pn = Curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2, 3,...,
n (mm)
A1, A2, A3,...., An = Luas area (km2)
4
4
Menurut Sri Harto (1993), analisis frekuensi adalah suatu analisa data
hidrologi dengan menggunakan statistika yang bertujuan untuk
memprediksi suatu besaran hujan atau debit dengan masa ulang
tertentu. Menurut Triatmodjo (2008), dalam statistik dikenal beberapa
parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi :
a. Rata-rata
Nilai rata-rata adalah jumlah nilai varian data dibagi dengan jumlah data.
1
X́ = ∑ xi ....................................................................................................(2.4)
n
Di mana :
X́ = Nilai rata-rata
n = Jumlah data
Xi = Nilai varian
b. Deviasi Standar
Umumnya ukuran dispersi yang paling banyak digunakan adalah deviasi standar
(standard deviation) dan varian (variance). Varian dihitung sebagai nilai kuadrat
dari deviasi standar. Apabila penyebaran data sangat besar terhadap nilai rata-rata
maka nilai standar deviasi akan besar, akan tetapi apabila penyebaran data sangat
kecil terhadap nilai rata-rata maka standar deviasi akan kecil.
1
S=
√[ n−1
∑ (Xi− X́ )❑2 ] ...................................................................(2.5)
Di mana :
S = Deviasi standar
5
5
n = Jumlah data
Xi = Nilai varian
X́ = Nilai rata-rata
3
n ∑ ( Xi− X́ )❑
Cs= .........................................................................................(2.6)
( n−1 ) ( n−2 ) s3
Di mana :
Cs = Koefisien kemencengan
S = Deviasi standar
n = Jumlah data
Xi = Nilai varian
X́ = Nilai rata-rata
d. Koefisien Kurtosis
n2 ∑ (Xi− X́)❑4
Ck= .............................................................................(2.7)
( n−1 )( n−2 )( n−3 ) s4
Di mana :
Ck = Koefisien kurtosis
6
6
S = Deviasi standar
n = Jumlah data
Xi = Nilai varian
X́ = Nilai rata-rata
e. Koefisien Variasi
s
Cv= ............................................................................................ (2.8)
x́
Di mana :
Cv = Koefisien variasi
S = Deviasi standar
X́ = Nilai rata-rata
Distribusi normal adalah simetris terhadap sumbu vertikal dan berbentuk lonceng
yang disebut juga distribusi gauss.
XT = X́ + KT. S ..................................................................................................(2.9)
Di mana :
S = Deviasi standar
KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan
tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis
peluang.
Menurut Singh (1992), jika variabel acak Y = Log X terdistribusi secara normal,
maka X dikatakan mengikuti distribusi log normal, dalam model matematik dapat
dinyatakan dengan persamaan :
YT = Ý +¿ KT. S ..............................................................................................(2.10)
Di mana :
8
8
1
X́ = ∑log Xi (2.11)
n
1
S=
√[ n−1
∑(logXi−log X́ )❑2 ] ..........................................................(2.12)
n ∑ (logXi−log X́ )❑3
Cs=G= (2.13)
( n−1 )( n−2 ) s 3
Distribusi gumbel sering kali digunakan untuk meramalkan suatu peristiwa secara
statistik yang bernilai ekstrim, baik untuk debit maupun untuk hujan atau elevasi
muka air. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
XT = X́ + KT. S ................................................................................................(2.15)
Di mana :
KT = Faktor frekuensi
1
S=
√[ n−1
∑ (Xi− X́ )❑2 ] (2.16)
Yt−Yn
KT =
Sn .....................................................................................................................................................................
(2.17)
Yt −Yn
XT = X́ + Sn . S ..................................................................................(2.18)
Di mana :
Sn = Reduce standar deviation / mean sebagai fungsi dari banyak data (N)
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
11
11
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220
20 0,5236 0.5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353
30 0,5362 0.5371 0,5380 0,5388 0,8396 0,5403 0,5410 0,5418 0,5424 0,5436
40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599
100 0,5600 0,5602 0,5603 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5610 0,5611
Sumber : Suripin, 2003
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1,031
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0995 1,0206 1,0411 1,0493 1,0565
6
1,096
20 1,0628 1,0696 1.0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,1004 1,1047 1,1080
1
1,131
30 1.1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1339 1,1363 1,1388
3
1,153
40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1591 1,1557 1,1574 1,1590
8
1,169
50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1708 1,1721 1,1734
6
1,181
60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1824 1,1834 1,1844
4
1,190
70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1915 1,1923 1,1930
6
1,198
80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1987 1,1994 1,2001
0
1,204
90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2049 1,2055 1,2060
4
1,208
100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2090 1,2093 1,2096
7
Sumber : Suripin, 2003
n
Ef −Of
X 2 Cr=∑
i=0
[ Ef ] 2
....................................................................................(2.19)
Di mana :
N = Jumlah data
DK = K – R (R + 1) ......................................................................................(2.22)
Di mana :
DK = Derajat kebebasan
K = Kelas
a derajat kepercayaan
dk 0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005
1 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,897
2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597
14
14
dk a derajat kepercayaan
0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005
22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796
23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,638 44,181
24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,98 45,558
25 10,52 11,524 13,120 14,611 37,652 40,846 44,314 46,928
26 11,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,290
27 11,808 12,879 14.573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645
28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993
29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336
30 13,787 14,593 16,791 18,493 43,733 46,979 50,892 53,672
Sumber : Suripin, 2003
2.1.4.2 Smirnov-Kolmogorov
Uji coba smirnov-kolmogorov sering juga disebut uji kecocokan non parametik
(non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi
tertentu (Soewarno, 1991).
D=¿ ...........................................................................(2.23)
Di mana :
15
15
Derajat kepercayaan α
N
0,20 0,10 0,05 0,01
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,40
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23
1,07 1,22 1,36
N 0,5 N 0,5 N 0,5
1,63
N 0,5 N > 50
Sumber : Suripin, 2003
Metode yang paling sering digunakan untuk debit di suatu daerah aliran sungai di
mana tidak ada data pengamatan debitnya adalah metode rasional Jepang. Dalam
16
16
hal ini besarnya debit tersebut merupakan fungsi dari luas DAS, intensitas hujan,
keadaan permukaan tanah yang dinyatakan dalam koefisien limpasan dan
kemiringan sungai (Joesron Loebis,1992).
Rumus yang digunakan :
Qp = 0,278 . C . I . A ....................................................................................(2.24)
Di mana :
Qp = Debit puncak (m3/det)
C = Koefisien limpasan
I = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas daerah aliran sungai (km2)
Merupakan suatu harga rasio antara aliran permukaan dengan intensitas hujan untuk
suatu daerah tangkapan tertentu. Pada kenyataannya, koefisien ini dihitung dari
besarnya hambatan atau kehilangan dari curah hujan sehingga menjadi aliran
permukaan. Besarnya kehilangan ini tergantung pada kondisi vegetasi,
infiltrasi, kolam–kolam permukaaan dan evapotranspirasi.
Harga koefisien limpasan (C) dapat dilihat pada tabel 2.9.
Waktu konsentrasi adalah waktu perjalanan yang diperlukan oleh air dari tempat
yang paling jauh (hulu DAS) sampai ke titik pengamatan aliran air (outlet) (Imam
Subarkah, 1978).
Di mana :
R 24 24 2
I =
24 tc ( ) 3
.........................................................................................(2.26)
Di mana :
2.2 BENDUNG
2.2.1 Pengertian Bendung
Bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun
melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan elevasi
18
18
muka air, sehingga air dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ketempat yang
membutuhkannnya untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi lahan dan
sumber air hujan yang ada di daerah tersebut.
1. Bendung tetap
Bendung ini tidak dapat mengatur tinggi dan debit air sungai.
2. Bendung gerak
Bendung ini dapat dipergunakan untuk mengatur tinggi dan debit air sungai
dengan pembukaan pintu-pintu air yang terdapat pada bendung tersebu
3. Bendung kombinasi
Bendung ini berfungsi ganda, yaitu sebagai bendung tetap dan bendung
gerak. Desain bangunan bendung sendiri memiliki berbagai macam bentuk
ditinjau dari peletakannya, antara lain:
a. Bandung Cerucut Sederhana
Umumnya digunakan di desa karena pembuatannya dapat dilakukan
sendiri oleh masyarakat dan biayanya murah. Bendung cerucut tersusun
19
19
dari kayu atau bambu yang disusun sebagai tubuh bendung dan sayap
bendung.
b. Bendung Bronjong
Sama seperti bendung cerucut, bendung bronjong dapat diterapkan di
daerah pedesaan karena mudah dan tidak mahal. Material penyusunannya
berupa bronjong kawat yang diisi batu kali.
c. Bendung Tyrol
Umumnya digunakan untuk penyadapan air sungai, bendung Tyrol hanya
cocok digunakan untuk sungai yang angkutan sedimennya didominasi
fraksi kasar (batu gelundung) dan fluktuasinya tinggi.
1. Mercu bendung
Mercu bendung merupakan salah satu komponen bendung yang memiliki fungsi
utama pada bendung. Mercu bendung di bangun melintang pada sungai yang
berfungsi untuk menaikan muka air. Secara umum, mercu bendung dibangun
dengan konstruksi beton dan pasangan batu.
2. Sayap Bendung
Sayap bendung merupakan bangunan yang berfungsi untuk mengarahkan arus air
sungai mercu bendung sehingga tidak terjadi aliran samping yang berpotensi
menggerus tebing pondasi tubuh bendung. Sayap bendung ini terdapat pada kedua
sisi mercu (mengapit mercu). Untuk menjaga stabilitas mercu bendung, sayap
bendung difungsikan sebagai penahan tanah dalam mengamankan bendung
mengamankan bendung dari longsoran tebing.
a. Kolam Olak
Air yang jatuh dari mercu bendung memiliki perubahan kecepatan aliran
air yang diakibatkan kemiringan mercu bendung. Perubahan tersebut dapat
menimbulkan penggerusan pada dasar sungai. Kolam olak merupakan
bangunan yang berfungsi untuk meredam energi air limpasan dari mercu
bendung sehingga kerusakan dasar sungai dapat dihindari.
b. Tanggul
Keberadaan bangunan bendung di sungai akan menyebabkan aliran normal
menjadi terganggu, sehingga dapat menimbulkan pola aliran baru di sungai
21
21
Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan bendung dan mempunyai arti penting
dalam perencanaan adalah:
1. tekanan air, dalam dan luar
2. tekanan lumpur (sediment pressure)
3. gaya gempa
4. berat bangunan
5. reaksi pondasi.
Gaya tekan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatik dan gaya
hidrodinamik. Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah
permukaan air. Tekanan air akan selalu bekerja tegak lurus terhadap muka
bangunan. Oleh sebab itu agar perhitungannya lebih mudah, gaya horisontal
dan vertikal dikerjakan secara terpisah. Tekanan air dinamik jarang
diperhitungkan untuk stabilitas bangunan bendung dengan tinggi energi
rendah. Gaya tekan ke atas. Bangunan bendung mendapat tekanan air bukan
hanya pada Permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan dalam tubuh
bangunan itu. Gaya tekan ke atas, yakni istilah umum untuk tekanan
23
23
1
[ ]
W u =γw h 2+ ε ( h1−h2 ) A .......................... ................................... (2.27)
2
di mana:
3
γw = berat jenis air, kN/m
2
A = luas dasar, m
Gambar 2.1 Gaya angkat untuk bangunan yang dibangun pada pondasi buatan
Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP-02
Sumber :Tabel
Standar Perencanaan
2.10 Irigasi
Harga-harga Ɛ KP-02
Gaya tekan ke atas untuk bangunan pada permukaan tanah dasar (subgrade)
lebih rumit. Gaya angkat pada pondasi itu dapat ditemukan dengan
membuat jaringan aliran (flownet), atau dengan asumsi-asumsi yang
digunakan oleh Lane untuk teori angka rembesan (weighted creep theory).
Gaya tekan ke atas untuk bangunan pada permukaan tanah dasar (subgrade)
lebih rumit. Gaya angkat pada pondasi itu dapat ditemukan dengan
membuat jaringan aliran (flownet). Dalam hal ditemui kesulitan berupa
keterbatasan waktu pengerjaan dan tidak tersedianya perangkat lunak untuk
25
25
Dalam metode analog listrik, aliran air melalui pondasi dibandingkan dengan
aliran listrik melalui medan listrik daya-antar konstan. Besarnya voltase sesuai
dengan tinggi iezometrik, daya-antar dengan kelulusan tanah dan aliran listrik
dengan kecepatan air (lihat Gambar 2.2) Untuk pembuatan jaringan aliran
bagi bangunan utama yang dijelaskan disini, biasanya cukup diplot dengan
tangan saja. Contoh jaringan aliran di bawah bendung pelimpah diberikan pada
Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Contoh jaringan aliran dibawah dam pasangan batu pada pasir
Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP-02
26
26
Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x di sepanjang
dasar bendung dapat dirumuskan sebagai berikut:
27
27
Lx
P x =H x − ∆ H .......................................................................................... (2.28)
L
di mana:
2
Px = gaya angkat pada x, kg/m
Hx = tinggi energi di x, m
Dan di mana L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara Lane,
0
bergantung kepada arah bidang tersebut. Bidang yang membentuk sudut 45
atau lebih terhadap bidang horisontal, dianggap vertical.
2.3.3Tekanan lumpur
Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung atau terhadap pintu
dapat dihitung sebagai berikut:
γ s h 1−sin ∅
( )
2
Ps = ........................................................................................... (2.29)
2 1+sin ∅
di mana:
Ps : gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja
secara horisontal
γs : berat lumpur, kN
h : dalamnya lumpur, m
G−1
γ s =τ s , ................................................................................................... (2.30)
G
di mana:
γs ’ = berat volume kering tanah ≈ 16 kN/m (≈ 1.600
kgf/m )
2
Ps =1,67 h .................................................................................................... (2.31)
ad
E= ........................................................................................................ (2.33)
g
di mana :
2
ad = percepatan gempa rencana, cm/dt
2
ac = percepatan kejut dasar, cm/dt (untuk harga per periode ulang lihat
Tabel- 2.3).
29
29
E = koefisien gempa
2
g = percepatan gravitasi, cm/dt ( 980)
Dimana :
∑ (V-U) = keseluruhan gaya vertikal (V), dikurangi gaya tekan ke atas yang
bekerja pada bangunan, k
f = koefisien gesekan
s = faktor keamanan
harga – harga perkiraan untuk koefisien gesekan f diberikan pada tabel 2.13
Bahan F
Pasangan batu 0,60 – 0,75
Batu keras berkualitas baik 0,75
Kerikil 0,50
Pasir 0,40
Lempung 0,30
Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP-02
Apabila, untuk bangunan-bangunan yang terbuat dari beton, harga yang aman
untuk faktor gelincir yang hanya didasarkan pada gesekan saja (persamaan
2.37) ternyata terlampaui, maka bangunan bisa dianggap aman jika faktor
keamanan dari rumus itu yang mencakup geser (persamaan 2.38),
sama dengan atau lebih besar dari harga-harga faktor keamanan yang sudah
ditentukan.
f ∑ ( V −U ) +c A
∑ (H ) ≤ ....................................................................................
S
(2.38)
di mana:
2
c = satuan kekuatan geser bahan, kN/m
2
A = luas dasar yang dipertimbangkan, m
Harga-harga faktor keamanan jika geser juga dicakup, sama dengan harga-harga
yang hanya mencakup gesekan saja, yakni 2,0 untuk kondisi normal dan 1,25
untuk kondisi ekstrem.
2 2
Untuk beton, c (satuan kekuatan geser) boleh diambil 1.100 kN/m ( = 110 Tf/m )
Persamaan 2.38 mungkin hanya digunakan untuk bangunan itu sendiri. Kalau
rumus untuk pondasi tersebut akan digunakan, perencana harus yakin bahwa
itu kuat dan berkualitas baik berdasarkan hasil pengujian. Untuk bahan
pondasi nonkohesif, harus digunakan rumus yang hanya mencakup gesekan
saja (persamaan 2.37)
Agar bangunan aman terhadap guling, maka resultante semua gaya yang bekerja
pada bagian bangunan di atas bidang horisontal, termasuk gaya angkat, harus
33
33
memotong bidang ini pada teras. Tidak boleh ada tarikan pada bidang irisan
mana pun.
Besarnya tegangan dalam bangunan dan pondasi harus tetap dipertahankan pada
harga-harga maksimal yang dianjurkan. Harga-harga untuk beton adalah
2 2
sekitar 4,0 N/mm atau 40 kgf/cm , pasangan batu sebaiknya mempunyai
2 2
kekuatan minimum 1,5 sampai 3,0 N/mm atau 15 sampai 30 kgf/cm .
Tiap bagian bangunan diandaikan berdiri sendiri dan tidak mungkin ada
distribusi gaya-gaya melalui momen lentur (bending moment). Oleh sebab
itu, tebal lantai kolam olak dihitung sebagai berikut (lihat Gambar 2.6):
Px−Wx
dx≥ S ...............................................................................................
γ
(2.38)
Dimana :
S = faktor keamanan (1,5 untuk kondisi normal, 1,25 untuk kondisi ekstrem)