Anda di halaman 1dari 33

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sungai

Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-
menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai berfungsi sebagai sarana
alat transportasi, sumber bahan baku tenaga listrik dan sebagai tempat mata
pencaharian.

Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai
umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan
bawah tanah, dan di beberapa negara tertentu juga berasal dari lelehan es/salju.
Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan.
Berdasarkan asal airnya sungai dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis
antara lain :

1. Sungai Mata Air

Sungai mata air adalah sungai yang airnya bersumber dari mata air. Sungai ini
biasanya terdapat di daerah yang mempunyai curah hujan sepanjang tahun dan
daerah alirannya masih tertutup vegetasi yang cukup lebat.

2. Sungai Hujan

Sungai hujan adalah sungai yang airnya bersumber hanya dari air hujan. Jika tidak
ada hujan, sungai akan kering kerontang. Sungai ini umumnya berada di daerah
yang bervegetasi jarang atau terletak di daerah lereng, sebuah gunung atau
perbukitan.

3. Sungai Gletser

Sungai gletser dalah sungai yang airnya bersumber dari pencairan es atau salju.
Sungai ini hanya ada di daerah lintang tinggi atau di puncak gunung yang tinggi.

1
2
2

4. Sungai Campuran

Sungai campuran adalah sungai yang airnya besumber dari berbagai macam
sumber, baik dari hujan, mata air dan pencairan salju atau es. Artinya, air dari
berbagai sumber tersebut bercampur menjadi satu dan mengalir sampai lautan.

2.1.1 Analisis Hidrologi

Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena


hidrologi (hydrologic phenomenon), seperti besarnya : curah hujan, temperatur,
penguapan, lamanya penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi
muka air sungai, kecepatan aliran, konsentrasi sedimen sungai akan selalu
berubah terhadap waktu (Soewarno, 1995).

2.1.2 Curah Hujan Kawasan

Curah hujan kawasan adalah curah hujan yang pengukurannya dilakukan disuatu
kawasan tertentu. Ada tiga cara yang umum dipakai dalam menghitung hujan rata-
rata kawasan yaitu :

2.1.2.1 Rata-rata Aljabar

Merupakan metode yang paling sederhana dalam menghitung hujan kawasan.


Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua penakar hujan mempunyai
pengaruh yang setara. Cara ini cocok untuk kawasan topografi rata atau datar.
Hujan kawasan diperoleh dari persamaan :

n
P 1+ P 2+ P 3+…+ Pn ∑ i❑¿1 P .....................................................(2.1)
P= =
n n

Dimana :

P1, P2, P3, ..., Pn = Curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2, 3,.., n
(mm)

n = Banyaknya pos penakar hujan


3
3

2.1.2.2 Metode Poligon Thiessen

Metode ini dikenal juga sebagai metode rata-rata timbangan (weight mean).
Diasumsikan bahwa variasi hujan antara pos yang satu dengan yang lainnya linier
dan bahwa sembarang pos melewati kawasan terdekat. Hasil metode polygon
Thiessen lebih akurat dibanding metode rata-rata aljabar. Hujan rata-rata DAS
dapat dihitung dengan persamaan :

n
(P 1. A 1)+(P 2. A 2)+(P3. A 3)+…+(Pn . An) ∑ i❑¿1 P . A
P= = n .............................
A 1+ A 2+ A 3 ∑ i❑¿1 Ai
(2.2)

Di mana :

P1, P2, P3,.., Pn = Curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2, 3,...,
n (mm)
A1, A2, A3,...., An = Luas areal polygon (km2)

2.1.2.3 Metode Isohyet

Metode ini merupakan metode paling akurat untuk menentukan hujan rata-rata,
namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Cara ini memperhitungkan secara
aktual pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan. Hujan rata-rata DAS dapat dihitung
dengan persamaan :

P 1+ P 2 P 2+ P 3 P 3+ P1 Pn−1+ Pn
A 1( )+ A 2( )+ A 3( )+ …+ A ( )
P=
2 2 2 2 .............
A 1+ A 2+ A 3+…+( An−1)
(2.3)

Di mana :

P1, P2, P3,.., Pn = Curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2, 3,...,
n (mm)
A1, A2, A3,...., An = Luas area (km2)
4
4

2.1.3 Analisis Frekuensi

Menurut Sri Harto (1993), analisis frekuensi adalah suatu analisa data
hidrologi dengan menggunakan statistika yang bertujuan untuk
memprediksi suatu besaran hujan atau debit dengan masa ulang
tertentu. Menurut Triatmodjo (2008), dalam statistik dikenal beberapa
parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi :

a. Rata-rata

Nilai rata-rata adalah jumlah nilai varian data dibagi dengan jumlah data.

1
X́ = ∑ xi ....................................................................................................(2.4)
n

Di mana :
X́ = Nilai rata-rata
n = Jumlah data
Xi = Nilai varian

b. Deviasi Standar

Umumnya ukuran dispersi yang paling banyak digunakan adalah deviasi standar
(standard deviation) dan varian (variance). Varian dihitung sebagai nilai kuadrat
dari deviasi standar. Apabila penyebaran data sangat besar terhadap nilai rata-rata
maka nilai standar deviasi akan besar, akan tetapi apabila penyebaran data sangat
kecil terhadap nilai rata-rata maka standar deviasi akan kecil.

1
S=
√[ n−1
∑ (Xi− X́ )❑2 ] ...................................................................(2.5)

Di mana :

S = Deviasi standar
5
5

n = Jumlah data

Xi = Nilai varian

X́ = Nilai rata-rata

c. Koefisien Kemencengan (skewness)

Kemencengan (skewness) adalah suatu nilai yang menunjukkan derajat


ketidaksimetrisan (assymetry) dari suatu bentuk distribusi. Umumnya ukuran
kemencengan dinyatakan dengan besarnya koefisien kemencengan (coefficient of
skewness).

3
n ∑ ( Xi− X́ )❑
Cs= .........................................................................................(2.6)
( n−1 ) ( n−2 ) s3

Di mana :

Cs = Koefisien kemencengan

S = Deviasi standar

n = Jumlah data

Xi = Nilai varian

X́ = Nilai rata-rata

d. Koefisien Kurtosis

Pengukuran kurtosis dimaksudkan untuk mengukur keruncingan dari bentuk


kurva
distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal.

n2 ∑ (Xi− X́)❑4
Ck= .............................................................................(2.7)
( n−1 )( n−2 )( n−3 ) s4

Di mana :

Ck = Koefisien kurtosis
6
6

S = Deviasi standar

n = Jumlah data

Xi = Nilai varian

X́ = Nilai rata-rata

e. Koefisien Variasi

Koefisien variasi (varianion coefficient) adalah nilai perbandingan antara deviasi


standar dengan nilai rata-rata hitung dari suatu distribusi.

s
Cv= ............................................................................................ (2.8)

Di mana :

Cv = Koefisien variasi

S = Deviasi standar

X́ = Nilai rata-rata

Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi yang umum


digunakan dalam bidang hidrologi. Distribusi tersebut adalah sebagai
berikut :

2.1.3.1 Distribusi Normal

Distribusi normal adalah simetris terhadap sumbu vertikal dan berbentuk lonceng
yang disebut juga distribusi gauss.

Rumus yang umum digunakan adalah sebagai berikut :

XT = X́ + KT. S ..................................................................................................(2.9)

Di mana :

XT = Perkiraan nilai yang diharapkan periode T-tahun


7
7

X́ = Nilai rata-rata sampel

S = Deviasi standar

KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan
tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis
peluang.

Tabel 2.1 Nilai variabel Reduksi Gauss

No Periode Ulang T (tahun) Peluang KT


1 1,001 0,999 -3,05
2 1,005 0,995 -2,58
3 1,010 0,990 -2, 33
4 1,050 0,950 -1,64
5 1,110 0,900 -1,28
6 1,250 0,800 -0,84
7 1,330 0,750 -0,67
8 1,430 0,700 -0,52
9 1,670 0,600 -0,25
10 2 0,500 0
11 2,5 0,400 0,25
12 3,33 0,300 0,52
13 4 0,250 0,67
14 5 0,200 0,84
15 10 0,100 1,28
16 20 0,050 1,64
17 50 0,020 2,05
18 100 0,010 2,33
19 200 0,005 2,58
20 500 0,002 2,88
21 1000 0,001 3,09
Sumber : Suripin, 2003

2.1.3.2 Distribusi Log Normal

Menurut Singh (1992), jika variabel acak Y = Log X terdistribusi secara normal,
maka X dikatakan mengikuti distribusi log normal, dalam model matematik dapat
dinyatakan dengan persamaan :

YT = Ý +¿ KT. S ..............................................................................................(2.10)

Di mana :
8
8

YT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahun


Ý = Nilai rata-rata hitung variat
S = Deviasi standar nilai variat
KT = Faktor frekuensi

2.1.3.3 Distribusi Log Pearson III

Rumus yang digunakan dalam distribusi log pearson III langkah-langkahnya


adalah sebagai berikut :

1. Ubah data ke bentuk logaritmik, X = log X

2. Hitung harga rata-rata :

1
X́ = ∑log Xi (2.11)
n

3. Hitung simpangan baku :

1
S=
√[ n−1
∑(logXi−log X́ )❑2 ] ..........................................................(2.12)

4. Hitung kofisien kemencengan :

n ∑ (logXi−log X́ )❑3
Cs=G= (2.13)
( n−1 )( n−2 ) s 3

5. Mencari nila K berdasarkan nilai G

6. Hitung logaritma hujan dengan periode ulang T :

Log XT = log X́ + KT. S .............................................................................(2.14)


9
9

Tabel 2.2 Nilai K untuk Distribusi Log Pearson III

Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang)


1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100
Koef G Persentase peluang terlampaui (perscent chance of being excreeded)
99 80 50 20 10 4 2 1
3,0 -0,667 -0,636 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051
2,8 -0,714 -0,666 -0,384 0,460 1,210 2,275 3,114 3,973
2,6 -0,769 -0,696 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 2,889
2,4 -0,832 -0,725 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,800
2,2 -0,905 -0,752 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705
2,0 -0,990 -0,777 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,192 3,605
1,8 -1,087 -0,799 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499
1,6 -1,197 -0,817 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388
1,4 -1,318 -0,832 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271
1,2 -1,449 -0,844 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149
1,0 -1,558 -0,852 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022
0,8 -1,733 -0,856 -0,132 0,780 1,336 1,993 2,453 2,891
0,6 -1,880 -0,857 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755
0,4 -2,029 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615
0,2 -2,178 -0,850 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472
0,0 -2,326 -0,842 -0,000 0,842 1,282 1,751 2,051 2,326
-0,2 -2,472 -0,830 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178
-0,4 -2,615 -0,816 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029
-0,6 -2,755 -0,800 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880
-0,8 -2,891 -0,780 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733
-1,0 -3,022 -0,758 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588
-1,2 -2,149 -0,732 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449
-1,4 -2,271 -0,705 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318
-1,6 -2,388 -0,675 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197
-1,8 -2,499 -0,643 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087
-2,0 -3,605 -0,609 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990
-2,2 -3,705 -0,574 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905
-2,4 -3,800 -0,537 0,351 0,725 0,795 0,823 0,830 0,832
-2,6 -3,889 -0,490 0,368 0,696 0,747 0,764 0,768 0,769
-2,8 -3,973 -0,469 0,384 0,666 0,702 0,712 0,714 0,714
-3,0 -7,051 -0,420 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667
Sumber : Suripin, 2003

2.1.3.4 Distribusi Gumbel


10
10

Distribusi gumbel sering kali digunakan untuk meramalkan suatu peristiwa secara
statistik yang bernilai ekstrim, baik untuk debit maupun untuk hujan atau elevasi
muka air. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

XT = X́ + KT. S ................................................................................................(2.15)

Di mana :

XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahun

X́ = Nilai rata-rata sampel

S = Deviasi standar (simpangan baku) sampel

KT = Faktor frekuensi

Standar deviasi merupakan akar pangkat dari variasi :

1
S=
√[ n−1
∑ (Xi− X́ )❑2 ] (2.16)

Yt−Yn
KT =
Sn .....................................................................................................................................................................

(2.17)

Yt −Yn
XT = X́ + Sn . S ..................................................................................(2.18)

Di mana :

Yt = Reduce variate sebagai fungsi dari periode ulang T

Yn = Reduce mean sebagai fungsi dari banyak data (N)

Sn = Reduce standar deviation / mean sebagai fungsi dari banyak data (N)

Tabel 2.3 Reduce Mean (Yn)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
11
11

10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220
20 0,5236 0.5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353
30 0,5362 0.5371 0,5380 0,5388 0,8396 0,5403 0,5410 0,5418 0,5424 0,5436
40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599
100 0,5600 0,5602 0,5603 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5610 0,5611
Sumber : Suripin, 2003

Tabel 2.4 Reduce Standard Deviation (Sn)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1,031
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0995 1,0206 1,0411 1,0493 1,0565
6
1,096
20 1,0628 1,0696 1.0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,1004 1,1047 1,1080
1
1,131
30 1.1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1339 1,1363 1,1388
3
1,153
40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1591 1,1557 1,1574 1,1590
8
1,169
50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1708 1,1721 1,1734
6
1,181
60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1824 1,1834 1,1844
4
1,190
70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1915 1,1923 1,1930
6
1,198
80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1987 1,1994 1,2001
0
1,204
90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2049 1,2055 1,2060
4
1,208
100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2090 1,2093 1,2096
7
Sumber : Suripin, 2003

Tabel 2.5 Reduce Variate (YTr) sebagai fungsi periode ulang

Periode ulang Tr Reduce Variate Periode ulang Tr Reduce Variate


(tahun) YTr (tahun) YTr
2 0,3668 100 4,6012
5 1,5004 200 5,2969
10 2,2510 250 5,5206
20 2,9709 500 6,2149
25 3,1993 1000 6,9087
50 3,9028 5000 8,5188
12
12

75 4,3117 10000 9,2121


Sumber : Suripin, 2003

Tabel 2.6 Syarat Distribusi Statistik

Jenis Distribusi Syarat


Cs = 0
Distribusi Normal
Ck = 3
Cs > 0
Distribusi Log Normal
Ck > 3
Distribusi Log Pearson III Cs antara 0 - 0,9
Cs ≤ 1,139
Distribusi Gumbel
Ck ≤ 5,402
Sumber : Suripin, 2003

2.1.4 Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi

Diperlukan pengujian parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest


test) distribusi frekuensi sample data terhadap fungsi distribusi peluang yang
diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut.
Pengujian parameter yang sering dipakai adalah (chi-kuadrat dan smirnov-
kolmogorov).

2.1.4.1 Uji Chi-Kuadrat

Uji chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan persamaan distribusi yang telah


dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis.
Pengambilan keputusan ini menggunakan parameter X2.

n
Ef −Of
X 2 Cr=∑
i=0
[ Ef ] 2
....................................................................................(2.19)

Di mana :

X2Cr = Harga Chi Kuadrat

Ef = Banyaknya frekuensi yang diharapkan


13
13

Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas

N = Jumlah data

Perhitungan uji chi kuadrat adalah sebagai berikut :

1. Pengurutan data pengamatan dari besar ke kecil


2. Perhitungan jumlah kelas yang ada (K) = 1 + 3,322 log n .......................(2.20)
Dalam pembagian kelas disarankan agar setiap kelas terdapat minimal lima
buah pengamatan.
n
3. Perhitungan nilai Ef = [ ]
K
.................................................................(2.21)

4. Perhitungan banyaknya Of untuk masing-masing kelas.


5. Perhitungan nilai X2Cr untuk setiap kelas kemudian hitung nilai total X 2Cr
dari tabel untuk derajat nyata tertentu yang sering diambil sebesar 5 %
dengan parameter derajat kebebasan.

Rumus derajat kebebasan adalah :

DK = K – R (R + 1) ......................................................................................(2.22)

Di mana :

DK = Derajat kebebasan

K = Kelas

R = Banyaknya keterikatan (biasanya diambil R = 2 untuk distribusi normal


dan binomial dan R = 1 untuk distribusi Poisson dan Gumbel)

Tabel 2.7 Nilai Kritis untuk Uji Distribusi Frekuensi Chi-Kuadrat

a derajat kepercayaan
dk 0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005
1 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,897
2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597
14
14

3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838


4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860
5 0,412 0,554 0,831 1..145 11,070 12,832 15,086 16,750
6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548
7 0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278
8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,09 21,955
9 1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589
10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,309 25,188
11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,775 26,757
12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,712 28,3
13 3,565 4,107 5,009 5,892 23,362 24,736 27,688 29,819
14 4,075 4,660 5.629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319
15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801
16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267
17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718
18 6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156
19 6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582
20 7,434 8,260 9,591 10,851 31,41 34,170 37,566 39,997
21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401
Tabel 2.7 Nilai Kritis untuk Uji Distribusi Frekuensi Chi-Kuadrat (lanjutan)

dk a derajat kepercayaan
0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005
22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796
23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,638 44,181
24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,98 45,558
25 10,52 11,524 13,120 14,611 37,652 40,846 44,314 46,928
26 11,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,290
27 11,808 12,879 14.573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645
28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993
29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336
30 13,787 14,593 16,791 18,493 43,733 46,979 50,892 53,672
Sumber : Suripin, 2003

2.1.4.2 Smirnov-Kolmogorov

Uji coba smirnov-kolmogorov sering juga disebut uji kecocokan non parametik
(non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi
tertentu (Soewarno, 1991).

Rumus yang digunakan :

D=¿ ...........................................................................(2.23)

Di mana :
15
15

D = Selisih data probabilitas teoritis dan empiris

P(X<) = Posisi data x menurut sebaran teoritis

P’(X<) = Posisi data x menurut sebaran empiris

Tabel 2.8 Nilai Kritis Do untuk Uji Smirnov-Kolmogorov

Derajat kepercayaan α
N
0,20 0,10 0,05 0,01
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,40
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23
1,07 1,22 1,36
N 0,5 N 0,5 N 0,5
1,63
N 0,5 N > 50
Sumber : Suripin, 2003

2.1.5 Debit Rencana

Metode yang paling sering digunakan untuk debit di suatu daerah aliran sungai di
mana tidak ada data pengamatan debitnya adalah metode rasional Jepang. Dalam
16
16

hal ini besarnya debit tersebut merupakan fungsi dari luas DAS, intensitas hujan,
keadaan permukaan tanah yang dinyatakan dalam koefisien limpasan dan
kemiringan sungai (Joesron Loebis,1992).
Rumus yang digunakan :

Qp = 0,278 . C . I . A ....................................................................................(2.24)

Di mana :

Qp = Debit puncak (m3/det)
C = Koefisien limpasan
I = Intensitas hujan (mm/jam)

A = Luas daerah aliran sungai (km2)

2.1.5.1 Koefisien Aliran Permukaan

Merupakan suatu harga rasio antara aliran permukaan dengan intensitas hujan untuk
suatu daerah tangkapan tertentu. Pada kenyataannya, koefisien ini dihitung dari
besarnya hambatan atau kehilangan dari curah hujan sehingga menjadi aliran
permukaan. Besarnya kehilangan ini tergantung pada kondisi vegetasi,
infiltrasi, kolam–kolam permukaaan dan evapotranspirasi.
Harga koefisien limpasan (C) dapat dilihat pada tabel 2.9.

Tabel 2.9 Koefisien Limpasan (C)


Keadaan Daerah Pengaliran Koefisien
Daerah pegunungan yang curam 0,75 – 0,90
Daerah pegunungan tersier 0,70 – 0,80
Sungai dengan tanah dan hutan di bagian atas dan bawahnya 0,50 – 0,75
Tanah dasar yang ditanami 0,45 – 0,60
Sawah waktu diairi 0,70 – 0,80
Sungai bergunung 0,75 – 0,85
Sungai dataran 0,45 – 0,75
Sumber : Soewarno, 1991

2.1.5.2 Waktu Konsentrasi


17
17

Waktu konsentrasi adalah waktu perjalanan yang diperlukan oleh air dari tempat
yang paling jauh (hulu DAS) sampai ke titik pengamatan aliran air (outlet) (Imam
Subarkah, 1978).

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

Tc=0,0195 L0,77 S−0,385 ...........................................................................(2.25)

Di mana :

Tc = Waktu konsentrasi (menit)

L = Panjang sungai/ lereng (m)

S = Kemiringan lereng (%)

2.1.5.3 Intensitas Hujan


Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat
umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung
makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya.

Rumus yang digunakan :

R 24 24 2
I =
24 tc ( ) 3
.........................................................................................(2.26)

Di mana :

I = Intensitas hujan (mm/jam)

R24 = Curah hujan harian maksimum (mm)

Tc = Waktu curah hujan (menit)

2.2 BENDUNG
2.2.1 Pengertian Bendung
Bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun
melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan elevasi
18
18

muka air, sehingga air dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ketempat yang
membutuhkannnya untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi lahan dan
sumber air hujan yang ada di daerah tersebut.

2.2.2 Jenis bendung berdasarkan fungsinya


Bendung pembagi banjir
Didirikan pada percabangan sungai untuk mengatur muka air, sehingga terjadi
pemisahan antara debit banjir dan debit rendah sesuai dengan kapasitas yang telah
ditetapkan sebelumnya.
1. Bendung penahan air pasang Dibangun di bagian sungai yang dipengaruhi
pasang-surut air laut untuk mecegah masuknya air asin dan menjamin agar
aliran air sungai senantiasa dalam kondisi normal.
2. Bendung penyadap
Digunakan untuk mengatur muka air sungai agar memudahkan penyadapan
air untuk kebutuhan irigasi, pembangkit listrik, dan sebagainya.

2.2.3 Jenis bendung berdasarkan tipe konstrusinya

1. Bendung tetap
Bendung ini tidak dapat mengatur tinggi dan debit air sungai.
2. Bendung gerak
Bendung ini dapat dipergunakan untuk mengatur tinggi dan debit air sungai
dengan pembukaan pintu-pintu air yang terdapat pada bendung tersebu

3. Bendung kombinasi
Bendung ini berfungsi ganda, yaitu sebagai bendung tetap dan bendung
gerak. Desain bangunan bendung sendiri memiliki berbagai macam bentuk
ditinjau dari peletakannya, antara lain:
a. Bandung Cerucut Sederhana
Umumnya digunakan di desa karena pembuatannya dapat dilakukan
sendiri oleh masyarakat dan biayanya murah. Bendung cerucut tersusun
19
19

dari kayu atau bambu yang disusun sebagai tubuh bendung dan sayap
bendung.
b. Bendung Bronjong
Sama seperti bendung cerucut, bendung bronjong dapat diterapkan di
daerah pedesaan karena mudah dan tidak mahal. Material penyusunannya
berupa bronjong kawat yang diisi batu kali.

c. Bendung Tyrol
Umumnya digunakan untuk penyadapan air sungai, bendung Tyrol hanya
cocok digunakan untuk sungai yang angkutan sedimennya didominasi
fraksi kasar (batu gelundung) dan fluktuasinya tinggi.

d. Bendung Pelimpah Mercu Bulat


Salah satu model bendung yang sering dijumpai, bendung pelimpah
mercu bulat dapat diterapkan pada sungai yang tidak rawan gerusan dan
material yang hanyut disungai berfluktuasi.
e. Bendung Pelimpah Tipe Gergaji
Model ini tidak cocok untuk diterapkan pada sungai yang angkutan
material dapat sungainya besar-besar (batu gelundung, gelombang kayu
besar) karena kontruksinya yang ramping.
f. Bendung Gerak dengan Pintu
Bendung gerak digunakan jika debit air sungai tidak bisa dilewatkan
dengan aman melalui bendung tetap. Selain itu, bendung gerak dengan
pintu umumnya diletakkan pada sungai yang kemiringannya relatif kecil
atau datar.
g. Bendung Karet
Merupakan alternatif desain bendung jika model bendung lain tidak dapat
mencegah ancaman banjir. Bendung karet dibangun dilokasi yang
sedimentasinya tidak terlalu berat sehingga tidak menggagu mekanisme
kembang-kempis karet
20
20

2.2.4 Komponen bendung


Komponen bendung yang menjadi penyusun utama bangunan bendung sehingga
dapat menjalankan fungsi bendung secara ideal adalah:

1. Mercu bendung
Mercu bendung merupakan salah satu komponen bendung yang memiliki fungsi
utama pada bendung. Mercu bendung di bangun melintang pada sungai yang
berfungsi untuk menaikan muka air. Secara umum, mercu bendung dibangun
dengan konstruksi beton dan pasangan batu.

2. Sayap Bendung
Sayap bendung merupakan bangunan yang berfungsi untuk mengarahkan arus air
sungai mercu bendung sehingga tidak terjadi aliran samping yang berpotensi
menggerus tebing pondasi tubuh bendung. Sayap bendung ini terdapat pada kedua
sisi mercu (mengapit mercu). Untuk menjaga stabilitas mercu bendung, sayap
bendung difungsikan sebagai penahan tanah dalam mengamankan bendung
mengamankan bendung dari longsoran tebing.

a. Kolam Olak
Air yang jatuh dari mercu bendung memiliki perubahan kecepatan aliran
air yang diakibatkan kemiringan mercu bendung. Perubahan tersebut dapat
menimbulkan penggerusan pada dasar sungai. Kolam olak merupakan
bangunan yang berfungsi untuk meredam energi air limpasan dari mercu
bendung sehingga kerusakan dasar sungai dapat dihindari.

b. Tanggul
Keberadaan bangunan bendung di sungai akan menyebabkan aliran normal
menjadi terganggu, sehingga dapat menimbulkan pola aliran baru di sungai
21
21

bagian hulu maupun hilir bangunan. Pola tersebut dapat menyebabkan


penggerusan di didasar dan tepi sungai. Oleh karena itu perlu untuk
dilakukan perlindungan terhadap bagian sungai tersebut dari pengaruh
penggerusan. Selain itu, keberadaan tanggul pada sungai akan mampu
meningkatkan kestabilan dari alur sungai.
c. Bangunan Pengambilan
Bangunan pengambilan merupakan bangunan yang berfungsi untuk
mengambil air dari alur sungai untuk mencukupi kebutuhan air tanaman.
Pintu perngambilan merupakan bagian utama dari bangunan pengambilan.
Pengaturan jumlah debit air yang dialirkan ke saluran dilakukan dengan
pengaturan pintu pengambilan. Selain untuk kepentingan pengaturan
jumlah debit air yang masuk ke saluran, pintu pengambilan juga
difungsikan sebagai pencegah endapan dan air banjir masuk ke dalam
saluran.
d. Bangunan Penguras
Bangunan penguras merupakan bagian dari bendung yang berfungsi
mencegah endapan masuk ke dalam saluran irigasi. Bangunan penguras
dilengkapi dengan pintu penguras yanga dibangun sebagai terusan dari
tubuh bendung dan terletak di sebelah hilir ambang pintu pengambilan.
Tinggi pintu penguras dikondisikan sama dengan tinggi mercu sehingga
dapat dilimpaskan air banjir. Ketika endapan yang terdapat di hulu mercu
mengganggu jumlah air yang masuk ke pintu pengambilan, maka
dilakukan pengurasan dan pembilasan endapan dengan cara pembukaan
pintu penguras
e. Bangunan Ukur
Pengukuran debit air yang masuk ke saluran primer merupakan hal yang
perlu dilakuan sehingga pengelolaan air irigasi menjadi efektif. Oleh
karena itu pengukuran debit dilakukan lakukan menggunakan bangunan
ukur.
f. Bangunan pembilas dan kantong lumpur
22
22

Agar sedimen tidak masuk dalam saluran irigasi tindakan pencegahan


perlu dilakukan dengan menyediakan kantong lumpur. Kantong lumpur
ditempatkan pada bagian awal saluran primer, yaitu setelah pengambilan
dari sungai. Pada kantong lumpur, kecepatan aliran dikondisikan cukup
rendah sehingga proses pengendapan sedimen menjadi optimal.
Pembersihan kantong lumpur dilakukan dengan menggelontorkan air ke
kantong lumpur sehingga endapan dapat kembali ke su ngai melalui
bangunan pembilas

2.3 Analisis Stabilitas

2.3.1 Gaya – gaya yang bekerja pada bangunan

Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan bendung dan mempunyai arti penting
dalam perencanaan adalah:
1. tekanan air, dalam dan luar
2. tekanan lumpur (sediment pressure)
3. gaya gempa
4. berat bangunan
5. reaksi pondasi.

2.3.2 Tekanan air

Gaya tekan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatik dan gaya
hidrodinamik. Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah
permukaan air. Tekanan air akan selalu bekerja tegak lurus terhadap muka
bangunan. Oleh sebab itu agar perhitungannya lebih mudah, gaya horisontal
dan vertikal dikerjakan secara terpisah. Tekanan air dinamik jarang
diperhitungkan untuk stabilitas bangunan bendung dengan tinggi energi
rendah. Gaya tekan ke atas. Bangunan bendung mendapat tekanan air bukan
hanya pada Permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan dalam tubuh
bangunan itu. Gaya tekan ke atas, yakni istilah umum untuk tekanan
23
23

air dalam, menyebabkan berkurangnya berat efektif bangunan diatasnya.


Rumus gaya tekan ke atas untuk bangunan yang didirikan pada pondasi batuan
adalah :

1
[ ]
W u =γw h 2+ ε ( h1−h2 ) A .......................... ................................... (2.27)
2
di mana:

c = proposi luas di mana tekanan hidrostatik bekerja (c = 1, untuk semua


tipe pondasi)

3
γw = berat jenis air, kN/m

h2 = kedalaman air hilir, m

ξ = proposi tekanan (proportion of net head)

h1 = kedalaman air hulu, m

2
A = luas dasar, m

Wu = gaya tekan ke atas resultante, kN


24
24

Gambar 2.1 Gaya angkat untuk bangunan yang dibangun pada pondasi buatan
Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP-02

Sumber :Tabel
Standar Perencanaan
2.10 Irigasi
Harga-harga Ɛ KP-02

Gaya tekan ke atas untuk bangunan pada permukaan tanah dasar (subgrade)
lebih rumit. Gaya angkat pada pondasi itu dapat ditemukan dengan
membuat jaringan aliran (flownet), atau dengan asumsi-asumsi yang
digunakan oleh Lane untuk teori angka rembesan (weighted creep theory).
Gaya tekan ke atas untuk bangunan pada permukaan tanah dasar (subgrade)
lebih rumit. Gaya angkat pada pondasi itu dapat ditemukan dengan
membuat jaringan aliran (flownet). Dalam hal ditemui kesulitan berupa
keterbatasan waktu pengerjaan dan tidak tersedianya perangkat lunak untuk
25
25

menganalisa jaringan aliran, maka perhitungan dengan asumsi-asumsi yang


digunakan oleh Lane untuk teori angka rembesan (weighted creep theory) bias
diterapkan.
Jaringan aliran dapat dibuat dengan:
a. plot dengan tangan
b. analog listrik atau
c. menggunakan metode numeris (numerical method) pada komputer.

Dalam metode analog listrik, aliran air melalui pondasi dibandingkan dengan
aliran listrik melalui medan listrik daya-antar konstan. Besarnya voltase sesuai
dengan tinggi iezometrik, daya-antar dengan kelulusan tanah dan aliran listrik
dengan kecepatan air (lihat Gambar 2.2) Untuk pembuatan jaringan aliran
bagi bangunan utama yang dijelaskan disini, biasanya cukup diplot dengan
tangan saja. Contoh jaringan aliran di bawah bendung pelimpah diberikan pada
Gambar 2.3.

Gambar 2.2 Kontruksi jaringan aliran menggunakan analog listrik


Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP-02

Gambar 2.3 Contoh jaringan aliran dibawah dam pasangan batu pada pasir
Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP-02
26
26

Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horisontal


memiliki daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan
dengan bidang vertikal. Ini dapat dipakai untuk menghitung gaya tekan ke
atas di bawah bendung dengan cara membagi beda tinggi energi pada bendung
sesuai dengan panjang relatif di sepanjang pondasi.

Gambar 2.4 Gaya angkat pada pondasi bendung


Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP-02

Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x di sepanjang
dasar bendung dapat dirumuskan sebagai berikut:
27
27

Lx
P x =H x − ∆ H .......................................................................................... (2.28)
L

di mana:

2
Px = gaya angkat pada x, kg/m

L = pnjang total bidang kontak bendung dan tanah bawah, m

Lx = jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x, m

ΔH = beda tinggi energi, m

Hx = tinggi energi di x, m

Dan di mana L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara Lane,
0
bergantung kepada arah bidang tersebut. Bidang yang membentuk sudut 45
atau lebih terhadap bidang horisontal, dianggap vertical.

2.3.3Tekanan lumpur

Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung atau terhadap pintu
dapat dihitung sebagai berikut:

γ s h 1−sin ∅
( )
2

Ps = ........................................................................................... (2.29)
2 1+sin ∅

di mana:

Ps : gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja
secara horisontal

γs : berat lumpur, kN

h : dalamnya lumpur, m

Ø : sudut gesekan dalam, derajat.

Beberapa andaian/asumsi dapat dibuat seperti berikut:


28
28

G−1
γ s =τ s , ................................................................................................... (2.30)
G

di mana:
γs ’ = berat volume kering tanah ≈ 16 kN/m (≈ 1.600
kgf/m )

λ = berat volume butir = 2,65 menghasilkan

γs = 10 kN/m3 (≈ 1.000 kgf/m3)


0
Sudut gesekan dalam, yang bisa diandaikan 30 untuk kebanyakan hal,
menghasilkan:

2
Ps =1,67 h .................................................................................................... (2.31)

2.3.4 Gaya gempa

Harga-harga gaya gempa diberikan dalam bagian Parameter Bangunan. Harga-


harga tersebut didasarkan pada peta Indonesia yang menujukkan berbagai
daerah dan risiko. Faktor minimum yang akan dipertimbangkan adalah 0,1 g
(perapatan gravitasi) sebagai harga percepatan. Faktor ini hendaknya
dipertimbangkan dengan cara mengalikannya dengan massa bangunan sebagai
gaya horisontal menuju ke arah yang paling tidak aman, yakni arah hilir.

Koefisien gempa dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

a d=n ( ac x z )m................................................................................... …….(2.32)

ad
E= ........................................................................................................ (2.33)
g

di mana :

2
ad = percepatan gempa rencana, cm/dt

n, m = koefisien untuk jenis tanah (lihat Tabel 2.2)

2
ac = percepatan kejut dasar, cm/dt (untuk harga per periode ulang lihat
Tabel- 2.3).
29
29

E = koefisien gempa

2
g = percepatan gravitasi, cm/dt ( 980)

z = faktor yang bergantung kepada letak geografis (Koefisien Zona)

Tabel 2.11 Koefisien jenis tanah


Jenis N M
Batu 2,76 0,71
Diluvium 0,87 1,05
Aluvium 1,56 0,89
Aluvium lunak 0,29 1,32

Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP-06

Tabel 2.12 Periode ulang dan percepatan dasar gempa


Periode ulang tahun ac (gal= cm/det2)
20 85
100 160
500 225
1000 275

Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP-06

2.3.5 Berat bangunan


30
30

Berat bangunan bergantung kepada bahan yang dipakai untuk membuat


bangunan itu. Untuk tujuan-tujuan perencanaan pendahuluan, boleh dipakai
harga-harga berat volume di bawah ini.
3
a. pasangan batu kali 22 kN/m
3
b. beton tumbuk 23 kN/m
3
c. beton bertulang 24 kN/m
Berat volume beton tumbuk bergantung kepada berat volume agregat serta
ukuran maksimum kerikil yang digunakan. Untuk ukuran maksimum agregat
150 mm dengan berat volume 2,65, berat volumenya lebih dari 24 kN/

2.3.6 Analisis stabilitas

Ada tiga penyebab runtuhnya bangunan gravitasi, yaitu:


1. Gelincir (sliding)
a. sepanjang sendi horisontal atau hampir horisontal di atas pondasi
b. sepanjang pondasi, atau
c. sepanjang kampuh horisontal atau hampir horisontal dalam pondasi.
2. Guling (overturning)
a. di dalam bendung
b. pada dasar (base), atau
c. pada bidang di bawah dasar.
3. Erosi bawah tanah (piping).

2.3.7 Stabilitas terhadap geser

Ketahanan bendung terhadap gelincir dinyatakan dengan besarnya tg θ, sudut


antara garis vertikal dan resultante semua gaya, termasuk gaya angkat, yang
bekerja pada bendung di atas semua bidang horisontal, harus kurang dari
koefisien gesekan yang diizinkan pada bidang tersebut.
31
31

∑ ( H ) =tan ∅ < f ....................................................................................


∑ ( V −U ) s
(2.37)

Dimana :

∑ (H) = keseluruhan gaya horizontal yang bekerja pada bangunan, kN

∑ (V-U) = keseluruhan gaya vertikal (V), dikurangi gaya tekan ke atas yang
bekerja pada bangunan, k

Ø = sudut resultan semua gaya, terhadap garis vertikal, derajat

f = koefisien gesekan

s = faktor keamanan

harga – harga perkiraan untuk koefisien gesekan f diberikan pada tabel 2.13

Tabel 2.13 Harga – harga perkiraan untuk koefisien gesekan

Bahan F
Pasangan batu 0,60 – 0,75
Batu keras berkualitas baik 0,75
Kerikil 0,50
Pasir 0,40
Lempung 0,30
Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP-02

Untuk bangunan-bangunan kecil, seperti bangunan-bangunan yang


dibicarakan di sini, di mana berkurangnya umur bangunan, kerusakan besar
dan terjadinya bencana besar belum dipertimbangkan, harga-harga faktor
keamanan (S) yang dapat diterima adalah: 2,0 untuk kondisi pembebanan
normal dan 1,25 untuk kondisi pembebanan ekstrem.

Kondisi pembebanan ekstrem dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Tak ada aliran di atas mercu selama gempa, atau


32
32

2. Banjir rencana maksimum.

Apabila, untuk bangunan-bangunan yang terbuat dari beton, harga yang aman
untuk faktor gelincir yang hanya didasarkan pada gesekan saja (persamaan
2.37) ternyata terlampaui, maka bangunan bisa dianggap aman jika faktor
keamanan dari rumus itu yang mencakup geser (persamaan 2.38),

sama dengan atau lebih besar dari harga-harga faktor keamanan yang sudah
ditentukan.

f ∑ ( V −U ) +c A
∑ (H ) ≤ ....................................................................................
S
(2.38)

di mana:

2
c = satuan kekuatan geser bahan, kN/m

2
A = luas dasar yang dipertimbangkan, m

arti simbol-simbol lain seperti pada persamaan 2.37.

Harga-harga faktor keamanan jika geser juga dicakup, sama dengan harga-harga
yang hanya mencakup gesekan saja, yakni 2,0 untuk kondisi normal dan 1,25
untuk kondisi ekstrem.

2 2
Untuk beton, c (satuan kekuatan geser) boleh diambil 1.100 kN/m ( = 110 Tf/m )

Persamaan 2.38 mungkin hanya digunakan untuk bangunan itu sendiri. Kalau
rumus untuk pondasi tersebut akan digunakan, perencana harus yakin bahwa
itu kuat dan berkualitas baik berdasarkan hasil pengujian. Untuk bahan
pondasi nonkohesif, harus digunakan rumus yang hanya mencakup gesekan
saja (persamaan 2.37)

2.3.8 Stabilitas terhadap guling

Agar bangunan aman terhadap guling, maka resultante semua gaya yang bekerja
pada bagian bangunan di atas bidang horisontal, termasuk gaya angkat, harus
33
33

memotong bidang ini pada teras. Tidak boleh ada tarikan pada bidang irisan
mana pun.

Besarnya tegangan dalam bangunan dan pondasi harus tetap dipertahankan pada
harga-harga maksimal yang dianjurkan. Harga-harga untuk beton adalah
2 2
sekitar 4,0 N/mm atau 40 kgf/cm , pasangan batu sebaiknya mempunyai

2 2
kekuatan minimum 1,5 sampai 3,0 N/mm atau 15 sampai 30 kgf/cm .

Tiap bagian bangunan diandaikan berdiri sendiri dan tidak mungkin ada
distribusi gaya-gaya melalui momen lentur (bending moment). Oleh sebab
itu, tebal lantai kolam olak dihitung sebagai berikut (lihat Gambar 2.6):

Px−Wx
dx≥ S ...............................................................................................
γ
(2.38)

Dimana :

dx = tebal lantai pada titik x, m

Px = gaya angkat pada titik x, kg/m2

Wx = kedalaman air pada titik x, m

ɣ = berat jenis bahan, kg/m3

S = faktor keamanan (1,5 untuk kondisi normal, 1,25 untuk kondisi ekstrem)

Gambar 2.5 Tebal lantai kolam olak


Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP-02

Anda mungkin juga menyukai