Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PRESENTASI KASUS DAN ANALISIS JURNAL

DIABETES MELLITUS

Disusun oleh:
Kelompok 10 B

1. Nurul Anisa, S.Kep (1914901210137)


2. Okta Viana Ulandari, S.Kep (1914901210138)
3. Puput Andayani, S.Kep (1914901210139)
4. Rafiqa Rahmaniar, S.Kep (1914901210140)
5. Rahmah Fajerianti, S.Kep (1914901210141)
6. Revina Nurul Sari, S.Kep (1914901210142)
7. Vivy Ridayanti, S.Kep (1914901210161)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AJARAN 2020/2021
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai
oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon
insulin secara relatif maupun absolut. Pada umumnya dikenal 2 tipe diabetes,
yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak tergantung
insulin).Ada pula diabetes dalam kehamilan, dan diabetes akibat malnutrisi.
Diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-anak sedangkan diabetes tipe
2 dimulai pada usia dewasa pertengahan (40-50 tahun). Kasus diabetes
dilaporkan mengalami peningkatan di berbagai negara berkembang termasuk
Indonesia. Jumlah penderita DM di dunia dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun
2013, jumlah penderita DM mencapai 194 juta jiwa dan diperkirakan
meningkat menjadi 333 juta jiwa di tahun 2025 mendatang, dan setengah dari
angka tersebut terjadi di negara berkembang, termasuk negara Indonesia.
Angka kejadian DM di Indonesia menempati urutan keempat tertinggi di
dunia yaitu 8,4 juta jiwa . Tradisional ke pola hidup modern, prevalensi
obesitas meningkat dan kegiatan fisik kurang. DM perlu diamati karena sifat
penyakit yang kronik progresif, jumlah penderita semakin meningkat dan
banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Distribusi penyakit ini juga
menyebar pada semua tingkatan masyarakat dari tingkat sosial ekonomi
rendah sampai tinggi, pada setiap ras, golongan etnis dan daerah geografis.
Gejala DM yang bervariasi yang dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum
yang lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang
menurun, gejala tersebut berlangsung lama tanpa memperhatikan diet, olah
raga, pengobatan sampai orang tersebut memeriksakan kadar gula darahnya.
DM jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya
komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, jantung, ginjal, pembuluh
darah kaki, syaraf dan lain-lain. Penderita DM dibandingkan dengan
penderita non DM mempunyai kecenderungan 25 kali terjadi buta, 2 kali
terjadi penyakit jantung koroner, 7 kali terjadi gagal ginjal kronik, dan 5 kali
menderita ulkus diabetika. Komplikasi menahun DM di Indonesia terdiri atas
neuropati 60%, penyakit jantung koroner 20,5%, ulkus diabetika 15%,
retinopati 10%, dan nefropati 7,1% telah dikemukakan oleh A. Boutayeb, A.
Chentouani, A. Chouyab dan H. Twizell (2016) .
BAB 2
TINJAUAN TEORI

I. Konsep Penyakit Diabetes Millitus (DM)


1.1 Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna
manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi.
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel
terhadap insulin (Corwin, 2009).

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai


berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007).

Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan


kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008). DM merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa
dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau
akibat kerja insulin yang tidak adekuat.
1.2 Etiologi
I.2.1 Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
I.2.1.1 Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan
genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan
genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)  tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
I.2.1.2 Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana
antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
I.2.1.3 Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β
pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan
bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
I.2.2 Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin.Diabetes Melitus tak tergantung insulin
(DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.
DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun
dalam kerja insulin.

Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran


terhadap kerja insulin.Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara
komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup
lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya
sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008).

Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak


tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen
bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada
orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-
kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe


II, diantaranya adalah:
I.2.2.1 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di
atas 65 tahun)
I.2.2.2 Obesitas
I.2.2.3  Riwayat keluarga
I.2.2.4 Kelompok etni
1.3 Tanda gejala
1.3.1 Sering buang air kecil dimalam hari
1.3.2 Sering merasa haur
1.3.3 Cepar merasa lapar
1.3.4 Berat badan turun dengan cepat
1.3.5 Lemah dan gampang kelelahan
1.3.6 Sering kesemutan di kaki dan tangan
1.3.7 Penglihatan kabur
1.3.8 Sering infeksi
1.3.9 Luka atau memar yang sukar sembuh (gangren)
1.4 Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa
yang tidak terukur oleh hati.Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak


yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam
keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa
baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan
terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan
kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

Diabetes tipe II.Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya


glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya.Karena itu ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II.Meskipun demikian, diabetes tipe II yang
tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas.Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).
1.5 Pemeriksaan Penunjang
1)   Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
2)   Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3)   Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4)   Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5)   Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
1.6 Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes
Melitus) digolongkan sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007).
1.6.1 Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan
jangka pendek Dari Glukosa Darah.
a. Hipoglikemia/ Koma Hipoglikemia
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar
gula darah yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada
berbagai keadaan.Salah satu bentuk dari kegawatan
hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor
atau koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus
dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan merupakan alasan
untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya
disebabkan oleh overdosis insulin.Selain itu dapat pula
disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang
berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala
hipoglikemik terjadi bila kadar gula darah dibawah 50 mg%
atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.
Penatalaksanaan kegawatdaruratan:
 Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa
40% dan biasanya kembali sadar pada pasien dengan
tipe 1.
 Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50
W dalam waktu 3-5 menit dan nilai status pasien
dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W bergantung pada
tingkat hipoglikemia
 Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian
long-acting insulin dan pemberian diabetic oral maka
diperlukan infuse yang berkelanjutan.
 Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan
glikoneogenesis yang terjadi pada penyakit hati, ginjal,
dan jantung maka harus diatasi factor penyebab
kegagalan ketiga organ ini.
b. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik
(Hhnc/ Honk)
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa
terdapatnya ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600
mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat aseton, osmolitas
darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat
asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana
BUN banding kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium
berkisar antara 100 – 150 mEq per liter kalium bervariasi.

Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1


- 2 liter NaCl 0,2 %. Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter
per 12 jam. Untuk mengatasi hipokalemi dapat diberikan
kalium.Insulin lebih sensitive dibandingkan ketoasidosis
diabetic dan harus dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh
karena itu, harus dimonitoring dengan hati – hati yang
diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar tertentu,
hanya dapat diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung
pada reaksi. Pengobatan tidak hanya dengan insulin saja
akan tetapi diberikan infuse untuk menyeimbangkan
pemberian cairan dari ekstraseluler keintraseluler.
C.    Ketoasidosis Diabetic (Kad)
Pengertian
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus
yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan
asidosis.
Etiologi
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya  jumlah insulin
yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1)   Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang
dikurangi
2)   Keadaan sakit atau infeksi
3)   Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak
terdiagnosis dan tidak diobati.
Patofisiologi
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang
memasuki sel akan berkurang juga. disamping itu produksi
glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini
akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh,
ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan
elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diurisis osmotik
yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita
ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira
6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium
serta klorida selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak
(lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol.
Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh
hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton
yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang
secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut.
Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam
sirkulais darah, badan keton akan menimbulkan asidosis
metabolik.
Tanda dan Gejala
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan
poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus). Disamping itu
pasien dapat mengalami penglihatan yang kabur, kelemahan
dan sakit kepala. Pasien dengan penurunann volume
intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita hipotensi
ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20
mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan volume
dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut
nadi lemah dan cepat.
Ketosisis dan asidosis  yang merupakan ciri khas diabetes
ketoasidosis menimbulkan gejala gastrointestinal seperti
anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Nyeri abdomen
dan gejala-gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu berat
sehingga tampaknya terjadi sesuatu proses intrabdominal
yang memerlukan tindakan pembedahan. Nafas pasien
mungkin berbau aseton (bau manis seperti buah) sebagai
akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain itu
hiperventilasi (didertai pernapasan yang sangat dalam tetapi
tidak berat/sulit) dapat terjadi.Pernapasan Kussmaul ini
menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis
guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
Perubahan status mental bervariasi antara pasien yang satu
dan lainnya.Pasien dapat sadar, mengantuk (letargik) atau
koma, hal ini biasanya tergantung pada osmolaritas plasma
(konsentrasi partikel aktif-osmosis).
Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl.
Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar guka darah
yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memeliki
kadar sdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang biasanya
bergantung pada derajat dehidrasi).
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu
berhubungan dengan kadar glukosa darah.
Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar
glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara
sebagia lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis
diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-
500 mg/dl.
Bukti adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat
serum yang rendah ( 0- 15 mEq/L)  dan pH yang rendah 
(6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan
kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan
keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil
pengukuran keton dalam darah dan urin.
Penatalaksanaan
 Rehidrasi
- Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan
NaCl 0,9 % bergantung pada tingkat dehidrasi
- Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl
0,45 % bergantung pada tingkat dehidrasi
- 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula
darah antara 200 – 300 mg/ 100 cc, ganti dengan
dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai 150 mg/
100 cc.
 Elektrolit
 Insulin

1.6.2 Komplikasi kronik


Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai
sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular serebral.
2.  Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai
mata (retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar
glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan
baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
3.  Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan
autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan
ulkus pada kaki.
4.   Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran
kemih
5.   Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

1.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu :
1)  Diet
2)  Latihan
3)  Penyuluhan
4)  Obat
5)  Cangkok pancreas

1.8 Pathway
II. Rencana asuhan klien dengan gangguan Diabetes Millitus (DM)
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
2.1.1.1 Airway + cervical control
1)   Airway                            
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/
darah pada rongga mulut
2)   Cervical Control   
2.1.1.2 Breathing + Oxygenation
1)   Breathing : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan
-    KAD    : Pernafasan kussmaul
-    HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan
dalam)
2)   Oxygenation : Kanula, tube, mask
2.1.1.3 Circulation + Hemorrhage control
1)   Circulation              :
 -   Tanda dan gejala schok
-    Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
2)   Hemorrhage control : -
2.1.1.4 Disability : pemeriksaan neurologis GCS
A : Allert : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respo : kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons: kesadaran menurun, tidak berespon terhadap
suara, berespon thd rangsangan nyeri
U: Unresponsive  :  kesadaran menurun, tidak berespon
terhadap suara, tidak bersespon terhadap
nyeri

2.1.2 Pemeriksaan fisik: data fokus


1.   AMPLE : alergi, medication, past  illness, last meal, event
2.   Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe

2.1.3 Pemeriksaan penunjang


1)   Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
2)   Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3)   Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4)   Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5)   Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan
propensitas pada terjadinya aterosklerosis.

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Berdasarkan NANDA (Hal 530 - 540) diagnosa yang mungkin muncul
adalah :
Diagnosa 1: Nyeri (Akut/Kronis)
2.2.1 Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat
adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau
digambarkan dengan istilah seperti (International Association for the
Study of Pain), awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas
ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat
diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.

2.2.2 Batasan karakteristik


2.2.2.1 Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan
isyarat.

2.2.2.2 Objektif
a. Posisi untuk menghindari nyeri
b. Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas tidak
bertenaga sampai kaku)
c. Perubahan selera makan
d. Perilaku distraksi (misalnya, mondar mandir, mencari
orang dan aktivitas berulang)
e. Bukti yang dapat diamati
f. Berfokus pada diri sendiri
g. Wajah topeng (nyeri)
h. Perilaku menjaga atau sikap menolong
i. Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur
atau tidak menentu, dan menyeringai

2.2.3 Faktor yang berhubungan


Agens-agens penyebab cedera (misalnya: biologis, kimia, fisik, dan
psikologis).

Berdasarkan NANDA (Hal 503 – 511) diagnosa yang mungkin muncul


adalah :
Diagnosa 2: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2.2.4 Definisi
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.

2.2.5 Batasan karakteristik


2.2.5.1 Subjektif
a. Kram aabdomen
b. Nyeri abdomen
c. Menolak makan
d. Indigesti
e. Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan
f. Melaporkan perubahan sensasi rasa
g. Melaporkan kurangnya makanan
h. Merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan

2.2.5.2 Objektif
a. Pembuluh kapiler rapuh
b. Diare atau steatore
c. Adanya bukti kekurangan makanan
d. Kehilangan rambut yang berlebihan
e. Bising usus hiperaktif
f. Kurang informasi, informasi yang salah
g. Kurangnya minat terhadap makanan
h. Salah paham
i. Membran mukosa pucat
j. Tonus otot buruk
k. Menolak untuk makan
l. Rongga mulut terluka
m. Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau
mengunyah

2.2.6 Faktor yang berhubungan

Ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan atau


menyerap nutrisi akibat factor biologis, psikologis atau ekonomi,
termasuk beberapa contoh non-Nanda berikut ini:
2.2.6.1 Ketergantungan zat kimia
2.2.6.2 Penyakit kronis
2.2.6.3 Kesulitan mengunyah atau menelan
2.2.6.4 Faktor ekonomi
2.2.6.5 Intoleransi makanan
2.2.6.6 Kebutuhan metabolik tinggi
2.2.6.7 Refleks mengisap pada bayi tidak adekuat
2.2.6.8 Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
2.2.6.9 Akses terhadap makanan terbatas
2.2.6.10 Hilang nafsu makan
2.2.6.11 Mual dan muntah
2.2.6.12 Pengaabaian oleh orang tua
2.2.6.13 Gangguan psikologis

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Nyeri (Akut/Kronis)
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
Memperlihatkan Pengendalian Nyeri, yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
sering, atau selalu)

2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC


2.3.2.1 Intervensi : Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi
Rasional : Untuk mengetahui tingkatan nyeri
2.3.2.2 Intervensi : Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
Rasional : Mencoba untuk mentoleransi nyeri, daripada
meminta analgetik
2.3.2.3 Intervensi : Berikan tindakan mandiri seperti mengatur
posisi, mengajarkan teknik relaksasi dan distraksi, dan
memberikan kompres hangat,
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian dan
meningkatkan kemampuan koping, sehingga menurunkan
nyeri dan ketidaknyamanan
2.3.2.4 Intervensi : Berikan penyuluhan kepada pasien/keluarga
tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan
tawarkan strategi koping yang disarankan
Raasional : Pasien/keluarga mengetahui apa yang
dijelaskan oleh perawat
2.3.2.5 Intervensi : Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Rasional : Menurunkan nyeri, meningkatkan kenyamanan
Diagnosa 2: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2.3.3 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
2.3.3.1 Nutritional status : Food & Fluid intake.
2.3.3.2 Nutritional status : Nutrient intake.
2.3.3.3 Kriteria hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
e. Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan.
f. Tidak terjadi penurunan BB yang berarti.

2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC


2.3.4.1 Intervensi : Kaji makanan kesukaan pasien
Rasional : supaya menambahkan nafsu makan pasien
2.3.4.2 Intervensi : Observasi kandungan nutrisi dan kalori pada
catatan asupan
Rasional : Mengetahui apakah kekurangan nutrisi atau tidak
dari dalam tubuh
2.3.4.3 Intervensi : Lakukan tindakan mandiri dengan kaji TTV
pasien, timbang BB pasien pada interval yang tepat
Rasional : Agar mengetahui penurunan nutrisi pada pasien
2.3.4.4 Intervensi : Berikan penyuluhan kepada pasien/keluarga
tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal
Rasional : Supaya nutrisi dalam tubuh pasien terpenuhi
2.3.4.5 Intervensi : Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : Agar nutrisi pasien terpenuhi

2.4 Evaluasi
2.4.1 Diagnosa 1 : Nyeri (Akut/Kronis)
S : klien mengatakan nyeri berkurang atau tidan nyeri lagi
O : klien tampak rileks, tenang, TD normal, frekuensi jantung normal,
frekuensi pernapasan normal
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

2.4.2 Diagnosa 2 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


S : klien mengatakan napsu makan naik atau membaik
O : klien tampak menghbiskan makan, BB normal atau naik, tidak mual
muntah lagi.
A : masalah teratasi
O : intervensi dihentikan
BAB 3
TINJAUAN KASUS

Tanggal pengkajian : -                      


Jam : 15.00

I. DATA DEMOGRAFI
Biodata
- Nama : Ny H
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Umur : 57 tahun
- Alamat : Jl. Sei salai , Margasari Rantau
- Pendidikan : -
- Pekerjaan : Tidak bekerja
- Status Perkawinan : Menikah
- Agama : Islam
- Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia
- Tanggal Masuk RS :
- Diagnosa Medis : DM + Ulkus Pedis
- No. RM : 25.67.63
- Tanggal Pengkajian : April 2020
Penanggung Jawab
- Nama :
- Jenis Kelamin :
- Umur :
- Pekerjaan :
- Alamat :
- Hubungan dengan Klien :
II. KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan tidak mau makan kurang lebih sudah satu minggu , merasa
pusing dan klien mengatakan ada luka pada ibu jari kaki
III. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan sebelum di bawa keluarganya ke rumah sakit klien sudah
satu minggu mengeluhkan pusing jika beraktivitas seperti ke kamar mandi
,memasak dan melakukan kegiatan rumah lain nya klien mengatakan pusing
makin bertamabh jika klien berdiri dan berjalan, dan klien mengatakan
terdapat luka di pada ibu jari kaki nya sebelum dibawa kerumah sakit klien
mengatakan hanya meminum obat untuk meredakan pusing nya yang dibeli di
apotik terdekat, karena pasien sudah tidak bisa menhan keluhan nya tersebut
klien dibawa keluarga nya untuk berobat ke rumah sakit, sehingga klien
dianjurkan berobat ke Rumah Sakit Islam Banjarmasin. Klien sampai IGD
untuk mendapatkan pertolongan dan pemerikasaan pertama dan kemudian
klien dirawat inap
2. Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit yang
dideritanya sekarang. Klien juga tidak memliki alergi terhadap makanan dan
obat-obatan
3. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan di dalam keluarganya tidak pernah mengalami penyakit
yang sama seperti dirinya, klien juga mengatakan didalam keluarga nya tidak
mempunyai riwayat penyakit keturunan seperti hipertensi, asma, diabetes,
TBC, stroke, anemia dll dan klien juga mengatakan di dalam keluarga nya tidak
memiliki riwayat alergi makanan maupun obat-obtan.

GENOGRAM

Keterangan:

= laki-laki = klien
= perempuan = meninggal

= tinggal serumah = garis keturunan

IV. RIWAYAT PSIKOLOGI


Klien mengatakan hubungan klien dengan keluarga baik dan klien kooperatif pada
saat diajak berbicara. Klien sering berbicang-bincang dan bersosialisasi dengan
tentangga sekitar nya .dan pada saat ini klien dirawat tentangga dan keluarganya
sering menjenguk klien ke rumah sakit . Klien mengatakan selama dirawat klien
tidak pernah merasa patah semangat klien ,klien sangat bersemngat untuk
kesembuhannya
V. RIWAYAT SPIRITUAL
Klien mengatakan percaya pada tuhan yang Maha Esa, pasien beragama muslim
dan di rumah klien kadang beribadah sesuai keyakinan dan di RS klien tidak
beribadah sama sekali. Ibadah yang tidak bisa dilakukan adalah sholat dan
mengaji dikarenakan klien merasa lemah.
VI. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum klien
 Pasien tampak lemas, tampak pucat dan tidak dapat beraktivitas
 Pasien tampak bersih.
- TB : 170 cm
- BB sebelum sakit : 95Kg
- BB sesudah sakit : 60 Kg
- BMI : 23.4
- BBI : (TB-100 ) – (TB-100) x 15%
(170-100) – (170-100) x 15% = 63 Kg
2. Tanda-tanda vital
-   Suhu          : 37oC
-   Nadi          : 89x/menit berdetak dengan kuat
-   Pernafasan : 20x/menit
-   Tekanan darah  : 128/67 mmHg
- SPo2 : 95 % tanpa oksigen
3. Sistem pernafasan
- Hidung : Hidung pasien tampak simetris, tidak ada pernafasan cuping
hidung, tidak ada sekret/polip, pasien bisa membedakkan aroma alcohol
dan minyak kayu putih dengan baik.
- Kepala dan Leher : tidak ada benjolan didaerah kepala, tidak ada nyeri
kepala, tidak ada kaku kuduk tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
- Dada :
I : Pengembangan dada klien tampak simetris

P : tidak nyeri tekan ada


P : bunyi paru sonor
A : bunyi nafas vesikuler
4. Sistem Kardiovaskuler
-  Conjunctiva : tampak anemis, Bibir : Pucat
-  Arteri carotis   : teraba jelas
-  Tekanan vena jugularis   : tidak ada pembesaran vena jugularis
-  Ukuran jantung     : kardiomegali
-  Ictus cordis/apex   : tidak terlihat
-  Suara jantung : S1 Lup S2 Dup
-  Capillary refilling time    : > 2 detik
5. Sistem Perncernaan
-  Bibir  : tampak pucat, tidak tampak labio skizis
-  Mulut : tidak tampak palatoskizis dan tidak ada nyeri menelan
-  Gaster :
-  Abdomen   : tidak ada nyeri tekan, saat dibagi 4 kuadran bisisng usus 5 x/
menit
-  Anus  : tidak terdapat benjolan tidak terjadi hemoroid
6. Sistem Indra
- Mata : Struktur dan gerakan bola mata kanan dan kiri simetris,
kebersihan mata baik tidak ada kotoran yang menempel, penglihatan
baik klien tidak menggunakan kaca mata, konjunctiva tidak anemis, sklera
tampak ikterik
- Hidung : Struktur hidung tampak simetris, tidak ada nyeri pada hidung,
tidak ada polip atau obstruksi pada hidung, fungsi penciuman baik pasien
dapat membedakan antara bau alcohol dan minyak kayu putih, pasien tidak
terpasang alat bantu pernafasan
- Telinga : Struktur kanan dan kiri simetris, kebersihan telinga baik, tidak
ada sekret, tidak ada pendarahan dan peradangan pada telinga, tidak ada
nyeri pada telinga, fungsi pendengaran kurang jika tidak dengan suara
kencang.
7. Sistem saraf
- Fungsi cerebral
Daya ingat pasien cukup baik. GCS E4 M6 V5.
- Fungsi Motorik
Struktur ekstrimitas atas simetris, tidak ada trauma pada ekstrimitas
atas. Struktur ekstrimitas bawah simetris mengalami kelemahan pada
ekstrimitas bawah. Pasien mengalami keterbatasan gerak
8. Sistem muskuloskeletal
- Kepala ( bentuk kepala )     : Tidak terdapat benjolan disekitar kepala, tidak
ada nyeri kepala, tidak terdapat nyeri pada bagian leher, tidak ada
keterbatasan gerak pada kepala dan leher
- Vertebrae        : Tidak terdapat nyeri pada bagian tulang belakang pasien.
- Lutut  (ROM)    : Lutut pasien mampu digerakkan lurus dan ditekuk.
- Tangan        : pasien mampu menggerakan tangan secara mandiri
- Kaki (keutuhan ligamen, ROM) : paslien mampu menggerakkan kaki
sebelah kanan sendiri tetapi ada keterbatsan gerak pada kaki kiri pasien
karena post op amputasi ibu jari kir
Skala kekuatan otot:
4444 L R 4444 Ket: dapat menahan tekanan sebelah
kanan
2222 L R 4444
Ket :
0 : Lumpuh total
1 : Adanya kontraksi
2 : Dapat bergerak dengan bantuan
3 : Dapat melakukan Gravitasi
4 : Dapat menahan tekanan
5 : Dapat menahan tekanan berat
9. Sistem integumen
- Rambut  : Rambut pasien tampak bersih, tidak ada kotoran, tekstur kasar
dan kering.
- Kulit  : Warna kulit tampak putih pucat, turgor kulit baik (kembali dalam
waktu kurang dari 1 detik), kebersihan kulit tampak baik, suhu kulit pasien
teraba hangat 37C.
- Kuku : Pasien tampak bersih, CRT (Capilary Rating Time /peredaran darah
di ujung kuku) >2 detik.
10.Sistem endokrin
- Kelenjar tiroid    : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
- Gejala kreatinisme  atau gigantisme     : tidak ada
- Ekskresi urine berlebihan, polydipsi, poliphagi   : tidak ada
- Suhu tubuh yang tidak seimbang, keringat berlebihan, leher kaku  ) : tidak
ada
- Riwayat bekas air seni dikelilingi  semut   : tidak ada
11.Sistem perkemihan
- Edema palpebra  : tidak ada edema palpebra
- Moon face          : tidak ada
- Edema anasarka : tidak ada
- Keadaan kandung kemih   : tidak teraba distensi
- Nocturia, dysuria, kencing batu    : tidak ada (terpasang kateter)
- Penyakit hubungan sexual      : tidak ada
12.Sistem reproduksi
- Payudara : tampak semitris
- Labia mayora dan minora : terdapat labia mayor dan minor
- Haid pertama : usia 10 tahun
- Siklus haid    : haid rutin setiap bulannya
13.Sistem immun
- Allergi  : pasien tidak memiliki alergi pada apapun
- Immunisasi    : pasien tidak pernah imunisasi
- Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca    : pasien tidak
memiliki
penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca
-Riwayat transfusi dan reaksinya    : saat di tranfusi klien tidak mengalami
menggigil atau alergi terhadap tranfusi
VII. AKTIVITAS SEHARI-HARI
A.  Kebutuhan Nutrisi
- Di Rumah : pasien biasa makan 3x sehari,memakannya dengan lahap dan
pasien biasa menghabiskan makanan ketika disajikan
- Di Rumah Sakit : pasien tidak nafsu makan dan hanya menghabiskan ¼
makan yang diberikan oleh rumah sakit. Dikarenakan apabila makan
muntah
B. Kebutuhan Cairan
- Di Rumah : pasien selalu meminum air putih ketika haus
- Di Rumah Sakit : dalam 24 jam pasien hanya mengkonsumsi air mineral
dan kebutuhan cairan yang diminum pasien dalam 24 jam hanya 6 gelas
C. Kebutuhan Eliminasi  ( BAB  & BAK )
- Di Rumah : pasien biasanya di pagi hari selalu BAB dan BAK ± 5 kali
dan tidak memiliki masalah
- Di Rumah Sakit : pasien mengatakan sering BAK dan selama di Rumah
Sakit pasien BAB sekali pada awal masuk RS
D. Kebutuhan Istirahat Tidur
- Di Rumah : Klien dimalam hari tidur sekitar jam 21.00 – 04.00 WITA dan
mudah untuk memulai tidur

- Di Rumah Sakit : pasien mengatakan di Rumah Sakit tidurnya agak sedikit


terganggu namun pasien tetap bisa tidur dengan nyenyak
E. Kebutuhan Olahraga:
- Program olahraga tertentu   : tidak ada
- Berapa lama melakukan dan jenisnya : tidak ada
- Perasaan setelah melakukan olahraga : tidak melakukan
F. Rokok / alkohol dan obat-obatan
pasien tidak pernah merokok, minum alkohol dan obat-obatan.
H. Personal hygiene
- Mandi    : pasien hanya di seka oleh anaknya 2x sehari karena pasien
belum
bisa turun dari tempat tidurnya. Dikarenakan kedua kaki pasien lemah
- Cuci rambut   : pasien mengatakan belum ada mencuci rambutnya
- Gunting kuku : pasien dibantu anaknya untuk menggunting kukunya
- Gosok gigi      : pasien dibantu anaknya untuk menggosok gigi
I. Aktivitas / mobilitas fisik
Aktivitas klien dibantu oleh keluarganya, skala aktivitas 4

1 Mandiri
2 Memerlukan bantuan dan pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan/pengawasan/bimbingan sederhana
4 Memerlukan bantuan/pengawasan orang lain dan alat bantu
5 Tergantung secara total

J. Rekreasi
Keluarga pasien mengatakan hampir tidak pernah melakukan rekreasi.

VIII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tanggal : 16 April 2020
pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
erythocyt 2,31 3,50-5,50 juta/ul
Trombosit 427 150-450 ribu/ul
Hematokrit 21,3 3,0-48,0 vol%
RDW CV 12,7 11,5 – 14,5 %
MCV 92,1 820 – 99,0 F1
MCH 30,4 26,0- 32,0 Pg
GRAND% 33,0 32,0 – 36,0 g/dl
LYM% 44,4 %
MID% 34,2 20,0- 40,0 %
HEMOGLOBIN 7,0 11,0 – 16,0 g/dl
GELONGAN DARAH A
LEKOSIT 30,1 4,0 – 100 ribu/ul

Tanggal : 13 April 2020


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
erythocyt 278 3,50-5,50 juta/ul
Trombosit 512 150-450 ribu/ul
Hematokrit 26,0 3,0-48,0 vol%
RDW CV 12,8 11,5 – 14,5 %
MCV 93,6 820 – 99,0 F1
MCH 30,0 26,0- 32,0 Pg
MCHC 32,0 32,0 – 36,0 g/dl
GRAND% 73,9 %
LYM% 31,5 20,0- 40,0 %
MID % 12,6 11,0 – 16,0 g/dl
HEMOGLOBIN 8,3
LEKOSIT 23,2 4,0 – 100 ribu/ul
GULAH DARAH SEWAKTU 300 75-200 mg/dl
BLOOD UREA 54 10-50 U/L
SGOT 54 0-45 U/L

HASIL RADIOLOGI DIAGNOSTIK


No. Diagnostik / RM : 1352635/256763/RI/BPJS/O2
Nama pasien : NY.H
Pemeriksaan : THORAK
Cor : bentuk ,ukuran membesar kekira
Paru : corokan bronchovaskural normal , infiltrat (-) ,hilus D/S normal ,nodul (-)
Trachea : posisi di tengah
Sinus pherenicocostalis D/S tajam
Henidiafrgama D/S : dome shape
Tulang skeletal thorax : normal
Kesimpula: Cardiomegali

IX.  THERAPHI FARMAKOLOGI


Nama Obat Waktu Dosis Rute Indikasi/Kontraindikasi
Ringer Laktat 24 Jam 500ml IV Indikasi :
- Pengganticairan
isotonic plasma yang hilang
Kontraindikasi
- Asidosis
- Hypokalemia
Injeksi 24 Jam 1 amp IV Indikasi :
Ranitidine - Diberikan pada pasien tukak
lambung, penyakit asam lambung,
esofagitis, ulkus duodenum.
Kontraindikasi :
- Tidak dapat diberikan bersamaan
rilpivirine .
- Hipersensitivitas terhadap
benzimidazole, anafilaksis dan
nefritis interstitial
Injeksi ketorolak 24 Jam 3x500mg IV Indikasi :
- Mengatasi penyakit yang di
sebabkan bakteri aerob, infeksi
parasit amoeba pada diare, infeksi
trichomonas
Kontraindikasi :
- Memiliki riwayat alergi
metronidazol
- Usia kehamilah trimester pertama
0-3 bulan
Injeksi Ceftriaxone 24 Jam 2x1gr IV Indikasi :
- untuk infeksi bakteri, infeksi
gonokukus dan infeksi luka
operasi
Kontraindikasi
- memiliki riwayat hipersensitifitas
terhadap ceftriaxone
Injeksi fiontic 24 Jam SC Indikasi :
- Terapi DM
Kontraindikasi
- Hipoglikemia
Injeksi NB 5000 Drif 24 Jam 1 gr IV Indikasi :
1 amp - nyeri sendi
- nyeri saraf
- sebagai antipiretik
pada penyakit saluran pernapasan
atas
Kontraindikasi
- hipersensitifitas
- penyakit ginjal atau
hati
- penyakit hematologi
Vomfir Jam 10 unit Injeksi untuk membantu kontrol gula darah
22.00
pada pasien diabetes,
Syr 24 jam 20 mg Oral Menurunkan jumlah kolesterol

XI. DATA FOKUS


1. Data subjektif
 TB : 170 cm
 BB sebelum sakit : 95Kg
 BB sesudah sakit : 60 Kg
 BMI : 23.4
 BBI : (TB-100 ) – (TB-100) x 15%
(170-100) – (170-100) x 15% = 63 Kg
 Tanda-tanda vital
-   Suhu          : 37oC
-   Nadi          : 89x/menit berdetak dengan kuat
-   Pernafasan : 20x/menit
-   Tekanan darah  : 128/67 mmHg
 Pasien mengatakan mengalami keterbatasan gerak di karenakan luka post op
 Pasien mengatakan tidak bisaberaktivitas sendrii seperti ke kamar mandi
harus d bantu keluarga
 Klien mengatakan masih belum bisa beraktivitas sendiri ,aktivitas nya harus
di bantu keluarga
 Aktivitas klien dibantu oleh keluarganya, skala aktivitas 4
 Pasien mengatakan tidak bisa BAB
 Pasien mengatakan tidak nafsu makan dan tidak bisa menhgabiskan posri
maknan yang di sediakan rumah sakit
2. Data objektif
 Pasien tampak lemas, tampak pucat dan tidak dapat beraktivitas
 Pasien nampak hanya berbaring di beb
 Pasien nampak dibantu anak nya untuk beraktivitas seperti ke kamar mandi
 Pasien tampak tidak mengahabiskan porsi makan yang di sediakan rumah
sakit
XI. ANALISIS DATA
No Tanggal Data fokus Etiologi Problem
/jam
1. 20 april Ds : Ketidak Tidak nafsu
2020 - Klien mengatakan seimbangan makan
tidak mau makan nutrisi kurang
Do : dari kebutuhan
- Pasien tampak tidak tubuh
mengahabiskan (NANDA 1
mporsi maknan yang Edisi 11 tahun
disedaikan rumah sakit 2018-2020)
- Pasien tampak lemas,
tampak pucat dan
tidak dapat
beraktivitas
- TB : 170 cm
- BB sebelum sakit:
95Kg
- BB sesudah sakit :60
Kg
- BMI : 23.4
- BBI : (TB-100 ) –
(TB-100) x 15%
(170-100) – (170-100) x 15%
= 63 Kg
- Tanda-tanda vital
- Suhu   : 37oC
- Nadi :89x/menit
- Pernafasan : 20x/menit
- TD: 128/67 mmHg

2. 20 april Ds : Gangguan Luka post op


2020 - Klien mengatakan mobilitas fisik amputasi
masih belum bisa (NANDA 1
beraktivitas sendiri Edisi 11 tahun
aktivitas nya harus di 2018-2020)
bantu keluarga
DO :
- Pasien tampak
lemas, tampak
pucat dan tidak
dapat beraktivitas
- Pasien nampak
hanya berbaring di
beb
- Pasien nampak
dibantu anak nya
untuk beraktivitas
seperti ke kamar
mandi
- Skla aktivitas
pasien 4

3. 20 april Ds : Kerusakan Post op


2020 - Klien mengatakan integritas amputasi
jaringan
terdapat luka di kaki
(NANDA-1
seblah kiri nya dan Edisi 11 tahun
telah dilakukan post 2018-2020 hal
412)
op amputasi ibu jari
Do :
- Tampak terlihat luka
post op terbalut perban
Di kaki seblah kiri
klien
- Tampak klien tidak
dapat beraktivitas
dikarenakan luka post
op

4 20 april Ds : Konstipasi Perubahan


2020 - Pasien mengatakan NANDA-1 kebiasaan
tidak bisa BAB Edisi 11 tahun makan
- Pasien mengatakan 2018-2020 hal
tidak mau makan 195)
Do:
- Bising usus : 5 x/menit
- Pasien tampak lemas,
tampak pucat dan
tidak dapat
beraktivitas
- TB : 170 cm
- BB sebelum sakit:
95Kg
- BB sesudah sakit :60
Kg
- BMI : 23.4
- BBI : (TB-100 ) –
(TB-100) x 15%
(170-100) – (170-100) x 15%
= 63 Kg
- Tanda-tanda vital
- Suhu   : 37oC
- Nadi :89x/menit
- Pernafasan : 20x/menit
- TD: 128/67 mmHg

XII. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubub b.d tidak nafsu makan
2. Gangguan mobilitas fisik b.d adanya luka post op
amputasi
3. Kerusakan integritas jaringan b.d luka post op amputasi
4. Konstipasi b.d perubahan kebiasaan makan

XIII. PERENCANAAN KEPERAWATAN


N No Diagnosa Diagnosa Nursing Outcome Nursing Intervention Rasional
O Keperawatan
1. I Ketidak Setelah dilakukan 1. Tentukan status 1. Untuk
seimban asuhan selama gizi pasien mengetahui
keperawataN 1x24
gan nutri jam maka diharapkn dan  kemampuan kekurangan

1. klien dapat nutrisi


kurang pasien untuk
menghabiskan posri pasien
dari memenuhi
makan 2. Membantu
kebutuha 2. status nutrisi klien kebutuhan gizi
dalam
n tubuh baik 2. Tentukan  jumlah 
3. BB klien mengidentifi
b.d tidak meningkat  kalori  dan  jenis kasi
nafsu nutrisi yang malnutris
makan dibutuhkan untuk protein-
memenuhi protein,
persyratan gizi khususnya
3. Anjurkan klien apabila berat

makan sedikit badan


kurang dari
demisedikit tetapi
normal
sering
3. Untuk
4. Monitor
mencakup
kecenderungan kebutuhan
terjadinya nutrisi klien

penurunan dan 4. Jelaskan


pentingnya
kenaikan berat
makanan
badan
bagi proses
5. Kaloborasi
penyembuha
dengan tim medis
n
lain dan ahli gizi 5. Untuk
dalam memenuhui
pemenuhan kebuthan apa
nutrisi klien nutri apa
saja yang
diperlukan
klien
2 II Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji keadaan 1. Mengetahui
mobilitas intervensi 1 x 8 jam, umum klien dan keadaan umu
fisik b.d diharapkan pasien TTV klien
luka post dapat melakukan 2. Bantu klien 2. Agar klien
op mobiliasasi sendiri berlatih untuk terbisa untuk
Kriteria Hasil : menggerkan mobilisasiny
kakinya a
1. Klien bisa
3. Ajurkan keluarga 3. Untuk
melakukan
agar selalu mengawas
mobilisasi
mengawasi klien agar
sendiri
aktivitas klien tidak terjatuh
4. Ajarkan klien saaat
menggunakan alat beraktivitas
bantu jalan 4. Memudahka
5. Kaloborasi dengan n klien
dokter dalam dalam
pemberian obat berjalan
untuk 5. Mempercapa
penyembuhan luka t
penyembuha
n luka
3 (00044) Kerusaka Setelah dilakukan 1. Monitor infeksi 1. Untuk
n intervensi 1 x 24 2. Monitor warna dan mencegah
integritas jam diharapkan suhu kulit terjadinya
jaringan struktur dan fungsi 3. Amati warna, infeksi
b.d luka fisiolgis kulit dapat kehangatan, 2. Mengetahui
post op kembali normal bengkak, pulsasi, perubahan
Kriteria Hasil : tekstur dan edema warna dan
4. Anjurkan untuk suhu kulit
1. Tidak ada
tidak menggukan pasien
tanda-tanda
alat alas kaki 3. Mengetahui
infeksi
terlbih dahlu proses
2. Suhu termonitor
5. Kaloborasi dengan penyembuha
normal
tim medis lain nya n luka
3. Menunjukkan
4. Untuk
proses
memudahka
penyembuhan
n dalam
luka
perawatan
4. Melakukan
luka
perawatan luka
5. Untuk
mempercapa
t
penyembuha
n luka

N No Diagnosa Diagnosa Nursing Outcome Nursing Intervention Rasional


O Keperawatan
4 IV Konstipas Setelah dilakukan 1. Monitor bising 1. Untu
i b.d intervensi 1 x 8 jam, usus mengetahi
perubahan diharapkan dapat 2. Monitor adanya aktivitas
kebiasaan melakukan tanda dan gejala pristaltik
makan eleiminasi fekal konstipasi usus
(00011) Kriteria Hasil : 3. Dukung 2. Agar
peningkatan mengetahui
1. Frekuensi BAB
asupan cairan penyebab
normal
4. Instruksikan diet terjadinya
2. Bising usus
tinggi serat konstipasi
normal
3. Memasukk
3. Nafsu makan
an cairan
normal
yang
4. Tidak terjadi
adekuat
konstipasi
membantu
mempertah
ankan
konsistensi
feses
4. Diit
seimbang
tinggi
kandungan
serät
merangsan
g
peristaltik
dan
eliminasi
reguler

BAB 4
ANALISIS JURNAL

1. Pendahuluan
Diabetes mellitus (DM) aadalah penyakit gangguan metabolik yang terjadi akibat
pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang diproduksinya secara efektif sehingga mengakibatkan terjadinya
peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah yang dikenal dengan istilah
hiperglikemi (World Health Organization, 2016). DM tipe 2 yang dahulu disebut
penyakit non-insulin-dependent adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh (Wijaya, 2015).

2. Kasus
Diagnosa medis: Diabetes Mellitus
Ny. N usia 57 tahun datang ke IGD dengan keluhan sudah 1 minggu mengalami
pusing saat melakukan aktifitas, merasa lemah, letih, dan lesu, dan terdapat luka
pada ibu jari kakinya sejak 2 minggu yang lalu. Setelah dilakukan pengkajian
didapatkan hasil TTV, TD: 128/67 mmHg, N: 89x/m, RR: 20x/m, T: 37 derajat
celcius. Klien mengeluh nyeri dibagian ibu jari kakinya, ditemukan adanya luka
pada ibu jari kaki klien dan hasil GDS klien 300mg/dl.
3. Rumusan Masalah
Pertanyaan Klinik :
1. Mana yang lebih efektif antara pemberian terapi progressive muscle relaxation
dengan pemberian terapi reiki terhadap penurun gula darah pada pasien
diabetes mellitus tipe 2?
Patient, Population or Pasien Diabetes Mellitus
problem
(Intervention) Pemberian terapi progressive muscle
relaxation
Comparasion or Inervention) Pemberian terapi reiki
(Outcome) Penurun gula darah

Keyword: terapi progressive muscle relaxation, terapi reiki, penurun gula


darah pasien diabetes mellitus tipe 2

4. Metode/strategi penelusuran bukti


Jurnal: Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Stres Dan Penurunan
Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Keperawatan Medikal
Bedah Dan Kritis Vol. 8, No. 1, April 2019.
Jurnal: Penurunan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Melalui Terapi Reiki Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 14, No. 2,
Juli 2011.

5. Hasil Penelusuran
No Judul Jurnal Validity Important Applicable
1 Pengaruh Desain Jumlah sampel Tindakan
Progressive penelitian ini penelitian adalah progressive
Muscle adalah studi 103 orang yang muscle relaxation
Relaxation kuasi- dipilih secara dapat dilakukan
Terhadap eksperimental purposive sampling di fasilitas
Stres Dan dengan kriteria kesehatan dan
Penurunan inklusi Pasien DM dapat dilakukan
Gula Darah tipe 2 tanpa sendiri oleh
Pada Pasien penyakit penyerta pasien yang
Diabetes kronis/berat. Belum menderita
Melitus Tipe pernah melakukan penyakit diabetes
2 relaksasi PMR. melitus tipe 2
Bersedia mengikuti
program
pengobatan yang
dijalankan dibawah
observasi peneliti
selama penelitian.
Kriteria eksklusi
adalah pasien
mengalami
gangguan
kesadaran.

2 Penurunan Desain Sampel pada Terapi reiki sulit


Kadar penelitian pre- penelitian ini diterapkan di
Glukosa eksperimental diambil dengan fasilitas kesehatan
Darah dengan metode purposive dan dilakukan
Sewaktu pendekatan sampling dengan pasien sendiri
Melalui one-group kriteria: pasien DM karena
Terapi Reiki pretest- tipe 2 diperlukannya
Pada Pasien posttest design yang taat mengikuti ahli khusus terapi
Diabetes program 4 pilar reiki, yang
Melitus Tipe penatalaksanaan dimana untuk di
2 DM, perempuan, kalimantan
usia 45-65 tahun, selatan khusus
mepunyai nya kota
riwayat penyakit banjarmasin masil
keluarga DM, belum ada ahli
Kadar Glukosa terapi reiki.
Darah
Sewaktu (KGDS)
relatif stabil dalam
dua bulan
terakhir, pasien
yakin bahwa Reiki
dapat membantu
menurunkan
KGDS, bersedia
diberikan
intervensi
Reiki selama 30
hari selain dengan
terapi standar dari
rumah sakit.
Jumlah sampel
penelitian sebanyak
18
responden.

6. Diskusi
Pemberian terapi progressive muscle relaxation lebih efektif dan lebih mudah
dilakukan karena terapi PMR selain dapat menurunkan gula darah juga dapat
mengurangi stres, terapi PMR juga mudah dilakukan, tindakan progressive muscle
relaxation dapat dilakukan di fasilitas kesehatan dan dapat dilakukan sendiri oleh
pasien yang menderita penyakit diabetes melitus tipe 2. Sedangkan terapi reiki
lebih sulit diterapkan di fasilitas kesehatan dan dilakukan pasien sendiri karena
diperlukannya ahli khusus terapi reiki.

7. Kesimpulan
Pemberian terapi progressive muscle relaxation lebih efektif dilakukan dari pada
pemberian terapi reiki. Karena pada terapi PMR dapat dilakukan oleh pasien
sendiri sedangkan terapi reiki diperlukan ahli khusus terapi reiki.
BAB 5
PENUTUP

1. Kesimpulan
Pemberian terapi progressive muscle relaxation lebih efektif dilakukan dari pada
pemberian terapi reiki. Karena pada terapi PMR dapat dilakukan oleh pasien
sendiri sedangkan terapi reiki diperlukan ahli khusus terapi reiki.

2. Saran
Pemberian terapi progressive muscle relaxation akan sangat bagus jika
diaplikasikan dipelayanan kesehatan terutama pada poli mata.
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.


Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis,
edisi 6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi
Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito
Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification
(NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT
Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Anda mungkin juga menyukai