Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PORTOFOLIO

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

DISUSUN OLEH :
dr. ROSITA ALIFA PRANABAKTI

PENDAMPING :
dr. NURUL FAJRI KURNIATI
dr. MOH HERMAN SYAHRUDIN

DOKTER INTERNSIP WAHANA RST dr. ASMIR SALATIGA


PERIODE 17 NOVEMBER 2018 – 20 NOVEMBER 2019
KOTA SALATIGA

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


Borang Portofolio

Nama Peserta:dr. Rosita Alifa Pranabakti


Nama Wahana: RST dr. Asmir Salatiga
Topik: Kejang Demam Sederhana
Tanggal (kasus): 17 Agustus 2019
Nama Pasien: An. A/ 5 tahun No. RM: 107***
Nama Pendamping: dr. Nurul Fajri Kurniati
Tanggal Presentasi: -
dr. Moh Herman Syahrudin
Tempat Presentasi: RST dr. Asmir Salatiga
Obyektif Presentasi:

■ Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka

■ Diagnostik ■ Manajemen  Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi ■ Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil


 Deskripsi:

Pasien datang ke IGD dibawa oleh kedua orang tuanya dengan keluhan demam tinggi sejak 12 jam SMRS. Demam dirasakan terus-menerus
dan semakin tinggi. Pasien sudah dikompres air hangat namun demam tidak turun. 2 jam SMRS pasien kejang. Kejang 1x selama 5 menit.
Kejang terjadi pada seluruh tubuh. Saat kejang badan pasien kaku dan mata melirik ke atas. Kejang berhenti sendiri dan tidak berulang.
Setelah kejang, pasien sadar dan menangis. Riwayat kejang sebelumnya disangkal.
 Tujuan:

Menegakkan diagnosis kerja, melakukan penanganan awal serta konsultasi dengan spesialis Anak untuk penanganan lebih lanjut serta

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 2


memberikan edukasi tentang penyakit pada pasien dan keluarga.
Bahan bahasan:  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit

Cara membahas:  Diskusi  Presentasi dan diskusi  Email  Pos

Data pasien: Nama: An. A/ 5 tahun Nomor Registrasi: 107***

Nama RS: RST dr. Asmir Salatiga Telp: - Terdaftar sejak: 17 Agustus 2019

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/Gambaran Klinis:

Pasien datang ke IGD dibawa oleh kedua orang tuanya dengan keluhan demam tinggi sejak 12 jam SMRS. Demam dirasakan terus-
menerus dan semakin tinggi. Pasien sudah dikompres air hangat namun demam tidak turun. 2 jam SMRS pasien kejang. Kejang 1x selama 5
menit. Kejang terjadi pada seluruh tubuh. Saat kejang badan pasien kaku dan mata melirik ke atas. Kejang berhenti sendiri dan tidak berulang.
Setelah kejang, pasien sadar dan menangis. Riwayat kejang sebelumnya disangkal.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat kejang tanpa demam : disangkal
 Riwayat batuk pilek : disangkal
 Riwayat demam berdarah : disangkal
 Riwayat bepergian ke daerah endemik malaria : disangkal
 Riwayat trauma kepala dan pijat : disangkal
 Riwayat mondok : disangkal
 Riwayat alergi obat/makanan : disangkal

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 3


3. Riwayat Keluarga : Riwayat keluhan serupa (-)

4. Riwayat Pekerjaan : (-)

5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal bersama ayah dan ibunya. Pasien berobat dengan menggunakan BPJS kesehatan.

6. Riwayat Kehamilan dan Prenatal


Ibu pasien hamil dalam usia 25 tahun dan merupakan kehamilan yang kedua. Ibu pasien mengaku tidak merasakan keluhan
apapun saat hamil. Ante natal care dilakukan secara rutin setiap bulan di bidan desa. Ibu pasien mengaku mendapatkan
suplemen tambah darah dari bidan. Ibu pasien tidak mengonsumsi obat-obatan.
7. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan di RSUD Salatiga saat usia kehamilan 37 minggu, dengan berat lahir 3400 gram, panjang badan 49 cm,
menangis spontan (+), kebiruan (-) dan geraknya aktif (+).
8. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Pertumbuhan
BB lahir 3400 gram, PB lahir 49 cm. Sejak kecil anak selalu dibawa ke posyandu dan tidak didapatkan penurunan berat
badan Umur sekarang 5 tahuni, BB 15 kg,
b. Perkembangan
Motorik kasar dalam batas normal
Motorik halus dalam batas normal
Bahasa dalam batas normal
Personal sosial dalam batas normal
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 4


9. Status Imunisasi

Jenis 0 I

Hepatitis B 0 bulan 2 bulan

Polio 0 bulan 2 bulan

BCG 1 bulan

DPT 2 bulan

Kesan : imunisasi dasar telah lengkap sesuai jadwal

10. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum
Sikap / keadaan umum : tampak sakit sedang
Derajat kesadaran : kompos mentis
Derajat gizi : baik
2. Tanda vital
BB : 15 kg
SiO2 : 99%
Nadi : 130 x/menit, reguler
Pernafasan : 24 x/menit, reguler
Suhu : 39,8 C (per axilla)

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 5


3. Perhitungan Status Gizi
a) Secara klinis
Gizi kesan baik
4. Kepala
Normosefal, lingkar kepala (LK): 39 cm (-2 SD < LK < +2 SD) (Nellhaus).
5. Mata
Oedem palpebra (-/-), bulu mata rontok (-), konjunctiva pucat (-/-), cekung (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+ 3 mm/ + 3mm), air
mata (+/+)
6. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-)
7. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa basah (+), lidah kotor dan hiperemis (-)
8. Telinga
Sekret (-/-), tragus pain (-/-)
9. Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
10. Leher
Bentuk normocolli, trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar
11. Toraks
Bentuk : normochest, retraksi (-)
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 6


Palpasi : fremitus raba sulit dievaluasi
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar: vesikuler (+/+), suara tambahan: RBH (-/-), RBK (-/-), wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
12. Abdomen
Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) meningkat 18x/ menit
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, ascites (-), pekak alih (-), undulasi (-), nyeri tekan (-), turgor kulit kembali cepat

13. Ekstremitas
Akral dingin - - edema - -
- - - -
ADP kuat
CRT < 2 detik
11. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium darah di RST dr. Asmir Salatiga (17 Agustus 2019)

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 7


Jenis Pemeriksaan Hasil pemeriksaan nilai normal

Hemoglobin 14,3 g/dL 10,8 - 15,6 g/dL

Hematokrit 43,3 % 37 – 48 %

Lekosit 13,96 rb /uL 4 – 10 rb/ul


Trombosit 180 rb/uL 150rb-400rb /uL
Eritrosit 5,37 juta/uL 3.50 - 5 juta/uL
Basofil 0,3 0-1 %
Eusinofil 3% 1 - 3%
Neutrofil 81,5 % 50 – 70 %
Limfosit 12,9 % 20 - 40 %
Monosit 2,3 % 2–8%
MCV 80,6 82 - 95 fl

MCH 26,6 27 - 31 pg

MCHC 33,0 32 - 36 g/dL

Daftar Pustaka:

1. Ismail S (1999). Buku Ajar Neurologi Anak Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2. Litalien C, Jacqz-Aigrain E (2001). Risk and benefits of nonsteroidal anti-inflammatory drugs in children: a comparison to paracetamol.
PubMed.
3. Medscape (2016). Pediatric Febrile seizures. http://emedicine.medscape. com/article/1176205-overview - diakses Agustus 2017
4. Medscape (2016). Pediatric Febrile Seizures Treatment & Management http://emedicine.medscape.com/article/1176205-
workup#c6 – diakses Agustus 2017
5. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. (2016). Konsensus penatalaksanaan Kejang Demam Anak. Jakarta: Unit kerja Koordinasi
Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 8


6. Tortora GJ, Derrickson B (2014). Principles of anatomy & physiology. Edisi ke 14. United States of America: John Wiley and Sons.
7. Vaughan CJ, Norman D (2002). Seizure: Medical causes and management. Springer. ISBN: 978-0-89603-827-1.

Hasil Pembelajaran:

1. Membuat diagnosis kerja kejang demam sederhana


2. Melakukan konsultasi ke spesialis Anak untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
3. Edukasi tentang penyakit pasien, penyebab, cara penularan, serta berbagai komplikasi yang mungkin timbul.
4. Motivasi untuk kepatuhan kontrol rutin dan minum obat setelah rawat inap.

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif :
Keluhan Utama : Kejang

2. Objektif :
a. GEJALA KLINIS
 Pasien mengalami kejang saat demam tinggi

b. PEMERIKSAAN UMUM
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Composmentis

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 9


c. VITAL SIGN
 SiO2 : 99%
 Nadi : 130 x/menit, reguler
 Pernafasan : 26 x/menit, reguler
 Suhu : 39,8 C (per axilla)

d. DATA ANTROPOMETRI

BB : 15 kg
e. PEMERIKSAAN FISIK

Bentuk : normochest, retraksi (-)


Pulmo : Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba sulit dievaluasi
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar: vesikuler (+/+), suara tambahan: RBH (-/-), RBK (-/-), wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 10


f. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium Darah di RST dr. Asmir Salatiga (17 Agustus 2019)

Jenis Pemeriksaan Hasil pemeriksaan nilai normal

Hemoglobin 14,3 g/dL 10,8 - 15,6 g/dL

Hematokrit 43,3 % 37 – 48 % Kesan : leukositosis


Lekosit 13,96 rb /uL 4 – 10 rb/ul
Trombosit 180 rb/uL 150rb-400rb /uL
Eritrosit 5,37 juta/uL 3.50 - 5 juta/uL
Basofil 0,3 0-1 %
Eusinofil 3% 1 - 3%
Neutrofil 81,5 % 50 – 70 %
Limfosit 12,9 % 20 - 40 %
Monosit 2,3 % 2–8%
MCV 80,6 82 - 95 fl

MCH 26,6 27 - 31 pg

MCHC 33,0 32 - 36 g/dL

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 11


3. Assesment :
Pasien datang ke IGD dibawa oleh kedua orang tuanya dengan keluhan demam tinggi sejak 12 jam SMRS. Demam dirasakan terus-
menerus dan semakin tinggi. Pasien sudah dikompres air hangat namun demam tidak turun. 2 jam SMRS pasien kejang. Kejang 1x selama 5
menit. Kejang terjadi pada seluruh tubuh. Saat kejang badan pasien kaku dan mata melirik ke atas. Kejang berhenti sendiri dan tidak
berulang. Setelah kejang, pasien sadar dan menangis. Riwayat kejang sebelumnya disangkal.Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan
didapatkan pasien tampak sakit sedang, BB: 15 kg, SiO2: 99%, nadi: 130 x/menit, pernafasan: 26 x/menit, peningkatan suhu mencapai
39,8 ˚C, bising usus meningkat 18 kali/menit.

4. Plan
a. Diagnosis
Kejang Demam Sederhana

b. Penatalaksanaan
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

Inj Diazepam 5 mg bila kejang

Inj Paracetamol 150 mg/8 jam

Inj Ampisilin 25 mg/12 jam

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 12


I. Kejang Demam
A. Definisi
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 oC) yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium (Ismael, 1999). Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan hingga 5 tahun. Anak yang memiliki
riwayat kejang tanpa demam tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun dapat dipertimbangkan
infeksi susunan saraf pusat atau epilepsi yang secara kebetulan terjadi bersamaan dengan demam (Pusponegoro et al., 2006).

B. Faktor risiko
Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya kejang demam antara lain peningkatan suhu tubuh, riwayat kejang demam pada keluarga,
gangguan pertumbuhan, dan paparan alkohol serta rokok pada saat didalam kandungan. Sekitar sepertiga anak dengan serangan kejang
demam mengalami kejang berulang. Faktor risiko yang meningkatkan terjadinya kejang berulang antara lain adalah sebagai berikut: (1)
adanya demam yang tidak terlalu tinggi saat serangan kejang pertama; (2) riwayat kejang demam pada keluarga; (3) durasi yang singkat
antara awal terjadinya peningkatan suhu dan onset kejang; dan (4) usia kurang dari 12 bulan saat pertama kali kejang demam. (Medscape,
2016). Jika keempat faktor risiko diatas terpenuhi maka kemungkinan terjadinya kejang berulang adalah 80%, sedangkan jika tidak
terdapat faktor risiko diatas maka kemungkinan terjadinya kejang berulang adalah 10-15%. Berulangnya kejang paling banyak terjadi pada
tahun pertama (Pusponegoro et al., 2006).

C. Klasifikasi
1. Kejang Demam Sederhana
Kejang demam sederhana merupakan kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan dapat berhenti
sendiri. Kejang dapat berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 13


Kejang demam sederhana merupakan tipe kejang demam yang paling sering ditemukan. Sekitar 80% dari seluruh kasus kejang
demam merupakan kejang demam sederhana (Pusponegoro et al., 2006).
2. Kejang Demam Kompleks
Berbeda dengan kejang demam sederhana, kejang demam kompleks merupakan: (1) kejang demam yang berlangsung
lebih dari 15 menit; (2) bersifat fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului oleh kejang parsial, (3) berulang
lebih dari 1x dalam 24 jam. Jika salah satu dari tiga kriteria diatas terpenuhi maka dapat diklasifikasikan sebagai kejang demam
kompleks. (Pusponegoro et al., 2006)

D. Patofisiologi
Demam terjadi karena terlepasnya zat pemicu demam yang disebut juga pirogen. Secara umum pirogen dapat terbagi menjadi 2 jenis,
yakni pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh seperti toksin dan produk bakteri.
Sedangkan pirogen endogen merupakan zat yang dikeluarkan dari dalam tubuh (Interleukin 1, interleukin 6, interleukin 11, tumor necrosis
factor α, interferon γ dan lain sebagainya). Pirogen yang dikeluarkan dapat memacu hipotalamus untuk meningkatkan set point suhu tubuh
melalui asam arakidonat, PGE-2 dan siklik AMP. Meningkatnya set point suhu tubuh berakibat pada terjadinya mekanisme konservasi dan
produksi kalor sehingga terjadi demam (Tortora dan Derrickson, 2014).
Pada saat demam kebutuhan energi akan meningkat khususnya pada otak, jantung, dan otot. Pada kenaikan suhu 1 oC terdapat
peningkatan metabolisme basal sebesar 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sekitar 20%. Pada keadaan ini reaksi oksidasi terjadi lebih
cepat dan oksigen akan semakin cepat habis dan akan menyebabkan sel mengalami hipoksia. Hal ini mempengaruhi proses transport aktif sehingga
influx dan efluks natrium dan kalium akan terganggu. Peningkatan metabolisme anaerob juga akan menyebabkan peningkatan kadar asam laktat dan
CO2 yang toksik bagi neuron. Pasien yang mengalami demam dengan dehidrasi akan terjadi ketidakseimbangan kadar elektrolit dan
permeabilitas sel sehingga meningkatkan risiko terjadinya kejang (Vaughan dan Norman, 2002; Tortora dan Derrickson, 2014).

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 14


Depolarisasi pada sistem saraf pusat secara umum terjadi akibat influks Na + yang menyababkan impuls merambat sepanjang serabut
saraf hingga ke terminal akson presinaps. Depolarisasi ini membuka channel Ca2+ yang kemudian menyababkan terlepasnya
neurotransmiter yang bersifat eksitatorik, seperti glutamat dan aspartat melalui proses eksositosis (Gambar 1). Asam amino ini kemudian
berikatan dengan reseptor neurotransmiter seperti N-methyl D- aspartate (NMDA) pada neouron postsinaps dan membuka channel ion
pada membrane neuron postsinaps. Dalam proses ini juga terjadi mekanisme inhibisi melalui neurotransmiter inhibisi seperti gamma-
aminobutyric acid (GABA) (Vaughan dan Norman, 2002; Tortora dan Derrickson, 2014).
Terjadinya infeksi, hipoksia sel, dan kegagalan dalam autoregulasi pembuluh darah otak dapat penyebabkan peningkatan
permeabilitas sawar darah otak. Hal ini dapat menyebabkan zat-zat yang bersifat toksik masuk ke dalam sistem saraf pusat dan
ketidakseimbangan kadar elektrolit. Perubahan ini berpengaruh pada sistem regulasi neuron oleh sel glia. Sel glia yang seharusnya
menjaga agar kadar kalium tetap rendah pada ekstrasel terganggu fungsinya sehingga terjadi depolarisasi membran sel saraf dan eksitasi
yang berlebihan yang bermanifestasi sebagai kejang (Vaughan dan Norman, 2002; Tortora dan Derrickson, 2014).

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 15


E. Pemeriksaan
1. Anamnesis
a. Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran saat kejang dan setelah kejang, lama kejang, serta berulangnya kejang.
b. Adanya demam atau infeksi seperti otitis media, faringitis, dan lain-lain.
c. Adakah riwayat epilepsi dalam keluarga atau riwayat kejang dalam dalam keluarga.
d. Apakah mempunyai keluhan lain seperti diare yang dapat menyebabkan kelainan elektrolit atau keluhan yang dapat
menyebabkan kelainan pada metabolik seperti diabetes melitus.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran umum = Pada pasien dengan kejang demam akan kehilangan kesadaran sehingga tidak berespon terhadap
rangsangan di sekitarnya
b. Demam = kejang demam dapat terjadi apabila suhu rektal pasien diatas 38oC
c. Tanda rangsang meningeal = pada kejang demam tanda rangsang meningeal negatif yang menunjukkan penyebab kejang
berasal dari ekstrakranial
d. Pemeriksaan nervus kranial untuk memastikan bahwa kelainan terdapat di ekstrakranial
e. Tanda peningkatan intrakranial harus disingkirkan sepreti penonjolan ubun-ubun besar, papil edema.
f. Tanda infeksi di luar sistem saraf pusat seperti infeksi saluran napas, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain.
g. Pemeriksaan neurologi seperti tonus motorik, reflek fisiologis, reflek patologis untuk menyingkirkan penyebab berasal dari
intrakranial.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 16


Pemeriksaan laboratorium umumnya digunakan untuk mendeteksi sumber dari infeksi. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah rutin, darah perifer, elektrolit dan gula darah.
b. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi (MRI atau CT-Scan) digunakan apabila didapatkan kecurigaan pada kejang fokal atau kelainan di
sistem saraf pusat. Berfungsi untuk menyingkirkan kelainan dan memastikan bahwa sumber demam berasal dari luar sistem
saraf pusat.
c. Pemeriksaan EEG
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan
kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan untuk
dilakukan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang
demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks
pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
d. Pemeriksaan LCS
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil
seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh
karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
i. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
ii. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
iii. Bayi > 18 bulan tidak rutin

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 17


Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan
pungsi lumbal.
e. Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan penunjang yang sesuai indikasi untuk menyingkirkan penyebab-penyebab seperti gangguan elektrolit, dan
gangguan metabolisme. Pemeriksaan dapat meliputi urinanalisis, darah rutin, dan gula darah untuk memastikan bahwa
penyebab kejang bukan disebabkan kelainan elektrolit dan metabolisme (Pusponegoro et al., 2006; Pudjiadi, 2009).

F. Tatalaksana

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 18


Gambar 2. Alogaritma Tatalaksana Kejang Demam

Penatalaksanaan saat kejang pada kebanyakan kasus, biasanya kejang demam berlangsung singkat dan saat pasien datang kejang sudah
berhenti. Alogaritma tatalaksana kejang dapat dilihat pada gambar 2.
1. Apabila pasien datang dalam keadaan kejang maka tatalaksana awal berupa pemberian Diazepam per rektal dengan dosis apabila
berat badan anak dibawah 10 kg maka menggunakan dosis 5mg dan apabila diatas 10 kg menggunakan dosis 10 mg. Apabila demam

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 19


tidak berhenti dapat diberikan diazepam per rektal ulang dalam interval 3-5 menit. Namun, apabila kejang terjadi di rumah sakit dan
pasien terpasang IV line maka, obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, dengan
cara pemberian secara perlahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam3-5 menit, dan dosis maksimal yang dapat diberikan
adalah 20 mg (Pudjiadi, 2009)
2. Obat yang praktis dan dapat diberikan olehorang tua atau jika kejang terjadi di rumah adalah diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kgBB, atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan diazepam rektal 10 mg untuk berat badan lebih dari 10
kg. Jika anak di bawah usia 3 tahun dapat diberi diazepam rektal 5 mg
dan untuk anak di atas usia 3 tahun diberi diazepam rektal 7,5 mg. Jika kejang belum berhenti, dapat diulang dengan cara dan dosis
yang sama dengan interval 5 menit, maksimal dua kali pemberian.
Jika setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat
diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB. Jika kejang tetap belum berhenti, maka diberikan phenytoin intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/
kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Jika kejang berhenti, maka dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam
setelah dosis awal. Jika dengan phenytoin kejang belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Jika kejang telah
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
3. Pemberian obat rumatan diberikan hanya jika kejang demam menunjukkan salah satu ciri sebagai berikut :
a. Kejang lama dengan durasi waktu lebih dari 15 menit dan adanya kelainan neurologis sebelum atau sesudah kejang seperti
hemiparesis, hemiplegia, bell palsy, dan lain-lain
b. Bila terjadi kejang fokal dengan pertimbangan :
i. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam kurun waktu 24 jam.
ii. Kejang demam terjadi pada bayi usia kurang dari 12 bulan.
iii. Kejang demam dengan frekuensi > 4 kali pertahun.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 20


Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak
nyata, misalnya keterlambatan perkembangan ringan, bukan merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi
umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik. Phenobarbital atau asam valproat adalah obat rumatan yang efektif untuk
mencegah kejang.
Edukasi pada keluarga bahwa kejang demam bukan penyakit yang membahayakan jiwa jika keluarga dapat mengenali dan secara
dini memberikan tatalaksana awal, serta memberitahukan kepada keluarga bahwa kejang demam mempunyai prognosis yang baik.
Memberitahukan tatalaksana awal seperti menjauhkan dari benda-benda yang membahayakan serta melonggarkan pakaian. Memberi
informasi bahwa kejang dapat terjadi sewaktu-waktu. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi efektif, tetapi harus diingat risiko efek
samping obat (Pusponegoro et al., 2006; Arief, 2015).

G. Prognosis
Kejadian kecacatan pada kasus kejang demam jarang ada laporan. Sebagian kecil pasien yang mengalami kecacatan biasanya pada
kejang demam fokal atau kejang demam yang berulang. Kematian karena kejang demam tidak pernah ada laporan. Kemungkinan
berulangnya kejang demam
akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah usia kurang dari 12 bulan, temperatur yang
rendah saat kejang, cepatnya kejang setelah demam, riwayat kejang demam dalam keluarga. Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan
berulangnya
kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10%-15%.
Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada bayi dengan usia satu tahun pertama pasca kelahiran.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 21


Faktor risiko terjadinya epilepsi Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi adalah
kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi pada orang
tua atau saudara kandung masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan
kejadian epilepsi sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%.
Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 22

Anda mungkin juga menyukai