Anda di halaman 1dari 6

Tugas

Mata Kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Dosen Pengampu : Dr.Samuel Kristiyana, S.T., M.T
Hubungan PUIL 2011 dengan K3

Disusun oleh :

Nama : Aldi Rinaldi

NIM : 171041031

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO S-1


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PEMBAHASAN

Dalam pemasangan instalasi listrik, biasanya rawan terhadap terjadinya


kecelakaan. Kecelakaan bisa timbul akibat adanya sentuh langsung dengan
penghantar beraliran arus atau kesalahan dalam prosedur pemasangan instalasi.
Oleh karena itu perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan
bahaya listrik serta tindakan keselamatan kerja. Beberapa penyebab terjadinya
kecelakaan listrik diantaranya :
1. Kabel atau hantaran pada instalasi listrik terbuka dan apabila tersentuh
akan menimbulkan bahaya kejut
2. Jaringan dengan hantaran telanjang
3. Peralatan listrik yang rusak
4. Kebocoran listrik pada peralatan listrik dengan rangka dari logam, apabila
terjadi kebocoran arus dapat menimbulkan tegangan pada rangka atau body
5. Peralatan atau hubungan listrik yang dibiarkan terbuka
6. Penggantian kawat sekring yang tidak sesuai dengan kapasitasnya
sehingga dapat menimbulkan bahaya kebakaran
7. Penyambungan peralatan listrik pada kotak kontak (stop kontak) dengan
kontak tusuk lebih dari satu (bertumpuk).

Contoh langkah-langkah keselamatan kerja berhubungan dengan


peralatan listrik, tempat kerja, dan cara-cara melakukan pekerjaan pemasangan
instalasi listrik dapat diikuti petunjuk berikut :
Menurut PUIL ayat 920 B6, beberapa ketentuan peralatan listrik diantaranya :
1. Peralatan yang rusak harus segera diganti dan diperbaiki. Untuk peralatan
rumah tangga seperti sakelar, fiting, kotak -kontak, setrika listrik,
pompa listrik yang dapat mengakibatkan kecelakaan listrik.
2. Tidak diperbolehkan : Mengganti pengaman arus lebih dengan kapasitas
yang lebih besar, Mengganti kawat pengaman lebur dengan kawat yang
kapasitasnya lebih besar, Memasang kawat tambahan pada pengaman
lebur untuk menambah daya.
3. Bagian yang bertegangan harus ditutup dan tidak boleh disentuh seperti
terminal-terminal sambungan kabel, dan lain -lain
4. Peralatan listrik yang rangkaiannya terbuat dari logam harus ditanahkan

Menurut PUIL ayat 920 A1, tentang keselamatan kerja berkaitan dengan tempat
kerja, diantaranya :
1. Ruangan yang didalamnya terdapat peralatan listrik terbuka, harus diberi
tanda peringatan “AWAS BERBAHAYA”
2. Berhati-hatilah bekerja dibawah jaringan listrik
3. Perlu digunakan perelatan pelindung bila bekerja di daerah yang rawan
bahaya listrik

Pelaksanaan pekerjaaan instalasi listrik yang mendukung pada keselamatan kerja,


antara lain :
1. Pekerja instalasi listrik harus memiliki pengetahuan yang telah ditetapkan
oleh PLN (AKLI)
2. Pekerja harus dilengkapi dengan peralatan pelindung seperti : Baju
pengaman (lengan panjang, tidak mengandung logam, kuat dan tahan
terahadap gesekan), Sepatu, Helm, Sarung tangan.
3. Peralatan (komponen) listrik dan cara pemasangan instalasinya harus
sesuai dengan PUIL.
4. Bekerja dengan menggunakan peralatan yang baik
5. Tidak memasang tusuk kontak secara bertumpuk
6. Tidak boleh melepas tusuk kontak dengan cara menarik kabelnya, tetapi
dengan cara memegang dan menarik tusuk kontak tersebut.

Perlengkapan listrik yang memenuhi persyaratan adalah yang memenuhi


persyaratan standar perlengkapan tersebut, sedangkan untuk perlengkapan listrik
yang SNI nya dinyatakan wajib, adalah perlengkapan listrik yang sudah lulus
pengujian sesuai SNI terkait dan mendapatkan sertifikat produk dari Lembaga
Sertifikasi Produk yang sudah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional
(KAN), serta diberi label SNI pada produknya.
Kemampuan perlengkapan listrik dinyatakan dalam daya pengenal (kVA
atau kW) atau arus pengenal (A atau kA) atau arus maksimum yang diizinkan (A
atau kA). Kemampuan untuk konduktor dinyatakan sebagai kapasitas hantar arus
(KHA), dinyatakan dalam Ampere (A).
Umumnya perlengkapan listrik yang digunakan dalam instalasi listrik
sudah ada SNI nya (khususnya untuk instalasi rumah tangga dan sejenis) dan
sudah diberlakukan sebagai SNI wajib, misalnya untuk antara lain kabel PVC,
kotak kontak dan tusuk kontak, sakelar, GPAS (gawai proteksi arus sisa), luminer.
Jadi seharusnya digunakan perlengkapan listrik yang bertanda SNI.
Sistem sumber tunggal (Sistem TN-S) dalam PUIL 2011 ini merupakan
sistem yang lengkap, karena mempunyai 5 konduktor untuk sistem trifase atau 3
konduktor untuk sistem fase tunggal pada jaringan distribusinya. Sistem ini tidak
lazim dipakai, karena dianggap boros, karena itu sistem yang lazim adalah yang
mempunyai 4 konduktor untuk sistem trifase dan 2 konduktor untuk sistem fase
tunggal pada jaringan distribusi. Jadi konduktor PE dan netral sumber digabung
pada satu konduktor PEN. Contoh: jaringan distribusi PLN.
Bila dipasang GPAL sebagai gawai proteksi dan terjadi gangguan maka
diperlukan arus gangguan sebesar minimal 5 x In GPAL yang terpasang (untuk
tipe C), agar GPAL (MCB) tersebut dapat trip (Lihat PENJELASAN 411.4.5)
Misal instalasi mendapat suplai dari PLN, dimana GPAL PLN yang terkecil
adalah In = 2 A, sehingga GPAL tersebut akan trip pada arus sebesar 5 x In = 10
A.
Pada konfigurasi instalasi TT, bila terjadi gangguan
RA × Id ≤ 50 V
Dengan Id = arus gangguan sebesar 10 A, diperlukan nilai RA ≤ 5 Ω, atau Ra =
resistans PE dan Rb = resistans elektrode bumi = 2,5 Ω, suatu nilai yang sulit
diperoleh untuk kondisi tanah normal.
Dengan demikian GPAL tidak dapat digunakan untuk proteksi sentuh tak
langsung, dalam system TT.
Proteksi Terhadap Kebakaran :
1. Perlengkapan listrik tidak boleh menimbulkan bahaya kebakaran pada bahan
yang berada didekatnya. Setiap petunjuk pemasangan relevan dari pabrikan
harus diobservasi sebagai tambahan persyaratan PUIL.
2. Jika perlengkapan magun dapat mencapai suhu permukaan yang dapat
menyebabkan bahaya kebakaran pada bahan yang berada di dekatnya, maka
perlengkapan harus :
a) dipasang pada atau dalam bahan yang akan tahan terhadap suhu tersebut
dan mempunyai konduktans termal yang rendah, atau
b) disekat dari elemen konstruksi bangunan, dengan bahan yang akan tahan
terhadap suhu tersebut dan mempunyai konduktans termal yang rendah,
atau
c) dipasang sedemikian agar memungkinkan disipasi bahang yang aman
pada jarak yang memadai dari setiap bahan yang dapat terkena efek
termal yang merusak karena suhu tersebut, dan setiap sarana penyangga
mempunyai koduktans termal yang rendah.
3. Jika busur api atau latu (spark) dapat dipancarkan oleh perlengkapan
terhubung permanen dalam pelayanan normal, maka perlengkapan harus:
a) seluruhnya terselungkup dalam bahan tahan busur api, atau
b) disekat oleh bahan tahan busur api terhadap elemen bangunan dimana
busur api dapat memberi efek termal yang merusak, atau
c) dipasang untuk memungkinkan pemadaman busur api dengan aman pada
jarak yang memadai dari elemen bangunan dimana busur api dapat
memberi efek termal yang merusak.

Bahan tahan busur api yang digunakan untuk tindakan proteksi ini harus
tidak dapat terbakar, berkonduktivitas termal rendah, dan mempunyai tebal
yang memadai untuk memberikan kestabilan mekanis.
4. Perlengkapan magun yang menyebabkan pemusatan atau konsentrasi bahang
harus berada pada jarak yang memadai dari setiap benda atau elemen
bangunan magun, sedemikian sehingga benda atau elemen bangunan tersebut
dalam kondisi normal tidak dapat terkena suhu yang berbahaya.
5. Bila perlengkapan listrik dalam suatu lokasi tunggal berisi cairan yang mudah
terbakar dalam jumlah yang signifikan, maka harus diambil tindakan
pencegahan untuk mencegah cairan yang terbakar dan hasil pembakaran
cairan (api, asap, gas beracun) menyebar ke bagian bangunan yang lain.

Anda mungkin juga menyukai