“CEDERA KEPALA”
Disusun oleh:
Vitara Daru Rahmi (155070200111022)
Tim Murni (155070201111002)
Venny Gracelia Soplanit (155070201111004)
Wirda Maria Pangaribuan (155070207111004)
Fadiyatun Naja (155070207111006)
Rochima Wachidatus Sholicha (155070207111008)
Kelompok 2 - Reguler 2
CK Sedang 9-12 Pingsan >10 menit s/d <6 jam, defisit neurologik (+) Abnormal
Catatan: Pada pasien cedera kranioserebral dengan SKG 13-15, pingsan <10 menit, tanpa defisit
neurologik, tetapi pada hasil skening otaknya terlihat perdarahan, diagnosisnya bukan cedera
kranioserebral ringan (CKR)/komosio, tetapi menjadi cedera kranioserebral sedang
(CKS)/kontusio. (Tjen, 2007)
Cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak akibat
benturan atau serangan dari luar sehingga dapat terjadi kelainan struktural dan fungsional
dimana dapat menyebabkan cedera kepala secara terbuka dan atau tertutup. Cedera kepala
merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan. Cedera kepala berperan
pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma. Distribusi cedera kepala terutama
melibatkan kelompok usia produktif antara 15-44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-
laki dibandingkan dengan perempuan. Cedera kepala dapat disebabkan oleh adanya
benturan dari luar atau adanya kecelakaan, terjatuh, dan adanya kekerasan yang diterima.
Laki-laki lebih beresiko terkena cedera kepala dibandingkan wanita hal itu disebabkan karna
aktifitas fisik yang dilakukan laki-laki cenderung lebih beresiko. Tak hanya jenis kelamin,
faktor resiko cedera kepala juga dipengaruhi oleh faktor usia dimana resiko cedera kepala
terbesar terdapat pada usia 15-30 tahun. Selain itu penderita hipotensi dan hipoksia juga
beresiko untuk terkena cedera kepala.
Cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu berdasarkan penyebabnya (cedera
kepala tumpul dan cedera kepala tembus), berdasarkan mekanismenya (cedera kepala
terbuka dan cedera kepala tertutup), dan berdasarkan GCS (cedera kepala ringan, sedang,
dan berat). Pada penderita cedera kepala, manifestasi klinis yang mungkin saja terjadi yaitu
timbulnya rasa nyeri, fraktur dasar otak, mual, muntah, dan masih banyak lagi.
Pada pasien dengan cedera kepala dapat dilakukan dilakukan terlebih dahulu observasi
selama 24 jam, dipuasakan terlebih dahulu, diistirahatkan, apabila terdapat indikasi dapat
dilakukan terapi obat-obatan melalui intravena, apabila terdapat indikasi khusu juga dapat
dilakukan pembedahan. Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan adalah
dilakukannya CT Scan, MRI, EEG, x-ray, dan lain-lain.
Penanganan cedera kepala yang kurang tepat dapat pula menyebabkan komplikasi,
beberapa diantaranya antara lain adalah edema pulmonal, peningkatan TIK, kejang,
kebocoran cairan serebrospinalis, dan infeksi.
Referensi Pustaka
Doengoes, M.E.,2000. Penerapan Proses Kperawatan dan Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC.
Jagger J, Levine JI, Jane JA, Rimel RW. Epidemiologic features of head injury in a predominantly
rural population. Journal of Trauma 1984;24:40-44.
Demetriades D., Murray J., Charalambides K., et al. (2004). Trauma fatalities: time and location of
hospital death. J Am Coll Surg 198:20-6.
De Deyn B. G. and Van der Putten W. H., 2005, Lingking Above Ground and Belowground
Diversity, Review, TREND in Ecological and Evoluation Vol., 20. (11): 625-633.
Rosjidi, C. H. 2007. Asuhan Keperawatan Klien dengan Cedera Kepala. Yogyakarta. Ardana Media.
Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. Http://www.biausa.org Fakultas
Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Cedera Kepala. Jakarta : Deltacitra Grafindo, 2005.
PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral. tanggal 3 November 2007.
Pekanbaru
Smeltzer, S. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8, volume
3. Jakarta. EGC.
Mansjoer, Arief, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aescalapius FKUI.