PREEKLAMSI BERAT
Pembimbing :
Disusun oleh:
KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR MINGGU
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
PERIODE 9 DESEMBER 2019 – 15 FEBRUARI 2020
LEMBAR PENGESAHAN
Preeklamsi Berat
Disusun Oleh :
Mayang Febrina Putri 1820221109
Dokter Pembimbing:
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai keadaan dengan tekanan darah diastolik
minimal 90 mmHg atau tekanan sistolik minimal 140 mmHg, atau kenaikan
tekanan diastolik minimal 15 mmHg atau kenaikan tekanan sistolik minimal 30
mmHg, tekanan darah harus diukur minimal 2 kali dengan jarak waktu minimal 6
jam.4 Jika terjadi kurang dari 20 minggu atau terjadi setelah 48 jam postpartum
dikatakan atipikal eklampsia.1
2
Hipertensi gestasional adalah kenaikan tekanan darah yang timbul pada
paruh kedua masa kehamilan atau dalam waktu 24 jam post partum, tanpa disertai
tanda-tanda lain preeklamsia atau hipertensi kronis yang mendasarinya dan
sembuh dalam waktu 10 hari setelah persalinan. 4
3
Gambar 2.1. Perbedaan endothel pada vaskular normal dan preeklampsia
4
Hipotesis yang penting pada patogenesis dari preeklamsia adalah
terdapatnya senyawa yang dihasilkan jaringan uteroplasenta yang masuk ke
sirkulasi ibu dan menyebabkan kerusakan endotel. Perubahan fungsi endotel yang
terjadi dianggap sebagai penyebab utama timbulnya gejala preeklamsia:
hipertensi, proteinuria dan aktivasi sistem hemostasis.1,3
5
Gambar 2.3. Patofisiologi preeklampsia
Reaksi radikal bebas inilah yang akan menimbulkan disfungi endotel, yaitu
terjadi endoteolisis dan perubahan ultrastrukturnya pada alas plasenta dan
pembuluh darah uterus,1 karena radikal bebas ini bereaksi dengan membran sel
sehingga terbentuk lipid peroksidase dan aldehida yang toksik sehingga dapat
mematikan sel.8
6
Ringannya hipertensi tidak selalu mencerminkan ringannya penyakit.
Karena hipertensi yang timbul sebenarnya merupakan kompensasi tubuh untuk
memenuhi suplai darah ke organ-organ. Terdapat teori yang mendukung bahwa
beratnya preeklamsia sebanding dengan beratnya hipertensi, yaitu teori
peningkatan produksi tromboxan A2 dan menurunnya produksi prostasiklin oleh
plasenta dan trombosit sehingga timbul vasokonstriksi yang berbanding lurus
dengan beratnya hipertensi. Menurunnya produksi prostasiklin juga disebabkan
karena meningkatnya konsentrasi progesteron dalam kehamilan. 4 Namun perlu
diingat bahwa 20% eklamsia timbul pada kondisi tekanan darah yang tidak terlalu
tinggi, karena ternyata ada etiologi lain (oksidan-antioksidan) yang telah
dijelaskan sebelumnya.5
Hal inilah yang terjadi pada ibu dengan preeklamsia dimana terjadi
ketidakseimbangan produksi tromboxan A2–prostasiklin sehingga terjadi
vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan hipertensi dan juga mungkin
terjadi reaksi radikal bebas yang menyebabkan rusaknya endotel-endotel
pembuluh darah. Kerusakan endotel pembuluh darah di ginjal ditandai dengan
lolosnya protein pada filtrasi glomerulus sehingga tekanan onkotik intravaskular
menurun dan adanya hipertensi yangmenyebabkan tekanan hidrostatik
intravaskuler meningkat sehingga terjadi ekstravasasi cairan ke ekstravaskuler ke
interstisial, timbullah edema tungkai, dan edema pulmonum. Tidak semua endotel
mengalami kerusakan karena terdapat heterogenitas endotel sehingga tidak semua
endotel mengalami disfungsi.1
7
nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap
kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya
cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan
hemolisis mikroangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark
plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat
bahkan kematian janin dalam rahim.7
8
Preeklamsia termasuk kriteria berat, walaupun tekanan darah belum mencapai
160/110 mmHg, jika ditemukan gejala lain seperti berikut ini : proteinuria 3 (+)
pada test celup, oliguria (< 400 cc/24 jam), sakit kepala hebat dan gangguan
penglihatan, nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen atau ada
ikterus, edema paru atau sianosis, trobositopenia, PJT.28
Pertambahan berat badan dan edema.27 Banyak ahli yang sepakat bahwa
edema pada tangan dan muka, sangat sering ditemukan pada wanita hamil,
sehingga diagnosis preeklamsia tidak dapat dipastikan dengan adanya edema dan
tidak dapat disingkirkan dengan tidak adanya edema.4
Nyeri epigastrium atau nyeri abdomen pada kwadran kanan atas dianggap
terjadi akibat nekrosis dan edema sel-sel hati yang meregangkan kapsula
Glissoni.4 Nyeri yang khas sering disertai dengan naiknya kadar enzim-enzim hati
di dalam serum dan biasanya memerlukan segera terapi definitif. Kadang rasa
nyeri mendahului ruptura hematoma supkapsuler hepar.4
9
Wanita hamil biasanya tidak mengemukakan keluhan dan jarang
memperhatikan tanda-tanda preeklamsia, atau karena memang minimnya
pengetahuan tentang hal tersebut, maka untuk deteksi dini diperlukan pengamatan
yang cermat dengan masa interval pemeriksaan yang tepat selama ANC, terutama
bagi wanita yang diketahui mempunyai faktor predisposisi preeklamsia, seperti:
nulliparitas, adanya riwayat preeklamsia pada keluarga, janin multiple, diabetes,
penyakit vaskuler kronik, penyakit ginjal, mola hidatidosa dan hidrops fetalis.2,3,4
Edema paru merupakan kondisi yang dapat mengancam jiwa pasien, yaitu
suatu keadaan di mana terjadi peningkatan jumlah cairan interstisial paru dan
alveoli paru yang melebihi kemampuan drainase sistem limfatik, yang disebabkan
karena:
10
terjadinya nekrosis sel-sel hepar, khususnya bagian periportal pada bagian perifer
lobulus hepar.4sindroma HELLP meningkatkan resiko timbulnya infeksi,
koagulopati konsumtif, gagal ginjal, sindroma distress pernafasan, infark hepatic
hingga ruptur hepar serta cardiopulmonary failure.17
II.5 Penatalaksanaan
a. Preeklampsia Ringan
1. Rawat jalan
Ibu hamil dengan PER dapat dirawat jalan. Dianjurkan untuk banyak
istirahat ( berbaring/ tidur miring), tetapi tidak mutlak untuk tirah baring.
Tidak diberikan obat-obatan diuretic, antihipertensi dan sedative. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium rutin untuk memantau perjalanan penyakit.
Pengaturan diet yang mengandung 2 gr natrium dianggap cukup.
2. Rawat inap
Kriteria:
a) Bila tidak ada perbaikan perawatan selama 2 minggu di rumah
b) Adanya satu atau lebih gejala PEB
11
3. Perawatan Obstetrik
Jika tekanan darah normotensif, persalinan ditunggu hingga aterm.
b. Preeklampsia Berat
Penatalaksanaan untuk preeklampsia berat dapat dibagi atas 2 hal yaitu :6
a. Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif
1. Kehamilan <37 minggu
2. Keadaan janin baik
3. Tidak ada impending eklampsia
Pengobatan medikamentosa:
i. Ibu
- Kehamilan > 37 minggu
- Adanya impending eklampsia
- Perawatan konservatif gagal
- 6 jam setelah pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan tekanan
darah
12
- 24 jam setelah pengobatan medikamentosa gejala tidak berubah
- Adanya sindrom HELLP
ii. Janin
- Adanya tanda-tanda gawat janin
- Adanya pertumbuhan janin terhambat dalam rahim
c. Penatalaksanaan Eklampsia
a. Pengobatan medikamentosa
1. Pemberian obat antikejang MgSO4
i. Loading dose diberikan 4 gram MgSO4 secara IVselama 15 menit.
ii. Maintenance dose diberikan infuse 6 gram dalam larutan RL/ 6 jama
atau 4-5 gram secara IM.
b. Perawatan waktu kejang
1. Perawatan di kamar isolasi yang terang
2. Fiksasi badan di tempat tidur harus longgar
3. Selesai kejang, segeralah berikan oksigen.
c. Perawatan koma
1. Menjaga jalan nafas tetap terbuka
2. Drainase lendir
3. Monitoring kesadaran
d. Perawatan edema paru
Saran rawat di ICU dengan monitor dan ventilator
d. Penatalaksanaan Sindroma HELLP
Penatalaksanaan sindroma HELLP post partum meliputi pengendalian
tekanan darah yang lebih agresif, antikonvulsan, pemberian kortikosteroid
(dexametason 10-10-5-5/12jam) akan mempercepat penyembuhan sindroma
HELLP serta mengurangi resiko terjadinya komplikasi maternal yang ditandai
13
dengan meningkatnya produksi urin dan jumlah trombosit, dan menurunnya
kadar LDH dan AST.17
14
II.7 Komplikasi
II.8 Pencegahan
Pemeriksaaan antenatal care yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-
tanda preeklampsia dan dalam hal ini harus dilakukan penanganan yang
semestinya. Pemberian aspirin dosis rendah (75 mg) telah dievaluasi secara luas
sebagai obat mencegah preeklampsia. Baru-baru ini antioksidan dosis tinggi,
vitamin C 1000 mg dan vitamin E 400 IU, juga telah sukses digunakan dalam
mengurangi preeklampsia lebih dari 50%. Diet tinggi protein dan rendah lemak,
karbohidrat dan garam serta penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu
dianjurkan.1
II.9 Prognosis
15
BAB III
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
17
17. Empson M, Lassere M, Craig JC, Scott JR. Recurrent pregnancy loss with
antiphospholipid antibody: a systematic review of therapeutic trials. Obstet
Gynecol 2002;99: 135–44.
18. Esplin MS, Branch DW, Silver R, Stagnaro-Green A. Thyroid
autoantibodies are not associated with recurrent pregnancy loss. Am J
Obstet Gynecol 1998;179:1583–6.
19. Farquharson RG, Quenby S, Greaves M. Antiphospholipid syndrome in
pregnancy: a randomized, controlled trial of treatment. Obstet Gynecol.
2002;100:408–13.
20. Grimbizis GF, Camus M, Tarlatzis BC, Bontis JN, Devroey P. Clinical
implications of uterine malformations and hysteroscopic treatment results.
Hum Reprod Update 2001;7:161–74.
21. Hirahara F, Andoh N, Sawai K, Hirabuki T, Uemura T, Minaguchi H.
Hyperprolactinemic recurrent miscarriage and results of randomized
bromocriptine treatment trials. Fertil Steril 1998;70:246–52.
22. Homer HA, Li TC, Cooke ID. The septate uterus: a review of management
and reproductive outcome. Fertil Steril 2000;73 :1–14.
23. JayapranaY. SC anak mahal karena primipara tua dan abortus berulang.
2007. http://www.ksuheimi.blogspot.com
24. Jacobsen LJ, DeCherney A. Results of conventional and hysteroscopic
surgery. Hum Reprod 1997;12:1376–81.
25. Jurkovic D, Geipel A, Gruboeck K, Jauniaux E, Natucci M, Campbell S.
Three-dimensional ultrasound for the assessment of uterine anatomy and
detection of congenital anomalies: a comparison with
hysterosalpingography and two-dimensional sonography. Ultrasound Obstet
Gynecol 1995;5:233–7.
26. Katsuragawa H, Kanzaki H, Inoue T, Hirano T, Mori T, Rote NS.
Monoclonal antibody against phosphatidylserine inhibits in vitro human
trophoblastic hormone production and invasion. Biol Reprod 1997;56:50–8.
27. Li TC, Spuijbroek MD, Tuckerman E, Anstie B, Loxley M, Laird S.
Endocrinological and endometrial factors in recurrent miscarriage. BJOG
2000;107: 1471–9.
18