Anda di halaman 1dari 6

A.

Latar Belakang Masuknya Islan ke Pulau Jawa

Mataram Hindu runtuh pada awal abad 11, karena serangan kerjaan Sriwijaya yang
dibantu oleh sekutunya di Jawa yang merupakan kerajaan Budha. Runtuhnya mataram Hindu,
menjadikan kerajaan Hindu di Jawa Timur tampil ke depan, dimulai dari kerjaan Medhang
(abad 8), kemudian Kahuripan (abad 11), keduanya berpusat di daerah dekat Surabaya, lalu
kerjaan Dhaha di Kediri dan Jenggala di Surabaya (abad ke 12), Singosari di Malang (abad ke
13), kembali ke Kediri sebentar lalu pindah ke negabaru Majapahit di dekat Mojokerto (abad
14 dan 15). Jadi kalau selama 10 abad pertama pusat kerjaan berada di Jawa Tengah, 5 abad
berikutnya berpindah ke Jawa Timur, dan 5 abad berikutnya lagi kembali ke Jawa Tengah.
Sejak abad ke 20 pusat pemerintahan Indonesia beralih ke Jawa Barat (Jakarta).
Perkembangan kota Jakarta, yang pertamakali dibangun oleh Falatehan, tidak bisa dilepaskan
dari peranan VOC Belanda yang berdiri pada awal abad ke 17 (tahun 1602). Dengan
demikian, secara fakte sejarah Jakarta sebenaranya telah menjadi pusat pemerintahan di
Indoensia sejak abad ke 17 M. 1

Secara umum, situasi politik dan ekonomi kerajaan-kerajaan Hindu pada masa
kedatangan orang-orang muslim ke daerah Sumatra dan Jawa, Sriwijaya dan Majapahit mulai
mengalami kemunduran. Kemunduran tersebut disebabkan oleh berbagai macam faktor di
antaranya:

a) Pengaruh politik kekuasaan Cina ke kerjaan-kerjaan di daratan Asia


b) Politik ekspansi dari Singosari ke Majapahit
c) Pemberontakan dan sengketa di antara anggota kerajaan 2
d) Perebutan kekuasaan dalam kerajaan
e) Terjadinya peperangan Majapahit dan Blambangan
f) Runtuhnya beberapa kerjaan 3

Pribumisasi terjadi di level masyarakat maupun di level pusatpusat kerajaan. Di level masyarakat,
pribumisasi berjalan lebih lambat. Sementara di level kerajaan berjalan lebih cepat. Harus diingat
bahwa perubahan-perubahan sosial digerakkan oleh kaum elit. Karena itu, keraton di mana raja dan
strukturnya berkuasa dapat menentukan serangkaian aturan. Islam di keratonlah yang sesungguhnya
menafsirkan Islam dalam kerangka budaya Jawa. Tak heran jika tafsir-tafsir keraton tentang Islam
4
sangat dominan dan memengaruhi pandangan dunia masyarakatnya.
Raja-raja Mataram Islam sejak itu tidak lagi meminta legitimasi pada trah Hindu-Budha, tetapi
langsung kepada khalifah di Mekah. Simbol-simbol Islam mulai dibuat untuk memperbesar

Hasanu Simon, Misteri Syekh Siti Jenar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006, hal. 20
1

Adi Sudirman, Negara Kerta Gama, Mpu Prapanca dan Sejarah Lengkap Indonesia, Jakarta:
2

Kompas, 2009, hal. 136-137


3
Hasanu Simon, Misteri Syekh Siti Jenar, hal. 29
4
Darsiti Soeratman, Kehidupan Dunia Keraton Surakarta, (Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2000). hal. 17.

Page 1
keabsahan para raja di samping simbol-simbol Jawa. Dalam cerita Babad Tanah Jawa, misalnya,
para raja Mataram dikaitkan sebagai keturunan para Nabi. 5

Raja Hayam Wuruk (1350-1389) dengan Mahapatih Gadjah Mada (w. 1364 M) sebenarnya sudah
bersentuhan dengan Islam yang disebarkan melalui para pedagang di pelabuhan-pelabuhan. 6

B. Peran Tokoh Muslim dalam Penyebaran Agama Islam di Pulau Jawa

Kedatangan Islam di berbagai daerah di Indoensia tidaklah bersamaan. Kerajaan-kerajaan


yang didatangipun mempunyai situasi politik dan sosial budaya yang bervariasi. Pada wakti
Sriwijaya mengebangkan kekuasaanya di abad ke 7 dan ke -8 M, selat Malaka sudah mulai
disinggai oleh para saudagar-saudagar muslim dari Arab, Persia, Turki, India dan Cina dalam
pelayaran ke negeri-negeri Asia Tenggara dan Asia Timur. 7

Raja pertama yang masuk Islam adalah raja Malaka, Sultan Muhammad Syah. 8 Orang-
orang Jawa itu hampir semuanya masuk Islam dengan kesadaran mereka karena tertarik
dengan perilaku dan akhlak para saudagar dari Arab, Gujarat, dan Cina. Rekan-rekan mereka
yang yang datang dari Jawa dan singgah di Malak diajak pula masuk Islam. Semenjak tahun
1400 M buka dari negeri Malaka saja yang memasukan orang-orang Jawa ke dalam agama
Islam, para saudagar Persia dan Gujarat pun bersungguh-sungguh memasukan Islam ke Pulau
Jawa. 9 barulah pada tahun 1404 M, datanglah Maulana Malik Ibrahim dan menetap di Tanah
Jawa sebagai tokoh sentral penyebar agama Islam di pulau Jaw. Maulana Malik Ibrahi
dipandang sebagai tokoh yang pertama-tama dipandang sebagai wali di antara para wali. Dia
terhitung salah seorang wali yang menyebarkan Islam pasca jatuhnya kerajaan majapahit. 10

Pada saat terjadi gonjang ganjing di Tanah Jawa akibat perang saudara, pemerintah Turki,
Sultan Muhammad I (765-782 H/139-1414 M) mengirimkan tim penyebar Islam dari Timur
Tengah yang beranggotakan sembilan orang yang menurut persepsi masyarakat umum
dinamakan Wali Songo angkatan pertama, datang di Jawa tahun 1400 M. Dan keahlian
sembilan anggota tim meliputi bidang pembangunan, pertanian, mengatur negara dan

5
Mark R. Woodward, Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, terj. Khairus salim (Yogyakarta: LkiS,
1990).
6
Mudhofir Abdullah IAIN Surakarta Indo-Islamika, Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni, 2014 | 75
7
Hasan Djafar, Masa Akhir Kerajaan Majapahit, Jakarta: Komunitas Bambu, 2009, hal. 75
8
Hamka, Sejarah Umat Manusia, Singapura, Singapura: Pustaka Nasional, 2006 M, hal. 710-711
9
Zainal Abidin bin Syamsudin, Fakta Baru Wali Songo, Telaah Kritis Ajaran Dakwah, dan Sejarah
Walisongo, Jakarta Timur: Pustaka Imam Bonjol, 2017, hal. 56
10
Titik Puji Astuti, Sejarah Banten, Jakarta Selatan: Wedata Widya Sastra, 2015, hal. 277-278.

Page 2
pemerintahan, pertahanan dan keamanan, ekonomi dan ketentraman juga kesehatan
masyarakat. 11

Sunan Gunung Jati yang memberdayakan putranya Pangeran Hasanuddin untuk


membangun kesultanan Banten dan diangkat sebagai raja atau sultan yang pertama. Semua
catatan sejarah menuliskan jika Sultan Hasanuddin memerintah dengan baik, di bawah
kepemimpinannya Banten menjadi kuat, islamisasi dianggap, dibuktikan dengan semakin
banyaknya yang memeluk agama Islam, dan semakin meluasnya wilayah Islam di Banten
meliputi: Serang, Pandeglang, Lebak, dan Tangerang.

Sultan Hasanuddin memerintah Banten selama kurang lebih 18 tahun (1552-1570). Ia


telah memberikan andil besar dalam meletakkan pondasi Islam di nusantara. Selain dengan
mendirikan masjid dan pesantren tradisonal, juga mengirim ulama ke berbagai daerah yang
telah dikuasainya sebagai upaya menyebarluaskan Islam untuk pembangunan mental spiritual
Banten. Keberhasilannya membangun istana yang selanjutnya dinamakan Surosowan dan
menjadi ibu kota Kerajan Banten sebagai pusat pemerintahan Kesultanan Islam, semakin
memperkuat Banten dengan Islamnya, karena menjadi pusat pertemuan dan pembelajaran
agama Islam.

Selanjutnya Maulana Yusuf, putra yang menggantikan Maulana Hasanuddin menaiki


tahta kerajaan tahun 1570, juga berhasil memperluas wilayah penyebaran Islam ke daerah
Banten bagian selatan, bahkan berhasil menduduki ibu kota Kerajaan Pajajaran-Sunda di
Pakwan pada tahun 1580. Setelah Maulana Yusuf wafat, tahta Banten dilanjutkan oleh
putranya yang bernama Maulana Muhammad. Maulana Muhammad gugur pada saat
memperluas wilayah Islam ke Palembang, pada saat itu ia meninggalkan seorang Putra
Mahkota yang baru berusia sembilan tahun bernama Sultan Abdul Mufakhir Mahmud.
Selanjutnya, pemerintahan Banten dipegang oleh Dewan Perwakilan Banten yang terdiri atas
gadhi dan para bangsawan. 12

Peran dan kedudukan kyai di Banten memiliki status yang dihormati oleh masyarakat.
Kehidupan masyarakat yang religius didasarkan kepada suatu kesakralan Tuhan, sehingga
keamanan pun dipandang memiliki hubungan yang erat dengan kekuasaan di atasnya,

11
Hasanu Simon, Misteri Syekh Siti Jenar, hal. 77
12
Bambang Budi Utomo et al., Atlas sejarah Indonesia: masa Islam (Jakarta]; Kharisma Ilmu:
Direktorat Geografi Sejarah, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata ;2012), hal. 83

Page 3
menjadikan masyarakat Banten memiliki ikatan lebih erat terhadap tokoh-tokoh agama dalam
memandu kehidupan pribadi dan kehidupan bermasyarakat.

Berdasarkan perannya, kyai di Banten sering dibedakan menjadi “kyai kitab” dan “kyai
hikmah.” Kyai kitab adalah istilah yang ditujukan kepada kyai atau guru yang banyak
mengajarkan ilmu-ilmu secara tekstual Islam, khususnya yang dikenal dengan nama kitab
kuning. Seperti kitab-kitab tafsir al-Qur’an, kitab-kitab hadits, kitab-kitab fiqh dan ushul fiqh,
kitab-kitab akidah akhlak serta kitab-kitab gramatika Bahasa Arab. Sedangkan “kyai hikmah”
adalah kyai yang mempraktekkan ilmu magis Islam, yakni yang mengajarkan wirîd, zikr dan
râtib, untuk keperluan praktis seperti permainan debus, pengobatan, kesaktian dan
kewibawaan. Meskipun demikian, pembedaan tersebut pada prakteknya tidak memisahkan
secara tegas. Namun, banyak juga kyai yang mengombinasikan kedua peran tersebut dengan
campuran yang berbeda-beda.13

Kemudian agama Islam baru bisa masuk ke dalam Istana Majapahit melalui perkawinan
antara Raja Kertawijaya yang memerintah selama tahun 1447-1461 M, dengan putri Champa
yang bernama Darawati, dia seorang yang bersemangat memajukan Islam. Saudranya Raden
Rahmat atau Sunan Ampel membantu dengan sungguh-sungguh dakwah bibinya sehingga
perkembangan Islam makin pesat. 14

Namun tidak serta merta tidak ada perlawanan yang timbul dari pihak kerajaan misalnya
Sri Sultan yang emnolak gelar Sultan dan tetap gemar mengumulkan benda keramat dan keris
juga dari Amangkurat I menolak gelar sultan dan membunuh para ulama, serta tidak satupun
dari raja – raja Jawa Tengah yang mau menerima nama Arab. Kalau Sultan Agung masih
mau pergi ke Masjid setiap hari Jumat untuk berdoa, maka para penggantinya mengizinkan
kaum bangsawan untuk berdoa di Masjid tetapi dia sendiri tetap tinggal di Keraton. 15

Ksultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa, yang menurut babad
Tanah Sunda Hasanu Simon, Misteri Syekh Siti Jenar, hal. 77 atau Babad Cirebon berdiri dan
diakui oleh Majapahit sebagai sebuah desa pada tahun 1478 M. Kesultanan demak didirikan
oleh Raden Patah, ia selalu memajukan agama Islam dibantu oleh para Wali dan saudagar
Islam. Siangkatnya Raden Patah sebagai Sultan di pulau Jawa, bukan hanya di Demak,

13
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat, Sejarah Masuknya Islam dan Pendidikan Islam Masa
Kerajaan Banten Periode 1552-1935, E-ISSN : 2540-8232, ISSN : 1829-8257 IAIN Palangka Raya Volume 13,
Nomor 1, Juni 2017 hal. 140
14
Yusuf Abdullah Puar, Masuknya Islam ke Indonesia, Jakarta - Bandung: Indra Jaya, 1981 M. hal. 96
15
Frans Magnis Suseno, Etika Jawa, Jakarta: PT. Gramedia, 198 M 8, hal. 69

Page 4
bahkan membuat Cirebon menjadi semacam negara bagian kesultanan Demak. Hal ini sesuai
dengan rencana Suna Ampel bahwa kesultanan Demak akan menjadi pelopor penyebaran
agama Islam di seluruh pulau Jawa. 16

C. Dampak Sosial

Kesultanan Demak menempatkan pengaruhnya di pesisir utara Jawa Barat, demikian


itu tidak bisa dipisahkan dari tujuan-tujuan yang bersifat politis dan ekonomis. Politis,
dengan memutuskan hubungan kerjaan pajaran yang masih berkuasa di daerah pedalaman,
dengan Portugis di Malaka. Dari sudut ekonomis, pelabuhan – pelabuhan Sunda, seperti
Cirebon, Kalapa dan Banten mempunyai potensi besar dalam mengekspor hasil buminya,
terutama lada yang diambil dari daerah Lampung. Kalau Blambangan berhubungan dengan
Portugis, kerajaan Sunda Pajajarn pun demikian. Hal ini terungkap dari perjanjianya dengan
Portugis pada tanggal 21 Agustus 1522 M, akan tetapi, usaha-usaha Pajajaran segera
dipatahkan oleh Falatehan atau Fatahilah atau Fadhilah Khan, seorang yang berasal dari
Pasai, yang mendapat perintah dari Raja Demak dan Sunan Gunung Jati untuk merebut Sunda
Kelapa pada sekitar tahun 1527 M. 17

Ketahuilah bahwa raja-raja Demak terkenal sebagai pelindung agama dan punya
hubungan erat dengan para ulama terutama Wali Songo, sehinggal dalam waktu singkat,
terlebih setelah jatuhnya Malaka ke Tangan Portugis pada tahun 1511 M, Demak mencapai
kejayaanya terutama pada saat Pati Unus menjadi raja kedua kesultanan Demak. Dia berhasil
mengadakan perluasan wilayah kerjaan, dia menghilangkan kerjaan Majapahit yang
beragama Hindu yang saat itu sebagai wilayahnya menjalin kerja sama dengan orang-orang
Portugis. 18

Masjid Demak yang merupakan bangunan Masjid dari masa kerajaan Islam pertama di Jawa
dengan kubah susun tiga dan juga masjid-masjid kuno lain di Jawa dapat disebut sebagai pribumisasi
Islam fisikal. Hal ini penting untuk dicatat karena suatu bangunan fisik tidak muncul tanpa konsep
filosofis pendukungnya. Koentjaraningrat menjelaskan bahwa ada tiga tahapan suatu “benda” muncul.
Pertama, mentifact yaitu suatu wujud ide, keyakinan, filsafat yang mendasari. Kedua, sociofact yaitu
sistem sosial dan aktivitas manusia yang dilakukan dalam kehidupan, dan artifact, yaitu wujud benda
19
atau bangunan yang merupakan hasil dari dua tahap sebelumnya.

16
Adi Sudirman, Sejarah Lengkap Indonesia, Yogyakarta: DIVA Press, 2014 M, hal. 187-188
17
Tim Nasional Penulisan Sejarah Indoensia, Sejarah Nasional Indonesia, Jakarta: Bala Pustaka, 2010
Juz III, hal 7-8
18
Hasanu Simon, Misteri Syekh Siti Jenar, hal. 82
19
Koentjaraningrat, Metode-Metode Antropologi Dalam Penyelidikan Masyarakat dan

Page 5
Kebudayaan di Indonesia (Jakarta: Penerbit Universitas, 1958), 449-450.

Page 6

Anda mungkin juga menyukai