Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan

aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu

tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai

prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.

Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai

tindakan meliputi pemberian anastesi maupun analgetik, pengawasan keselamatan

pasien di operasi maupun tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan

intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri

menahun.

Pengelolaan anestesi pada pasien diawali dengan persiapan preoperatif

psikologis, dan bila perlu, pengobatan preoperatif. Beberapa macam obat dapat

diberikan sebelum dimulainya operasi. Obat-obatan tersebut disesuaikan pada

setiap pasien. Seorang ahli anestesi harus menyadari pentingnya mental dan

kondisi fisik selama visite preoperatif. Sebab hal tersebut akan berpengaruh pada

obat-obatan preanestesi, tehnik yang digunakan, dan keahlian seorang ahli

anestesi. Persiapan yang buruk akan berakibat pada berbagai permasalahan dan

ketidaksesuaian setelah operasi.

Semua pasien yang dijadwalkan akan menjalani tindakan pembedahan

harus dilakukan persiapan dan pengeloaan perioperasi dengan optimal. Kunjungan

praanestesi pada tindakan bedah elektif dilakukan 1 – 2 hari sebelumnya dan pada
bedah darurat dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Kunjungan ini

bertujuan untuk mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal,

merencanakan dan memilih teknik dan obat-obatan anestesi yang sesuai untuk

digunakan serta menentukan klasifikasi yang sesuai menurut ASA. Kesalahan

yang terjadi akibat tindakan ini akan meningkatkan resiko pasien terhadap

morbiditas dan mortalitas perioperasi.

Tujuan utama kunjungan pra anestesi ialah untuk mengurangi angka

kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan.

Tujuan yang ingin dicapai dengan dilakukannya pengelolaan preoperasi

termasuk di dalamnya adalah sebagai berikut :

 Mengkonfirmasikan bahwa tindakan bedah yang akan dilakukan terhadap

penderita akan memberikan hasil yang optimal dengan segala resikonya.

 Dapat mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin terjadi dan

memastikan bahwa fasilitas dan tenaga yang ada cukup terlatih untuk

melakukan perawatan perioperasi yang memuaskan.

 Memastikan bahwa penderita dipersiapkan dengan tepat untuk

pembedahan dengan mempertimbangkan faktor-faktor penyulit yang

mungkin ada yang dapat meningkatkan resiko buruk dari hasil tindakan.

 Mendapatkan informasi yang tepat tentang keadaan pasien dan dapat

merencanakan teknik anestesi yang tepat.

 Meresepkan atau melakukan premedikasi dan/atau obat-obatan profilaksis

spesifik lainnya yang mungkin diperlukan.


Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum

pasien menjalani suatu tindakan operasi. Pada saat kunjungan, dilakukan

wawancara (anamnesis) sepertinya menanyakan apakah pernah mendapat anestesi

sebelumnya, adakah penyakit – penyakit sistemik, saluran napas, dan alergi obat.

Kemudian pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan gigi – geligi, tindakan

buka mulut, ukuran lidah, leher kaku dan pendek. Perhatikan pula hasil

pemeriksaan laboratorium atas indikasi sesuai dengan penyakit yang sedang

dicurigai, misalnya pemeriksaan darah (Hb, leukosit, masa pendarahan, masa

pembekuan), radiologi, EKG.

Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan dinyatakan

dengan status anestesi menurut The American Society Of Anesthesiologist (ASA).

Pengosongan lambung untuk anestesia penting untuk mencegah aspirasi

lambung karena regurgutasi atau muntah. Pada pembedahan elektif, pengosongan

lambung dilakukan dengan puasa : anak dan dewasa 4 – 6 jam, bayi 3 – 4 jam.

Pada pembedahan darurat pengosongan lambung dapat dilakukan dengan

memasang pipa nasogastrik atau dengan cara lain yaitu menetralkan asam

lambung dengan memberikan antasida (magnesium trisilikat) atau antagonis

reseptor H2 (ranitidin). Kandung kemih juga harus dalam keadaan kosong

sehingga boleh perlu dipasang kateter. Sebelum pasien masuk dalam kamar

bedah, periksa ulang apakah pasien atau keluarga sudah memberi izin

pembedahan secara tertulis (informed concent).


2.2 Penilaian pra-operatif

Identitas setiap pasien harus lengkap dan harus dicocokan dengan gelang

identitas yang dikenakan pasien. Pasien ditanya lagi mengenai hari dan jenis

bagian tubuh yang akan dioperasi.

2.2.1 Anamnesa

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapatkan anesthesia

sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang

perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot,

gatal-gatal atau sesak napas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang

anesthesia berikutnya dengan lebih baik.

Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya

untuk eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi,

dihentikan beberapa hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan pernapasan

dan 1-2 minggu untuk mengurangi produksi sputum. Kebiasaan minum

alkohol juga harus dicurigai akan adanya penyakit hepar.

Riwayat pemakaian alkohol, merokok, dan penggunaan narkoba

ilegal harus didapatkan. Pasien-pasien ini mungkin mengalami peningkatan

toleransi terhadap obat anestesi.

2.2.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relative

besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan

laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan


laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang

keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi,

perkusi, dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.

2.2.3 Pemeriksaan penunjang

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan

dugaan penyakit yang walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor,

misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa perdarahan dan masa

pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran

pemeriksaan EKG dan foto toraks.

Dibawah ini pedoman tes preoperatif untuk pasien diluar kamar

operasi:

Prosedur/tipe pasien Tes


Injeksi kontras berwarna creatinine
Kemungkinan perdarahan yang Hemoglobin/hematokrit
signifikan
Kemungkinan kebutuhan untuk Golongan darah dan skrining
transfusi
Kemungkinan hamil Tes kehamilan
Penyakit ginjal stadium akhir Kadar potasium/kalium
Diabetes Kadar glukosa pada hari operasi
Kondisi jantung aktif (misalnya EKG
gagal jantung dekompensasi, aritmia,
nyeri dada, murmur)

2.2.4 Kebugaran Untuk Anestesi

Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relative

besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan

laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan

laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang


keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi,

perkusi, dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.

2.2.5 Klasifikasi Status Fisik

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik

seseorang ialah yang berasal dari The American Society of

Anesthesiologists (ASA).

ASA Deskripsi Kondisi Medis


1 Pasien sehat -
2 Pasein dengan penyakit HTN, DM, asma, obesitas ringan,
sistemik ringan usia ekstrim, perokok, hamil
3 Pasien dengan penyakit HTN dan DM tak terkontrol,
sistemik berat angina pektoris, MI, CHF
terkontrol, COPD, gagal ginjal,
obesitas berat
4 Pasien dengan penyakit Unstable angina, CHF simptomatik,
sistemik berat yang COPD lanjut, gagal hepatorenal
menjadi ancaman bagi
kehidupan
5 Pasien yang tidak akan Ruptur AAA, trauma kepala
bertahan hidup 24 jam
tanpa operasi
6 Pasien dengan kematian -
otak untuk pengangkatan
organ
E Setiap pasien yang Pasien sehat untuk apendektomi,
menjalani operasi pasien untuk reparasi ruptur AAA
darurat/Emergensi
HTN:hypertension, DM:diabetes mellitus, MI:myocardial infarction,
CHF:congestive cardiac failure, COPD:chronic obstructive pulmonary disease,
AAA:abdominal aortic aneurysm

2.2.6 Masukan Oral

Refleks laring mengalami penurunan selama anesthesia. Regurgitasi

isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko

utama pada pasien-pasien yang mengalami anesthesia. Untuk

meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk


operasi elektif dengan anesthesia harus dipantangkan diri masukan oral

(puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anesthesia.

Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan

pada bayi 3-4 jam. Air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan

minum obat air putih dan dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum

induksi anesthesia.

2.2.7 Premedekasi

Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi

anesthesia dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun

dari anesthesia diantaranya:

a. Meredakan kecemasan dan ketakutan.

b. Memperlancar induksi anesthesia.

c. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus.

d. Meminimalkan jumlah obat anestetik.

e. Mengurangi mual-muntah pasca bedah.

f. Menciptakan amnesia.

g. Mengurangi isi cairan lambung.

h. Mengurangi reflex yang membahayakan.

Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seseorang dihadapkan pada

situasi yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat

membangun kepercayaan dan menentramkan hati pasien. Obat pereda

kecemasan bisa digunakan diazepam peroral 10-15 mg beberapa jam


sebelum induksi anesthesia. Jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat

diberikan opioid misalnya petidin 50 mg intramuscular.

Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan

pneumonitis asam. Untuk meminimalkan kejadian diatas dapat diberikan

antagonis reseptor H2 histamin misalnya oral simetidin 600 mg atau oral

ranitidine (zantac) 150 mg 1-2 jam sebelum jadwal operasi.

Untuk mengurangi mual-muntah pasca bedah sering ditambahkan

premedikasi suntikan intramuscular untuk dewasa droperidol 2,5-5 mg atau

ondansetron 2-4 mg (zofran,narfoz).

Obat-obat yang digunakan dalam premedikasi adalah:

a. Benzodiazepine oral

Contoh obat golongan ini adalah diazepam, nitrazepam, lorazepam,

oxazepam

b. H2-antagonis reseptor (ranitidin, cimetidin), proton-pump inhibitor

(omeprazole, lansoprazole) dan prokinetik (metoclopramide).

Dapat diberikan pada semua pasien dewasa, terutama setelah puasa

semalam.

c. Atropine

d. Narkotik

Contoh obat golongan ini yaitu fentanyl, alfentanil, remifentanil


BAB 3

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Keat S, Townend Bate, Bown, Lanham. 2012. Anaesthesia On The Move.

Hodder Arnold. London

Latief Sa, Dkk. 2010. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian

Anestesiologi Dan Terapi Intensif Fkui. Jakarta

Longenecker. E David. 2012. Anesthesiology. 2nd Edition. The Mcgraw-Hill

Companies. Usa

Rajeshwari Subramaniam Md. 2008. A Primer Of Anesthesia(For

Undergraduets). Department Of Anesthesiology And Intensive Care

All India Institute Of Medical Sciences. New Delhi, India

Sikka Pk, Beaman St, Street Ja. 2015. Basic Clinical Anesthesia. Springer. New

York.

Uman Rd, Gross Wl, Philip Kb. 2011. Anesthesia Outside Of The Operating

Room. Oxford University Press. New York

Werth, M. Jakarta. Pokok-Pokok Anestesi. EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai