Anda di halaman 1dari 9

Media Farmasi p.issn 0216-2083 e.issn 2622-0962 Vol. XIII No.

2, Oktober 2017,

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II


DENGAN KOMPLIKASI HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD LABUANG
BAJI KOTA MAKASSAR PERIODE JANUARI-JUNI 2016

Hendra Stevani 1, Seli Sulfiana 1, Andi Muh.Farid 2


1
Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes RI Makassar
2
Jurusan Farmasi Universitas Pancasakti

Alamat Korespondensi:

Hendra Stevani
Jurusan Farmasi
Poltekkes Kemenkes Makassar
Makassar, 90134
HP: 08114444813
Email: hendra@poltekkes-mks.ac.id

DOI: https://doi.org/10.32382/mf.v13i2.883
ABSTRAK

Hipertensi merupakan penyakit yang sering ditemukan pada penderita diabetes mellitus, adanya
penyakit komplikasi tersebut dapat berpotensi menimbulkan kejadian Drug Related Problems.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kejadian DRPs pada pasien diabetes melitus tipe
2 dengan komplikasi hipertensi di instalasi rawat inap RSUD Labuang Baji Kota Makassar periode
Januari-Juni 2016. Jenis penelitian ini adalah deskriptif observasional dengan pengambilan data secara
retrospektif, sampel diambil dengan metode purposive sampling. Analisis data dilakukan dengan melihat
hasil rekam medik berupa riwayat pengobatan dan disimpulkan dengan menghitung jumlah kategori
DRPs yang terjadi pada pasien. Hasil penelitian menunjukkan adanya kejadian Drug Related Problems
(DRPs) pada pasien diabetes malitus tipe 2 dengan komplikasi hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD
Labuang Baji Kota Makassar periode Januari-Juni 2016. Kategori Drug Related Problems (DRPs) yang
terjadi pada pasien diabetes malitus tipe 2 dengan komplikasi hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD
Labuang Baji Kota Makassar periode Januari-Juni 2016 adalah indikasi yang tidak ditangani.

Kata kunci : Drug Related Problems (DRPs), DM tipe 2, Hipertensi, RSUD Labuang Baji Kota
Makassar

PENDAHULUAN 8,3% dari keseluruhan penduduk di dunia dan


Diabetes Melitus (DM) adalah mengalami peningkatan pada tahun 2014
sekelompok penyakit metabolik yang ditandai menjadi 387 juta kasus. Indonesia merupakan
oleh hiperglikemia akibat dari kegagalan dalam negara menempati urutan ke 7 dengan penderita
sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya. DM DM sejumlah 8,5 juta penderita setelah Cina,
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe India dan Amerika Serikat, Brazil, Rusia,
yakni, DM tipe 1, DM tipe 2, DM Gestasional Mexico (IDF, 2015).
dan DM tipe lain. Beberapa tipe yang ada, DM Peningkatan insidensi diabetes melitus
tipe 2 merupakan salah satu jenis yang paling menyebabkan peningkatan insidensi
banyak di temukan yaitu lebih dari 90-95% komplikasi akibat diabetes tersebut, salah satu
(ADA, 2016). contohnya dapat mengakibatkan komplikasi
Internasional of Diabetic Ferderation hipertensi. Hipertensi dijumpai dua kali lebih
memberikan gambaran tingkat prevalensi banyak pada penderita diabetes dibandingkan
global penderita DM pada tahun 2014 sebesar pada penderita tanpa diabetes (Waspadji,
2010). Jumlah penderita diabetes dengan Tujuan penelitian ini adalah untuk
hipertensi di Indonesia berada di peringkat 12 mengidentifikasi tingkat kejadian DRPs pada
dunia, bahkan diperkirakan pada beberapa pasien diabetes melitus tipe 2 dengan
tahun mendatang Indonesia akan naik diposisi komplikasi hipertensi di instalasi rawat inap
6 dunia (Yulianto 2012). RSUD Labuang Baji Kota Makassar periode
Munculnya hipertensi pada diabetes Januari-Juni 2016.
disebabkan hiperglikemia pada diabetes
melitus yang dapat meningkatkan angiostensin METODE DAN BAHAN
II sehingga dapat menyebabkan hipertensi, Pendekatan dan Jenis Penelitian
dengan timbulnya hipertensi dapat Pendekatan dan jenis penelitian adalah
menyebabkan komplikasi yang lebih lanjut deskriptif observasional dengan metode cross
seperti jantung koroner, nefropati diabetes, dan sectional. Pengumpulan data dilakukan secara
retinopati diabetes (Novitasari, dkk., 2011). retrospektif pada pasien Diabetes melitus tipe 2
Kadang dengan adanya penyakit komplikasi dengan komplikasi hipertensi di instalasi rawat
seperti diatas dapat menimbulkan kejadian inap RSUD Labuang Baji Kota Makassar
Drug Related Problems. periode Januari-Juni 2016.
Drug Related Problems (DRPs)
merupakan kejadian yang tidak diinginkan
yang menimpa pasien yang berhubungan Lokasi dan Waktu Penelitian
dengan terapi obat. Diabetes melitus tipe 2 dan Penelitian ini dilakukan di RSUD
hipertensi merupakan penyakit degeneratif, Labuang Baji Kota Makassar pada bulan Maret
terapi keduanya terdiri dari beberapa obat dan 2016 sampai bulan November 2016.
pengobatan dalam jangka waktu yang lama. Hal Pengambilan data akan dilakukan pada bulan
tersebut dapat menimbulkan DRPs, bisa saja Oktober 2016.
obat diabetes dapat memperburuk keadaan
hipertensinya atau obat hipertensi dapat Populasi dan Sampel penelitian
meningkatkan kadar glukosa darah pasien, dan 1. Populasi
identifikasi DRPs penting untuk meningkatkan Populasi dalam penelitian ini adalah
efektivitas terapi obat pada penyakit yang seluruh pasien Diabetes melitus tipe 2
membutuhkan pengobatan sepanjang hidup dengan komplikasi hipertensi di instalasi
(Gumi dkk., 2013). rawat inap RSUD Labuang Baji Kota
Dengan memperhatikan masalah- Makassar
masalah diatas maka akan dilakukan penelitian 2. Sampel
di RSUD Labuang Baji Kota Makassar, dengan Sampel dalam penelitian ini adalah
maksud untuk mengetahui DRPs yang terjadi populasi yang memenuhi kriteria inklusi.
dalam pengobatan penyakit diabetes melitus Teknik pengambilan sampel yang
tipe 2 dengan komplikasi hipertensi. digunakan adalah purvosive sampling.
Selanjutnya untuk mengidentifikasi DRPs yang Kriteria-kriteria yang dgunakan dalam
meliputi indikasi yang tidak ditangani, pilihan penelitian ini adalah:
obat yang kurang tepat, penggunaan obat tanpa a. Kriteria Inklusi Sampel
indikasi, dosis sub-terapi, over dosis, reaksi Kriteria inklusi untuk sampel dalam
obat yang tidak dikehendaki, interaksi obat, dan penelitian ini sebagai berikut:
gagal menerima obat agar tercapai suatu 1) Umur pasien antara 40-64 tahun
keberhasilan terapi. 2) Pasien rawat inap di RSUD
Berdasarkan latar belakang maka Labuang Baji Kota Makassar
dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu periode Januari-Juni 2016.
bagaimana tingkat kejadian DRPs pada pasien 3) Pasien Diabetes melitus tipe 2
diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi dengan komplikasi hipertensi
hipertensi di instalasi rawat inap RSUD yang tercatat dalam file rekam
Labuang Baji Kota Makassar periode Januari- medik.
Juni 2016?
b. Kriteria Eksklusi Sampel pengobatan, kemudian dianalisis apakah terjadi
Pasien Diabetes melitus tipe 2 dengan DRPs pada setiap pasien diabetes melitus tipe 2
komplikasi hipertensi dengan penyakit dengan komplikasi hipertensi dengan cara
penyerta lain yang di rawat inap di menghitung jumlah kategori DRPs yang terjadi
RSUD Labuang Baji Kota Makassar pada pasien.
periode Januari-Juni 2016.
Definisi Operasional
Instrumen Penelitian 1. Pasien diabetes melitus tipe 2 adalah
Instrumen yang akan digunakan dalam pasien yang terdiagnosa dengan
penelitian ini terdiri dari : komplikasi hipertensi yang tercatat dalam
1. Guidline Diabetes “American Diabetes rekam medik yang menjalani rawat inap di
Association” 2016 RSUD Labuang Baji Kota Makassar
2. MIMS 2017 Januari-Juni 2016.
2. DRPs yang dimaksud dalam penelitian ini
Teknik Pengumpulan Data adalah masalah yang berkaitan dengan
Data yang akan diambil berupa data sekunder terapi obat menurut ASCP 2003, yaitu
yang dilakukan secara retrospektif dengan indikasi yang tidak ditangani (untreated
mengumpulkan hasil pencatatan profil indication), pilihan obat yang kurang tepat
pengobatan pasien yang diperoleh dari rekam (improper drug selection), penggunaan
medik pasien diabetes melitus tipe 2 dengan obat tanpa indikasi (drug use without
komplikasi hipertensi di RSUD Labuang Baji indication), dosis sub-terapi (subtherapic
Kota Makassar. dosage), overdosis (overdosage), reaksi
obat yang tidak dikehendaki (adverse drug
Rencana Pengolahan dan Analisis Data reaction), interaksi obat (drug reaction),
Pengolahan data yaitu data yang dan gagal menerima obat (failure to
diperoleh dari rekam medik yang dianalisis receive medication).
dengan menggunakan guidlines American
Diabetes Association dan MIMS 2017, dikelola HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam lembar pengumpulan data. Interaksi obat Hasil Penelitian
yang terjadi dianalisis dalam software Adverse Penelitian ini menggunakan data-data
Drug Interactions Program. dari rekam medik penderita diabetes mellitus
Pengambilan data dilakukan melalui tipe 2 dengan komplikasi hipertensi dengan
pencatatan rekam medik di RSUD Labuang usia 40-64 tahun yang dirawat inap di Rumah
Baji Kota Makassar. Data yang diambil Sakit Labuang Baji Kota Makassar Periode
dipindahkan ke lembaran pengumpulan data Januari - Juni 2016. Pengelompokkan
yang telah disiapkan. berdasarkan usia dan jenis kelamin pasien
Analisis data dilakukan dengan cara diabetes mellitus adalah sebagai berikut:
melihat hasil rekam medik berupa riwayat

Tabel 1. Distribusi potensi kejadian Drug Related Problems berdasarkan karakteristik pasien diabetes
mellitus tipe 2 di RSUD Labuang Baji Kota Makassar periode Januari-Juni 2016

Variabel Jumlah Persentase (%)


Jenis Kelamin
Laki-Laki 43 41,74
Perempuan 60 58,25
Total 103 100
Rentang Usia (tahun)
25-44 11 10,68
45-64 67 65,05
>65 25 24,28
Total 103 100
Diabetes mellitus tanpa komplikasi hipertensi 97 94,17
Diabetes mellitus dengan komplikasi hipertensi 6 5,83
Total 103 100
Sampel yang tersedia 2 1,94

Dari data yang diperoleh, pasien DM dengan komplikasi hipertensi, kemudian


tipe 2 dengan komplikasi hipertensi di Instalasi diambil 2 kasus (sebagai bahan penelitian) yang
Rawat Inap Labuang Baji kota Makassar mempunyai data rekam medik di ruang rekam
Periode Januari-Juni 2016 paling banyak medik Rumah Sakit Labuang Baji Kota
terdapat pada usia 45-64 tahun yaitu 67 pasien. Makassar.
Jumlah pasien lebih banyak terjadi pada wanita Hasil pengamatan dari catatan rekam
yaitu sebesar 60 pasien sedangkan pada pria medik pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan
sebanyak 43 pasien. Komplikasi Hipertensi Di Instalasi Rawat Inap
Dari jumlah 103 kasus pasien diabetes RSUD Labuang Baji Kota Makassar Periode
melitus yang di rawat di Instalasi Rawat Inap Januari-Juni 2016 sesuai dengan kriteria inklusi
Rumah Sakit Labuang Baji Kota Makassar yang telah ditetapkan, maka diperoleh data hasil
periode Januari-Juni 2016, diambil 6 kasus penelitian sebagai berikut :
yang memenuhi kriteria diabetes malitus tipe 2

Tabel 2. Identifikasi Kejadian DRPs Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Komplikasi Hipertensi Di
Instalasi Rawat RSUD Labuang Baji Kota Makassar Periode Januari-Juni 2016

Pasien DM Tipe 2 Komplikasi Hipertensi


Kategori Drug Related Problems
1 2

Indikasi yang tidak ditangani Tidak Ya

Penggunaan obat tanpa indikasi Ya Tidak

Dosis subterapi Ya Tidak

Reaksi obat yang tidak dikehendaki Tidak Ya

Interaksi obat Tidak Ya


Sumber : Data sekunder 2016

Hasil yang diperoleh meunjukkan Pembahasan


adanya kejadian DRPs pada kedua pasien diabetes Diabetes melitus merupakan suatu
mellitus tipe 2 dengan komplikasi hipertensi di penyakit gangguan metabolik kronik yang
Instalasi Rawat Inap RSUD Labuang Baji Kota ditandai dengan hiperglikemik, disebabkan
Makassar. Tiga diantaranya terjadi pada pasien oleh tidak diproduksinya insulin karena efek
pertama yaitu indikasi yang tidak ditangani, pada sel-sel beta pankreas atau tidak efektifnya
penggunaan obat tanpa indikasi, dan dosis kerja insulin di jaringan. Penelitian ini bertujuan
subterapi sekitar. Sedangkan pada pasien ke dua untuk mengidentifikasi tingkat kejadian DRPs
kategori DRPs yang terjadi adalah indikasi yang pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan
tidak ditangani, reaksi obat yang tidak komplikasi hipertensi di instalasi rawat inap
dikehendaki. dan interaksi obat.
RSUD Labuang Baji Kota Makassar periode pada tanggal 19 Januari 2016. Pasien melakukan
Januari-Juni 2016. pemeriksaan di laboratorium klinik dengan hasil
Distribusi berdasarkan kelompok usia glukosa sewaktu yaitu 438 mg/dL yang
bertujuan untuk mengetahui perbandingan menunjukkan nilai di atas batas normal yaitu ≥ 200
jumlah pasien pada kelompok usia tertentu. mg/dL, terapi antidiabetik yang diberikan untuk
Umumnya manusia mengalami perubahan menurunkan kadar gula darah pasien adalah
fisiologis yang secara drastis menurun dengan insulin Levemir dan Noverapid. Levemir
cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering merupakan insulin kerja panjang dengan
muncul setelah seseorang memasuki usia rawan pemberian dosis 1x1 sehari dan Noverapid
tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada merupakan insulin kerja cepat dengan
mereka yang berat badannya berlebih, sehingga pemberian dosis 3x1 sehari. Selama pemberian
tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin. terapi insulin tersebut tidak dilakukan
(Pangemanan, 2014) pemeriksaan gula darah setiap 6 jam
Hasil penelitian terkait usia pasien sebagaimana mestinya sehingga tidak dapat
sama dengan penelitian yang dilakukan oleh diketahui nilai gula darah pasien apakah sudah
Meirinawati (2006), Herlinawati (2009), mencapai target yang diinginkan atau tidak.
Aprilistyawati (2010), dan Anita Ruth Dewiana Parawatan dihari kedua pada tanggal 20
(2011) yaitu mayoritas pasien berusia ≥45 Januari 2016 pasien mengeluh nyeri pada bagian
tahun. Dalam hal ini, usia merupakan salah satu perut dan kaki tidak bisa diluruskan, hasil
faktor risiko terkait DM dan hipertensi. pemeriksaan fisik pasien diperoleh tekanan darah
Karakteristik pasien DM tipe 2 dengan 160/100 mmHg, pernafasan 20 kali/menit,
komplikasi hipertensi berdasarkan kelompok kecepatan nadi 80 kali/menit serta suhu badan
jenis kelamin bertujuan untuk mengetahui 37ºC. Pasien mendapatkan penambahan terapi obat
perbandingan jumlah pasien pria dan wanita diantaranya Cetirizin dan Lasal. Cetirizin adalah
yang menderita DM tipe 2 dengan komplikasi obat antihistamin dengan fungsi untuk
hipertensi. Dari hasil data yang diperoleh meredakan gejala alergi seperti gatal-gatal,
jumlah pasien DM tipe 2 dengan komplikasi mata berair, pilek, dan mata/hidung gatal. Obat
hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD ini bekerja dengan menghalangi zat alami
Labuang Baji Kota Makassar Periode Januari- tertentu (histamin) yang diproduksi tubuh
Juni 2016 lebih banyak terjadi pada wanita selama reaksi alergi. Lasal (Salbutamol) adalah
yaitu sebesar 60 pasien sedangkan pada pria obat golongan beta adrenergik agonis. Obat ini
sebanyak 43 pasien. Hasil dari data yang biasanya diresepkan oleh dokter untuk
diperoleh belum cukup mendukung bahwa mengatasi gejala sesak napas yang disebabkan
penyakit DM tipe 2 dengan komplikasi oleh penyempitan saluran bronkus seperti pada
hipertensi lebih banyak diderita oleh wanita, penyakit asma, dan penyakit paru obstrukstif
dalam hal ini jumlah wanita dalam keseluruhan kronik (PPOK). Dari keluhan dan pemeriksaan
populasi kasus (n=103) lebih banyak dibanding fisik pasien dengan pernapasan 20x/menit yang
pria. Hal ini sesuai dengan teori yang merupakan nilai normal pernapasan menunjukkan
dikemukakan oleh Patrick (2010) yaitu diabetes tidak terjadinya masalah pada sistem pernapasan
mellitus tipe 2 sedikit lebih umum pada dan alergi yang mengharuskan pasien menerima
perempuan lebih tua dari laki-laki, karena pada terapi dari kedua obat tersebut. Kejadian ini
wanita lebih rentan terkena risiko prediabetes. berpotensi menimbulkan Drug Related Problems
Hasil penelitian tersebut sama dengan (DRPs) kategori penggunaan obat tanpa indikasi,
penelitian yang dilakukan oleh Meirinawati sebaiknya pemberian kedua terapi obat tersebut
(2007), Herlinawati (2009), Aprilistyawati tidak diberikan.
(2010), dan Anita Ruth Dewiana (2011) yaitu Sejak awal masuk di RSUD Labuang
masing-masing penelitian tersebut menyatakan Baji Kota Makassar pada tanggal 19 Januari
bahwa jumlah pasien DM tipe 2 lebih banyak 2016, pasien mengeluh mual dan muntah.
terjadi pada wanita. Untuk menangani hal tersebut pasien diberikan
Pada penelitian ini, pasien pertama terapi obat Domperidon dengan dosis 2x1 tab
masuk di RSUD labuang Baji Kota Makassar sehari. Menurut Kementerian Kesahatan
Republik Indonesia (2013) dosis Domperidon indikasi yang tidak ditangani. Sebaiknya pasien
untuk dewasa dan usia lanjut adalah 3x1 sehari. diberikan suplemen tambahan yang dapat
Sehingga pemberian terapi Domperidon untuk membantu memelihara kesehatan fungsi hati
mengatasi mual dan muntah yang di alami oleh dan menormalkan nilai SGOT-SGPT pasien.
pasien sejak awal masuk di RSUD Labuang Selain nilai SGOT-SGPT yang
Baji Kota Makassar kurang tepat. Hal ini melebihi nilai normal pada pasien kedua, hasil
berpotensi menimbulkan Drug Related Problems pemeriksaan laboratorium klinik juga
kategori dosis subterapi, sebaiknya pasien manunjukkan tingginya nilai LED pasien.
diberikan dengan dosis 3x1 sehari. Menurut Loho (2009) peningkatan laju endap
Hasil laboratorium klinik pada pasien darah merupakan respons yang tidak spesifik
kedua yang masuk di RSUD Labuang Baji Kota terhadap kerusakan jaringan dan merupakan
Makassar pada tanggal 6 Juni 2016 petunjuk adanya penyakit seperti inflamasi,
menunjukkan tingginya nilai SGOT dan SGPT infeksi, tuberkulosis, demam, rematik, artritis
pasien yang dapat mengindikasikan adanya dan nefritis. Orang yang anemia, dalam
gangguan pada hati. Hati memegang peranan kehamilan dan para lansia memiliki nilai LED
penting dalam metabolisme glukosa dimana yang tinggi. Hal ini pun berpotensi
hati dapat menyimpan glikogen dan menimbulkan kejadian Drug Related Problems
memproduksi glukosa melalui glikogenolisis kategori indikasi yang tidak ditangani karena
dan glukoneogenesis. Pada keadaan fisiologis, pasien tidk mendapatkan terapi untuk menangani
hepatosit merupakan tempat utama LED yang melebihi nilai normal. Untuk
metabolisme glukosa hati. Insulin merupakan menangani hal tersebut sebaiknya pasien
mediator utama pada hemostasis glukosa dan diberikan terapi obat yang mengandung zat
setiap perubahan aksinya akan menyebabkan besi/Fe untuk membantu menangani anemia
gangguan metabolisme glukosa. Enzim GPT yang disebabkan oleh LED yang melebihi nilai
ditemukan dalam hati, ginjal, dan otot rangka normal.
(Kemenkes RI, 2013). Ketika sel-sel hati rusak, Potensi kejadian Drug Related Problems
GOT dan GPT meningkat terutama pada awal selanjutnya pada pasien kedua dapat di identifikasi
penyakit. Tingkat enzim tersebut sangat dari terapi obat yang diberikan secara bersamaan.
berguna dalam menilai perubahan fungsi hati Terapi obat yang diberikan dalam waktu yang
dan sirosis aktif. Peningkatan SGOT-SGPT 1-3 bersamaan di antaranya Glucophyl dan Ramipril,
kali nilai normal mengindikasikan pankreatitis, Harnal dan Ramipril, Asam Mefenamat dan
perlemakan hati, sirosis, untuk peningkatan 3- Ramipril, Ranitidin dan Glucophyl, serta
10 kali nilai normal mengindikasikan hepatitis Ketorolac dan Asam Mefenamat. Hal ini
kronik, infark miokard, infeksi mononuclear. berpotensi menimbulkan Drug Related Problems
Pada kasus ini pasien tidak mendapatkan terapi (DRPs) kategori reaksi obat yang tidak dikehendaki
untuk menangani SGOT-SGPT yang melebihi dan interaksi obat. Interaksi antara obat yang
nilai normal, sehingga hal ini berpotensi terjadi dapat dilihat pada tabel berikut :
menimbulkan Drug Related Problems kategori

Tabel 3. Kejadian Interaksi Obat Pada Pasien Diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi hipertensi di
Instalasi Rawat Inap RSUD Labuang Baji Kota Makassar periode Januari-Juni 2016

Obat A Obat B Jenis Interaksi Mekanisme

Glucophyl Ramipril Farmakodinamika (efek sinergis) Peningkatan kadar Glucophyl

Harnal Ramipril Farmakodinamika (efek sinergis) Menrunkan kadar Ramipril


Asam Mefenamat Ramipril Farmakodinamika (efek sinergis) Menurunkan kadar Ramipril

Glucophyl Ranitidin Farmakodinamika (efek sinergis) Peningkatan kadar Glucophyl


Asam Mefenamat Ketorolac Farmakodinamik (efek aditif) Peningkatan efek konsetrasi plasma

Pemberian Glucophyl dan Ramipril secara


bersamaan dapat meningkatkan efektivitas dari PENUTUP
Gluchopil yang dapat menyebabkan Kesimpulan
hipoglikemia berat/berlebihan. Interaksi ini Berdasarkan hasil penelitian yang
terjadi karena penghambat ACE meningkatkan telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan
sensitivitas insulin. Pemberian Harnal dan bahwa :
Ramipril secara bersamaan dapat menyebabkan 1. Dari jumlah 103 kasus pasien diabetes
turunnya efektifitas dari Ramipril sebagai obat mellitus, hanya 6 kasus yang memenuhi
antihipertensi sehingga tujuan terapi pengobatan kriteria inklusi dan hanya 2 kasus yang
hipertensi tidak tercapai. Pemberian Asam mempunyai data rekam medik di ruang
Mefenamat dan Ramipril secara bersamaan juga rekam medik RSUD Labuang Baji Kota
dapat menyebabkan turunnya efektivitas Makassar yang kemudian dijadikan
antihipertensi dari Ramipril sehingga terapi sebagai bahan penelitian.
pengobatan hipertensi juga tidak tercapai. 2. Dari delapan (8) kategori Drug Related
Pemberian Ranitidin dan Glucophyl secara Problems (DRPs) lima (5) diantaranya terjadi
bersamaan dapat menyebabkan peningkatan pada pasien diabetes malitus tipe 2 dengan
kadar Glucophyl sehingga akan terjadi komplikasi hipertensi di Instalasi Rawat
hipoglikemia yang berlebihan. Pemberian Inap RSUD Labuang Baji Kota Makassar
Ketorolac dan Asam Mefenamat secara periode Januari-Juni 2016, yaitu indikasi
bersamaan dapat meningkatkan konsentrasi yang tidak ditangani, pilihan obat yang
plasma karena keduanya merupakan golongan kurang tepat, dosis subterapi, reaksi obat
NSAID sehingga meningkatkan efek samping yang tidak dikehendaki dan interaksi obat.
(kumulatif/akumulasi), selain itu pemberian
Ketorolac menyebabkan kenaikan konsentrasi Saran
SGOT dan SGPT dalam serum. Untuk 1. Perlu dilakukan wawancara atau konsultasi
mencegah terjadinya reaksi obat yang tidak dengan dokter, perawat, tenaga medis lain
dikehendaki dan interaksi obat yang merugikan ataupun keluarga pasien untuk mendapatkan
antara terapi obat tersebut maka sebaiknya data yang jelas dan informasi yang lebih
diberikan dengan rentang waktu 1-2 jam agar efek akurat.
terapi yang di inginkan dapat tercapai. 2. Dengan dilakukannya identifikasi Drug
Salah satu kelemahan penelitian ini adalah Related Problems diharapkan dapat
tidak dilakukannya wawancara atau konsultasi memperbaiki keberhasilan terapi, mengurangi
langsung dengan dokter, perawat, tenaga medis lain pengobatan yang tidak diperlukan termasuk
ataupun keluarga pasien sehingga ada beberapa mencegah dan meminimalkan problem
data yang kurang jelas dan membutuhkan pengobatan atau Drug Related Problems
informasi yang lebih akurat. (DRPs).
Berdasarkan kasus ini dapat diketahui
bahwa terjadi Drug Related Problems (DRPs) pada DAFTAR PUSTAKA
pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan komplikasi
American Diabetes Association. Standards of
hipertensi, hal ini tentunya menjadi bahan evaluasi
Medical Care in Diabetes-2016.
untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan
Diabetes Care Volume 39.
kesehatan. Evaluasi penggunaan obat merupakan
Supplement 1. January 2016.
salah satu tugas farmasis, keterlibatan farmasis
secara langsung dalam evaluasi penggunaan obat American Heart Association (AHA). 2014.
diharapkan dapat memperbaiki keberhasilan terapi, Understanding and Managing High
mengurangi pengobatan yang tidak diperlukan Blood Pressur. Abror Pharmaceutical
termasuk mencegah dan meminimalkan problem LLC. USA. p. 3-4.
pengobatan atau Drug Related Problems (DRPs).
Amod, A., Evans, B.H., Berg, G.I., Blom, D.J., Khatib, O.M.N. 2005. Clinical Guidelines for
Brown, S.L., Carrihill, M.M. the Management of Hypertension.
2012. The 2012 SEMDSA Guideline Eastern Mediterania. EMRO
for The Management of Type 2 Technical Publication. p. 16.
Diabetes. Volume 17, Number 2.
MIMS. 2016. Petunjuk konsultasi. Jakarta :
Journal of Endocrinology, Metabolism
Penerbit Asli (MIMS Pharmacy
and Diabetes of South Africa. pp.1-4.
Guide).
Badan POM RI. 2008. Informatorium Obat
Neal, M. J.. 2005. At a Glance : Farmakologi
Nasional Indonesia 2008. Badan
Medis. Edisi 5. 36-38. Erlangga
POM : Jakarta.
Medical Series. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Novitasari, D., Sunarti, dan Arta, F. 2011.
2006. Pedoman Teknis Penemuan
Emping Garut (Maranta Arundinacea
dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi.
Linn) Sebagai Makanan Ringan dan
Direktorat Jenderal PP & PL :
Kadar Glukosa Darah Angiotensin II
Jakarta.
Plasma Serta Tekanan Darah Pada
Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzkee GR, Penderita Diabetes melitus Tipe 2
Wells BG, Posey LM (Eds.7). (DMT2). Media Medika Indonesia.
2008. Pharmacotherapy A
Novita Sari, Inten. 2015. Evaluasi Drug Related
Pathophysiologic Approach. Edisi ke-7.
Problems Obat Antidiabetes Pada
New York : Mc Graw-
Pasien Geriatrik Dengan Diabetes
Hill Medical Publishing Division. p.
melitus Tipe II Di Ruang Rawat Inap
140-144; 166; 1334- 1356.
RSU Pelabuhan Periode Januari-Juni
Dufton, J. 2011. The Pathophysiology and 2014. Penelitian. Jakarta : UIN Syarif
Pharmaceutical Treatment of Hidayatullah Jakarta.
Hypertension. Faculty and Accreditor
Pacheco, C.A., Parrott, M.A., and Raskin, P..
Disclosure Statements. USA. p. 1-3.
2002. The Treatment of
Frier, BM., Fisher, M/ 2007. Diabetes Mellitus. Hypertension in Adult Patients With
In Davidson’s Principle and Practice of Diabetes.
Medicine, eds Boon, NA. Colledge, NR. http://care.diabetesjournal.org/cgi,
Walker, BR. 20th ed. Churchill diakses tanggal 15 Desember 2016.
Livingstone.
PCNE. 2006. Pharmaceutical care network
Gumi, dkk. 2013. Identifikasi Drug Related Europe DRPs.
Problems Pada Penanganan Pasien http://www.PCNE.org, diaksestanggal
Hipertensi di UPT Puskesmas 25 Desember 2016.
Jembrana. Jurnal Farmasi Udayana
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan Dan
2013.
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
Karam, J.H., dan Martha S.N.. 2007. Hormon 2 Di Indonesia 2008. Pengurus Besar
Pankreas dan Antidiabetes, dalam Perkumpulan Endokrinologi
Farmakologi Dasar dan Klinik. diedit Indonesia. Jakarta.
oleh BG. Katzung. Penerbit Buku
Rudnick, G.. 2001. Clinical Pharmacology
Kedokteran EGC Salemba Medika.
Made Incredible Easy, Springhouse
Jakarta. pp.671-710.
Corporation. Pennysilvia. 101-134.
Kemenkes RI. 2013. Pelayanan Informasi Obat. 283-290.
Direktorat Jenderal Bina
Rusli & Chalik, R. 2013. Farmasi klinik.
Kefarmasian dan Alat Kesehatan :
Makassar. Poltekkes Kemenkes
Jakarta. Diakses 9 Februari 2016.
Makassar. Asuhan Kefarmasian Hal:
9; 15-18; 19-28.
Yulianto. 2012. Penderita Diabetes Hipertensi
Indonesia Berada di Peringkat 12
Dunia.

Anda mungkin juga menyukai