Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PERCOBAAN 5
ESTERIFIKASI FENOL: SINTESIS ASPIRIN

Disusun oleh:
Nama : Shafira Rizqika Ramadhina
NPM : 10060317020
Shift / Kelompok :A/4
Tanggal Praktikum : 7 Mei 2019
Tanggal Laporan : 14 Mei 2019
Nama Asisten : Nety Kurniaty, M.Sc.

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT A


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2019 M/ 1440 H
PERCOBAAN 5
ESTERIFIKASI FENOL : SINTESIS ASPIRIN
I. Tujuan
1. Sintesis aspirin dari anhidrida asetat dan asam salisilat dengan cara
esterifikasi.
2. Pemurnian aspirin hasil kristalisasi dengan rekristalisasi.
3. Identifikasi hasil pembuatan aspirin dengan uji pengkompleksan dan titik
leleh.
4. Penentuan kadar aspirin dari tablet komersil dengan titrasi asam-basa.
5. Menguji senyawa aspirin dengan metode kromatografi lapis tipis.
II. Prinsip
1. Esterifikasi: pembuatan ester dari karboksilat dan alkohol dengan katalis
asam.
2. Rekristalisasi: pemurnian kristal berdasarkan percobaan kelarutan dan zat
yang akan dipisahkan
3. Pengkompleksan: pembuatan senyawa kompleks
Titik leleh : perubahan wujud dari padat menjadi cair pada suhu titik lelehnya
karena ada pemanasan.
4. Titrasi asam basa : reaksi penetralan
5. KLT: pemisahan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel
dengan pelarut yang digunakan dan berdasarkan perbandingan dengan
senyawa pembanding nya.
III. Teori dasar
3.1 Esterifikasi
Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol
membentuk ester. Turunan asam karboksilat membentuk ester asamkarboksilat.
Ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus -CO2 R
dengan R dapat berupa alkil maupun aril. Esterifikasidikatalisis asam dan bersifat
dapat balik (Fessenden, 1990).
Ester diturunkan dari asam karboksilat. Sebuah asam karboksilat mengandung
gugus -COOH, dan pada sebuah ester hidrogen di gugus ini digantikan oleh
sebuah gugus hidrokarbon dari beberapa jenis. Disini kita hanya akan melihat
kasus-kasus dimana hidrogen pada gugus -COOH digantikan oleh sebuah gugus
alkil, meskipun tidak jauh beda jika diganti dengan sebuah gugus aril (yang
berdasarkan pada sebuah cincin benzen). (Clark, 2007)
Aspirin disebut juga asam asetil salisilat, sering digunakan sebagai pereda
rada sakit (analgesic), sebagai penurun demam (antipiretik) dan sebagai obat anti
peradangan. Aspirin juga memiliki sifat anti penggumpalan darah karena
menghambat pembentukan tromboksan (protein pengikat yang dihasilkan oleh
platelet). Oleh karena itu aspirin digunakan sebagai obat jangka panjang dalam
dosis rendah untuk mencegah penyumbatan pembuluh darah, stroke dan serangan
jantung. Tetapi efek anti penggumpalan ini dapat menyebabkan pendarahan
berlebihan terjadi, karena itu orang yang akan menjalani pembedahan atau
mempunyai masalah pendarahan tidak diperbolehkan mengonsumsi aspirin.
(Clark, 2007)
Aspirin adalah turunan dari asam salisilat. Aspirin berbentuk kristal berwarna
putih, bersifat asam lemah (pH 3,5) dengan titik lebur 136°C. Aspirin mudah larut
dalam cairan ammonium asetat, karbonat, sitrat atau hidroksida dari logam alkali.
Aspirin stabil dalam udara kering, tetapi terhidrolisis perlahan menjadi asetat dan
asam salisilat bila kontak dengan udara lembab. Dalam campuran basa, proses
hidrolisis ini terjadi secara cepat dan sempurna.(Clark, 2007)
Sintetis aspirin termasuk reaksi esterifikasi. Asam salisilat dicampur dengan
anhidrin asetat, menyebabkan reaksi kimia yang mengubah grup alkanol asam
salisilat menjadi grup asetil (R-OH→R -OCOCH3). Proses ini menghasilkan
aspirin dan asam asetat, yang merupakan produk sampingan. Sejumlah kecil asam
sulfat umumnya digunakan sebagai katalis. Asam sulfat berfungsi sebagai donor
proton sehingga ikatan rangkap pada anhidrin asetat lebih mudah terbuka lalu
bergabung dengan asam salisilat yang kehilangan hidrogennya. Setelah proses
pengikatan selesai, ion SO42-kembali mengikatproton H+ yang berlebih.
(Irdoni, 2013)
Aspirin mempunyai manfaat yaitu digunakan sebagai analgesik untuk nyeri
dari berbagai penyebab (sakit kepala, nyeri tubuh, arthritis, dismenore, neuralgia,
gout, dan sebagainya), dan untuk kondisi demam, Aspirin juga berguna dalam
mengobati penyakit rematik, dan sebagai anti-platelet (untuk mengencerkan darah
dan mencegah pembekuan darah) dalam arteri koroner (jantung) dan di dalam
vena pada kaki dan panggul. Saat ini banyak dokter dan pasien yang
menggunakan Aspirin dosis rendah (baby Aspirin atau Aspirin berdosis 81 mg)
setiap hari untuk mengurangi kemungkinan mendapatkan serangan jantung dan
stroke melalui aksi anti-plateletnya (pengencer darah dan mencegah pembekuan
darah). ( Irdoni, 2013 )
Aspirin juga telah digunakan untuk mengatasi anak-anak yang mengalami
Sindrom Bartter, dan juga dalam meningkatkan penutupan Patent Ductus
Arteriosus (PDA), hubungan abnormal antara aorta (arteri utama terhubung ke
jantung) dan arteri pulmonalis (untuk paru-paru) pada bayi baru lahir. Jika PDA
tidak menutup secara normal, operasi mungkin diperlukan untuk menutupnya
(menutup dengan cara menjahit) sebelum anak memasuki usia sekolah. (Clark,
2007)
Selain kegunaannya, aspirin juga memiliki efek samping yaitu pengikisan
saluran pencernaan, pendarahan usus dan tinnitus (gejala telinga berdenging).
Aspirin sebaiknya tidak digunakan oleh anak-anak dan remaja dibawah umur,
karena dapat menyebabkan sindrom reye, yaitu kerusakan pada mitokondria liver
sehingga liver tidak mampu mengubah timbunan glikogen menjadi glukosa.
Dalam dosis tinggi, aspirin dapat menyebabkan kematian. Kadar mematikan
aspirin adalah LD50 1,1 g/kg atau 1,1 gram aspirin untuk setiap 1 kilogram berat
tubuh suatu organisme. ( Sudarto, 2008 )
3.2 Kristalisasi dan rekristalisasi
Prinsip pemisahan dan pemurnian dengan tekhnik kristalisasi didasarkan pada
adanya perbedaan kelarutan zat-zat padat dalam pelarut tertentu, baik
dalampelarut murni atau pelarut campuran; suatu zat padat akan lebih mudah larut
dengan pelarut panas dibandingkan dengan pelarut dingin. Proses melarutkan zat
padat tidak murni dalam pelarut panas, dan dilanjutkan dengan pendinginan
larutan tersebut untuk membiarkan zat tersebut mengkristal, adalah tekhnik
kristalisasi (Sahidin,2009).
Kristalisasi merupakan sebuah peristiwa pembentukan partikel-partikel zat
padat didalam suatu fase homogen. Kristalisasi dapat terjadi sebagai pembentukan
partikel padat dalam uap, seperti dalam pembentukan salju sebagai pembekuan
(Solidification) didalam lelehan cair. Pada prinsipnya kristalisasi terbentuk
melalui dua tahap yaitu, nukleasi atau pembentukan inti Kristal dan pertumbuhan
Kristal. Factor pendorong untuk laju nukleasi dan laju pertumbuhan Kristal ialah
supersaturasi. Baik nukleasi maupun pertumbuhan tidak dapat berlangsung
didalam larutan jenuh atau tak jenuh. Inti Kristal dapat terbentuk dari berbagai
jenis partikel, molekul, atom atau ion. Karena adanya gerakan dari partikel-
partikel tersebut, beberapa partikel mungkin membentuk suatu gerombol atau
klaster, klaster yang cukup banyak membentuk embrio pada kondisi leat jenuh
yang tinggi embrio tersebut membentuk inti Kristal (Pinalia, 2011).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak
digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam
suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan
zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total
impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin,
maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk
yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001).
3.3 Titrasi Asam Basa
Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan konsentrasi zat didalam
larutan. Titrasi dilakukan dengan mereaksikan larutan tersebut dengan larutan
yang sudah diketahui konsentrasinya (Brady, 1988: 178). Dalam titrasi, suatu
larutan yang harus dinetralkan dimasukkan ke dalam wadah atau tabung. Larutan
lain yaitu basa, dimasukkan ke dalam buret lalu dimasukkan ke dalam asam,
mula-mula cepat, kemudian tetes demi tetes, sampai titik setara dari titrasi tersebut
tercapai. Titik pada saat titrasi dimana indikator berubah warna dinamakan titik
akhir (end point) dari indikator. Yang diperlukan adalah memadankan titik akhir
indikator yang perubahannya terjadi dalam selang pH yang meliputi pH sesuai
dengan titik setara (Ralph H, 2008: 308-310).
Indikator terkenal phenoftalein merupakan asam diprotik dan tak berwarna. Ia
mula-mula berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna dan kemudian, dengan
kehilangan hidrogen ke dua, menjadi ion dengan system terkonjugasikan, maka
dihasilakanlah warna merah. Phenoftalein berubah warna pada kira-kira titik
ekivalen dan merupakan indicator yang cocok. Volume basa yang lebih besar
akan diperlukan untuk merubah warna suatu indikator dan titik ekivalen tidak
akan di deteksi dengan ketepatan yang biasa diharapkan (Day, 2002: 141-145).
Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam
tepat di netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi
perubahan pH. pH pada titik equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang
dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang digunakan pada titrasi asam
basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik equivalen berada. Pada
umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang mudah dimatai adalah
titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai.
Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan
perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik
equivalen. Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil
kesalahan titrasi (Anonimous, 2013).
IV. Alat dan bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah labu erlenmeyer, gelas kimia,
klem, corong buchner, kertas saring, melting block, batang pengaduk, penangas
air, tabung reaksi, pipa kapiler.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aqua dm, aspirin komersil,
asam salisilat, anhidrida asetat, asam posfat, asam sulfat, besi (iii) klorida /FeCl3,
etanol, NaOH.
V. Prosedur
5.1 Pembuatan aspirin.
Terlebih dahulu, air dipanaskan dalam wadah penangas air. Selanjutnya, asam
salisilat ditimbang sebanyak 1,4 gram dan dimasukkan kedalam labu erlenmeyer
125 mL. Kemudian ditambahkan kedalamnya 4 mL anhidrida asam asetat dengan
berbagai cara supaya dapat membilas serbuk asam salisilat yang menempel di
dinding wadah. Dengan bekerja di ruang asam, kedalam labu erlenmeyer tersebut
kemudian ditambahkan 5 tetes larutan 85% H2SO4. Selanjutnya larutan diaduk
dengan batang pengaduk kaca. Labu erlenmeyer yang berisi campuran reaksi
tersebut kemudian dipanaskan dalam penangas air yang airnya telah dipanaskan
selama 5 menit. Labu erlenmeyernya dipegang dengan menggunakan klem.
Setelah 5 menit, labu erlenmeyer diangkat dari penangas air dan kemudian dengan
segera ditambahkan 2 mL aqua dm kedalamnya. Setelah 2 atau 3 menit, kedalam
labu erlenmeyer tersebut kemudian ditambahkan lagi 20 mL aqua dm, dan labu
yang berisi campuran tersebut dibiarkan mencapai suhu kamar dan mengalami
kristalisasi. Sebelum melanjutkan ke tahap selanjutnya, kristal harus telah
terbentuk. Jika kristal belum juga muncul, dinding bagian dalam labu erlenmeyer
tersebut dapat digores dengan menggunakan batang pengaduk untuk mempercepat
pembentukan kristal. Selanjutnya, kedalam labu erlenmeyer tersebut ditambahkan
50 mL aqua dm dingin, dan labu beserta isinya didinginkan dalam wadah
penangas berisi es sehingga proses pembentukan kristal sempurna. Kristal yang
diperoleh, dikumpulkan dengan menggunakan corong buchner yang telah dilapisi
kertas saring. Selanjutnya kristal dicuci dengan sedikit air dingin. Selanjutnya,
untuk mendapatkan kristal yang lebih murni, dilakukan rekristalisasi dengan cara
melarutkan kristal yang sudah terbentuk dalam 5 mL etanol. Ditambahkan
kedalamnya 20 mL air hangat. Larutan kemudian dipanaskan sampai semua
kristal tepat larut, dan kemudian dibiarkan larutan tersebut hingga dingin dan
sampai terbentuk kristal kembali. Kemudian kristal yang telah terbentuk, disaring
menggunakan corong buchner dan dibiarkan dikeringkan diudara. Kristal yang
telah kering, lalu ditimbang untuk mengetahui massanya. Selanjutnya, kristal yang
telah diperoleh, dihitung rendemennya, dengan membandingkan berat hasil
percobaan dengan berat hasil teoritis.
5.2 Uji terhadap aspirin
5.2.1 Uji reaksi pengkompleksan dengan besi (III) klorida, FeCl3
Disiapkan tiga buah tabung reaksi yang telah diberi label masing-masing
yaitu asam salisilat, my aspirin, dan komersial aspirin. Kedalam tiap tabung
tersebut dimasukkan sejumlah sampel sesuai dengan labelnya masing-masing.
Selanjutnya, ditambahkan 20 tetes aqua dm kedalam tiap tabung tersebut, lalu
digoyangkan untuk melarutkan sampel dalam tabung. Ditambahkan lagi kedalam
masing-masing tabung tersebut 10 tetes larutan 10% FeCl3. Perubahan warna
larutan lalu diamati dan dicatat hasilnya.
5.2.2 Penentuan titik leleh asam salisilat dan aspirin
Disiapkan dua buah tabung kapiler. Salah satu tabung kapiler, diisi dengan
sampel asam salisilat, sedangkan tabung kapiler yang satunya lagi diisi dengan
aspirin hasil sintesis. Salah satu tabung kapiler tersebut kemudan dipasang di
melting block. Selanjutnya, dipanaskan dengan perlahan alat melting blocknya
diatas pemanas bunsen. Pada alat melting blocknya, dipasang satu buah
termometer. Perubahan suhunya kemudian diamati, dan dicatat suhu awal ketika
sampel mulai meleleh dan suhu akhir ketika seluruh sampel telah meleleh
semuanya.
5.2.3 Analisis kandungan aspirin dalam tablet aspirin komersial
Kedalam sebuah labu erlenmeyer 125 mL, dimasukkan 2 tablet aspirin.
Tablet aspirin tersebut kemudian dihancurkan dengan menggunakan batang
pengaduk kaca (atau bisa juga dengan menghancurkan dulu tablet aspirinnya,
selanjutnya hasil tumbukan aspirin tersebut dimasukkan kedalam labu
erlenmeyer). Serbuk tersebut kemudian dilarutkan dengan 10 mL etanol. Ketika
telah larut seluruhnya, kedalam labu erlenmeyer tadi ditambahkan 3 tetes
fenolftalein dan aqua dm secukkunya sehingga volume menjadi 50 mL. Dengan
larutan baku NaOH 0,1 M, titrasi lalu dilakukan sampai tercapai titik akhir titirasi.
Volume NaOH yang digunakan lalu dicatat. Selanjutnya, dihitung massa asam
asetilsalisilat (aspirin) dalam satu tablet.
5.2.4 Uji kromatografi lapis tipis.
Sampel aspirin dilarutkan dengan etanol, kemudian larutan sampel ditotolkan
pada plat KLT, lalu dielusi dengan Etil Asetat : Metanol (3:1). Setelah dielusi
sampai batas plat, kemudian dikeluarkan dan dikeringkan, kemudian dilihat
didalam lampu UV, dan dihitung nilai rf nya.
VI. Data pengamatan
6.1 Pembuatan Aspirin
Pada pembuatan aspirin di dapat persen rendemen sebesar 96,7%.
Bobot Kristal bersih: 1,74g
g
n=
Mr
1,4
n= =0,01mol (asam salisilat )
1,38
g
mol=
Mr
g
0,01= =1,8 g(kristal aspirin)
180
1,74
%rendemen= × 100 %=96,7 %
1,8

6.2 Uji Kromotografi lapis tipis.


Pada percobaan KLT eluen yang digunakan Etil Asetat : methanol (3:1) dan

3,8
didapat hasil nilai Rf sempel sebesar =0,68 dan nilai Rf pembandingan
5,5

4
=0,72. Pada percobaan KLT yang terdapat pengotor berwarna kuning didapat
5,5

4,7 4,4
nilai Rf sempel sebesar 0,85 dan nilai Rf pembanding sebesar =0,8.
5,5 5,5
6.3 Uji titik leleh.
Pada sampel yang di uji titik leleh menghasilkan titik leleh sebesar 82°C -
94°C, dan titik leleh pembanding menghasilkan titik leleh sebesar 120°C.
6.4 Analisis Kandungan Aspirin dalam tablet aspirin komersial
Konsemtrasi NaOH yang digunakan pada titrasi ini ada 0,1N sebanyak
1000mL.

g 1000
M= ×
Be v
g 1000
0,1= ×
40 1000

¿4 g

Jadi untuk membuat larutan NaOH 0,1N sebanyak 1000mL dibutuhkan sebanyak
4g NaOH.

Pada percobaan kali ini di dapat hasil titrasi sebesar :

Sampel Berat Tablet Volume Titrasi

1 (2 tablet Aptor) 0,289g 10 mL

2 (2 tablet Aptor) 0,25g Terlalu ungu

3 (2 tablet Aptor) 0,30g 11,5 mL

4 (2 tablet Aptor) 0,32g 12 mL

Menggunakan rumus : V 1 × N 1=V 2 × N 2

Sampel 1:

10 ×0,1=50× M 2

N 2=0,02 M

Sampel 2:

11,5 × 0,1=50 × M 2

N 2=0,023 M

Sampel 3:

12 ×0,1=50 × M 2

N 2=0,024 M

Rata-rata mol :
0,02+0,023+ 0,024=0,0223 M

Kadar aspirin pada tablet aptor sebesar:

g 1000
0,0223= ×
18012 50

¿ 0,2 g

Jadi setiap 2 tablet Aptor tedapat 0,2 gram. Atau 0,1 gram dalam tiap tablet.

VII. Pembahasan
7.1 Pembuatan aspirin
Pembuatan aspirin termasuk reaksi substitusi. Katalis yang digunakan adalah
H2SO4 (asam sulfat) yang merupakan asam pekat. Ketika kedalam labu erlenmeyer
125 mL ditambahkan 1,4 gram asam salisilat dan 4 mL anhidrida asam asetat
menghasilkan campuran yang kental. Digunakan anhidrida asam asetat karena
anhidrida asam asetat lebih reaktif dibandingkan asam asetat. Kelebihreaktifan
anhidrida asam asetat ini disebabkan oleh struktur anhidrida asam asetat telah
kehilangan 1 atom hidrogen sehingga atom karbon tempat hidrogen melekat
menjadi lebih elektropositif. Ketika menambahkan H2SO4, penambahan dilakukan
di ruang asam. Ini dilakukan karena H2SO4 bersifat asam pekat yang jika terhirup
di udara terbuka, akan mengakibatkan pengaruh yang sangat fatal bagi organ
tubuh. Ditambahkan asam sulfat ini bermaksud agar reaksi esterifikasi berjalan
dengan baik dan cepat karena asam sulfat bertindak sebagai katalis dan pemberi
suasana asam. Selanjutnya, labu erlenmeyer tersebut dipanaskan pada penangas
air. ini dilakukan untuk mempercepat proses pelarutan asam salisilat kedalam
anhidrida asam asetat sehingga pembentukan aspirin menjadi lebih cepat. Pada
saat pemanasan, campuran menjadi homogen dan berwarna putih kotor. Setelah
itu, labu erlenmeyer diangkat dan dikeluarkan dari penangas air dan dengan
segera ditambahkan 2 mL aqua dm kedalamnya. Ini dilakukan untuk melarutkan
asam salisilat sebagai bahan baku pembentukan aspirin arena adanya gaya ikatan
hidrogen yang terbentuk antara gugus –OH dengan air, sekaligus menghentikan
reaksi karena air akan menghidrolisis anidrida asam asetat menjadi 2 molekul
asam asetat. Selanjutnya, labu dibiarkan mencapai suhu kamar. Ini dilakukan
supaya terbentuknya kristal dari campuran tersebut. Setelah itu, pemberian air es
batu bertujuan untuk mempercepat pembentukan kristal karena kelarutan aspirin
dalam suhu yang rendah sangat kecil. Selanjutnya, dilakukan proses kristalisasi
dengan corong buchner. Ketika kertas saring yang diletakkan di corong buchner,
kertas saring tidak boleh ada celah. Ini dikarenakan supaya tidak ada kristal yang
ikut tersaring. Setelah mendapatkan kristal, lalu dilakukan rekristalisasi. Proses
rekristalisasi ini dilakukan bertujuan untuk memperoleh kristal yang lebih murni.
Setelah itu, kristal dilarutkan dalam 5 mL etanol. Dengan etanol, kristal hasil
kristalisasi akan melarut dengan mudah dan kristal akan terpisah dengan air dan
diperoleh kristal yang lebih murni dengan jumlah zat pengotor yang minimalis.
Setelah didapat kristalnya, kristal dikeringkan dan ditimbang. Ketika ditimbang,
didapat berat kristal sebesar 1,74 gram. Dalam percobaan ini, didapatkan
rendemen 96,7 %.
7.2 Uji terhadap aspirin
7.2.1 Uji reaksi pengkompleksan dengan Besi (III) klorida
Uji untuk mengetahui kristal yang didapat merupakan kristal aspirin atau
tidak. Ketika asam salisilat (berwujud serbuk putih) ditambahkan aqua dm
(berwujud cairan tidak berwarna), terbentuk larutan yang tidak bercampur karena
asam salisilat tidak larut dalam aqua dm. Ketika ditambahkan FeCl3 10%
berwujud cair dan berwarna kuning kecoklatan.
Ketika komersial aspirin ditambahkan aqua (berwujud cair dan tidak
berwarna), terbentuk campuran berwarna kuning. Ketika ditambahkan FeCl3 10%,
larutan menjadi kuning kecoklatan. Pada proses ini menurut literatur, tidak
terbentuk warna ungu, karena struktur aspirin tidak memiliki gugus OH.
Ketika aspirin hasil sintesis diuji dengan melarutkannya dengan aqua dm,
terbentuk campuran yang berwarna keruh, dan berwarna kuning. Ketika
ditambahkan FeCl3 10%, campuran menjadi berwarna kuning kecoklatan. Hal ini
menandakan, kristal yang disintesis tadi tidak mengandung asam salisilat dan itu
berarti kristal yang didapat kristal aspirin murni.
7.2.2 Penentuan titik leleh asam salisilat dan aspirin
Penentuan titik leleh suatu kristal merupakan cara yang digunakan untuk
menguji kemurnian suatu kristal. Jika zat padat dipanaskan, zat padat tersebut
akan meleleh. Suatu zat padat mempunyai struktur kisi yang teratur dan diikat
oleh gaya gravitasi dan elektrostatik. Jika zat padat dipanaskan, energi kinetik dari
molekul kristal akan naik dan moleul akan bergetar yang akhirnya pada titik
lelehnya, kristal akan meleleh. Ketika aspirin hasil sintesis dimasukkan kedalam
tabung kapiler dan tabung tersebut dimasukkan kedalam lubang di melting block,
setelah dipanaskan beberapa saat, aspirin tersebut mulai meleleh pada suhu 82°C.
Dan terus diamati, aspirin meleleh semua pada suhu 94°C. Titik leleh yang
didapat, berbeda dengan titik leleh aspirin menurut literatur. Menurut literatur,
titik leleh aspirin adalah 136°C. Perbedaan ini terjadi terjadi karena didalam
kristal terdapat zat pengotor (kristal asam salisilat) yang dapat mengganggu
struktur kisi kristal sehingga membuat trayek titik leleh menjadi kecil dan titik
lelehnya tidak sama dengan literatur. Pengaruh lain yang mempengaruhi
ketidaksamaan titik leleh ini mungkin karena pada saat pengisian tabung kapiler
pada melting block. Menurut literatur, kristal yang diperlukan untuk mengisi
tabung kapiler adalah sekitar 0,5 cm. Kebanyakan dan kesedikitan kristal dalam
tabung kapiler membuat perbedaan titik leleh ini juga terjadi.
7.2.3 Analisis kandungan aspirin dalam tablet aspirin komersial
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kadar aspirin dalam suatu tablet
aspirin. Sebelumnya, tablet aspirin dihancurkan dengan mortir menjadi serbuk
putih. Setelah itu, ditambahkan 50 ml etanol ke serbuk tablet aspirin tersebut.
Penambahan etanol dilakukan supaya dapat melarutkan aspirin yang terkandung
dalam tablet tersebut (kelarutan aspirin dalam etanol lebih baik daripada kelarutan
aspirin dalam air). Selanjutnya ditambahkan fenolftalein dan aqua dm kedalam
campuran tersebut. Fenolftalein merupakan senyawa yang tidak dapat larut dalam
air tetapi larut dalam etanol. Setelah itu, dilakukan titrasi triplo dengan larutan
baku NaOH 0,1 M sampai titik akhir titirasi. Titik akhir titrasi dapat diketahui
dengan adanya perubahan warna, adanya pengendapan, dan molaritas. Dan dalam
percobaan ini mendapatkan hasil rata2 normalitas dari titrasi sebanyak 3 kali yaitu
0,0223 mol aspirin. Kadar aspirin dalam tablet yaitu 0,1 gram. Sedangkan
menurut FDA kadar aspirin dalam tablet minimal adalah 0,324 gram. Kadarnya
kurang karena adanya kesalahan, karena kurang teliti dan kurang cermat dalam
pengerjaan analisisnya.
7.2.4 Uji KLT pada kristal
Kristal yang sudah didapat dari hasil sintesis lalu dilakukan uji KLT dengan
pembanding, sampel dilarutkan dalam etanol karena aspirin bersifat larut dalam
etanol, kemudian larutan sampel ditotolkan pada plat KLT, lalu dielusi dengan
Etil Asetat : Metanol (3:1), senyawa yang bersifat lebih polar akan tertahan pada
fase diamnya. Setelah dielusi sampai batas plat, kemudian dikeluarkan dan
dikeringkan, kemudian dilihat didalam lampu UV, dan dihitung nilai Rf nya. Pada
percobaan kali ini di lakukan 2 kali KLT di karenakan sempel KLT yang pertama
terkontaminasi senyawa kuning yang di duga kurkumin. dan pada percobaan kali
ini di dapat nilai Rf sebesar sebesar 0,68 dan nilai Rf pembandingan 0,72. Pada
percobaan KLT yang terdapat pengotor berwarna kuning didapat nilai Rf sempel
sebesar 0,85 dan nilai Rf pembanding sebesar 0,8.
VIII. Kesimpulan
1. Aspirin bisa disintesis dengan asam salisilat dan anhidrida asetat dengan katalis
H2SO4 diperoleh persen rendemen 96,7 %
2. Pada uji reaksi FeCl3 diperoleh hasil negatif
3. Reaksi uji titik leleh, suhu titik awal 82 oC - 94 oC
4. Uji KLT menghasilkan nilai Rf sebesar 0,69
5. Aspirin dapat dititrasi asam basa dengan rata-rata N= 0,0223 dengan kadar
aspirin 0,1 gram dalam 1 tablet.
IX. Daftar pustaka
Irdoni, Hs, Nirwana, Hz, 2013, Modul Kimia Organik (Praktikum), Pekanbaru,
Universitas Riau.
Fessenden, J Ralp, Joan S Fessenden, 1999, Kimia Organik Edisi 2, Jakarta,
Erlangga.
Ralp J. Fessenden, Joan S. Fessenden, 1990, Kimia Organik 3 rd Edition, Penerbit
Erlangga : Jakarta.
Pinalia, A. 2011. Kristalisasi Ammonium Perkoalat (AP) Dengan Sistem
Pendinginan Terkontrol Untuk Menghasilkan Kristal Berbentuk Bulat.
Majalah Teknologi Dirgantara, Vol. 9 No. 2.
Sahidin. 2009.Penuntun Praktikum Kimia organik I.Unhalu. Kendari.Tambunan.
Svehla, 1979, Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan
Semimikro, PT Kalman Media Pusaka, Jakarta.
Syukri, 1999, Kimia Dasar 3, ITB Press, Bandung.
Arsyad, M.N. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia. Jakarta.
Keenan. 1982. Kimia Untuk Universitas. Jakarta:Erlangga
Ralph H, Petrucci. 2008. Kimia Dasar II. Jakarta: Erlangga.
Sudarto,Unggul. 2008. Analisis Kimia Dasar. Yogyakarta: UNY.

Anda mungkin juga menyukai