Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 9 No.

2 Desember 2011 : 124-131

KRISTALISASI AMMONIUM PERKLORAT (AP) DENGAN SISTEM


PENDINGINAN TERKONTROL UNTUK MENGHASILKAN KRISTAL
BERBENTUK BULAT
Anita Pinalia
Peneliti Bidang Teknologi Propelan, Pusat Teknologi Roket, LAPAN
e-mail: anita_vinel@yahoo.com
Diterima 25 Mei 2011; Disetujui 6 September 2011

ABSTRACT

AP is the solid particles with the largest composition in compossite propellant,


with fractions 60-80%. Rounded particles of AP indirectly gives better performance of
propellant. Therefore we need experiment the crystallization process to produce
rounded AP crystal. In this experiment, crystallization was conducted by using a
controlled cooling system. Cooling is done through two stages and using a different
coolant. The first stage of slow cooling using water (30°C), and continued rapid cooling
with ethylene glycol (-27°C). These experiment generate 45.45 kg AP with a purity
99.67%, 40 mesh crystal size, crystal shape close to round, yield 39.71%.
Keywords: Ammonium perchlorate, Crystallization, Rounded crystal

ABSTRAK

AP merupakan partikel solid pembentuk propelan komposit dengan komposisi


terbesar, kandungannya dalam propelan berkisar 60-80%. Partikel AP berbentuk bulat
secara tidak langsung memperbaiki unjuk kerja propelan. Oleh karena itu, diperlukan
percobaan proses kristalisasi AP untuk menghasilkan kristal berbentuk bulat. Pada
percobaan ini kristalisasi dilakukan dengan metode sistem pendinginan terkontrol.
Pendinginan dilakukan melalui dua tahap dan menggunakan coolant yang berbeda.
Tahap pertama yaitu pendinginan lambat menggunakan air (30°C), dan dilanjutkan
pendinginan cepat dengan ethylene glycol (-27°C). Percobaan ini menghasilkan AP
sebanyak 45,45 kg dengan kemurnian AP 99,67%, ukuran kristal 40 Mesh, bentuk
kristal mendekati bulat, rendemen yang dihasilkan 39,71%.
Kata kunci: Ammonium perklorat; Kristalisasi; Kristal bulat

1 PENDAHULUAN oksidator, katalis laju pembakaran, dan


fuel metal. Dari ketiga komponen tersebut,
AP merupakan oksidator work-
AP yang berperan sebagai oksidator
horse pada propelan padat. Bersifat merupakan komponen dengan kontribusi
stabil, higroskopik, mampu memberikan terbesar, karena kandungannya dalam
performa yang tinggi, dan relatif mudah propelan komposit berkisar 60%-80%,
dalam penanganan (Sarner, 1966). Oleh sedangkan senyawa pembentuk lain
karena itu, AP merupakan oksidator terdiri dari fuel binder (10%-15%), dan fuel
yang paling banyak digunakan dalam metal (15%-20%) (Jain, 2009). Karak-
teknologi pembuatan propelan komposit. teristik partikel AP yang mempengaruhi
Kecepatan pembakaran propelan kecepatan pembakaran propelan di
komposit merupakan faktor utama yang antaranya bentuk dan ukuran partikel.
menentukan performa motor roket. Ukuran AP yang lebih halus akan lebih
Sedangkan kecepatan pembakaran ter- mampu meningkatkan kecepatan pem-
gantung pada karakteristik partikel bakaran dibandingkan ukuran AP yang

124
Kristalisasi Ammonium Perklorat (AP) dengan ......(Anita Pinalia)

kasar. Selain itu, bentuk kristal pun dan kristalisasi dengan cara pendinginan
berpengaruh terhadap sifat balistik. secara “alamiah” dari suhu larutan AP
Kristal AP yang berbentuk persegi 90°C didinginkan hingga 30°C. Sistem
jika dicampur membentuk propelan pendinginan tersebut memiliki kecen-
memungkinkan setiap butiran kristal derungan membentuk kristal AP ber-
membentuk suatu garis ke arah tertentu bentuk jarum (needle crystal). Selain itu,
dan tidak merata, sehingga dalam propelan kemurnian kristal yang dihasilkan relatif
terdapat banyak rongga kosong. Hal ini rendah yaitu 97%, sehingga diperlukan
menyebakan kecepatan pembakaran pemurnian (rekristalisasi) untuk men-
tidak merata di sepanjang propelan dapatkan kemurnian yang lebih tinggi,
padat. yaitu antara 99,5% hingga 100%. Dengan
Kristal AP berbentuk bulat lebih sistem pendinginan terkontrol diharapkan
disukai dalam pembuatan propelan, mampu mempengaruhi pertumbuhan
karena bentuk partikel yang bulat lebih kristal sehingga lebih mengarah pada
mudah dicampur membentuk padatan bentuk bulat, dengan tingkat kemurnian
propelan. Setiap partikel akan mengisi yang diinginkan tanpa harus dilakukan
rongga-rongga kosong satu dengan yang rekristalisasi.
lain, sehingga porositas propelan semakin
kecil. Semakin kecil porositas propelan, 2 LANDASAN TEORI
semakin padat propelan yang terbentuk, 2.1 Ammonium Perklorat (AP)
kecepatan pembakaran pun semakin
AP merupakan kristal tidak ber-
merata. Dengan demikian partikel ber-
warna, dengan densitas 1,95 g/cc index
bentuk bulat dapat meningkatkan efisiensi
refraksi kristal 1,4824 dan 1,4868.
dalam proses pencetakan propelan padat
Refraksi molar 17,22. Dihasilkan dari
yang mampu meningkatkan kinerja
reaksi pertukaran ion antara sodium
motor roket.
perklorat dengan ammonium klorida,
Keuntungan lain dari bentuk bulat
dan dikristalkan dari air sebagai garam
ini adalah bahwa pada pencampuran AP
anhidrat (Schumacher, 1960).
dengan komponen propelan yang lain
Sintesis AP terdiri dari dua tahap,
akan terjadi sedikit gesekan. Gesekan
pertama sintesis elektrokimia sodium
antar partikel-partikel propelan akan
perklorat (NaClO4) dari sodium klorat
menimbulkan panas. Dengan semakin
(NaClO3) dan yang kedua konversi NaClO4
sedikitnya gesekan antar partikel, maka
dalam amonium perklorat (NH4ClO4)
kemungkinan timbulnya panas semakin
yang mengacu pada reaksi:
kecil, dan semakin berkurang pula
kemungkinan terjadinya bahaya ledakan NaClO4+ NH4Cl  NH4ClO4+ NaCl (2-1)
(Kralik, 1970). NH4ClO4 dan NaCl hasil reaksi
Penguasaan teknologi pembuatan double exchange harus dipisahkan pada
AP di Lapan sudah sampai pada keber- tahap kristalisasi (Andric, 2007).
hasilan pembuatan kristal dengan ke- Modifikasi reaksi pembentukan
murnian 99,5% hingga 100%. Tingkat AP sebelumnya telah dikembangkan oleh
kemurnian tersebut sudah memenuhi Schumacher (1960), AP terbentuk dari
spesifikasi yang dibutuhkan untuk hasil reaksi antara ammonia, asam
oksidator propelan. Tetapi masih perlu hidroklorida dan sodium perklorat:
dilakukaan penelitian dan pengembangan
untuk penyempurnaan kualitas kristal NH3+HCl+NaClO4 NH4ClO4+ NaCl (2-2)
AP, yang pada penelitian ini dicoba AP merupakan bahan eksplosif
dengan membuat kristal berbentuk tetapi tidak menunjukkan masalah pe-
bulat. nanganan yang signifikan. Dapat menye-
Kristal AP yang diproduksi Lapan babkan iritasi pada kulit dan selaput
selama ini diperoleh dari proses amoniasi lendir, tetapi relatif tidak berbahaya untuk
125
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 9 No. 2 Desember 2011 : 124-131

kontak dalam waktu singkat (Sarner, kristal kecil maka solubility besar. Oleh
1966). karenanya, jika ada kristal yang ber-
ukuran lebih besar maka kristal akan
2.2 Kristalisasi tumbuh, sedangkan kristal kecil akan
Kristalisasi atau penghabluran terlarut lagi.
ialah peristiwa pembentukan partikel- • Nukleasi Sekunder
partikel zat padat di dalam suatu fase
Merupakan pembentukan inti yang
homogen. Kristalisasi dapat terjadi
sebagai pembentukan partikel padat di dipengaruhi oleh kristal-kristal makros-
dalam uap, seperti dalam pembentukan kopik yang sudah ada di dalam magma.
salju; sebagai pembekuan (solidification) Ada dua macam nukleasi yang dikenal;
di dalam lelehan cair (McCabe, 1999). yang pertama disebabkan oleh geser
Kristalisasi juga merupakan proses fluida, dan yang kedua oleh tubrukan
pemisahan solid-liquid, karena pada antara sesama kristal yang ada atau
kristalisasi terjadi perpindahan massa antara kristal dengan dinding kristalisator
solute dari larutan liquid ke padatan dan impeller putar atau daun agitator
murni pada fasa kristal (Greankoplis, (McCabe, 1999).
1993). Pertumbuhan kristal adalah suatu
Pada prinsipnya kristalisasi ter- proses difusi, yang dimodifikasi oleh
bentuk melalui dua tahap yaitu, nukleasi pengaruh permukaan padat tempat
atau pembentukan inti kristal dan pertumbuhan itu berlangsung. Molekul-
pertumbuhan kristal. Faktor pendorong molekul atau ion-ion zat terlarut men-
untuk laju nukleasi dan laju pertumbuhan capai permukaan kristal yang tumbuh
kristal ialah supersaturasi. Baik nukleasi dengan cara difusi melalui fase zat cair
maupun pertumbuhan tidak dapat ber- (McCabe, 1999).
langsung di dalam larutan jenuh atau
tak jenuh (McCabe, 1999). Inti kristal 3 METODOLOGI PENELITIAN
dapat terbentuk dari beragai jenis partikel:
molekul, atom, atau ion. Karena adanya Penelitian ini dilakukan di Labo-
gerakan dari partikel-partikel tersebut, ratorium AP, yang berlokasi di Lapan
beberapa partikel mungkin membentuk Rumpin. Pada penelitian ini bahan utama
suatu gerombol atau klaster, klaster yang digunakan adalah ammonium klorida
yang cukup banyak membentuk embrio (NH4Cl) sebanyak 130 liter, sodium
pada kondisi leat jenuh yang tinggi perklorat (NaClO4) sebanyak 150 liter
embrio tersebut membentuk inti kristal. dan sodium hidroksida (NaOH) (15%).
Urutan tahap evolusi kristal adalah: Bahan-bahan tersebut direaksikan dalam
Gerombol (klaster)  Embrio  Inti reaktor kristalizer AP yang beroperasi
(Nukleus)  Kristal. secara batch dengan kapasitas 0,14 kg/
Dalam Proses pemisahan padat-cair jam. Reaktor kristalizer dilengkapi dengan
mekanisme nukleasi terbagi 2 kategori, pengering putar yang berfungsi untuk
yaitu: mengeringkan kristal yang dihasilkan.
Selain reaktor kristalizer, beberapa per-
• Nukleasi Primer
alatan lain yang digunakan yaitu, screen
Nukleasi akibat penggabungan mesh untuk mengklasifikasikan ukuran
molekul-molekul solute membentuk klaster kristal, timbangan, mikroskop untuk
yang kemudian tumbuh menjadi kristal. mengamati bentuk kristal yang dihasil-
Dalam larutan supersaturasi, terjadi kan, dan High Performance Liquid Chro-
penambahan solute sehingga mendifusi matography (HPLC) sebagai alat analisis
ke klaster dan tumbuh menjadi lebih kemurnian kristal berbasis ion. Alur
stabil. Ukuran kristal besar, maka proses kristalisasi yang dilakukan dapat
solubility kecil, sebaliknya ukuran dilihat pada Gambar 3-1.
126
Kristalisasi Ammonium Perklorat (AP) dengan ......(Anita Pinalia)

Gambar 3-1:Diagram alir proses kristalisasi AP

Proses penelitian diawali dengan Air pendingin dialirkan ke reaktor


preparasi bahan baku, yaitu pemanasan melalui koil pendingin menggunakan 3
larutan ammonium klorida (NH4Cl) dan pompa dengan flowrate yang berbeda
larutan sodium perklorat (NaClO4) hingga secara bergantian. Yaitu, dengan flowrate
suhu 90°C. Kemudian dilanjutkan dengan 4,5 liter/menit mendinginkan larutan dari
proses amoniasi. Larutan ammonium suhu 90°C menjadi 64,6°C, kemudian
klorida (NH4Cl) dan larutan sodium dengan flowrate 9 liter/menit mendingin-
perklorat (NaClO4) dengan suhu 90°C kan larutan dari suhu 64,6°C menjadi
dialirkan ke reaktor kristalizer serta 59,4°C, dilanjutkan dengan flowrate 15
ditambahkan sodium hidroksida (NaOH) liter/menit, mendinginkan larutan dari
(15%) untuk menjaga pH tetap basa. suhu 59,4°C menjadi 55,4°C. Proses
Selama proses transfer ke reaktor, larutan pendinginan dilanjutkan dengan pen-
ammonium klorida (NH4Cl) dan larutan dinginan cepat menggunakan coolant
sodium perklorat (NaClO4) mengalami ethylene glycol dengan suhu -27°C.
heat loss sehingga suhunya turun Ethylene glycol dialirkan dari chiller ke
menjadi 70°C, untuk menjaga suhu di reaktor melalui 2 buah koil pendingin
reaktor heating chamber pada reaktor dengan flowrate 30 liter/menit, men-
kristalizer dinyalakan. Campuran kedua dinginkan larutan dari 55,4°C hingga
larutan disirkulasi dari reaktor ke 14,8°C. Pada tahap pendinginan ini
heating chamber hingga diperoleh suhu kristal terbentuk.
90°C selama kurang lebih 30 menit. Pada Proses kristalisasi dilanjutkan
tahap ini terjadi sintesis AP dengan reaksi: dengan penanganan kristal yang diper-
NaClO4+ NH4Cl → NH4ClO4+ NaCl oleh, di antaranya pemurnian kadar air,
klasifikasi kristal berdasarkan ukurannya,
Proses dilanjutkan dengan kristali analisa, dan penyimpanan kristal. Pe-
sasi. Kristalisasi dilakukan dengan dua murnian kadar air dilakukan dengan
tahap pendinginan, yaitu pendinginan mengeringkan kristal dalam pengering
lambat menggunakan air pendingin putar pada suhu 120°C, kemudian
dengan suhu 30°C dan ethylene glycol dipisahkan berdasarkan ukurannya meng-
dengan suhu -27°C. gunakan screen mesh 20, 40, dan 60.
127
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 9 No. 2 Desember 2011 : 124-131

Selanjutnya sampel kristal dianalisa dengan yang kontinyu (Wey & Karpinski,
menggunakan HPLC untuk mengetahui 2002). Keuntungan lain dari kristalizer
kemurniannya, sementara bentuknya batch adalah bahwa distribusi ukuran
diamati melalui mikroskop. Kristal ke- kristal atau Crystal Size Distribution
mudian ditimbang dan disimpan dalam (CSD) yang diperoleh lebih sempit. Hal
tempat yang kering dilengkapi dengan ini berarti bahwa ukuran kristal tidak
dehumidifier untuk menjaga kelembab- terlalu bervariasi. Oleh karena itu,
annya. 99,999% kristal yang dihasilkan dalam
penelitian ini berukuran seragam, yaitu
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 40 Mesh.
Syarat mutlak untuk terjadinya
Proses pembuatan kristal AP ber-
kristalisasi adalah adanya supersaturasi
bentuk bulat dengan sistem pendinginan
(keadaan lewat jenuh). Keadaan lewat
terkontrol menghasilkan kristal AP ber-
jenuh dapat dicapai dengan tiga metode.
ukuran 40 Mesh sebanyak 45,42 kg, dan
Jika kelarutan zat terlarut meningkat
ukuran 20 Mesh sebanyak 0,03 kg.
seiring kenaikan suhu, maka larutan
Sehingga total kristal yang diperoleh
jenuh dapat menjadi lewat jenuh hanya
sebanyak 45,45 kg, dengan rendemen
dengan pendinginan. Jika ketergan-
sebesar 39,71%. Melalui metode analisis
tungan kelarutan terhadap suhu relatif
berbasis ion menggunakan HPLC, ke-
kecil, maka kondisi lewat jenuh dapat
murnian kristal yang dihasilkan sebesar
diciptakan dengan cara penguapan. Jika
99,67%. Jika dibandingkan dengan
tidak menghendaki pendinginan atau
kristal AP yang selama ini diproses di
penguapan maka kondisi lewat jenuh
laboratorium Lapan, menggunakan metode
dapat diciptakan dengan penambahan
sistem pendinginan “alamiah,” terlihat
komponen ketiga, yang dikenal dengan
perbedaan bentuk kristal yang signifikan.
proses penggaraman (salting) (McCabe
Kristal dengan sistem pendinginan
1999).
terkontrol ini lebih mengarah ke bentuk
Kelarutan sodium klorida dan AP
bulat, seperti terlihat pada Gambar 4-1.
ditampilkan bersama pada Gambar 4-2.
Pada percobaan ini kristalisasi AP
Kelarutan sodium klorida (simbol segitiga)
dilakukan secara batch, hal ini ber-
hampir konstan di semua temperatur,
dasarkan pertimbangan ekonomis. Untuk
sedangkan kelarutan AP, yang disimbol-
reaktor yang beroperasi dengan kapasitas
kan dengan lingkaran kecil, meningkat
lebih kecil dari 500 kg/jam, kristalizer
tajam dengan naiknya temperatur.
batch lebih ekonomis dibandingkan

(a) (b)
Gambar 4-1: (a) Kristal AP dengan sistem pendinginan terkontrol; (b) Kristal AP dengan
sistem pendinginan “alamiah” (gambar diperoleh dari pengamatan melalui
mikroskop dengan perbesaran 100x)

128
Kristalisasi Ammonium Perklorat (AP) dengan ......(Anita Pinalia)

Untuk mengkristalkan AP dari peroleh supersaturasi AP digunakan


larutan yang mengandung AP dan sodium metode pendinginan.
klorida perlu diketahui profil kelarutan Pada percobaan ini larutan jenuh
bersama (mutual solubility) dari keduanya, dalam kondisi panas diumpankan ke
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar dalam kristalizer yang dilengkapi dengan
4-4. pengaduk dan koil pendingin. Super-
Gambar 4-3 menunjukkan bahwa saturasi terjadi segera setelah pendi-
kelarutan AP sedikit dipengaruhi oleh nginan dimulai, yang akan diikuti dengan
keberadaan sodium klorida. Meskipun nukleasi dan pertumbuhan kristal, sampai
demikian, perilaku utama dari kedua pada akhirnya supersaturasi akan turun.
garam tersebut masih sama dengan CSD produk sangat dipengaruhi oleh
garam murninya, yaitu bahwa kelarutan profil supersaturasi, sehingga laju pen-
AP sangat dipengaruhi oleh temperatur, dinginan menjadi sesuatu yang sangat
sedangkan sodium klorida tidak ter- kritis.
pengaruh. Oleh karena itu, untuk mem-

60

50

40
c (g/100g air)

30

20
AP
10 SK

0
0 20 40 60 80 100 120

T (o C)
Gambar 4-2: Kelarutan AP (AP) murni dan sodium klorida (SK) murni dalam air pada
berbagai temperatur

Gambar 4-3: Kelarutan bersama AP dan sodium klorida dalam air pada berbagai
temperatur (Andrić, 2007)

129
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 9 No. 2 Desember 2011 : 124-131

Jika pendinginan ”alamiah” diguna- tukan inti kristal dapat diminimalisasi


kan, yaitu dengan melewatkan pendingin akibat sistem pendinginan lambat di
melalui jaket atau koil dengan laju alir awal batch, sehingga inti kristal yang
dan temperatur masuk yang konstan, terbentuk tidak terlalu banyak dan
maka temperatur di dalam kristalizer akan dihasilkan kristal yang cenderung meng-
turun secara eksponensial sebagaimana arah ke bentuk bulat, ukuran tidak
digambarkan sebagai garis patah-patah terlalu lembut dengan CSD yang sempit.
pada Gambar 4-4a. Sebaliknya super- Selain itu, pendinginan lambat
saturasi naik dengan cepat di awal batch akan menghambat pertumbuhan kristal
dan mencapai puncak pada saat yang mengakibatkan impuritas tidak
nukleasi terjadi, yaitu setelah melewati ikut terperangkap dalam kristal AP.
batas zona metastabil (garis patah-patah Impuritas tidak hanya berpengaruh pada
pada Gambar 4-4b). Kejadian seperti ini kemurnian, tetapi juga pada bentuk
menyebabkan terjadinya nukleasi yang kristal yang dihasilkan. Impuritas yang
tak terkontrol, dan pada akhirnya akan terperangkap dalam kristal biasanya
dihasilkan kristal dengan ukuran kecil membentuk runcing pada permukaan
dan CSD lebar. kristal, sehingga bentuk kristal yang
Pada percobaan ini sistem pen- diperoleh cenderung bersudut. Pada
dingin menggunakan 2 (dua) jenis coolant, percobaan ini, impuritas juga dimini-
yaitu air pendingin (30°C) dan ethylene malisasi dengan adanya pelarutan
glycol (-27°C). Penggunaan dua jenis kembali kristal yang terbentuk melalui
coolant ini dimaksudkan untuk mengatur sirkulasi dari reaktor kristalizer ke
laju pendinginan agar sistem tetap berada heating chamber selama proses pendingin-
dalam zona metastabil. Proses pen- an berlangsung. Melalui sirkulasi, sudut-
dinginan berlangsung lambat di awal sudut yang terbentuk oleh adanya impu-
batch dan semakin lama semakin cepat, ritas dapat terkikis. Dengan demikian
sebagaimana ditunjukkan oleh kurva selain menghasilkan bentuk kristal yang
garis penuh pada Gambar 4-4a. Profil mendekati bulat, proses ini mampu
supersaturasi pada pendinginan ter- menghasilkan kristal dengan kemurnian
kontrol ini digambarkan sebagai garis cukup tinggi, yaitu 99,67% tanpa perlu
datar pada Gambar 4-4b. dilakukan rekristalisasi.
Dengan sistem pendinginan ter-
kontrol puncak supersaturasi dapat di-
hindari. Pada nukleasi primer pemben-

terkontrol
supersaturasi
Temperatur

terkontrol

alamiah alamiah

Waktu (a) Waktu (b)

Gambar 4-4: Moda pendinginan “alamiah” dan terkontrol dalam kristalizer batch: (a) profil
temperatur, (b) profil supersaturasi (Nývtl et al., 1985)
130
Kristalisasi Ammonium Perklorat (AP) dengan ......(Anita Pinalia)

Pada nukleasi sekunder diperlukan litian ammonium perklorat LAPAN yang


pendinginan cepat untuk menghasilkan telah membantu kegiatan penelitian ini.
kristal dengan ukuran yang tidak terlalu Ucapan terima kasih juga disampaikan
lembut. Karena pada nukleasi sekunder kepada Bapak Dr. Patuan Lam P. Siagian
solute akan mengkristal membentuk yang telah memberikan bimbingan dan
lapisan pada permukaan inti kristal. arahan dalam penyempurnaan karya
Dengan pendinginan cepat, jumlah tulis ilmiah ini.
solute yang mengkristal akan semakin
banyak. DAFTAR RUJUKAN
Tetapi, laju pendinginan yang
Andrić, A.M.Ž., 2007. Crystallization of
tidak optimum pada sistem pendinginan
Ammonium-Perchlorate from Solution
terkontrol yang disertai sirkulasi, dapat
of Electrolytically Produced Sodium-
mengakibatkan minimnya jumlah kristal
yang terbentuk. Hal ini dikarenakan, Perchlorate in a Pilot-Scale Plant.
pendinginan lambat di awal batch me- European Congress of Chemical
minimalisasi jumlah inti kristal yang Engineering, Copenhagen, 16-20
terbentuk, sementara kristal yang ter- September 2007.
bentuk sebagian akan larut saat sirku- Geankoplis, Christiee J., 1993. Transport
lasi berlangsung. Kondisi ini cenderung Processes and Unit Operations, 3rd
mengakibatkan rendemen yang dihasil- edition, India: Asoke K. Ghosh,
kan pada percobaan ini relatif kecil, Prentice-Hall.
yaitu 39,71%. Jain, Sunil, Nandagopal, 2009. Size and
Shape of Ammonium Perchlorate
5 KESIMPULAN and their Influence on Properties of
Composite Propellant Defence,
Kristalisasi AP dengan sistem
Defence Science Journal, 59(3):
pendingin terkontrol memiliki beberapa
294-299.
kelebihan dibanding kristalisasi dengan
Kralik, R.J., 1970. Production of Rounded
sistem pendinginan secara “alamiah”. Di
Ammonium Perchlorate Crystals,
antaranya, mampu mengontrol proses
US Patent No. 3498759.
nukleasi primer sehingga dihasilkan
kristal berbentuk mendekati bulat, McCabe, W.L., Smith, Inc., 1976. Unit
kemurnian yang diperoleh cukup tinggi Operation of Chemical Engineering,
yaitu 99,67% tanpa perlu rekristalisasi, 3rd edition, Tokyo: Mc Graw-Hill
CSD yang terbentuk sangat sempit, Book Company, Kogakusha, Ltd.
ukuran kristal yang terbentuk hampir Nývtl, J., Söhnel, O., Matuchová, M., dan
seragam yaitu sebesar 40 Mesh. Broul, M., 1985. The Kinetics of
Oleh karena rendemen yang di- Industrial Crystallization. New York:
hasilkan masih relatif kecil, yaitu 39,71%, Elsevier Science Publisher.
maka pada penelitian lanjutan akan Sarner, Stanley. F., 1966. Propellant
diteliti pengaruh kecepatan pendinginan Chemistry. New York: Reinhold
serta waktu yang dibutuhkan untuk Publishing Corporation.
pendinginan terhadap rendemen dan Scumacher J.C., 1960. Perchlorates Their
ukuran kristal sehingga diperoleh kondisi Properties, Manufacture and Uses.
optimum untuk menghasilkan rendemen New York: Reinhold Publishing
mencapai 85% dengan variasi ukuran Corporation.
kristal yang diinginkan. Wey, J.S. dan Karpiski, P.H. 2002. Batch
Crystallization. in: Myerson, A.S.
UCAPAN TERIMA KASIH (Ed.), Handbook of Industrial
Penulis menyampaikan terima Crystallization, 2nd ed. Boston:
kasih kepada Ibu Ir. Henny Setyaningsih, Butterworth-Heinamann.
M.Si., Sdr. Ratna Rizki Puspitasari dan
seluruh personil dalam kelompok pene-
131
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 9 No. 2 Desember 2011 : 124-131

124

Anda mungkin juga menyukai