Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

Ginjal adalah organ vital yang mempunyai peran penting dalam mempertahankan
kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit,
dan asam-asam dengan cara filtrasi darah, reabsorpsi selektif air, elektrolit, dan non elektrolit,
serta mengekskresi kelebihannya sebagai urine. Fungsi ekskresi ginjal seringkali terganggu
diantaranya oleh batu saluran kemih yang berdasarkan tempat terbentuknya dibagi menjadi
nefrolithiasis, ureterolithiasis, vesicolithiasis, batu prostat dan batu uretra. Batu saluran kemih
terutama dapat merugikan karena obstruksi saluran kemih dan infeksi yang ditimbulkannya.
Obstruksi dapat menyebabkan dilatasi pelvis renalis maupun kaliks yang dikenal
sebagai hidronefrosis. Batu dapat menyebabkan kerusakan atau gangguan fungsi ginjal
karena menyumbat aliran urine. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, urin akan mengalir
balik kesaluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan
ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal. Pada umumnya
obstruksi saluran kemih sebelah bawah yang berkepanjangan akan menyebabkan obstruksi
sebelah atas. Jika tidak diterapi dengan tepat, obstruksi ini dapat menyebabkan kegagalan
fungsi dan kerusakan struktur ginjal yang permanen, seperti nefropati obstruktif, dan jika
mengalami infeksi saluran kemih dapat menimbulkan urosepsis. Proses ini umumnya
berlangsung lama sekali. Tapi juga bisa mendadak (akut) bila sumbatan secara total. Kasus
hidronefrosis semakin sering didapati. Di Amerika Serikat, insidensinya mencapai 3,1 %, 2,9
% pada wanita dan 3,3 % pada pria. Penyebabnya dapat bermacam – macam dimana
obstruksi merupakan penyebab yang tersering.
Diagnosis klinis sebaiknya didukung oleh prosedur pencitraan yang tepat, pemeriksaan
radiologi dengan menggunakan ultrasonografi akan sangat membantu dalam penanganan
kasus urolithiasis. 

I. UROLITHIASIS
1.1. Definisi.6
Urolithiasis adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih individu terbentuk batu
berupa kristal yang mengendap dari urin. Pembentukan batu dapat terjadi ketika tingginya
konsentrasi kristal urin yang membentuk batu seperti zat kalsium, oksalat, asam urat dan/atau
zat yang menghambat pembentukan batu (sitrat) yang rendah. Urolithiasis merupakan
obstruksi benda padat pada saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan
dan senyawa tertentu.
1.2. Klasifikasi Batu Saluran Kemih (BSK)7
1. Batu Kalsium
Merupakan jenis batu yang paling banyak ditemukan, yaitu 70-80% dari jumlah pasien
BSK. Ditemukan lebih banyak pada laki-laki dan paling sering ditemui pada usia 20-50
tahun. Kandungan batu ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari
keduanya. Berikut adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan terbentuknya batu
kalsium:
 Hiperkalsiuria. Kadar kalsium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi
karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif),
gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria
renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti
pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid.
 Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai
pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat
seperti the, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau
terutama bayam.
 Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam
urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu
kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan
kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen.
 Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium
sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan
hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom
malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
 Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai
penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi
dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan
kalsium dengan oksalat.
2. Batu Infeksi/Struvit
Disebut juga batu infeksi karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya
infeksi saluran kemih. Bakteri dalam saluran kemih mengeluarkan bahan yang dapat
menetralisir asam dalam urin sehingga bakteri berkembang biak lebih cepat dan
mengubah urin menjadi bersuasana basa. Suasana basa memudahkan garam-garam
magnesium, ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium
ammonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit. Terdapat pada sekitar 10-15% dari
jumlah pasien BSK dan lebih banyak pada wanita. Batu struvit biasanya menjadi
batu yang besar dengan bentuk seperti tanduk (staghorn).

(a)
(b)
Gambar 1. Batu kalsium (a) dan batu struvit (b).7

3. Batu Asam Urat


Ditemukan 5-10% pada penderita BSK dan lebih banyak diderita laki-laki. Batu asam
urat banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat
sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik
dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor
yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6,
volume urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria. Gejala dapat timbul dini
karena endapan/kristal asam urat (sludge) dapat menyebabkan keluhan berupa nyeri hebat
(kolik) karena endapan tersebut menyumbat saluran kencing. Batu asam urat bentuknya
halus dan bulat sehingga sering kali keluar spontan. Batu asam urat tidak tampak pada
foto polos.
4. Batu Sistin
Jarang ditemukan, terdapat pada sekitar 1-3% pasien BSK. Merupakan suatu
penyakit yang diturunkan. Batu ini berwarna kuning jeruk dan berkilau. Rasio laki-
laki dibanding wanita adalah 1:1. Batu lain yang juga jarang yaitu Batu Silica dan
Batu Xanthine.
(a) (b)
Gambar 2. Batu urat (a) dan batu sistin (b).2
1.3. Anamnesis.8
Anamnesis yang dilakukan adalah auto anamnesis. Dokter akan menanyakan
beberapa pertanyaan kepada pasien yang mengalami keluhan untuk mengetahui dengan
lebih jelas apakah benar pasien tersebut menderita urolithiasis. Adapun pertanyaan yang
diajukan adalah seputar riwayat penyakit batu, antara lain:
1) Apakah pasien mengalami nyeri pinggang yang menjalar ke arah kemaluan? Jika ya,
kapan saja nyeri itu timbul?
2) Apakah pasien merasakan mual dan muntah?
3) Apakah pasien merasakan nyeri saat buang air kecil?
4) Bagaimana dengan warna urin pasien?
5) Apakah pasien sudah melakukan pemeriksaan terhadap urin (urinalisis)?
6) Apakah pasien sudah pernah menjalani pengobatan terhadap kelainan ini? Jika ya,
pengobatan apa yang sudah pasien lakukan?
7) Adakah keluarga pasien yang memiliki riwayat keluhan yang sama?

1.4. Pemeriksaan Fisik.7


a. Kadang-kadang teraba ginjal yang mengalami hidronefrosis/obstruktif.
b. Nyeri tekan/ketok pada pinggang.
c. Batu urethra sering kali tidak teraba.
d. Pada keadaan akut paling sering ditemukan adalah kelembutan di daerah pinggul
(flank tenderness), ini disebabkan oleh hidronefrosis akibat obstruksi sementara yaitu
saat batu melewati ureter menuju kandung kemih.

1.5. Pemeriksaan Penunjang.9


1) Pemeriksaan laboratorium darah antara lain pemeriksaan darah perifer lengkap dan
fungsi ginjal.
2) Radiografi antara lain:
a. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen dapat menentukan besar, macam dan lokasi batu radiopaque.
Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radiopaque dan paling
sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat
radiolusen.
b. Intravenous Pyelogram (IVP)
IVP dapat menentukan dengan tepat letak batu, terutama batu-batu yang
radiolusen dan untuk melihat fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi
adanya batu semi opaque ataupun batu non opaque yang tidak dapat terlihat oleh
foto polos abdomen. Intravenous pyelography (IVP) memiliki sedikit keuntungan
pada nefrolitiasis, meningkatkan risiko pasien terhadap infusi radiokontras dan
gagal ginjal akut akibat kontras, dan memberikan hanya sedikit informasi
dibandingkan CT helikal tanpa kontras.

c. CT Scan
CT Scan (Computerized Tomography) adalah tipe diagnosis sinar X yang dapat
membedakan batu dari tulang atau bahan radiopaque lain. CT helikal tanpa
kontras adalah teknik pencitraan yang dianjurkan pada pasien yang diduga
menderita nefrolitiasis. Teknik tersebut memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan teknik pencitraan lainnya, antara lain: tidak memerlukan material
radiokontras, dapat memperlihatkan bagian distal ureter, dapat mendeteksi batu
radiolusen (seperti batu asam urat), batu radio-opaque, dan batu kecil sebesar 1-2
mm, dan dapat mendeteksi hidronefrosis dan kelainan ginjal dan intra-abdomen
selain batu yang dapat menyebabkan timbulnya gejala pada pasien.
Pada penelitian yang dilakukan terhadap 100 pasien yang datang ke UGD dengan
nyeri pinggang, CT helikal memiliki sensitivitas 98%, spesifisitas 100%, dan nilai
prediktif negatif 97% untuk diagnosis batu ureter.
d. Retrograde Pielografi (RPG)
Dilakukan bila pada kasus-kasus di mana IVP tidak jelas, alergi zat kontras, dan
IVP tidak mungkin dilakukan.
e. Ultrasonografi (USG)
USG dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada
keadaan-keadaan : alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan
pada wanita yang sedang hamil. USG ginjal merupakan pencitraan yang lebih
peka untuk mendeteksi batu ginjal dan batu radiolusen daripada foto polos
abdomen. Cara terbaik untuk mendeteksi BSK ialah dengan kombinasi USG dan
foto polos abdomen. USG dapat melihat bayangan batu baik di ginjal maupun di
dalam kandung kemih dan adanya tanda-tanda obstruksi urin. Keterbatasan
pemeriksaan ini adalah kesulitan untuk menunjukkan batu ureter, dan tidak dapat
membedakan batu kalsifikasi dan batu radiolusen.
Ultrasonografi memiliki kelebihan karena tidak menggunakan radiasi, tetapi
teknik ini kurang sensitif dalam mendeteksi batu dan hanya bisa memperlihatkan
ginjal dan ureter proksimal. Penelitian retrospektif pada 123 pasien menunjukkan
bahwa, dibandingkan dengan CT Helikal sebagai gold standard, ultrasonografi
memiliki sensitivitas 24% dan spesifisitas 90%. Batu dengan diameter lebih kecil
dari 3 mm juga sering terlewatkan dengan ultrasonografi.
Radiografi Konvensional (kidney-ureter-bladder view) tidak cukup untuk
menegakkan diagnosis karena tidak memperlihatkan batu pada ginjal atau ureter
(walaupun batu radio-opaque kecil) dan tidak memberikan informasi mengenai
kemungkinan adanya obstruksi.11-13

f. Radioisotop
Untuk mengetahui fungsi ginjal secara satu persatu, sekaligus adanya sumbatan
pada gagal ginjal.

3) Investigasi biokimiawi

Pemeriksaan laboratorium rutin, sampel, dan air kemih. Pemeriksaan pH, berat
jenis air kemih, sedimen air kemih untuk menentukan hematuria, leukosituria, dan
kristaluria. Pemeriksaan kultur kuman penting untuk adanya infeksi saluran kemih.
Apabila batu keluar, diperlukan pencarian faktor resiko dan mekanisme timbulnya
batu. Uji kimia darah dan urine 24 jam untuk mengukur kadar kalsium, asam urat,
kreatinin, natrium, pH, dan volume total merupkan bagian dari upaya diagnostik.
Riwayat diet dan medikasi serta riwayat adanya batu ginjal dalam keluarga
didapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu pada
pasien.
1.6. Etiologi
Beberapa faktor yang menjadi etiologi pembentukan batu, antara lain:8
a. Hiperkalsiuria
Kelainan ini dapat menyebabkan hematuria tanpa ditemukan pembentukan batu.
Hematuria diduga disebabkan kerusakan jaringan lokal yang dipengaruhi oleh
agregasi kristal kecil. Peningkatan ekskresi kalsium dalam air kemih dengan atau
tanpa faktor risiko lainnya, ditemukan pada setengah dari pembentukan batu
kalsium idiopatik. Kejadian hiperkalsiuria idiopatik diajukan dalam tiga bentuk
antara lain:
 Hiperkalsiuria absortif
Ditandai oleh adanya kenaikan absorpsi kalsium dari lumen usus. Kejadian ini
paling banyak dijumpai.
 Hiperkalsiuria puasa
Ditandai adanya kelebihan kalsium, diduga berasal dari tulang.
 Hiperkalsiuria ginjal
Diakibatkan kelainan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal.
b. Hipositraturia
Sitrat merupakan suatu inhibitor perbentukan kristal dalam air kemih.
Masukan protein merupakan salah satu faktor utama yang dapat membatasi ekskresi
sitrat. Peningkatan reabsorpsi sitrat akibat peningkatan asam di proksimal dijumpai
pada asidosis metabolik kronik, diare kronik, asidosis tubulus ginjal, diversi ureter
atau masukan protein tinggi. Sitrat pada lumen tubulus akan mengikat kalsium
membentuk larutan kompleks yang tidak terdisosiasi. Hasilnya kalsium bebas untuk
mengikat oksalat berkurang. Sitrat juga dianggap menghambat proses aglomerasi
kristal.
c. Hiperurikosuria
Hiperurikosuria merupakan suatu peningkatan asam urat air kemih yang dapat
memacu pembentukan batu kalsium. Hal ini terjadi pada pasien dengan diet purin
yang tinggi.
d. Penurunan jumlah air kemih
Masukan cairan yang sedikit dapat menimbulkan pembentukan batu dengan
peningkatan reaktan dan pengurangan aliran air kemih.

e. Jenis cairan yang diminum


Minuman soft drink lebih dari 1 liter tiap minggu menyebabkan pengasaman
dengan asam fosfor dapat meningkatkan resiko penyakit batu. Kejadian ini tidak
jelas, tetapi sedikit beban asam dapat meningkatkan ekskresi kalsium dan ekskresi
asam urat dalam air kemih serta mengurangi kadar sitrat air kemih. Jus apel dan jus
anggur juga dihubungkan dengan peningkatan resiko pembentukan batu, sedangkan
kopi, teh, bir, dan anggur diduga dapat mengurangi resiko kejadian batu ginjal.

f. Hiperoksaluria
Ekskresi oksalat air kemih normal di bawah 45 mg/hari (0,5 mmol/hari).
Kontribusi oksalat dan diet disebabkan sebagian garam kalsium oksalat tidak larut di
lumen intestinal. Absorpsi oksalat intestinal dan ekskresi oksalat dalam air kemih
dapat meningkat bila kekurangan kalsium pada lumen intestinal untuk mengikat
oksalat. Peningkatan absorpsi oksalat disebabkan oleh pengikatan kalsium bebas
dengan asam lemak pada lumen intestinal dan peningkatan permeabilitas kolon
terhadap oksalat.
g. Ginjal spongiosa medulla
Pembentukan batu kalsium meningkat pada kelainan ginjal spongiosa,
medulla, terutama pasien dengan predisposisi faktor metabolik hiperkalsiuria atau
hiperurikosuria. Kemungkinan diakibatkan adanya kelainan duktus kolektikus
terminal dengan daerah statis yang memacu presipitasi kristal atau kelekatan epitel
tubulus.
h. Faktor diet
Faktor diet dapat berperan penting dalam mengawali pembentukan batu, misalnya:
 Suplementasi vitamin dapat meningkatan absorpsi kalsium dan ekskresi kalsium.
 Masukkan kalsium tinggi dianggap tidak penting karena hanya diabsorpsi sekitar
6 persen dari kelebihan kalsium yang bebas dari oksalat intestinal. Kenaikan
kalsium air kemih ini terjadi penurunan absorpsi oksalat dan penurunan ekskresi
oksalat air kemih.
i. Dehidrasi
Kurangnya cairan tubuh menyebabkan produksi air seni sedikit dan pekat.

1.7. Faktor Resiko.7


a. Usia
Lebih sering ditemukan pada usia 30-50 tahun.8
b.Jenis kelamin
Jumlah penderita laki-laki lebih banyak tiga kali dibandingkan dengan perempuan.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur anatomi saluran kemih antara laki-laki
dan perempuan serta faktor hormon estrogen yang mencegah terjadinya agregasi
garam kalsium.
c. Aktivitas
Seseorang yang sering berolahraga akan lebih kecil kemungkinan terkena BSK
dibanding orang yang jarang berolahraga.
d. Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum akan mengurangi terbentuknya
batu, sedangkan bila kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urin
akan meningkat dan akan mempermudah pembentukan batu.
e. Makanan
Makanan yang mengandung serat dan protein nabati akan mengurangi timbulnya
pembentukan BSK. Sedangkan konsumsi makanan yang meningkatkan pembentukan
BSK antara lain:
 Makanan tinggi protein dan garam
 Diet tinggi purin (kerang-kerangan, anggur), oksalat (teh, kopi, cokelat, minuman
soda, bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin dan jeroan)
 Makanan tinggi lemak dan protein hewani.
f. Riwayat keluarga
Riwayat anggota keluarga yang sebelumnya pernah menderita BSK akan memberikan
resiko lebih besar timbulnya gangguan/penyakit BSK pada anggota keluarga lainnya.
g. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi
inti pembentukan BSK. Infeksi oleh bakteri yang memecah ureum dan membentuk
amonium akan mengubah pH urin menjadi alkali dan akan mengendapkan garam-
garam fosfat sehingga akan mempercepat pembentukan batu yang telah ada.
h. Iklim dan temperatur/suhu
Individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet
tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D
(memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden BSK akan
meningkat. Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyaknya keringat sehingga
mengurangi produksi urin dan mempermudah pembentukan BSK.
i. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian BSK yang lebih tinggi daripada
daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu).

1.8. Epidemiologi 7
Nefrolitiasis adalah kasus yang sering dijumpai dengan prevalensi 10% pada pria dan
5% pada wanita. Dari penelitian didapatkan bahwa prevalensi penyakit ini semakin
meningkat di Amerika Serikat, dimana survei pada tahun 1988-1994 menunjukkan bahwa
orang dewasa yang berusia 20-74 tahun memiliki prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan
survei pada tahun 1976-1980 (5,2% vs 3,2%).
Peningkatan terjadi pada orang kulit putih tetapi tidak pada ras Afrika maupun Meksiko
di Amerika, lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita, dan meningkat seiring dengan
pertambahan usia.

1.9. Patofisiologi.9
Pembentukan batu ginjal dapat terjadi di bagian mana saja dari traktus
urinarius, tetapi biasanya terbentuk pada dua bagian terbanyak pada ginjal, yaitu di
renal pelvis dan calix renalis. Batu dapat terbentuk dari kalsium, fosfat, atau kombinasi
asam urat yang biasanya larut di dalam urine. Batu dalam pelvis ginjal dapat masuk ke
dalam ureter dan merusak jaringan ginjal. Batu yang besar akan merusak jaringan
dengan tekanan atau mengakibatkan obstruksi, sehingga terjadi aliran kembali cairan.
Kebanyakan batu ginjal dapat terjadi berulang-ulang.
Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran
kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas
penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air
kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang
akan mengakibatkan pembengkakan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa
terjadi kerusakan ginjal. Adapun teori-teori mengenai terbentuknya batu antara lain:
a. Teori inti (nukleus)
Kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urin yang
sudah mengalami supersaturasi.
b. Teori matriks
Matriks organik yang berasal dari serum atau protein-protein urin memberikan
kemungkinan pengendapan kristal.
c. Teori inhibitor kristalisasi
Beberapa substansi dalam urin menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang
rendah atau absennya substansi ini memungkinkan terjadinya kristalisasi.

1.10. Manifestasi Klinis7


Batu dalam saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter), biasanya akan menyebabkan
keluhan sakit. Keluhan yang timbul tergantung dari lokasi batu, dan
besar batu.
1. Rasa Nyeri
Biasanya penderita mengeluhkan rasa nyeri yang berulang (kolik) tergantung dari
letak batu. Batu yang berada di ginjal akan menimbulkan dua macam nyeri, yaitu
nyeri kolik ginjal dan nyeri ginjal bukan kolik. Kolik ginjal biasanya disebabkan
oleh peregangan urinary collecting system (system pelviokalises), sedangkan nyeri
ginjal bukan kolik disebabkan distensi dari kapsul ginjal. Batu ureter akan memberi
gejala kolik ureter, nyeri hebat di daerah punggung atau fosa iliaka yang letaknya
lebih rendah daripada kolik ginjal, dapat menyebar ke atas ke daerah ginjal atau ke
bawah sampai ke testis atau labia mayor.
2. Demam
Demam merupakan tanda adanya kuman yang beredar di dalam darah. Selain
demam, juga terdapat jantung berdebar, tekanan darah rendah dan pelebaran
pembuluh darah di kulit. Demam akibat obstruksi saluran kemih memerlukan
dekompresi secepatnya.
3. Hematuria dan Kristaluria
Sebagian besar penderita batu saluran kemih menderita hematuria. Namun lebih
kurang 10-15% penderita BSK tidak menderita hematuria.
4. Nausea dan Vomiting
Obstruksi saluran kemih bagian atas sering menimbulkan mual dan muntah.
5. Pembengkakkan daerah punggung bawah
Penyumbatan saluran kemih bagian atas yang akut ditandai dengan rasa sakit
punggung bagian bawah. Pada sumbatan yang berlangsung lama, kadang-kadang
dapat diraba adanya hidronefrosis.
6. Infeksi
Biasanya dengan gejala-gejala menggigil, demam, nyeri pinggang, nausea serta
muntah dan disuria. Secara umum infeksi pada batu struvit (batu infeksi)
berhubungan dengan infeksi dari Proteus sp, Pseudomonas sp, Klebsiella sp.

1.11. Komplikasi 10
Komplikasi BSK biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan iritasi yang
berkepanjangan pada urotelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya keganasan yang
sering berupa karsinoma epidermoid.
Sebagai akibat obstruksi, khususnya di ginjal dan ureter dapat terjadi
hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir
dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Bila terjadi pada kedua ginjal, akan timbul
uremia karena gagal ginjal total. Hal yang sama dapat juga terjadi akibat batu kandung
kemih, lebih-lebih bila batu tersebut membesar sehingga juga mengganggu aliran kemih
dari kedua orifisium ureter.

1.12. Penatalaksanaan 7
Berhasilnya penatalaksanaan medis BSK ditentukan oleh lima faktor yaitu:
ketetapan diagnosis, lokasi batu, adanya infeksi dan derajat beratnya, derajat
kerusakan fungsi ginjal, serta tata laksana yang tepat. Terapi dinyatakan berhasil bila:
keluhan menghilang, kekambuhan batu dapat dicegah, infeksi telah dapat dieradikasi
dan fungsi ginjal dapat dipertahankan.
1) Tanpa Operasi
1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5
mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian
diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari
saluran kemih. Beberapa jenis obat yang diberikan antara lain spasmolitika
yang dicampur dengan analgesik untuk mengatasi nyeri, kalium sitrat untuk
memperbaiki pH urin, selulosa fosfat untuk menghambat absorbsi usus,
antibiotika untuk mencegah infeksi, tiazid untuk diuresis dan sebagainya.
2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau batu
kandung kemih tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu
dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui
saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar
menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.
Persyaratan BSK yang dapat ditangani dengan ESWL :
a. Batu ginjal berukuran mulai dari 5 mm hingga 20 mm.
b. Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm.
c. Fungsi ginjal masih baik.
d. Tidak ada sumbatan distal dari batu.
3. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan mengeluarkannya dari
saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih.
Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit
(perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan
memakai energi hidrolik, energi gelombang suara atau energi laser.

2) Tindakan Operasi
1. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang
berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
2. Bedah terbuka
Bedah terbuka meliputi beberapa klasifikasi, antara lain:
 Pielolitotomi atau nefrolitotomi : mengambil batu berukuran besar (batu
staghorn).
 Ureterolitotomi : mengambil batu di ureter.
 Vesikolitotomi : mengambil batu di vesika urinaria.
 Urethrolitotomi : mengambil batu di urethra.
Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotripsor, ESWL, atau cara non bedah
tidak berhasil. Walaupun demikian, sudah tentu untuk menentukan tindak bedah pada suatu
penyakit batu saluran kemih perlu seperangkat indikasi.

Batu ginjal yang terletak di kaliks selain oleh indikasi umum, perlu dilakukan tindak
bedah bila terdapat hidrokaliks. Batu sering harus dikeluarkan melalui nefrolitotomi yang
tidak gampang karena batu biasanya tersembunyi di dalam kaliks.

Batu pelvis juga perlu dibedah bila menyebabkan hidronefrosis, infeksi, atau
menyebabkan nyeri yang hebat. Pada umumnya, batu pelvis terlebih lagi yang berbentuk
tanduk rusa amat mungkin menyebabkan kerusakan ginjal. Operasi untuk batu pielum yang
sederhana disebut pielolitotomi sedangkan untuk bentuk tanduk rusa (staghorn) dengan
pielolitotomi yang diperluas.

Bila batu ureter ukuran 0,4 cm terdapat pada bagian sepertiga proksimal ureter, 80%
batu akan keluar secara spontan, sedangkan bila batu terdapat pada bagian sepertiga distal,
kemungkina keluar spontan 90%.

Patokan ini hanya dipakai bila batu tidak menyebabkan gangguan dan komplikasi.
Tidak jarang batu dengan ukuran 0,4 cm dapat juga menyebabkan gangguan yang
mengancam fungsi ginjal atau sebaliknya, batu dengan ukuran lebih dari 1 cm tidak
menyebabkan gangguan sama sekali dan bahkan keluar secara spontan.

Oleh karena itu, ureterolitotomi selalu didasarkan atas gangguan fungsi ginjal, nyeri
yang sangat yang tidak tertahankan oleh penderita, dan penanganan medis yang tidak
berhasil.

Batu kandung kemih selalu menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu
dilakukan tindakan pengeluarannya. Litotriptor hanya dapat memecahkan batu dalam batas
ukuran 3 cm ke bawah. Batu diatas ukuran ini dapat ditangani dengan ESWL atau
sistolitotomi melalui sayatan Pfannestiel.

Tidak jarang batu uretra yang ukurannya < 1 cm dapat keluar sendiri atau dengan
bantuan pemasangan kateter uretra selama 3 hari, batu akan terbawa keluar dengan aliran air
kemih yang pertama. Batu uretra harus dikeluarkan dengan tindakan uretratomi externa.
Komplikasi yang dapat terjadi sebagai akibat operasi ini adalah striktur uretra.5
1.13. Profilaksis 7
a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah untuk mencegah terjadinya penyakit dengan
mengendalikan faktor penyebab suatu penyakit. Kegiatan yang dilakukan meliputi
promosi kesehatan, pendidikan kesehatan dan perlindungan kesehatan.
 Konsumsi air putih minimal 2 liter per hari akan meningkatkan produksi urin
sehingga mencegah pembentukan kristal urin yang dapat menyebabkan
terjadinya batu.
 Pengaturan pola makan seperti membatasi konsumsi daging, garam dan
makanan tinggi oksalat (sayuran berwarna hijau, kacang, coklat), dan
sebagainya.
 Olahraga, terutama bagi yang pekerjaannya lebih banyak duduk.

b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengurangi keparahan penyakit dengan
melakukan diagnosis dan pengobatan dini.
 Untuk jenis penyakit yang sulit diketahui kapan penyakit timbul, diperlukan
pemeriksaan teratur (check-up).
 Pemeriksaan urin dan darah dilakukan secara berkala, bagi yang pernah
menderita BSK sebaiknya dilakukan setiap tiga bulan atau minimal setahun
sekali. Tindakan ini juga untuk mendeteksi secara dini apabila terjadi
pembentukan BSK yang baru.
 Pemberian obat-obatan oral dapat diberikan tergantung dari jenis gangguan
metabolik dan jenis batu.
 Kemoterapi dan tindakan bedah (operasi).

c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier mencakup pembatasan terhadap segala ketidakmampuan
dengan menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera atau ketidakmampuan
sudah terjadi dan menimbulkan kerusakan. Rehabilitasi (seperti konseling
kesehatan) agar orang tersebut lebih berdaya guna, produktif dan memberikan
kualitas hidup yang sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya.
1.14. Prognosis 8
Sekitar 80-85% batu dapat keluar secara spontan. Sekitar 20% pasien membutuhkan
bantuan tenaga medis karena nyeri kolik, ketidakmampuan menjaga keseimbangan elektrolit
tubuh, ISK proksimal, atau ketidak mampuan untuk mengerluarkan abut tersebut.

Prognosis memburuk apabila penyakit batu ginjal disertai dengan berbagai penakit
saluran kemih lainnya. Seperti, pyelonephritis, pyonephrosis, dan urosepsis. Untuk
kekambuhan batu ginjal sebesar 50% dalam jangka waktu 5 tahun dan 70% atau lebih tinggi
persentasenya dalam 10 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

1. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.
h. 718
2. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006. h. 50
3. Akunjee N, Akunjee M. Panduan menghadapi bagi mahasiswa tingkat akhir.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011. h. 11
4. Sukandar E. Nefrologi klinik. Edisi 3. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD; 2006. h. 26-93
5. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi Ke-2. Jakarta: Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia: 2003; 62-65.
6. Kumala P, Komala S, Santoso AH, Sulaiman JR, Rienita Y. Kamus saku kedokteran
Dorland. Edisi ke-25. Jakarta:EGC;2001.h.1140
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-5. Volume 1. Jakarta:Interna Publishing;2009.h.1025-31.
8. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta
kedokteran. Edisi ke-3. Volume 1. Jakarta:Media Aesculapius;2001.h.334-6.
9. R Sjamsuhidajat, Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta:EGC;2004.h.756-
64.
10. Smetzer, Bunner. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi ke-8. Vol.2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001.
11. Enday S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa.
Edisi ke-5. Jilid 3. Jakarta: Interna Publishing; 2009.hal.1011-2.
12. Sjamsuhidajat R, Wim DJ. Buku Ajar Ilmu Bedah: Saluran kemih dan alat kelamin
lelaki. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. hal. 750-60.
13. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku Ajar Pediatri RUDOLPH. Edisi ke-
20. Vol.2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. hal.1547-9.
14. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 919-21.
15. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Erlangga.
2006. h. 167.

Anda mungkin juga menyukai