Abstrak
Transformasi kebudayaan di wilayah Melayu dari suatu keagamaan lokal kepada
sistem keagamaan Islam, lengkap dengan berbagai bentuk pengejawantahan
kebudayaannya. Revolusi agama dalam masyarakat Melayu yang memunculkan
transformasi kebudayaan itu disebabkan beberapa faktor yang inheren atau faktor-faktor
lain yang kemudian secara kental diasosiasikan dengan Islam. Islam ketika harus
diaktualisasikan dalam kebudayaan telah menampilkan wajahnya yang beragam, dan
dalam keragaman kebudayaan Islam yang bersifat regional itu masih tersedia tempat
bagi kebudayaan Islam lokal. Namun, semua keanekaragaman kebudayaan itu
dipersatukan oleh ruh dan bentuk tradisi yang suci yang bersumber dari tauhid. Budaya
Melayu merupakan salah satu dari bentuk budaya Islam yang mempunyai banyak
pendukungnya. Nilai-nilai Islam terlihat dengan jelas dalam berbagai aspek budaya
Melayu. Orang Melayu menjadikan Islam sebagai ruh atau inti kebudayaannya. Hal
inilah yang memunculkan tesis bahwa Melayu identik dengan Islam.
dalam kehidupan orang Melayu dan masuk Islam tersebut sudah diakui
sekaligus memberi warna dalam setiap mempunyai kedudukan yang sama
aspek kehidupannya. dengan orang Melayu lainnya. Bila Cina
Kebudayaan Melayu yang diterima Islam itu kawin dengan orang Melayu
oleh semua golongan orang Melayu, maka anak-anaknya disebut orang
tumbuh dari sejarah perkembangan Melayu, tetapi bila orang Melayu kawin
kebudayaan Melayu itu sendiri, yang selalu dengan Cina yang tidak masuk Islam,
berkaitan dengan tumbuh, berkembang maka anak-anaknya disebut “peranakan
dan runtuhnya kerajaan-kerajaan Melayu, Cina”.
dengan Islam, perdagangan internasional Integrasi adat dan hukum Islam,
dan penggunaan bahasa Melayu. Simbol dalam pandangan orang Melayu
kebudayaan Melayu yang sampai sekarang merupakan suatu keharusan karena adat
ini diakui sebagai referensi bagi identitas tidak boleh bertentangan dengan hukum
Melayu adalah Islam, bahasa Melayu, Islam, bahkan dalam pandangan orang
keramah-tamahan dan keterbukaan.1 Melayu, yang dimaksud dengan istilah
Variasi kebudayaan Melayu di Riau hukum adalah identik dengan hukum
juga menghasilkan variasi dalam identitas Islam yang didasarkan kepada al-Qur’an.
orang Melayu, yaitu sebagai identitas Inilah yang disebut adat sebenar adat dalam
khusus dari identitas Melayu dan budaya Melayu. Hal ini terungkap dalam
merupakan suatu ciri dari ke-Melayuan itu pepatah adat “Dianjak layu, diunggguk mati,
sendiri yang penuh dengan keterbukaan dialih membinasakan, dipindah ia
dan dilandasi oleh prinsip hidup bersama merusakkan”. Prinsip ini tersimpul dalam
dalam perbedaan. Di antara variasi ungkapan ‘adat bersendi syara’ (ungkapan
kebudayaan orang Melayu dan identitas adat Melayu Riau pesisir), ‘adat bersendi
sosial-budaya orang melayu yang syara’, syara’ bersendi kitabullah’ (ungkapan
nampak penting referensi dalam adat Melayu Riau daratan), ‘adat sebenar
interaksi adalah variasi-variasi adat yaitu al-Qur’an dan Sunnah Nabi’
berdasarkan atas lokalitas. (ungkapan adat Melayu Riau Kepulauan).
Predikat Melayu Riau adalah identik Ketiga ungkapan ini menunjukkan suatu
dengan Islam. Apabila ada orang asing – pandangan yang sama, bahwa agama
biasanya orang Cina – yang masuk Islam (Islam) tetap dijadikan pegangan atau
maka dia disebut Cina masuk Islam atau pedoman utama dalam menjalani
masuk Melayu. Dalam hal ini, Cina yang kehidupan di dunia, sekalipun secara
geografis ketiga wilayah tersebut memiliki
1
Suparlan, “Melayu dan Non-Melayu : perbedaan, namun dalam kebudayaan
Kemajemukan dan Identitas Budaya”, dalam mereka memiliki kesamaan nilai yang
Budisantoso, et.al. (penyunting), 1985. Masyarakat
Melayu Riau dan Kebudayaannya. (Pekanbaru : Pemda
dianut. Pepatah adat dengan jelas
Tk I Riau, 1985), hlm. 460-461. menyebutkan:
dalam hakikat emosi orang-orang primitif kepala sebagai hasil dari penyerapan akal
dibandingkan dengan emosi orang terhadap hal-hal yang didapati oleh
moderen. Dalam pandangan Malinowski pancaindera, seperti mata yang melihat,
sebenarnya manusia primitif juga telinga yang mendengar, hidung yang
memiliki kemampuan berfikir logis, mencium, lidah dan kulit yang merasa.
sedangkan mejik itu muncul apabila ada Lebih lanjut, dengan memahami
bahaya, ketidakpastian, besarnya peluang fenomena agama masyarakat Melayu ;
bagi terjadinya sesuatu secara tiba-tiba melalui mata dapat dilihat orang
dan kecelakaan, bahkan dalam bentuk bersembahyang, bersuci, bertaubat,
kehidupan moderen sekalipun, mejik menari, dan lain-lain. Melalui telinga
akan muncul. Mejik diperkirakan akan dapat mendengar orang membaca al-
muncul apabila manusia menemui Qur’an, menyanyi lagu-lagu suci atau
kesenjangan yang besar, ketiadaan membacakan mantera-mantera untuk
pengetahuan atau kekuatan untuk secara menyeru makhluk halus. Melalui hidung
praktis menguasai, dan sebaliknya ia harus dapat mencium bau kemenyan yang
meneruskan pencahariannya. Pandangan dibakar oleh orang Melayu untuk
serupa juga diungkapkan oleh Marret, memanggil makhluk-makhluk halus, dan
bahwa pada saat-saat kritis, baik periodik seterusnya. Masih banyak orang Melayu
maupun sesekali, dalam kehidupan yang menyimpan dan percaya kepada
pribadi dan sosial seseorang, keperluan benda-benda tertentu yang dipandang
untuk memanfaatkan sumber-sumber memiliki kekuatan atau sakti seperti keris,
bantuan yang tak terlihat itu dirasakan3. batu akik, jimat, dan lain-lain. Melalui
Dalam masyarakat Melayu juga panca indera, juga bisa menangkap sikap
berkembang kepercayaan-kepercayaan dan perasaan orang Melayu, seperti sikap
kepada makhluk halus yang dapat takwa, tunduk, hormat, takut, dan
mengganggu jalannya kehidupan, serta sebagainya terhadap kuasa luar biasa. Hal
upaya-upaya yang dilakukan untuk ini terjadi karena adanya anggapan bahwa
‘memanipulasi’ makhluk tersebut melalui kuasa luar biasa dan benda-benda yang
pembacaan jampi-jampi dan mantera- berkaitan dengannya dipandang suci dan
mantera. Kesemua hal ini bisa disebut mampu mendatangkan berkah serta
sebagai ‘fenomena agama’ dalam mampu menolak bahaya dalam
masyarakat Melayu. Dalam ilmu sosial, kehidupan. Secara singkat fenomena
fenomena merupakan suatu abstraksi, agama orang Melayu dapat digambarkan
yaitu suatu gambaran yang terukir dalam sebagai berikut ;
3
Sharifah Maznah Syed Omar, Mitos dan Kelas
Penguasa Melayu, (Pekanbaru : UNRI Press, 1995), hlm.
26-27.
Sistem Ekonomi.
Menganalisa sistem ekonomi
Kepercayaan warisan berdasarkan pendekatan Ilmu
Antropologi berbeda dengan Ilmu
Gambar: Hubungan antara agama Islam, Ekonomi. Dalam pendekatan ekonomi
Islam populer dan warisan kepercayaan moderen penekanan diberikan kepada
dalam masyarakat Melayu Siak. aspek-aspek ekonomi itu sendiri,
sedangkan dalam pendekatan Antropologi
Proses Islamisasi dalam masyarakat perhatian ditumpukan kepada proses
Melayu terjadi secara bertahap dan terus perubahan yang dialami oleh manusia
berlangsung sampai sekarang, dan tahap untuk mencapai tujuan penggunaan.
awal adalah memasukkan unsur-unsur Aspek kemanusiaan menjadi faktor utama
yang berbau Islam serta mengganti bagi peneliti Antropologi. Walau
simbol-simbol lama dengan simbol- bagaimanapun hubungan antara kedua
simbol baru yang lebih sesuai dengan bidang ilmu ini saling terkait dan tidak
ajaran Islam. Kemampuan bertahannya bisa dipisahkan5.
kepercayaan-kepercayaan lama ini, Kegiatan ekonomi suatu masyarakat
karena ia masih dipandang tetap tidak dapat dipisahkan dari latar belakang
fungsional dalam kehidupan dan tidak
bertentangan dengan ajaran Islam secara 4
Mohd. Taib Osman, “Pengislaman Orang-Orang
diametral, apalagi setelah mengalami Melayu : Suatu Transformasi Budaya”, dalam Ahmad
suatu proses Islamisasi sehingga ia Ibrahim, Sharon Siddique & Yasmin Hussein
(penyunting), Islam di Asia Tenggara Perspektif Sejarah
dipandang sah dan benar. Hal ini (terjemahan), (Jakarta : LP3ES, 1989), hlm. 90.
mungkin merupakan suatu konsekwensi 5
Wan Abdul Kadir WanYusof, “Sistem Ekonomi
yang harus diterima dari penyebaran Orang Melayu”, dalam Mohd. Taib Osman (ed.),
Masyarakat Melayu Struktur, Organisasi dan Manifestasi
Islam dikawasan ini yang sangat toleran (Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka, 1989),
terhadap praktik-praktik tersebut. hlm. 90.
ekonomi Melayu. Hal ini mengandung materi harus membantu orang yang
arti bahwa harta yang kita miliki kurang mampu dan bukan menghisapnya
mengandung hak orang lain atau dengan sehingga menjadi semakin miskin.
kekayaan kita membantu orang lain, Sistem ekonomi Melayu juga
menghindari hidup yang individual dan mengandung prinsip penyebaran
pelit. Dalam pandangan orang Melayu, kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
dengan melakukan sedekah/infak itu UU. Hamidy menuturkan, bahwa matinya
berarti telah menyelamatkan harta benda tradisi dagang pada orang Melayu Riau
miliknya atau telah mendatangkan atau Indonesia umum karena adanya
keberkahan bagi kekayaannya. Karena inter vensi dari pihak kolonial yang
apabila ada orang kaya yang pelit, maka melakukan monopoli dan mempersempit
sering dikatakan oleh orang Melayu “akan pintu perdagangan serta memberi hak-
tertimpa musibah, seprti kemalingan, hak istimewa kepada Orang Cina. Ini
terbakar atau lainnya”. Musibah ini adalah awal dari strategi yang diterapkan
dijelaskan sebagai murka Allah terhadap oleh pihak Belanda untuk mematikan
orang yang mampu dan tidak tradisi dagang (pesisir) yang lebih dinamis
menjalankan tanggung jawabnya. Prinsip dari kaum Melayu atau masyarakat
kebersamaan dan tolong menolong ini Indonesia umumnya, dan secara perlahan
tertuang jelas dalam pepatah adat berikut mereka ditarik ke darat untuk menekuni
ini: tradisi agraris (pertanian) yang lebih statis.
Berlaba sama mendapat Dari sinilah kemunduran-kemunduran di
Hilang sama merugi alami oleh Orang Melayu Riau, yang
Hati gajah sama dilapah akhirnya sebagian mereka memiliki ‘karsa
Hati tungau sama dicecah lemah’.
Adanya pemahaman agama Islam
Pepatah di atas dengan tegas yang terfragmentasi dan cenderung
menyiratkan prinsip kebersamaan yang berpijak kepada dalil-dalil yang memberi
harus dibangun dalam kehidupan orang legitimasi kepada keadaan masyarakat
Melayu. Melalui prinsip ini, orang Melayu Melayu yang telah mengalami perubahan
sadar benar bahwa manusia adalah makhluk dan kemunduran – dan ini mungkin juga
sosial yang tidak dapat hidup dengan dilakukan sebagai konvensasi psikologis
sendirinya, melainkan membutuhkan untuk menyesuaikan dengan keadaaan
bantuan orang lain. Oleh karena itu, agar mereka – akhirnya membentuk opini
kehidupan menjadi harmonis, maka budaya Melayu tidak kondusif untuk
prinsip solidaritas dan tolong menolong menciptakan kemajuan. Hal ini terlihat
menjadi penting, artinya setiap elemen jelas, dengan adanya pandangan orang
masyarakat menjalankan fungsinya dan luar terhadap orang Melayu “malas”,
kewajibannya. Orang yang mampu secara sekalipun hal ini jelas sifatnya strereotip.
7
Mahdini, Etika Politik Pandangan Raja Ali Haji 9
Arifin Omar, Bangsa Melayu : Malay Concept of
Dalam Tsamarat al-Muhimmah, (Pekanbaru : Yayasan Democracy and Community. (Singapura, 1993), hlm.
Pusaka Riau, 2000), hlm. 8. 223.
8
Ibid., hlm. 10. 10
Mahdini, Op. Cit., hlm. 43-44.
Kerajaan Siak) sudah mengandung nilai- pandangan dunia barat yang semula
nilai demokratis, karena kekuasaan raja dipengaruhi mitologi Yunani kepada nalar
tidaklah terlalu mutlak, tetapi terbatas, hal dan pencerahan12. Bahkan Wan Abd.
ini bisa dilihat dari struktur pemerintahan Kadir13 mengatakan dengan datangnya
Kerajaan Siak pada masa pemerintahan Islam dalam dunia Melayu, menandakan
Sultan Syarif Hasyim yang berlandaskan Bab orang Melayu telah memasuki tahap
al-Qawa’id yang berarti ‘pintu segala moderen. Pengaruh Islam di dunia
pegangan’11 baik di pusat maupun di Melayu atau Asia Tenggara umumnya
daerah sebagai berikut : (1) Sultan (raja), memang luar biasa, di mana Islam mampu
(2) Dewan menteri (dewan kerajaan), (3) menggeser dan mengganti kedudukan
Hakim polisi, (4) Hakim syariah, (5) agama dan kepercayaan sebelumnya –
Hakim kepala suku atau hinduk. animisme-dinamisme, Hindu-Buddha –
dalam waktu yang relatif singkat.
Integrasi Islam Dalam Budaya Sehingga Anthony Reid14 mengatakan
Melayu Riau. telah terjadi suatu “revolusi agama” di
Masuknya Islam dalam dunia Melayu, kalangan masyarakat Asia Tenggara.
merupakan satu tahapan baru dalam Hampir semua kerajaan di kawasan
perkembangan peradaban Melayu. Dalam Melayu, mulai dari daerah pesisir sampai
pandangan al-Attas Islam telah ke pedalaman secara berangsur-angsur
menimbulkan suatu semangat rasionalisme memeluk Islam, dan sekitar abad ke 15-
dan intelektualisme serta telah menggeser 17, kawasan Asia Tenggara telah
pandangan-pandangan lama yang penuh mencapai puncak Islamisasi.
dengan mitos dan mistis. Pandangan Riau – sama seperti daerah lainnya di
serupa juga diajukan oleh Najib, bahwa Nusantara – pada awalnya juga berada di
Islam telah mampu mengubah kehidupan bawah pengaruh agama Hindu-Buddha,
sosio-budaya dan tradisi kerohanian terutama agama Buddha telah
masyarakat Melayu-Indonesia. Kedatangan memainkan peranan yang penting pada
Islam merupakan pencerahan bagi kawasan masa Kerajaan Sriwijaya. Masuknya Islam
Asia Tenggara, karena Islam sangat di daerah Riau – khususnya di Siak – di
mendukung intelektualisme yang tak duga berasal dari Melaka yang menganut
terlihat pada masa Hindu-Budhha.
Perpindahan masyarakat Melayu- 12
S.M. Naquib al-Attas, Prelimary Statement on a
Indonesia dari sistem keagamaan dan General Theory of Islamization of The Malay-Indonesia
Archipelago,
budaya Hindu-Buddha kepada Islam (Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka,
disamakan Najib dengan perubahan 1969), hlm. 4-7.
13
Wan Abdul Kadir WanYusof, Op. Cit., hlm. 97.
14
Anthony Reid, Dari Ekspansi Hingga Krisis, Jaringan
11
Hasan Yunus (alih aksara), Bab al-Qawa’id, Perdagangan Global Asia Teng gara 1450 – 1680
(Pekanbaru : Yayasan Pusaka Riau, 2000) (terjemahan), (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1999).
mata persoalan geneologis, tetapi yang Pada sisi kedua, yaitu perilaku (attitude)
terpenting merupakan wilayah kultural orang Melayu banyak memuat nilai-nilai
yang merupakan ‘state of mind’, demikian yang sama dengan yang diajarkan oleh
juga dengan Islam merupakan ‘state of Islam. Seperti budaya malu dalam
mind’. Pertemuan Islam dengan budaya masyarakat Melayu, sebelumnya orang
Melayu – meminjam istilah Yusmar Yusuf malu karena telah melanggar ketentuan
– terjadi pada ‘padang datar’ yang lebih adat. Setelah Islam datang pemahaman
berimbang sehingga tidak ada yang ini dilur uskan orang malu karena
‘terjajah’ – ini berbeda dengan yang terjadi melanggar ketentuan-ketentuan agama di
di Jawa, pertemuan Islam dengan budaya samping ketentuan-ketentuan adat yang
Jawa terjadi pada ‘padang miring’, Islam tidak bertentangan dengan agama. Dalam
berada di bawah (little tradition), bidang perdagangan berlaku adil dan jujur
sedangkan budaya Jawa berada di atas terhadap konsumennya. Begitu juga sikap
(great tradition)18, dan Islam (yang berada memuliakan tamu atau pendatang sudah
di bawah) harus secara perlahan-lahan menjadi kebiasaan orang Melayu yang
menggerogoti budaya Jawa (yang berada juga diajarkan oleh Islam. Dari sikap
di atas) agar ia tetap eksis. Bahkan inilah timbulnya toleransi dalam pribadi
pertemuan Islam dengan budaya Melayu Melayu, dan mewujudkan hubungan
merupakan suatu bentuk akomodasi dan antar-etnik yang baik. Dari segi
hubungan timbal balik (reciprocal) di mana berpakaian, pakaian orang Melayu sudah
Islam sudah diMelayukan atau Melayu lama mengenal pakaian yang menutup
yang sudah di Islamkan. Integrasi Islam aurat atau dalam istilah Melayu disebut
dalam budaya Melayu dalam istilah Tenas ‘baju kurung’ yang dipakai oleh laki-laki
Effendy disebut ‘persebatian’ (satu dan perempuan, dan ini jelas sejalan
kesatuan yang sangat kokoh dan tidak dengan yang diajarkan oleh Islam19. Baju
mungkin dipisahkan), yang dalam ini dinamakan ‘baju kurung’ karena ia
ungkapan adat diibaratkan sebagai dikurung oleh syari’ah (hukum Islam) dan
berikut; ciri baju kurung ialah, menutup aurat,
Bersebatinya mata putih dengan mata hitam bahannya tidak terlalu tipis, dan tidak
Rusak mata putih binasa mata hitam membentuk lekuk tubuh (terlalu sempit).
Rusak mata hitam binasa mata putih Salah satu perwujudan yang
Bukan seperti bersebati kuku dengan daging memperlihatkan bahwa Melayu identik
Kuku bisa maju, daging tetap tinggal
Bukan seperti aur dengan tebing dengan Islam dan yang memadukan
Aur menumpang ke tebing antara ide-ide agama dan politik terlihat
Sedang tebing tidak menumpang ke aur dari lambang yang dipakai oleh
Kesultanan Siak. Lambang Kesultanan
18
Rachmat Subagya, Agama Asli Indonesia, (Jakarta:
Sinar Harapan, 1981). 19
Q.S. 7 : 26.
Siak ini berwujud dua kata nama Nabi berbagai unsur budaya baik dari India,
Muhammad, yang ditulis dalam huruf Cina, Arab, dan belakangan Eropa –
Arab-Melayu, Posisi tulisan Muhammad juga mengarifi berbagai perbedaan
itu dibuat bertindihan atau bertangkup yang terjadi. Sikap seperti ini muncul
sehingga lambang Kesultanan Siak adalah sebagai konsekwensi logis dari
dinamakan ‘Muhammad Bertangkup’20. letak bumi Melayu (khususnya Riau)
yang berada pada lintas persilangan
Kesimpulan. budaya. Di sini telah terjadi
Berpindahnya orang Melayu kepada pertemuan dua cara berfikir (the
Islam dipandang sebagai tahap awal thinking way), sehingga Islam lebih
kemoderenan di dunia Melayu, dan mudah diserap dan diterima oleh
menjadikan masyarakat ini memiliki orang Melayu.
semangat egaliterianisme, intelektualisme, c. Banyaknya nilai-nilai budaya Melayu
dan rasionalisme. Kerajaan Siak adalah yang memiliki persamaan dengan
salah satu kerajaan yang berada di bawah nilai-nilai yang dibawa oleh Islam,
kekuasaan imperium Melaka, dan Siak seperti kepercayaan kepada yang
juga dipandang sebagai pewaris yang sah ghaib, sikap malu, menghormati
dari tradisi kekuasaan Melaka-Johor. tamu, dan sebagainya. Di samping itu,
Proses pengislaman kerajaan Siak tentu Islam yang masuk ke Siak adalah
saja tidak bisa dilepaskan dari jasa Melaka. Islam Sunni (yang disebut juga
Cepatnya Orang Melayu Siak atau Riau dengan Islam tradisional) yang lebih
umumnya berpindah kepada Islam, yang mentoleran kepercayaan-keparcayaan
sebelumnya menganut agama Hindu atau lama.
Buddha, disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain ;
a. Proses Islamisasi dimulai dari
kalangan atas, yakni raja atau sultan Daftar Kepustakaan
beserta keluarga kerajaan.
b. Islam sebagai agama universal
menghormati dan menghargai Abdul Samad Ahmad. Sulalat al-Salatin –
berbagai perbedaan, baik perbedaan Sejarah Melayu. Kuala Lumpur:
pandangan, aliran, pendapat, dan Dewan Bahasa dan Pustaka, 1986.
sebagainya yang dipandang sebagai Ahmad Ibrahim, Sharon Siddique &
suatu hikmah. Demikan juga dengan Yasmin Hussein (Penyunting).
budaya Melayu, sebagai budaya yang Islam di Asia Tenggara Perspektif
universal – yang telah menyerap Sejarah (terjemahan). Jakarta:
LP3ES, 1989.
20
Amir Luthfi, Op. Cit., hlm. 130.
Amir Luthfi. Hukum dan Perubahan Rachmat Subagya. Agama Asli Indonesia.
Struktur Kekuasaan Pelaksanaan Jakarta: Sinar Harapan, 1981.
Hukum Islam dalam Kesultanan Reid, Anthony. Dari Ekspansi Hingga
Melayu Siak 1901 – 1942. Krisis, Jaringan Perdagangan Global
Pekanbaru: Susqa Press, 1991. Asia Teng gara 1450 – 1680
Arifin Omar. Bangsa Melayu: Malay Concept (terjemahan). Jakarta: Yayasan
of Democracy and Community. Obor Indonesia, 1999.
Singapura: t.p., 1993. S. Budisantoso, et.al. (Penyunting).
Hasan Yunus (alih aksara). Bab al-Qawa’id. Masyarakat Melayu Riau dan
Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, Kebudayaannya. Pekanbaru: Pemda
2000. Tk I Riau, 1985.
Hussin Mutalib. Islam Etnisitas Perspektif S.M. Naquib al-Attas. Prelimary Statement
Politik Melayu (terjemahan). on a General Theory of Islamization
Jakarta: LP3ES, 1995. of The Malay-Indonesia Archipelago.
Mahdini. Etika Politik Pandangan Raja Ali Kuala Lumpur: Dewan Bahasa
Haji Dalam Tsamarat al-Muhimmah. dan Pustaka, 1969.
Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, S.M. Naquib al-Attas. Islam dalam Sejarah
2000. dan Kebudayaan Melayu
Mohd. Jamil Mukmin. Melaka Pusat (terjemahan). Bandung: Mizan,
Penyebaran Islam di Nusantara. 1990.
Kuala Lumpur: Nurin Enterprise, Sharifah Maznah Syed Omar. Mitos dan
1994. Kelas Penguasa Melayu. Pekanbaru:
Mohd. Taib Osman (ed.). Masyarakat UNRI Press, 1995.
Melayu Struktur, Organisasi dan Syaiful Muzani (ed.). Pembangunan dan
Manifestasi. Kuala Lumpur: Kebangkitan Islam di Asia Tenggara.
Dewan Bahasa dan Pustaka, 1989. Jakarta: LP3ES, 1993.
Muchtar Luthfi, Soewardi MS. & Wan Taufik Abdullah & Sharon Siddique
Ghalib, et.al. (Penyunting). Sejarah (eds.). Tradisi dan Kebangkitan Islam
Riau. Pekanbaru: Pemda Tk. I di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES,
Riau, 1977. 1988.
Muhammad Yusoff Hashim (Penyelenggara). T.D. Situmorang & A. Teeuw. Sejarah
Hikayat Siak. Kuala Lumpur: Dewan Melayu. Jakarta: Balai Pustaka,
Bahasa dan Budaya, 1992. 1952.