Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sepanjang sejarahnya, di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan hingga
ada kesan di masyarakat bahwa “ganti menteri, ganti kurikulum”. Perubahan kurikulum pada
dasarnya memang dibutuhkan manakala kurikulum yang berlaku (current curriculum)
dipandang sudah tidak efektif dan tidak relevan lagi dengan tuntutan dan perkembangan
jaman dan setiap perubahan akan mengandung resiko dan konsekuensi tertentu.
Perubahan kurikulum yang berskala nasional memang kerapkali mengundang
sejumlah pertanyaan dan perdebatan, mengingat dampaknya yang sangat luas serta
mengandung resiko yang sangat besar, apalagi kalau perubahan itu dilakukan secara tiba-tiba
dan dalam waktu yang singkat serta tanpa dasar yang jelas.
Oleh karena itu, dalam rangka menemukan model kurikulum yang sesuai di sekolah,
seyogyanya di sekolah dibentuk tim pengembang kurikulum tingkat sekolah yang bertugas
untuk memanage kurikulum di sekolah. Memang saat ini, di sekolah-sekolah sudah ditunjuk
petugas khusus yang menangani kurikulum (biasanya dipegang oleh wakasek kurikulum).
Namun pada umumnya mereka cenderung disibukkan dengan tugas -tugas yang hanya
bersifat rutin dan teknis saja, seperti membuat jadwal pelajaran, melaksanakan ulangan umum
atau kegiatan yang bersifat rutin lainnya. Usaha untuk mendesain, mengimplementasikan, dan
mengevaluasi serta mengembangan kurikulum yang lebih inovatif tampaknya kurang begitu
diperhatikan.
Dari pernyataan tersebut di atas, maka kelompok kami mengambil judul “MODEL
DAN ORGANISASI PENGEMBANGAN KURIKULUM”.

Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum?
2. Bagaimana perbandingan model-model kurikulum?
3. Apa yang dimaksud dengan organisasi kurikulum?
4. Bagaimana peranan guru dalam pengembangan kurikulum?
5. Apa saja jenis model dan organisasi kurikulum yang pernah diterapkan di Indonesia?

Tujuan Penulisan

ii
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan model pengembangan
kurikulum.
2. Untuk mengetahui perbandingan model-model kurikulum.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan organisasi kurikulum.
4. Untuk mengetahui peranan guru dalam pengembangan kurikulum.
5. Untuk mengetahui jenis model dan organisasi kurikulum apa saja yang pernah
diterapkan di Indonesia.

Sistematika Penulisan

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I .........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN .....................................................................................................................1
Latar Belakang ...........................................................................................................................1
Rumusan Masalah ......................................................................................................................1
Tujuan Penulisan.........................................................................................................................1
Sistematika Penulisan ...............................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN ........................................................................................................................2
2.1 Model Pengembangan Kurikulum .......................................................................................3
2.2 Membandingkan Model-Model Kurikulum .........................................................................8
2.3 Organisasi Kurikulum ..........................................................................................................9
2.4 Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum ..............................................................17
Jenis Model dan Organisasi Kurikulum yang Pernah Diterapkan di Indonesia ......................19
BAB III.....................................................................................................................................23
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................................23
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................23
Saran ........................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................25
27

BAB II
PEMBAHASAN

ii
2.1 Model Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai faktor maupun aspek,
seperti cara berfikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya dan sosial), proses
pengembangan, kebutuhan peserta didik, lingkup (scope) dan urutan (sequence) bahan
pelajaran, kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan. Pengemabangan
kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendesain (designing),
menerapkan (implementation), dan mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum.

Dalam pengembangan kurikulum dapat diidentifikasi berdasarkan basis apa yang akan
dicapai dalam kurikulum tersebut, seperti alternatif yang ditekankan pada kebutuhan mata
pelajaran, peserta didik, penguasa kompetensi suatu mata pekerjaan, kebutuhan masyarakat
atau permasalahan sosial. Ada beberapa model pengembangan kurikulum yang akan
dikemukakan dalam bahasan ini diantaranya:

a. Model Ralph Tyler

Tyler menggunakan 4 tahapan yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum


yang meliputi:

1. Menentukan Tujuan Pendidikan

Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai sumber dalam penentuan tujuan
pendidikan menurut Tyler yaitu : 1) kebutuhan peserta didik sebagai individu, 2)
masyarakat dan 3) berpusat pada bahan pelajaran (subject matter).selanjutnya dlam
penentuan tujuan khusus maka filosofi pendidikan dan psikologi belajar merupakan
landasan yag dijadikan dasar dalam penentuan tujuan khusus. Ada lima faktor yang
dijadikan arah dalam penentuan tujuan pendidikan, diantaranya: pengembangan
kemampuan berfikir, membantu memperoleh informasi, pengembangan sikap
masyarakat, pengembangan minat peserta didik, dan pegembangan sikap sosial.

2. Menentukan Proses Pembelajaran

Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses pembelajaran
adalah persepsi dan latar belakang kemampuan peserta didik. Dalam proses
pembelajaran akan terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungan atau
sumber belajar yang tujuannya untuk membentuk sikap, pengetahuan dan
keterampilan sehingga menjadi perilaku yang utuh. Proses pembelajaran merupakan
salah satu sub komponen yang harus difasilitasi dan dibimbing oleh guru. Penentuan

ii
kegiatan belajar dikembangkan berdasarkan pada tujuan yang lebih umum ke khusus
berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan.

3. Menentukan Organisasi Isi atau Bahan Pembelajaran

Bahan yang dipelajari peserta didik diorganisasi pada unit-unit yang dapat
menggambarkan suatu urutan pengalaman serta dapat memudahkan dalam
implementasi dan memberikan gambaran terhadap evaluasi pembelajaran.
Mengorganisasi pengalaman belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah
satunya adalah dengan pengembangan bentuk vertikal dan horizontal serta
kesinambungan.

4. Menentukan Evaluasi Pembelajaran

Penilaian harus dirancanakan, dilaksanakan dan ditindaklanjuti oleh guru berdasarkan


pada asas-asas penilaian yang berlaku. Secara sistem penilaian ini harus berfungsi
sebagai proses pengumpulan, pelaporan, dan pengumpulan informasi tentang peserta
didik.

b. Model Administratif

Pengembangan kurikulum ini sering disebut juga dengan istilah dari atas ke bawah
(Top down) atau lini staf (Line-staff procedure), artinya pengembangan kurikulum ini
dimulai dengan langkah pertama dari para pejabat tinggi atas membuat keputusan dan
kebijakan berkaitan dengan pengembangan kurikulum, tim ini sekaligus sebagai tim
pengarah dalam pengembangan kurikulum. Langah kedua adalah membentuk suau panitia
pelaksana atau komisi untuk mengembangkan kurikulum yang didukung oleh beberapa
anggota yang terdiri dari para ahli, yaitu ahli pendidikan, kurikulum, disiplin ilmu, tokoh
masyarakat, tim pelaksana pendidikan dan pihak dunia kerja.

Tim ini bertugas untuk mengembangkan konsep-konsep umum, landasan, rujukan,


maupun strategi pengembangan kurikulum yang selanjutnya menyusun kurikulum secara
operasional berkaitan dengan pengembangan atau perumusan tujuan pendidikan maupun
pembelajaran.

Selanjutnya kurikulum yang sudah selesai disusun kemudian diajukan untuk diperiksa
dan diperbaiki oleh tim pengarah. Setelah mendapat perbaikan atau penyempurnaan,

ii
maka kurikulum tersebut perlu diujicobakan secara nyata di beberapa sekolah yang
dianggap representatif.

Supaya ujicoba tersebut menghasilkan masukan yang efektif maka diperlukan


kegiatan mentoring dan evaluasi yang fungsinya untuk memperbaiki atau
menyempurnakan berdasarkan pelaksanaan di lapangan. Kurikulum ini merupakan
kuikulum yang bentuknya seragam yang bersifat sentralisasi, sehingga kurang sesuai jika
diterapkan dalam dunia pendidikan yang menganut asas desenralisasi dengan demikian
bentuk pendidikannya akan bersifat tidak demokratis dan bukan berdasarkan inisiatif dari
pihak pelaksana atau dari bawah.

c. Model Grass Roots

Dalam prosesnya pengembangan kurikulum ini harus diawali dari gagasan guru-guru
sebagai pelaksana pendidikan di sekolah. Bahkan pihak porofesional, orang tua siswa, dan
unsur mayarakat dapat terlibat dalam pengembangan model kurikulum ini. Ada beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum model Grass Roots,
diantaranya 1) guru harus memiliki kemampuan yang professional, 2) guru harus terlibat
penuh dalam perbaikan kurikulum, 3) guru harus terlibat langsung dalam perumusan
tujuan, pemilihan bahan dan penentuan evaluasi, 4) seringnya pertemuan kelompok dalam
pembahasan kurikulum akan berdampak pada pemahaman guru dan akan menghasilkan
consensus tujuan, prinsip maupun rencana-rencana.

d. Model Demonstrasi

Menurut Smith, Stanley, dan Shroes, ada dua bentuk model pengembangan ini.
Pertama, sekelompok guru dari satu sekolah atau dari beberapa sekolah yang diorganisasi
atau ditunjuk untuk melaksanakan suatu ujicoba atau eksperimen suatu kurikulum. Kedua,
dari beberapa orang guru yang merasa kurang puas tentang kurikulum yang sudah ada,
kemudian guru-guru tersebut mengadakan eksperimen, ujicoba dan mengadakan
pengembangan secara mandiri.

Ada beberapa kebaikan dalam penerapan model pengembangan ini, diantaranya


adalah 1) kurikulum ini akan lebih nyata dan praktis karena dihasilkan melalui proses
yang telah diuji dan diteliti secara ilmiah, 2) perubahan kurikulum dalam skala kecil atau

ii
pada aspek yang lebih khusus kemungkinan kecil akan ditolak oleh pihak administrator,
akan berbeda dengan perubahan kurikulum yang sangat luas dan komplek, 3) hakekat
model demonstrasi berskala kecil akan terhindar dari kesenjangan dokumen dan
pelaksanaan di lapangan, 40 model ini akan menggerakan sumber-sumber administrasi
untuk memenuhi kebutuhan dan minat guru dalam mengembangkan program yang baru.

e. Model Miller-Seller

Model pegembangan kurikulum Miller-Seller merupakan pengembangan kurikulum


kombinasi dari model transmisi (Gagne) dan model transaksi (Taba&Robinson) yang
terdiri dari beberapa komponen.

1. Klarifikasi Orientasi Kurikulum

Orientasi ini merefleksikan pandangan filosofis, psikologis dan sosiologis terhadap


kurikulum yang seharusnya dikembangkan. Klarifikasi orientasi kurikulum
berdasarkan pada transmisi, transaksi, dan rasformasi.

2. Pengembangan Tujuan

Tujuan umum dalam konteks ini adalah merefleksikan pandangan orang (Image
person) dan pandangan (Image) kemasyarakatan.

3. Identifikasi Model Mengajar

Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan, yaitu:

a. Disesuaikan berdasarkan secara tujuan umum maupun tujuan khusus

b. Struktur harus sesuai dengan kebutuhan siswa.

c. Guru yang menerapkan kurikulum ini harus sudah memahami secara utuh,
sudah dilatih, dan mendukung model.

d. Tersedia sumber-sumber yang esensial dalam pengembangan model.

ii
4. Implementasi

Implementasi sebaiknya harus dilaksanakan berdasarkan komponen-komponen


program studi, identifikasi sumber, peranan, pengembangan professional, penetapan
waktu, komunikasi dan sistem mentoring.

f. Model Taba’s (Inverted model)

Menurut Taba bahwa guru harus aktif penuh dalam pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum yang dilakukan guru dan memposisikan guru sebagai inovator
dalam pengembang kurikulum merupakan karakteristik dalam model pengembangan
Taba’s. dalam pengembangannya lebih bersifat induktif dan berbeda dengan model
tradisional. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Mengadakan unit-unit eksperimen bersama dengan guru-guru

Unit eksperimen ini harus dirancang melalui tahapan sebagai berikut :

a. Mendiagnosis kebutuhan

b. Merumuskan tujuan khusus

c. Memilih isi

d. Mengorganisasi isi

e. Memilih pengalaman belajar

f. Mengorganisasi pengalaman belajar

g. Mengevaluasi

h. Melihat sekuens dan keseimbangan (Taba, 1962:347)

2. Menguji unit eksperimen

Pegujian dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan kepraktisan sehingga dapat
menghimpundata bagi penyempurnaan.

3. Mengadakan revisi dan konsolidasi

ii
Perbaikan dan penyempurnaan dilakukan berdasarkan pada data yang dihimpun
sebelumnya. Selain perbaikan dan penyempurnaan dilakukan juga konsolidasi yaitu
penarikan kesimpulan hal-hal yang bersifat umum tentang konsistensi teori yang
digunakan langkah ini dilakukan secara berama-sama dengan koordinator kurikulum
maupun ahli kurikulum. Produk dari langkah ini adalah berupa teaching learning unit
yang telah teruji di lapangan.

4. Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum (Developing a Framework)

Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang
lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu harus dikaji oleh para ahli hukum.

5. Implementasi dan Desimasi

Dalam langkah ini dilakukan penerapan dan penyebarluasan program ke daerah dan
sekolah-sekolah dan dilakukan pendataan tentang kesulitan serta permasalahan yang
dihadapi guru-guru dilapangan.

2.2 Membandingkan Model-Model Kurikulum


Berikut ini adalah perbandingan model-model kurikulum dilihat dari beberapa aspek :

Aspek Subject Centered Unit Situation Centered Unit


Sumber - Konsep kesatuan sebagai - Konsep kesatuan sebagai keterpaduan
Kurikulum karakteristik dari isi mata atau integritas siswa dalam
pelajaran lingkungannya secara menyeluruh
- Bersumber dari bidang - Bersumber dari kebutuhan siswa,
mata pelajaran yang berdasarkan kemampuan potensi siswa.
tersusun - Berdasarkan aktivitas guru dan siswa.

Tujuan - Sering kali bukan - Tuntutan lebih luas dan komprehensi


Pembelajaran berdasarkan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan siswa,
siswa maupun tuntutan lingkungan dan pembentukan
masyarakat. kompetensi.
- Bersifat umum yang - Bersifat individual tetapi
seragam untuk semua memperhatikan aspek kelompok.
siswa.

Bentuk - Bahan disusun secara logis - Pengorganisasian berdasarkan hari ini


Organisasi berdasarkan dari bentuk sekarang tidak meninggalkan
sede`rhana ke kompleks. pengalaman masa lalu untuk
- Berpusat pada hal-hal yang membentuk menyelesaikan masalah
sudah ada atau yang disamping memprediksi masa yang
sedang terjadi dengan akan datang.
referensi masa sekarang - Pengorganisasian fleksibel yang
dan masa yang akan dikembangkan untuk individual,
datang. kelompok.

ii
- Bentuk organisasi lebih - Bentuk perencanaan secara terperinci,
bersifat seragam untuk fleksibel yang diorientasikan pada
semua siswa. pembentukan integritas.
- Menggunakan pendekatan kontruktivis.

Implementasi - Menitikberatkan pada - Menitikberatkan pada partisipasi dan


aktivitas guru saja. tanggung jawab murid.
- Menekankan pada - Belajar secara fungsional dengan
pembelajaran hafalan tidak menggunakan pendekatan analitis.
berlandaskan pada teori - Menggunakan berbagai prinsip belajar
belajar gestalt. modern.
- Sangat formal dan kaku - Mengembangkan aspek ilmiah,
terhadap pengembangan kreativitas dan totalitas.
kegiatan. - Menggunakan teori belajar gestalt.

Evaluasi - Bentuk evaluasi sempit - Penilaian lebih komprehensif dan


dan lebih periodik. terpadu dengan menggunakan teknik
- Tidak memperhatikan dan proseder evaluasi handal.
aspek individual siswa.

2.3 Organisasi Kurikulum


Organisasi kurikulum, yaitu pola atau bentuk bahan pelajaran disusun dan
disampaikan kepada murid-murid, merupakan suatu dasar yang penting sekali dalam
pembinaan kurikulum dan bertalian erat dengan tujuan program pendidikan yang hendak
dicapai, karena bentuk kurikulum turut menentukan bahan pelajaran, urutannya dan cara
menyajikannya kepada murid-murid. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam
organisasi kurikulum, diantaranya :
1. Ruang Lingkup (scope)
Setiap pola kurikulum memiliki ruang lingkup materi pembelajaran yang berbeda.
Organisasi kurikulum berdasarkan mata pelajaran lingkup materi pelajarannya cenderung
menyajikan bahan pelajaran yang bersumber dari kebudayaan dan informasi atau
pengetahuan hasil temuan masa lalu yang telah tersusun secara logis dan sistematis.
Sedangkan organisasi kurikulum integritas lingkup materi pelajarannya diambil dari
masyarakat maupun aspek siswa (minat, bakat, dan kebutuhan).
2. Urutan bahan (sequence)
3. Kontinuitas
Kontinuitas kurikulum dalam organisasi perlu diperhatikan, terutama berkaitan dengan
substansi bahan yang dipelajari siswa, jangan sampai terjadi ada pengulangan ataupun
loncat-loncat yang tidak jelas tingkat kesukarannya. Pendekatan spiral merupakan salah
satu upaya dalam menerapkan faktor ini, artinya materi yang dipelajari siswa semakin

ii
lama semakin mendalam yang dikembangkan berdasarkan keluasan secara vertikal
maupun horizontal.
4. Keseimbangan
Keseimbangan bahan pelajaran perlu dipertimbangkan dalam organisasi kurikulum.
Semakin dinamis perubahan dan perkembangan dalam ilmu pengetahuan, sosial budaya
maupun ekonomi akan berpengaruh terhadap dimensi kurikulum. Ada dua aspek yang
haru selalu diperhatikan dalam keseimbangan pada organisasi kurikulum : 1)
keseimbangan terhadap substansi bahan atau isi kurikulum; 2) keseimbangan yang
berkaitan dengan cara atau proses belajar. Keseimbangan substansi isi kurikulum harus
dilihat secara komprehensif untuk kepentingan siswa sebagai individu, tuntutan
masyarakat maupun kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Aspek
estetika, intelektual, dan moral, sosial-emosional, personal, religius, seni-apresiasi dan
kinestetik, semuanya harus terakomodasi dalam isi kurikulum.
5. Keterpaduan (integrated)
Alokasi waktu yang dibutuhkan dalam kurikulum harus menjadi bahan pertimbangan
dalam organisasi kurikulum. Bahn pelajaran yang dipelajari siswa perlu dikemas dan
diklasifikasi dalam bentuk desain kurikulum.
Secara umum ada 3 bentuk organisasi kurikulum, antara lain sebagai berikut :
a. Kurikulum Berdasarkan Mata Pelajaran (Subject Curriculum)
Subject Curriculum berarti kurikulum yang terdiri atas sejumlah mata pelajaran atau
disebut juga subject-centered curriculum yang artinya kurikulum yang berpusat pada mata
pelajaran. Adapun jenis-jenis kurikulum ini adalah sebagai berikut :
1. Mata Pelajaran Terpisah (Separated Subject Curriculum)
Bentuk kurikulum memiliki karakteristik yang sangat sederhana dan mudah
dilaksanakan. Mata pelajaran yang terpisah-pisah (separated subject curriculum)
bertujuan agar generasi muda mengenal hasil-hasil kebudayaan dan pengetahuan umat
manusia yang telah dikumpulkan secara berabad-abad, agar mereka tak perlu mencari dan
menemukan kembali dengan apa yang telah diperoleh dari generasi terdahulu (S.
Nasution, 1986).
Secara fungsional, bentuk kurikulum ini mempunyai kekurangan dan kelebihan,
kekurangan pola mata pelajaran yang terpisah-pisah (separated subject curriculum), yaitu:
a. Bahan pelajaran diberikan atau dipelajari secara terpisah-pisah, yang
menggambarkan tidak ada hubungannya antara materi satu dengan yang lainnya.
b. Bahan pelajaran yang diberikan atau yang dipelajari siswa tidak
bersifat aktual.

ii
c. Proses belajar lebih mengutamakan aktivitas guru sedangkan siswa
cenderung pasif.
d. Bahan pelajaran tidak berdasarkan pada aspek permasalahan sosial
yang dihadapi siswa maupun kebutuhan masyarakat.
e. Bahan pelajaran merupakan informasi maupun pengetahuan dari
masa lalu yang terlepas dengan kejadian masa sekarang dan yang akan datang.
f. Proses dan bahan pelajaran sangat kurang memperhatikan bakat,
minat dan kebutuhan siswa.
Sedangkan kelebihan pola mata pelajaran yang terpisah-pisah (separated subject
curriculum), yaitu :
a. Bahan pelajaran disusun secara sistematis, logis, sederhana
dan mudah dipelajari.
b. Dapat dilaksanakan untuk mewariskan nilai-nilai dan
budaya terdahulu.
c. Kurikulum ini mudah diubah dan dikembangkan.
d. Bentuk kurikulum ini mudah dipola, dibentuk, didesain
bahkan mudah untuk diperluias dan dipersempit sehingga mudah disesuaikan dengan
waktu yang ada.
e. Kurikulum ini mudah dinilai
f. Kurikulum ini lebih memudahkan guru
Bahan pelajaran yang sifatnya informasi sebagian besar akan diperoleh siswa dari
buku pelajaran. Siswa akan lebih banyak menghafal dalam mempelajari pengetahuan yang
sifatnya terlepas-lepas, sehingga kemampuan siswa kurang berkembang dan cenderung
kurang mengoptimalkan potensi siswa sebagai individu.

2. Mata Pelajaran Gabungan (Correlated Curriculum)


Para pendidik yang melihat kelemahan-kelemahan separate-subject curriculum dan
merasa tidak puas dengan kurikulum itu berikhtiar mencari jalan untuk memberikan
kepada murid pengalaman-pengalaman yang ada hubungannya. Korelasi kurikulum
merupakan penggabungan dari mata pelajaran yang sejenis secara insidental.
Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam pola kurikulum ini, kekurangannya
adalah :
a. Bahan pelajaran yang diberikan kurang sistematis serta kurang begitu
mendalam

ii
b. Kurikulum ini kurang menggunakan bahan pelajaran yang aktual yang
langsung berhubungan dengan kehidupan nyata siswa.
c. Kurikulum ini kurang memperhatikan bakat, minat dan kebutuhan
siswa.
d. Apabila prinsip penggabungan belum dipahami kemungkinan bahan
pelajaran yang disampaikan masih terlampau abstrak.
Sedangkan kelebihan pola mata pelajaran gabungan (correlated curriculum) adalah :
a. Bahan bersifat korelasi walau sebatas beberapa mata
pelajaran.
b. Memberikan wawasan yang lebih luas dalam lingkup satu
bidang studi.
c. Menambah minat siswa berdasarkan korelasi mata pelajaran
yang sejenis.
Dalam korelasi kurikulum masih memungkinkan guru akan lebih banyak memberikan
substansi prinsip-prinsip dan generalisasi, sehingga guru dapat menyampaikan materi atau
membimbing siswa untuk mempelajari bahan pelajaran secara utuh (dalam lingkup broad
fileld) dan dapat meningkatkan daya tarik siswa terhadap pelajaran tersebut.

3. Kurikulum Terpadu (Integrated Curriculum)


Integrated Curriculum meniadakan batas-batas antara berbagai-bagai mata pelajaran
dan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan. Keterpaduan ini
dapat dicapai melalui pemusatan pelajaran pada satu masalah tertentu dengan alternatif
pemecahan melalui berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran yang diperlukan.
Kurikulum ini memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar secara kelompok
maupun secara individu, lebih memberdayakan masyarakat sebagai sumber belajar,
memungkinkan pembelajaran bersifat individu terpenuhi, serta dapat melibatkan siswa
dalam mengembangkan program pembelajaran.
Bahan pelajaran yang dipelajari siswa dirumuskan dalm pokok bahasan berupa topik
atau pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang
diajukan. Proses pembelajaran lebih bersifat fleksibel disesuaikan dengan kemampuan dan
potensi siswa, sehingga tidak mengharapkan hasil pembelajaran yang sama dari semua
siswa. Jika dilihat dari prosesnya maka kurikulum ini dalam pengembangannya lebih
banyak dipercayakan pada guru, orang tua maupun siswa itu sendiri.
Ada beberapa kekurangan dan kelebihannya dalm kurikulum bentuk ini. Kelebihan
dalam kurikulum ini adalah :

ii
a. Mempelajari bahan pelajaran melalui pemecahan masalah dengan
cara memadukan beberapa mata pelajaran secara menyeluruh dalam menyelesaikan
suatu topik atau permasalahan.
b. Memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar sesuai dengan
bakat, minat dan potensi yang dimilikinya secara individu.
c. Memberikan kesempatan pada siswa untuk menyelesaikan
permasalahan secara komprehensif dan dapat mengembangkan belajar secara
bekerjasama (cooperative).
d. Mempraktekkan nilai-nilai demokrasi dalam pembelajaran.
e. Memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar secara maksimal.
f. Memberikan kepada siswa untuk belajar berdasarkan pada
pengalaman langsung.
g. Dapat membantu meningkatkan hubungan antar sekolah dengan
masyarakat.
h. Dapat menghilangkan batas-batas yang terdapat dalam pola
kurikulum yang lain.
Sedangkan kekurangan dalam kurikulum ini, antara lain :
a. Kurikulum dibuat oleh guru dan siswa sehingga
memerlukan kesiapan dan kemampuan guru secara khusus dalam pengembangan
kurikulum seperti ini.
b. Bahan pelajaran tidak disusun secara logis dan sistematis.
c. Bahan pelajaran tidak bersifat sederhana.
d. Dapat memungkinkan kemampuan yang dicapai siswa akan
berbeda secara mencolok.
e. Kemungkinan akan memerlukan biaya, waktu dan tenaga
yang banyak, oleh karena itu perlu adanya pengorganisasian yang lebih optimal
sehingga dapat mengurangi kekurangan-kekurangan tersebut.
Secara ideal hasilnya dalam kurikulum ini dapat memberikan kemampuan siswa yang
terintegritas yang menggambarkan manusia yang harmonis sesuai dengan kebutuhan
masyarakat maupun sesuai dengan tuntutan potensi siswa. Kemampuan dalam
memecahkan masalah secara ilmiah merupakan bagian dari karakteristik pembelajaran
dalam kurikulum ini.

4. Kurikulum Inti (Core Curriculum)

ii
Kurikulum inti merupakan bagian dari kurikulum terpadu (integrated curriculum).
Beberapa karakteristik yang dapat dikaji dalam kurikulum ini adalah : 1) kurikulum ini
direncanakan secara berkelanjutan (continue) selalu berkaitan dan direncanakan secara
terus menerus; 2) isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian dari
pengalaman yang saling berkaitan; 3) isi kurikulum selalu mengambil atas dasar masalah
maupun problema yang dihadapi secara aktual; 4) isi kurikulum cenderung mengambil
atau mengangkat substansi yang bersifat pribadi maupun sosial; 5) isi kurikulum ini lebih
difokuskan berlaku untuk semua siswa, sehingga kurikulum ini sebagai kurikulum umum
tetapi subtansinya bersifat problema, pribadi, sosial, dan pengalaman yang terpadu.
Topik-topik yang dapat diangkat dalam kurikulum ini selalu berkaitan dengan
beberapa disiplin ilmu dan lingkungan, misalnya topik-topik sebagai berikut :
a. Penanggulangan penyebaran virus flu burung (Avian Influenza/AI).
b. Hakikat demokrasi dalam berbangsa dan bernegara.
c. Penanggulangan limbah bagi kehidupan manusia.
d. Pentingnya pelestarian sumber alam bagi kehidupan manusia.
e. Memahami fungsi atom untuk perdamaian dunia.
f. Kesiapan untuk berumah tangga.
g. Hakikat pornografi dan pornoaksi.
h. Membentuk kemampuan berkomunikasi yang efektif.
i. Kajian terhadap pola industri dan jasa dalam pertumbuhan ekonomi.
Masih banyak topik lain dalam kurikulum ini yang dapat dibahas dan diangkat sebagai
topik problema dalam pembelajaran, tetapi dalam implementasinya tidak lepas dari
prinsip-prinsip maupun karakteristik yang telah dikemukakan di atas.

b. Social Functions dan Persistent Situations


Social functions merupakan bagian dari kurikulum terpadu, kurikulum ini didasarkan
atas analisis kegiatan-kegiatan manusia dalam masyarakat. Sebagai modifikasi dari social
functions adalah persistent life situations, kajian substansi dalam kurikulum bentuk ini lebih
mendalam dan terarah. Dalam persistent life situations karakteristiknya adalah situasi yang
diangkat senantisa yang dihadapi manusia dalam hidupnya, masa lalu, saat ini dan masa yang
akan datang.
Kecakapan hidup adalah sebagai pengetahuan yang luas dan interaksi kecakapan yang
diperkirakan merupakan kebutuhan esensial bagi manusia dewasa untuk dapat hidup secara
mandiri di masyarakat. Pendidikan yang berorientasi pada pengembangan kecakapan hidup
(life skills) merupakan bagian dalam pengembangan kurikulum terpadu, karena

ii
pengembangan kecakapan hidup seharusnya tidak berdiri sendiri melainkan terintegritas
dengan disiplin ilmu atau mata pelajaran yang lain. Supaya tidak dangkal, maka substansi
pengembangan kecakapan hidup harus terpadu dengan beberapa mata pelajaran yang sesuai
dengan struktur kurikulum di sekolah tersebut, jadi bukan sekedar pendidikan keterampilan
atau vokasional dasar yang terpiah-pisah. Kalsifikasi kecakapan hidup (Depdiknas, 2005)
dapat dilihat dari bagan sebagai berikut :

Kesadaran sebagai
makhluk Tuhan,
Kesadar
an Diri Kesadaran akan
Kecakapan potensi diri dan
Hidup
Kecakapan untuk
menggali informasi
Kecakap Kecakapan mengolah
an informasi dan
Berpikir mengambil
Rasional keputusan
Kecakapan
memecahkan
masalah secara arif
Kecakapan dan kreatif.
Hidup Kecakapan
Generik mendengarkan

Kecakap Kecakapan membaca.


an
Komunik
asi Kecakapan berbicara.
Kecakapan menulis
Kecakapan pendapat atau
Sosial gagasan.
Kecakapan sebagai
Kecakap teman kerja yang
KECAKA an menyenagkan
PAN Bekerjas
ama Kecakapan sebagai
pimpinan yang
Kecakapan
mengidentifikasi

Kecakapan
Akademik Kecakapan

Kecakap Kecakapan
an Hidup merancang dan

Kecakapan Kecakapan vokasional


Vokasional dasar dan

ii
Dalam kehidupan nyata bahwa kecakapan-kecakapan tersebut harus saling
melengkapi, sehingga menjadi terpadu sebagai kompetensi dan performance individu yang
melibatkan aspek fisik, mental, sosial-emosional, dan intelektual.

c. Experience atau Activity Curriculum


Experience Curriculum sering disebut juga dengan activity curriculum, kurikulum ini
cenderung mengutamakan kegiatan-kegiatan atau pengalaman-pengalaman siswa dalm rangka
membentuk kemampuan yang terintegritas dengan lingkungan maupun dengan potensi siswa.
Kurikulum ini pada hakekatnya siswa berbuat dan melakukan kegiatn-kegiatan yang sifatnya
vokasional tetapi tidak meniadakan aspek intelektual atau akademik siswa. Salah satu
karakteristik dari kurikulum ini adalah untuk memberikan pendidikan keterampilan atau
kejuruan tetapi di dalamnya tercakup pengembangan kemampuan intelektual dan akademik
yang berkaitan dengan aspek keterampilan atau kejuruan tersebut. Dengan demikian siswa
belajar tidak hanya bersifat manual tetapi bersifat reaktif dan problematic sesuai dengan
keterampilan yang sedang dipelajarinya.
Ada 4 tipe pembelajaran proyek yang dapat dikembangkan dalam activity curriculum
di antaranya :
1. Construction on creative project
Pembelajaran ini bertujuan untuk mengembangkan ide-ide atau merealisasikan suatu
ide dalam suatu bentuk tertentu misalnya membuat payung, membuat tas dengan mode
tertentu, menulis gagasan atau surat, atau menciptakan permainan.
2. Appreciation on enjoyment project
Pembelajran ini bertujuan menikmati pengalaman-pengalamn dalam bentuk apresiasi
atau estetis (estetika), misalnya menyaksikan permainan drama, mendengarkan musik,
menghayati gambar hasil seni, mendengarkan cerita, atau membaca karangan.
3. The problem project
Pembelajaran ini bertujuan untuk memecahkan masalah yang bersifat intelektual tetapi
ada substansi terdapat keterampilannya (vokasional), misalnya bagaimana penaggulangan
penyebaran flu burung? Permasalahan tersebut membutuhkan jawaban yang bersifat
intelektual, tetapi tidak menutup kemungkinan dibahas tentang bagimana cara
membersihkan kandang unggas dengan cara simulasi.
4. The drill or specific project
Pembelajaran ini bertujuan untuk memperoleh beberapa item atau tingkat
keterampilan, misalnya bagaimana mengoperasikan kamera digital, bagaimana cara
menulis makalah yang benar, dan sebagainya.

ii
2.4 Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum
Dilihat dari segi pengelolaannya, pengembangan kurikulum dapat dibedakan antara
yang bersifat sentralisasi. desentralisasi. dan sentral-desentral. Dalam pengembangan
kurikulum yang besifat sentralisasi, kurikulum disusun oleh suatu tim khusus di tingkat pusat.
Kurikulum bersifat uniform untuk seluruh negara, daerah, atau jenjang/jenis sekolah. Tujuan
utama pengembangan kurikulum yang uniform ini adalah untuk menciptakan persatuan dan
kesatuan bangsa, serta memberikan standar penguasaan yang sama bagi seluruh wilayah.
Model pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi mempunyai beberapa kelebihan
dan kelemahan. Kelebihannya adalah selain mendukung terciptanya persatuan dan kesatuan
bangsa, dan tercapainya standar minimal penguasaan/perkembangan anak, juga model ini
mudah dikelola, dimonitor, dan dievaluasi, serta lebih hemat dilihat dari segi biaya, waktu,
dan fasilitas. Sedangkan kelemahannya antara lain :
1. Menyeragamkan kondisi yang berbeda-beda keadaan dan tahap perkembangan
intelek, alam dan sosial budayanya, sukar sekali. Penyeragaman dapat menghambat
kreativitas, dapat memperlambat kemajuan sekolah yang sudah mapan, dan menyeret
perkembangan sekolah yang masih terbelakang.
2. Ketidakadilan dalam menilai hasil. Dalam kurikulum yang seragam, penilaian
sering dilakukan secara seragam pula. Yang dimaksudkan dengan seragam dalam
penilaian yaitu kesamaan di dalam segi yang dinilai, prosedur dan alat penilaian serta
standar penilaian.
3. Penggunaan standar yang sama untuk semua sekolah di seluruh wilayah akan
memberikan gambaran hasil yang beragam dan menunjukkan adanya perbedaan yang
sangat ekstrem.
Terlepas dari pro dan kontra, kelebihan dan kekurangannya kita akan mencoba melihat
peranan guru di dalamnya. Peranan guru baik dalam model sentralisasi mupun desentralisasi
dapat dilihat dalam tiga tahap, yaitu tahap perancangan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengembangan kurikulum pada tahap perancangan berkenaan dengan seluruh kegiatan
menghasilkan dokumen kurikulum atau kurikulum tertulis. Pelaksanaan kurikulum atau
disebut juga implementasi kurikulum, meliputi kegiatan menerapkan semua rancangan yang
tercantum dalam kurikulum tertulis. Evaluasi kurikulum merupakan kegiatan menilai
pelaksanaan dan hasil-hasil penggunaan suatu kurikulum.
1. Peranan guru dalam pengembangan kurikulum yang besifat sentralisasi
Dalam kurikulum yang bersifat sentralisasi, guru tidak mempunyai peranan dalam
perancangan, evaluasi kurikulum yang bersifat makro, mereka lebih berperan dalam

ii
kurikulum mikro. Guru menyusun kurikulum dalam bidangnya untuk jangka waktu satu
tahun, satu semester, satu catur wulan, beberap minggu atau pun beberapa hari saja.
Menjadi tugas gurulah menyusun dan merumukan tujuan yang tepat, memilih dan
menyusun bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat dan tahap perkembangan
anak, memiliki metode dan media mengajar yang bervariasi, serta menyusun program dan alat
evaluasi yang tepat.
Implementasi kurikulum hampir seluruhnya bergantung pada kreativitas, kecakapan,
kesungguhan, dan ketekunan guru. Guru hendaknya mampu memilih dan menciptakan
situasi-situasi belajar yang menggairahkan siswa, mampu memilih dan melaksanakan metode
mengajar yang sesuai dengan kemampuan siswa, bahan pelajaran, dan banyak mengaktifkan
siswa.
Guru juga berkewajiban untuk menjelaskan kepada para siswanya tentang apa yang
akan dicapai dengan pengajarannya. Ia juga hendaknya melakukan upaya untuk
membangkitkan motivasi belajar, menciptakan situasi kompetitif dan kooperatif, memberikan
pengarahan dan bimbingan. Guru memberikan tugas-tugas individual atau kelompok yang
akan memperkaya dan memperdalam penguasaan siswa. dalam kondisi ideal, guru juga
berperan sebagai pembimbing, berusaha memahami secara seksama potensi dan kelemahan
siswa, serta membantu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa.
2. Peranan guru dalam pengembangan kurikulum yang besifat
desentralisasi
Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah maupun kelompok sekolah tertentu
dalam suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukkan bagi suatu sekolah atau
lingkungan wilayah tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini didasarkan atas
karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan sekolah atau sekolah-
sekolah tersebut.
Bentuk kurikulum seperti ini mempunyai kelemahan dan kelebihan, kelebihan-
kelebihannya antara lain :
1. Kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan pekembangan masyarakat setempat.
2. Kurikulum sesuai dengan tingkat dan kemampuan sekolah, baik kemampuan
profesional, finansial, maupun manajerial.
3. Disusun oleh guru-guru sendiri, dengan demikian sangat memudahkan dalam
pelaksanaannya.
4. Ada motivasi kepada sekolah (kepala sekolah, guru) untuk mengembangkan
diri, mencari dan menciptakan kurikulum yang sebaik-baiknya, dengan demikian akan
terjadi semacam kompetisi dalam pengembangan kurikulum.

ii
Adapun kelemahannya adalah sebagai berikut :
1. Tidak adanya keseragaman.
2. Tidak adanya standar penilaian yang sama.
3. Adanya kesulitan bila terjadi perpindahan siswa ke sekolah/wilayah lain.
4. Sukar untuk mengadakan pengelolaan dan penilaian secara nasional.
5. Belum semua sekolah/daerah mempunyai kesiapan untuk menyusun dan
mengembangkan kurikulum sendiri.
Dalam kurikulum yang dikelola secara desentralisasi dan sampai batas-batas tertentu
juga yang sentralisasi-desen-sentralisasi, peranan guru dalam pengembangan kurikulum lebih
besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi. Guru-guru turut berpartisipasi,
bukan hanya dalam penjabaran kurikulum induk ke dalam program tahunan/semester/catur
wulan, atau satuan pelajaran, tetapi juga di dalam menyusun kurikulum yang menyeluruh di
sekolahnya.
Karena guru-guru sejak awal penyusunan kurikulum telah diikutsertakan, mereka akan
memahami dan benar-benar menguasai kurikulumnya, dengan demikian pelksanaan
kurikulum di dalam kelas akan lebih tepat dan lancar. Guru bukan hanya berperan sebagai
pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, pengembang, dan juga pelaksana dan
evaluator kurikulum.

Jenis Model dan Organisasi Kurikulum yang Pernah Diterapkan di Indonesia


Banyak ungkapan pertanyaan : “ Mengapa kurikulum di negara kita sering berubah?”,
dan sering juga ada pernyataan jawaban : ” Biasa ganti Menteri, ya ganti kurikulumnya”.
Benarkah demikian ? Mari kita melihat secara global tentang perjalanan sejarah kurikulum
kita.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945,
kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952,
1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan 2004, serta yang terbaru adalah kurikulum 2006.
Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik,
sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab,
kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai
dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional
dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya
pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.

ii
Berikut perjalanan sejarah pengembangan kukulum di negara kita :
1. Kurun waktu 1945 sampai 1968
a. Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam
bahasa Belanda leer plan artinya rencana pelajaran. lebih popular ketimbang
curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari
orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan
ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan
Rencana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan
menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya
memuat dua hal pokok:
1. Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya,
2. Garis-garis besar pengajaran.
Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang
diutamakan adalah : pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap
kesenian dan pendidikan jasmani.
b. Rencana pelajaran terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran
Terurai 1952. "Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu
mata pelajaran," (Djauzak Ahmad, Dirpendas periode1991-1995). Di penghujung era
Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964.
Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Panca
wardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan
dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

2. Kurun waktu tahun 1968 sampai tahun 1999


a. KURIKULUM 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang
dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dengan suatu pertimbangan untuk tujuan pada
pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan
organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengeta huan dasar, dan
kecakapan khusus. Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. "Hanya memuat mata
pelajaran pokok saja," . Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan

ii
dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang
tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
b. KURIKULUM 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien.
Menurut Drs Mudjito; Ak; Msi (Direktur Pemb. TK dan SD Depdiknas).
yang melatar belakangi lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh konsep di bidang
manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,"
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah "satuan pelajaran", yaitu rencana
pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan
instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik.
Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.
c. KURIKULUM 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan
pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut
"Kurikulum 1975 yang disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek
belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active
Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R.
Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986.
Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang
diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.
Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah
suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan
gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhiran
penolakan CBSA bermunculan.
d. KURIKULUM 1994 dan SUPLEMEN KURIKULUM 1999
Kurikulum 1994 merukan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya, terutama kur 19975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan
proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban
belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materi
muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa

ii
daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-
kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum.
Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan
rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi
perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.

3. Kurun waktu 1999 sampai sekarang


a. KURIKULUM 2004
Sebagai pengganti kurikulum 1994 adalah kurikulum 2004, yang disebut dengan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Suatu program pendidikan berbasis
kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu: pemilihan kompetensi yang
sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan
pencapaian kompetensi; dan pengembangan pembelajaran. KBK memiliki ciri-ciri
sebagai berikut : Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara
individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan
keberagaman. Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam
upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Struktur kompetensi dasar KBK
ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan
dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran
tersebut. Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada
setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang
harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”.
Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum
dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian.
Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk
menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil
belajar yang diharapkan?”.
b. KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Pelaksanaan KBK masih dalam uji terbatas, namun pada awal tahun 2006, uji terbatas
tersebut dihentikan. Dan selanjutnya dengan terbitnya permen nomor 24 tahun 2006
yang mengatur pelaksanaan permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi
kurikulum dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan, lahirlah
kurikulum 2006 yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang

ii
menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu jiwanya
desentralisasi sistem pendidikan.
Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan
kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu
mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi
sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran, dihimpun
menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah di bawah binaan dan
pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat.
Pertanyaan yang timbul : ”Apakah sistem pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
dasar dan menengah sekarang, sudah menerapkan suatu proses pembelajaran dan
penilaian yang berorientasi pada kompetensi?”.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah :
1. Ada beberapa model pengembangan kurikulum, yaitu :
a. Model Ralph Tyler

b. Model Administratif

c. Model Grass Roots

d. Model Demonstrasi

e. Model Miller-Seller

f. Model Taba’s (Inverted model)

2. Organisasi kurikulum, yaitu pola atau bentuk bahan pelajaran disusun dan
disampaikan kepada murid-murid, merupakan suatu dasar yang penting sekali dalam
pembinaan kurikulum dan bertalian erat dengan tujuan program pendidikan yang hendak
dicapai.
3. Secara umum ada 3 bentuk organisasi kurikulum, antara lain
1. Kurikulum Berdasarkan Mata Pelajaran (Subject Curriculum)
2. Social Functions dan Persistent Situations
3. Experience atau Activity Curriculum

ii
4. Pengembangan kurikulum ada yang bersifat sentralisasi dan desentralisasi,
peranan guru dalam pengembangan kurikulum bersifat sentralisasi adalah guru tidak
mempunyai peranan dalam perancangan, evaluasi kurikulum yang bersifat makro, mereka
lebih berperan dalam kurikulum mikro. Sedangkan perana guru dalam pengembangan
kurikulum yang bersifat desentralisasi adalah guru bukan hanya berperan sebagi
pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, pengembang, dan juga pelaksan dan
evaluator kurikulum.
5. Jenis kurikulum yang pernah diterapkan di Indonesia adalah sebagai berikut :
a. KurikulumBelanda leer plan
b. KURIKULUM 1968
c. KURIKULUM 1975
d. KURIKULUM 1984
e. KURIKULUM 1994 dan SUPLEMEN KURIKULUM 1999
f. KURIKULUM 2004
g. KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

Saran
Sebagai calon pendidik, kita harus bisa menyikapi perubahan dan perkembangan
kurikulum di Indonesia dengan baik. Selain itu, sebagai calon pendidik pun kita harus
senantiasa kreatif, sehingga nantinya kita bisa mengembangkan kurikulum di Indonesia yang
nantinya akan menghasilkan efektivitas dan efisiensi pendidikan di Indonesia.
Dari sisi pemerintah, sebaiknya pemerintah jangan terlalu sering mengubah-ubah
kurikulum, karena hal tersebut bisa saja membingungkan siswa bahkan guru. Dan pemerintah
pun harus memperhatikan serta mempertimbangkan kemampuan pendidikan di Indonesia
yang cenderung berbeda-beda. Dengan begitu, kualitas pendidikan di Indonesia akan
bertambah baik dan berkualitas tinggi.

ii
DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen MKDP FIP UPI. Kurikulum dan Pembelajaran. 2006. Bandung : Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Sukmadinata, Nana S. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. 2002. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya

Nasution, S. Asas-Asas Kurikulum. 2003. Jakarta : Bumi Aksara

www.gamalielschool.com

www.google.co.id

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………...ii
BAB I .........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN .....................................................................................................................1
Latar Belakang ...........................................................................................................................1
Rumusan Masalah ......................................................................................................................1
Tujuan Penulisan.........................................................................................................................1
Sistematika Penulisan ...............................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN ........................................................................................................................2
2.1 Model Pengembangan Kurikulum .......................................................................................3
2.2 Membandingkan Model-Model Kurikulum .........................................................................8
2.3 Organisasi Kurikulum ..........................................................................................................9
2.4 Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum ..............................................................17
Jenis Model dan Organisasi Kurikulum yang Pernah Diterapkan di Indonesia ......................19
BAB III.....................................................................................................................................23
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................................23
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................23
Saran ........................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................25
27

ii
ii

Anda mungkin juga menyukai