Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Abses mamae adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat
suatu infeksi bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat,
maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan
rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih
yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam
rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel
darah putih inilah yang mengisi rongga tersebut. 1
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong.
Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding
pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah didalam, maka infeksi
bisa menyabar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung
pada lokasi abses.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abses mame adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu
infeksi bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka
akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang
berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang
merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam
rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel
darah putih inilah yang mengisi rongga tersebut. 1
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong.
Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding
pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah didalam, maka infeksi
bisa menyabar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung
pada lokasi abses. 1
Payudara yang terinfeksi seperti jaringan terinfeksi lain, melokalisasi
infeksi dengan membentuk sawar jaringan granulasi yang mengelilinginya.
Jaringan ini akan menjadi kapsul abses, yang terisi dengan pus. Terdapat
benjolan yang membengkak yang sangat nyeri, dengan kemerahan panas dan
edema pada kulit diatasnya. Jika keadaan ini dibiarkan maka pus akan
menjadi berfluktuasi, dengan perubahan warna kulit dan nekrosis. Dalam
kasus seperti ini demam biasa muncul ataupun tidak . pus dapat diaspirasi
denagn spuit dan jarum berlubang besar. Diagnosis banding abses payudara
mencakup galaktokel, fibroadenoma, dan karsinoma. 3
Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang umum
ditemukan pada kulit normal (staphylococcus aureus). Infeksi terjadi
khususnya pada saat ibu menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit
yang rusak, biasanya pada puting susu yang rusak pada masa awal menyusui.
Area yang terinfeksi akan terisi dengan nanah. 3

2
2.2 Anatomi
Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan yaitu jaringan
kelenjar dan jaringan stromal. Jaringan kelenjar meliputi lobus dan duktus.
Sedangkan jaringan stromal meliputi jaringan lemak dan jaringan ikat.
Payudara terdapat dalam fasia superfisialis dinding torak ventral yang
berkembang menonjol tegak dari subklavikula sampai dengan costae atau
intercostae kelima sampai keenam (Haryono et al., 2011; Moore et al., 2009)

3
Gambar 1. Anatomi mammae anterior

Perdarahan jaringan payudara berasal dari arteri perforantes anterior yang


merupakan cabang dari arteri mammaria interna, arteri torakalis lateralis, dan
arteri interkostalis posterior. Sedangkan, sistem limfatik payudara terdiri dari
pleksus subareola dan pleksus profunda. Pleksus subareola mencakup bagian
tengah payudara, kulit, areola dan puting yang akan mengalir kearah kelenjar
getah bening pektoralis anterior dan sebagian besar ke kelenjar getah bening
aksila. Pleksus profunda mencakup daerah muskulus pektoralis menuju
kelenjar getah bening rotter, kemudian ke kelenjar getah bening subklavikula
atau route of Grouzsman, dan 25% sisanya menuju kelenjar getah bening
mammaria interna (Soetrisno,

4
Gambar 2. Sistem limfatik mammae

Persarafan sensorik payudara diurus oleh cabang pleksus servikalis dan


cabang saraf interkostalis kedua sampai keenam sehingga dapat menyebabkan
penyebaran rasa nyeri terutama pada punggung, skapula, lengan bagian
tengah,dan leher (Moore et al.,2009).

5
2.3 Fisiologi
Secara fisiologi, unit fungsional terkecil jaringan payudara adalah asinus.
Sel epitel asinus memproduksi air susu dengan komposisi dari unsur protein
yang disekresi apparatus golgi bersama faktor imun IgA dan IgG, unsur lipid
dalam bentuk droplet yang diliputi sitoplasma sel. Dalam perkembangannya,
kelenjar payudara dipengaruhi oleh hormon dari berbagai kelenjar endokrin
seperti hipofisis anterior, adrenal, dan ovarium. Kelenjar hipofisis anterior
memiliki pengaruh terhadap hormonal siklik follicle stimulating hormone
(FSH) dan luteinizing hormone (LH). Sedangkan ovarium menghasilkan
estrogen dan progesteron yang merupakan hormon siklus haid. Pengaruh
hormon siklus haid yang paling sering menimbulkan dampak yang nyata
adalah payudara terasa tegang, membesar atau kadang disertai rasa nyeri.
Sedangkan pada masa pramenopause dan perimenopause sistem
keseimbangan hormonal siklus haid terganggu sehingga beresiko terhadap
perkembangan dan involusi siklik fisiologis, seperti jaringan parenkim atrofi
diganti jaringan stroma payudara, dapat timbul fenomena kista kecil dalam
susunan lobular atau cystic change yang merupakan proses aging (Soetrisno,
2010; Sabiston, 2011).
2.4 Klasifikasi
Tingkat mastitis ini ada 2 yaitu:
a. Tingkat awal peradangan (non infeksi).
Pada tingkatan ini mastitis sering diakibatkan oleh bendungan ASI. Hal ini
terjadi karena proses menyusui yang tidak berjalan dengan baik, dimana bayi
tidak secara maksimal mendapatkan ASI. Pada peradangan dalam taraf
permulaan penderita hanya merasa nyeri setempat, taraf ini cukup memberi
penyangga pada mammae itu dengan kain tiga segi, agar tidak menggantung
yang memberika rasa nyeri, dan disamping itu perlu diberikan antibiotika.
Dalam hal antibiotika dapat dikemukakan bahwa kuman dari abses yang
dibiakkan dan diperiksa resistensinya terhadap antibiotika ternyata banyak
yang resistensi terhadap penisilin dan streptomisin. Knight dan Nolan dari
Royal Infirmary di Edinburgh mengemukakan bahwa stafilokokus aureus

6
yang dibiakkan, 93% resisten terhadap penisilin dan 55% terhadap
streptomisin, akan tetapi hampir tidak resisten terhadap linkosin dan
oksasilin, yang diberikan 500 mg setiap 6 jam selama 7-10 hari dan kalau
ternyata alergis terhadap obat-obat ini, eritromisin 250 mg per oral 3 kali
sehari selama 10 hari. Bantu agar ibu tetap meneteki, dianjurkan untuk
menyangga payudaranya dan melakukan kompres hangat sebelum meneteki
untuk mengurangi bengkak dan nyeri. Berikan parasetamol 500 mg dan ibu
perlu dievaluasi selama 3 hari. 4
b. Tingkat abses (infeksi)
Infeksi payudara dapat berlanjut menjadi abses. Dari tingkat radang ke
abses berlangsung sangat cepat karena oleh radang duktulus-duktulus menjadi
edematous, air susu terbendung, dan air susu yang terbendung itu segera
bercampur dengan nanah. Gejala abses ini pada ibu yang menderita mastitis
infeksi adalah warna kulit menjadi merah, nyeri bertambah hebat di payudara,
kulit diatas abses mengkilap dan suhu tinggi (39-400C), sehingga ibu
mengalami demam, dan pada pemeriksaan ada pembengkakan, dan dibawah
kulit teraba cairan. Dan bayi dengan sendirinya tidak mau minum pada
payudara yang sakit, seolah-olah dia tahu bahwa susu yang sebelah itu
campur nanah. Didaerah payudara ini akan terlihat daerah kemerahan yang
jelas. Meskipun demikian laktasi tidak harus disupresi karena mastitis. Ibu
harus didorong untuk selalu mengeluarkan ASInya dengan menggunakan
pompa atau secara manual, karena tindakan mempertahankan aliran ASI akan
mengurangi jumlah mikroorganisme. Kompres hangat sebelum menyusui
untuk mengurangi bengkak dan nyeri. Berikan parasetamol bila perlu dan
lakukan evaluasi selama 3 hari. Berikan antibiotika kloksasilin 500 mg per
oral 4 kali sehari selama 10 hari, atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali
sehari selama 10 hari. Lakukan insisi. Lakukan insisi radial dari batas putting
ke lateral untuk menghindari cedera. Anestesia umum dianjurkan. Tampon
dan drain dilepaskan setelah 24 jam, ganti dengan tampon kecil. Jika masih
banyak pus tetap berikan tampon dalam lubang.4

7
2.5 Etiologi
Abses pada mamae ini biasanya disebabkan oleh infeksi yang umumnya
ditemukan pada kulit normal yaitu staphylococcus aureus. Infeksi ini terjadi
pada ibu yang menyusui. Bakteri masuk ketubuh melalui kulit yang rusak,
biasanya masuk melalui daerah mamae itu sendiri, dan area yang mengalami
infeksi maka akan berisi pus atau nanah.
Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui bebebrapa cara yaitu
sebagai berikut :
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka dari tusukan jarum tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain.
3. Bakteri yang dalam keadaan normal, hidup di dalam tubuh manusia dan
tidak menimbulkan gangguan, kadang bias menyebabkan abses.1
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi.
2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang.
3. Terdapat gangguan system kekebalan tubuh.

Faktor risiko:
Masalah-masalah yang sering terjadi pada saat menyusui sering terjadi
terutama pada ibu primipara. Oleh karena itu, ibu menyusui perlu diberikan
penjelasan tentang pentingnya bagaimana perawatan payudara yang baik dan
benar, cara menyusui yang benar dan hal-hal lain yang erat hubungannya
dengan proses menyusui. Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi dan
merupakan faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada
payudara mamae lecet , payudara bengkak, saluran ASI tersumbat yang dapat
menyebabkan mastitis dan abses.
1. Puting nyeri/lecet
Kebanyakan puting yang nyeri atau lecet disebabakan oleh kesalahan
dalam teknik menyusui, yaitu bayi yang tidak mengisap susu sampai ke
areola payudara melainkan hanya terbatas pada puting saja. Bila hal tersebut
terjadi maka bayi hanya akan mendapat ASI dalam jumlah sedikit karena gusi

8
bayi tidak menekan pada daerah sinus laktiferus. Bila hal ini terus berlanjut
maka akan menyebabkan terjadinya lecet pada daerah puting susu ibu.
2. Payudara bengkak
Pembengkakan atau enorgement payudara terjadi karena ASI tidak diisap
oleh bayi secara adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem duktus
yang akan mengakibatkan terjadinya pembengkakan. Hal tersebut dapat
menyebabkan terjadinya stasis pada pembuluh darah dan limfe akan
mengakibatkan meningkatnya tekanan intraduktal, yang akan mempengaruhi
beberapa segmen pada payudara, sehingga menyebabkan tekanan seluruh
payudara menjadi meningkat. Akibatnya payudara sering terasa penuh ,
tegang, dan nyeri. Selanjutnya hal tersebut akan diikuti oleh penurunan
produksi ASI dan penurunan refleks Let down. Bra yang terlalu ketat juga
dapat menyebabkan pmbengkakan segmental, demikian pula puting yang
tidak bersih dapat menyebabkan sumbatan pada duktus. 5
Gejala pembengkakan akan tampak sebagai bentuk areola payudara yang
lebih menonjol dan puting yang lebih mendatar, sehingga membuat puting
lebih mendatar, sehingga menyebabkan puting sukar diisap oleh bayi. Bila
keadaan sudah demikian kulit pada payudara akan tampak lebih mengkilap,
ibu mengalami demam, dan payudara terasa nyeri.5
3. Saluran susu tersumbat
Saluran susu tersumbat (obstruction duct) adalah merupakan suatu kedaan
ketika terjadi sumbatan pada satu atau lebih duktus laktiferus. Penyebabnya
meliputi tekanan jari ibu pada waktu menyusui, pamakaian bra yang terlalu
ketat, dan komplikasi payudara bengkak, yaitu ASI yang diterkumpul tidak
segera dikeluarkan sehingga terjadi sumbatan.5
Gejala pada gangguan ini mudah terlihat pada ibu yang kurus akan terlihat
benjolan yang jelas dan lunak pada perabaan. Payudara pada daerah yang
mengalami sumbtan terasa bengkak yang terlokalisasi5

9
2.6 Patofisiologi
Patofisiologi dari abses mamae adalah luka atau lesi pada putting terjadi
peradangan masuk (organisme ini biasanya dari mulut bayi) pengeluaran
susu terhambat & produksi susu normal penyumbatan duktus terbentuk abses.
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus
(saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka
terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang
memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas
jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan
tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke
jaringan sekitar sel sehingga memicu respon imun.1
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus
ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus
(periduktal) atau melalui penyebaran hematogen pembuluh darah).
Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli
dan Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang
menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis
tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.4
Apabila kekebalan dan daya tahan tubuh ibu baik maka dengan
penanganan yang cepat dan tepat maka peradangan akan segera berhenti.
Tetapi apabila peradangan pada payudara tidak diatasi dengan baik dan bila
diikuti oleh terjadi infeksi maka peradangan akan meluas. dan akan terbentuk
abses yang menyebabkan peradangan akan berlanjut dan menimbulkan gejala
klinis yang lebih berat dari sebelumnya.6
Gambaran klinis
Gejala dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi
suatu organ atau syaraf. Gejala dan tanda yang sering ditimbulkan oleh abses
payudara diantaranya :
 Tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah mengkilap, panas jika
disentuh, membengkak dan adanya nyeri tekan).

10
 Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya
tampak sebagai suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah
pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis.
 Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil, malaise
 Nipple discharge (keluar cairan dari putting susu, bisa mengandung
nanah)
 Gatal- gatal
 Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan
payudara yang terkena.

Menurut Sarwono (2009), pada abses payudara memiliki tanda dan gejala
yaitu:
 Nyeri payudara yang berkembang selama periode laktasi
 Fisura putting susu
 Fluktuasi dapat dipalpasi atau edema keras
 Warna kemerahan pada seluruh payudara atau local
 Limfadenopati aksilaris yang nyeri
 Pembengkakan yang disertai teraba cairan dibawah kulit
 Suhu badan meningkat dan menggigil
 Payudara membesar, keras dan akhirnya pecah dengan borok serta
keluarnya cairan nanah bercampur air susu serta darah

2.7Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis untuk kasus abses mamae adalah dengan cara
anamnesis yang tepat, pemeriksaan fisik disertai pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Anamnesis harus diawali dengan pencatatan identitas pasien secara
lengkap, keluhan apa yang mendasari penderita untuk datang ke dokter.
Keluhan ini dapat berupa massa di payudara yang berbatas tegas atau

11
tidak, benjolan dapat digerakkan dari dasar atau melekat pada jaringan di
bawahnya, adanya nyeri, cairan dari puting, adanya retraksi puting
payudara, kemerahan, ulserasi sampai dengan pembengkakan kelenjar
limfe (Britto, 2005; Sabiston, 2011).
Pemeriksaan fisik1,
a. Inspeksi
Pasien diminta duduk tegak atau berbaring atau kedua duanya,
kemudian perhatikan bentuk kedua payudara, warna kulit, tonjolan,
lekukan, retraksi adanya kulit berbintik seperti kulit jeruk, ulkus dan
benjolan (Britto, 2005).
b. Palpasi
Palpasi lebih baik dilakukan berbaring dengan bantal tipis
dipunggung sehingga payudara terbentang rata. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan sendiri oleh pasien atau oleh klinisi menggunakan telapak jari
tangan yang digerakan perlahan–lahan tanpa tekanan pada setiap kuadran
payudara. Benjolan yang tidak teraba ketika penderita berbaring kadang
lebih mudah ditemukan pada posisi duduk. Perabaan aksila pun lebih
mudah dilakukan dalam posisi duduk. Dengan memijat halus puting susu
dapat diketahui adanya pengeluaran cairan, darah, atau nanah. Cairan yang
keluar dari kedua puting susu harus dibandingkan (De Jong &
Sjamsuhidajat, 2005; Hanriko & Mustofa, 2011). Teknik palpasi ini tersaji
pada gambar 5.

12
Gambar: Teknik palpasi

a. Pemeriksaan penunjang7
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang
diagnosis tidak selalu diperlukan. World Health Organization (WHO)
menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan
yaitu bila:
 Pengobatan dengan antibiotik tidak -- memperlihatkan respons yang
baik dalam 2 hari
 Terjadi mastitis berulang
 Mastitis terjadi di rumah sakit
 Penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan
yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus
dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh
puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang
dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian

13
memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan
tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.
2.8 Diagnosis Banding:7
a. Mastitis
b. Tumor jinak
c. selulitis
.
2.9Penatalaksanaan
Non medikamentosa
Tata laksana mastitis dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu.
Aliran ASI yang baik merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis
karena stasis ASI merupakan masalah yang biasanya mengawali terjadinya
mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai dari payudara
yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai
menyusui dari sisi payudara yang sehat, kemudian sesegera mungkin
dipindahkan ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI telah menetes (let
down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara sedemikian
rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang mengalami
sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut. 4
Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian
pula pada saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus
dilanjutkan dan ibu tidak perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke bayinya.
Tidak ada bukti terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu
dari payudara yang mengalami mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan
menyusui harus memerah ASI dari payudara dengan tangan atau pompa.
Penghentian menyusui dengan segera memicu risiko yang lebih besar
terhadap terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan menyusui. Pijatan
payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau krim
selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat
membantu melancarkan aliran ASI.4

14
Medikamentosa
Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu
dengan mastitis dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai
indikasi.
Analgesik
Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang
berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk
mengurangi rasa nyeri pada mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah obat
anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan
gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan parasetamol atau
asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada
ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami
mastitis.
Antibiotik
Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam,
maka perawatan konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan suportif) sudah
cukup membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala dalam 12 – 24 jam atau
jika ibu tampak sakit berat, antibiotik harus segera diberikan. Jenis antibiotik
yang biasa digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6
jam secara oral. Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat
dalam darah dan lebih banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan
flukloksasilin. Pemberian per oral lebih dianjurkan karena pemberian secara
intravena sering menyebabkan peradangan pembuluh darah. Sefaleksin
biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi terhadap penisillin tetapi untuk
kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih dianjurkan klindamisin.

15
Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 – 14 hari. Biasanya ibu
menghentikan antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik.
Hal ini meningkatkan risiko terjadinya mastitis berulang. Tetapi perlu pula
diingat bahwa pemberian antibiotik yang cukup lama dapat meningkatkan
risiko terjadinya infeksi jamur pada payudara dan vagina.
Penatalaksanaan abses payudara
Bila sampai terjadi abses, penatalaksanaan sama seperti pada radang
payudara. Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi
adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi
jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan
mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat
besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan
ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu
dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya Selama
luka bekas insisi belum sembuh bayi disusukan dari payudara yang sehat.3,7
Sebagian penderita yang hamil atau menyusui, terdapat kecenderungan
mengalami abses payudara, yang mana dianjurkan padanya dilakukan
pengaliran isi abses (drainase) dengan anestesi umum (biasanya sebagian
besar terdiri dari jaringan superfisialis). Biasanya tak diperlukan bukan abses
dengan insisi tunggal yang panjang, tetapi dibuat dua insisi terpisah yang
kecil, dan dilalui oleh pipa karet lunak, untuk memastikan pengaliran yang
adekuat, dengan kemungkinan deformitas yang minimal, dan akhirnya harus
dilakukan biopsi.1,7,8
2.10Komplikasi
Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau
tidak adekuat.Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan
dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang
karena infeksi bakteri diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg
sekali sehari) selama masa menyusui.

16
Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur
seperti candida albicans.Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu
mendapat terapi antibiotik.Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan
nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI.Di
antara waktu menyusu permukaan payudara terasa gatal.Puting mungkin
tidak nampak kelainan.Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik
adalah mengoles nistatin krem yang juga mengandung kortison ke puting
dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin
oral pada saat yang sama.8
2.11 Prognosis
Tingkat kekambuhan abses payudara tinggi (39-50%) ketika dilakukan
operasi dengan sayatan dan drainase standar. Hasil dari beberapa penelitian
tingkat kekmbuhan tinggi pada pasien yang melakukan tindakan hanya dengan
aspirasi jarum saja. 1,5,8

17
BAB III

ILUSTRASI KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. S F
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat : Tj. Rambutan, Bangkinang
Tanggal Masuk RS : 02 Mei 2019

3.2 KELUHAN UTAMA


Nyeri pada pada payudara sebelah kiri 2 minggu ini.

3.3ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Bangkinang dengan keluhan nyeri pada
payudara kiri 2 minggu ini, nyeri disertai dengan bengkak pada payudara kiri,
pagi SMRS bengkak pecah dan mengeluarkan nanah, pasien mengtakan awalnya
pasien terkena mastitis terlebih dahulu, kemudian pasien mengatasi dengan
minum obat tapi keluhan tidakberkurang dan makin membesar, serta timbul
nanah. pasien juga disertai dengan demam (+) dalam 2 hari ini dan muntah (-)
BAB (+), BAK(+), buang angin (-).

Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
- Riwayat penyakit gula (-)
- Riwayat penyakit darah tinggi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan keluhan serupa.

18
Riwayat Psikososial
- Jarang makan makanan berserat

3.4 PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan gizi : Baik

Vital sign
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi napas : 20 x/menit
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 380C
Pemeriksaan kepala
• Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
• Mulut : kering (-), sianosis(-)
Pemeriksaan leher
• Pemebesaran KGB (-)
Pemeriksaan toraks
• Inspeksi: simestris kanan-kiri, tidak tampak jejas trauma
• Palpasi: vokal fremitus simestris kanan-kiri, tidak teraba krepitasi
• Perkusi : sonor dikedua lapangan paru
• Auskultasi :suara napasvesikuler (+/+) , ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Pemeriksaan jantung
• Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
• Palpasi : Iktus kordis teraba
• Perkusi :Batas jantung kanan : Para strernal dekstra ICS IV 
Batas jantung kiri : Midclavicula sinistra ICS V,
  Batas atas: Para sternal sinistra ICS II
• Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)

19
Pemeriksaan abdomen
• Inspeksi: Tanda-tanda radang (-), distensi (-),jejas trauma (-)
• Auskultasi : Bising Usus (+) normal
• Perkusi : nyeri ketok (-)
• Palpasi : defens muskular (-), nyeri tekan (-) kuadran kanan bawah, nyeri
lepas (-)
• Mc. Burney Sign (-)
• Psoas sign (-)
• Obturator sign (-)
• Blumberg sign (-)
• Rovsing sign (-)

Pemeriksaan ekstremitas
• Superior : Akral hangat, CRT <2”, edema (-)
• Inferior : Akral hangat, CRT <2”, edema (-)

3.5. STATUS LOKALIS

a. Inspeksi
Tampak makula eritem bentuk plak di sekitar areola mammae dan
ditemukan papul eritem yang sudah pecah dan tampak kering
b. Palpasi
Didapatkan massa lunak pada mamme sinistra berbatas tegas dengan
tepi reguler dan dapat dgerakkan nyeri tekan positif.

3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Lengkap Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 12,5 gr% 13-18
Leukosit 14,1 103/mm3 5-11
Hematokrit 36,4 % 37-47
Trombosit 645 103/mm3 150-450

20
Hitung jenis leukosit :
 Eosinofil  0  %  1-3
 Basofil  0  %  0-1
 Netrofil stab  5  %  2-6
 Netrofil segmen  76  %  50-70
 Lymfosit  16  %  20-40
 Monosit  5  %  2-8

Hemostasis Hasil Satuan Nilai Rujukan


Masa pembekuan (CT) 8 menit <15
Masa perdarahan (BT) 3 menit <5

Diabetes Hasil Satuan Nilai Rujukan


Gula darah sewaktu 106 mg/dl <=150

3.7 DIAGNOSIS KERJA: Abses mamae sinistra

3.8 TATALAKSANA
Penatalaksanaan IGD
- IVFD RL 20tpm
- Inj. Ceftriaxone 1gr
- Inj. Ranitidin
- Inj. Ketorolac 30 mg
- Ivfd metronidazol 500 mg

Penatalaksanaan di Bangsal Bedah


- IVFD rl 20 tpm
- Inj.ceftriaxone 2x1 gr
- Inj. Metronidazol 3x1fls
- Inj. Ranitidin 2x50 mg
- Inj. Ketorolac 2x30 mg
3.9 PROGNOSIS
Dubia ad bonam

21
Follow Up

Tanggal Follow up
Keluhan Pemeriksaan fisik Diagnosis Terapi
02/05/19 Nyeri pada  TD:130/80mmHg Abses mamae - IVFD RL 20 tpm
(11.45) payudara sebelah  HR : 80 x/menit sinistra - Inj. Ceftriaxone 1gr
kiri keluhan  RR: 20 x/menit - Inj. Ranitidin
(IGD) dirasakan 2  T: 38.0 o C - Inj.ketorolac
minggu ini, - Inj,metronidazol
memberat dalam Status lokalis:
1 hari ini. demam Payudara kiri
(+),muntah (-),B, terdapat bengkak
BAK, (+) bewarna kemerahan,
pus(+), darah(-),
nyeri tekan (+)

03/05/19  TD:120/80mmHg Abses mamae - IVFD RL 20 tpm


Nyeri pada  N : 88 x/menit sinistra - Inj. Ceftriaxone 1gr
payudara sebelah  RR : 20 x/menit - Inj. Ranitidin
kiri keluhan  T : 36,1o C - Inj.ketorolac
dirasakan 2 - Inj,metronidazol
minggu ini, Status lokalis: Rencana operasi
memberat dalam Payudara kiri Pasien dipuasakan
1 hari ini. demam terdapat bengkak
(+),muntah (-),B, bewarna kemerahan,
BAK, (+) pus(+), darah(-),
nyeri tekan (+)

04/05/19 Nyeri post op  TD:110/70mmHg Abses mamae Cefixime


 N : 88 x/menit sinistra(post eksisi
Ranitidine
 RR : 18 x/menit abses mamae hr 1)
 T : 36,0o C
*ganti perban
Status lokalis :
bekas operasi, bising *pasien diperbolehkan
usus (+) pulang, dan kontrol
ulang ke Poli Bedah
RSUD Bankinang

22
BAB IV
ANALISIS KASUS

Telah dilaporkan seorang pasien perempuan dengan diagnosis abses


mamae, ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang.
TEORI TEMUAN
Gambaran Klinis Gambaran Klinis
 Tanda-tanda inflamasi pada  Awalnya pasien mengalami
payudara (merah mastitis, sudah di obati namun
tidak ada perubahan kemudian
mengkilap, panas jika
smakin hari semakin nyeri
disentuh, membengkak dan  Keluhan nyeri semakin
adanya nyeri tekan). bertambah dan timbul benjolan,
benjolanawalnyakecil semakin
 Teraba massa, suatu abses
hari semakin besar dan berisi
yang terbentuk tepat pus atau nanah padapayudara
dibawah kulit biasanya kiri pasien.
tampak sebagai suatu
 Kemudian pasien juga mengeluh
benjolan. Jika abses akan
demam semenjak timbulnya
pecah, maka daerah pusat benjolan tersebut, demam hilang
benjolan akan lebih putih timbul.
karena kulit diatasnya
 Pasien sedang saat ini sedang
menipis. menyusui
 Gejala sistematik berupa
Pemeriksaan fisik :
demam tinggi, menggigil,
 Ditemukan benjolan bewarna
malaise merah pada payudara
 Nipple discharge (keluar sebelah kiri
cairan dari putting susu,  Benjolan jika ditekan terasa
nyeri dan terdapat pus atau
bisa mengandung nanah)
nanah pada payudara
 Gatal- gatal sebelah kiri
 Pembesaran kelenjar getah
bening ketiak pada sisi

23
yang sama dengan
payudara yang terkena.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien,


tanda dan gejala yang didapatkan pada pasien mengarahkan diagnosis ke abses
mamae sinistra. Hal ini didukung dengan didapatkannya gejala klasik abses
mamae berupa nyeri dan timbulnya benjolanpada payudara yang terinfeksi dan
adanya suatu benjolan yang berisi pus atau nanah. Keluhan juga disertai demam,
muntah, dan nafsu makan menurun. Selain itu, juga terdapat faktor risiko berupa
pasien pernah mengalami mastitis sebelumnya tetapi tidak sembuh sempurna dan
berkelanjutan menjadi abses,dan faktor resiko lainnya pasien juga dalam program
menyusui, maka dapatlah ditegakkan diagnosis kerjanya abses mamae sinistra.

24
BAB V
KESIMPULAN

Abses mamae adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu
infeksi bakteri. Abses mamae merupakan mastitis yang tidak mendapat
penanganan yang baik sehingga terjadi abses.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan USG.
Bila diagnosis klinis sudah jelas, maka perlu dilakukan penanganan yang baik
untuk mencegah komplikasi buruk terjadinya abses pada payudara. Dengan
pengobatan yang baik, prognosisnya juga akan baik.

·      

25
DAFTAR PUTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku ajar


ilmu bedah Sjamsuhidajat-de jong. Ed.3. Jakarta: EGC; 2010.h. 473-5.

2. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi 3. Editor: Safitri A.
Jakarta: Erlangga; 2006. h. 18-9.

3. Benson RC, Martin L. Buku saku obstetri dan ginekologi. Edisi 9. Editor:
Primarianti S, Resmisari T. Jakarta: EGC; 2008. h. 487-91.

4. Sabiston DC. Buku ajar bedah: sabiston’s essentials surgery. Jakarta: EGC;
1992. h. 373-83.
5. Saleha. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
h. 109-110.

6. Suherni. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya; 2007. h. 56-7.

7. Alasiry E (2009). Mastitis: pencegahan dan penanganan. Diunduh dari:


http://www.idai.or.id/asi/artikel.asp?q=201252114142, pada tanggal 17 April
2013.

8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi
ke-6. Volume 2. Jakarta : EGC; 2005. h. 130-2.

26

Anda mungkin juga menyukai