Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Bahan Ajar

1. Pengertian Bahan Ajar

Secara terminologi, bahan ajar atau teaching-material terdiri dari dua

kata yaitu teaching atau mengajar dan material atau bahan. Dikmenjur dalam

situs web-nya mengemukakan pengertian bahwa bahan ajar merupakan

seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun

secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan

dikuasai oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran (Depdiknas, 2008:9)

Pengertian lain tentang bahan ajar yaitu merupakan salah satu sumber

belajar bagi anak didik. Bahan yang disebut sebagai sumber belajar

(pengajaran) ini adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan

pengajaran. Demikian halnya, bahan pelajaran merupakan komponen yang

tidak bisa diabaikan dalam pengajaran, sebab bahan ajar adalah inti dalam

proses belajar mengajar yang akan disampaikan dan memiliki fungsi penting

untuk memperkuat konsep bagi peserta didik (Sudirman, 1991:203). Bahan

ajar juga merupakan segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu

guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas

(Mudlofar, 2012:128). Adapun bahan yang dimaksud ialah bisa berupa bahan

tertulis maupun tidak tertulis (Prastowo, 2012:16).

19
20

Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis

besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari

siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan.

Sebuah bahan ajar paling tidak mencakup antara lain : (1) Petunjuk belajar

(petunjuk siswa/guru), (2) kompetensi yang akan dicapai, (3) konten/isi materi

pelajaran, (4) informasi pendukung, (5) latihan-latihan, (6) petunjuk kerja dan

dapat berupa Lembar Kerja Siswa (LKS), (7) evaluasi, (8) respon atau balikan

terhadap hasil evaluasi (Hasanah, 2012:109).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar

merupakan perangkat pembelajaran yang berisi materi pelajaran, latihan-

latihan, dan lainnya yang tersusun secara sistematis sebagai salah satu sumber

belajar siswa untuk mencapai kompetensi yang harus dikuasai.

2. Fungsi Bahan Ajar

Dalam pembelajaran bahan ajar berfungsi sebagai pedoman bagi guru

yang akan memberikan substansi materi pelajaran kepada siswa. Bagi siswa

bahan ajar berfungsi sebagai pedoman yang akan mengarahkan semua

aktifitas dalam proses pembelajaran. Selain itu bahan ajar dapat berfungsi

sebagai perangkat pembelajaran dan sebagai alat evaluasi pencapaian dan

penguasaan hasil pembelajaran yang telah dilakukan (Depdiknas, 2008:13)

3. Tujuan dan Manfaat Bahan Ajar

Bahan ajar merupakan bagian penting dalam pembelajaran. Bahan ajar


21

disusun dengan tujuan menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan

kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa seperti kultur daerah

atau latar belakang sosial siswa. Bahan ajar juga bertujuan untuk

memudahkan guru dalam pelaksanaan pembelajaran yaitu dalam

menyampaikan substansi materi yang harus diajarkan. Tujuan lain bahan ajar

ialah untuk memudahkan siswa mencapai suatu kompetensi yang harus

dikuasai (Depdiknas, 2008:13)

Bahan ajar memiliki manfaat yang nyata bagi guru maupun siswa,

terlebih jika bahan ajar dikembangkan sendiri. Bahan ajar yang dikembangkan

sendiri akan lebih sesuai dengan kebutuhan siswa. Bagi guru bahan ajar

bermanfaat sebagai alternatif salah satu sumber belajar. Bagi siswa bahan ajar

bermanfaat untuk lebih memudahkan siswa dalam mendapatkan dan

menguasai konsep materi tertentu (Hasanah, 2012:109-110).

4. Langkah-langkah Penyusunan Bahan Ajar

Adapun dalam penyusunan bahan ajar ada beberapa langkah yang harus

dilakukan, diantaranya sebagai berikut :

a. Analisis Kebutuhan Bahan Ajar

Demi mendapatkan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan

kompetensi yang harus dikuasai siswa, diperlukan analisis terhadap KI-

KD, analisis sumber belajar, dan penentuan jenis serta judul bahan ajar.

Analisis dapat dijelaskan sebagai berikut :


22

1) Analisis KI-KD

Analisis Kompetensi Inti-Kompetensi Dasar (KI-KD) dilakukan

untuk menentukan kompetensi-kompetensi mana yang memerlukan

bahan ajar. Dari hasil analisis ini akan dapat diketahui berapa banyak

bahan ajar yang harus disiapkan dalam satu semester tertentu dan jenis

bahan ajar mana yang dipilih.

2) Analisis Sumber Belajar

Sumber belajar yang akan digunakan sebagai bahan penyusunan

bahan ajar perlu dilakukan analisis. Analisis dilakukan terhadap

ketersediaan, kesesuaian, dan kemudahan dalam memanfaatkannya.

Caranya adalah menginventarisasi ketersediaan sumber belajar yang

dikaitkan dengan kebutuhan.

3) Pemilihan dan Penentuan Bahan Ajar

Pemilihan dan penentuan bahan ajar dimaksudkan untuk

memenuhi salah satu kriteria bahwa bahan ajar harus menarik, dapat

membantu siswa untuk mencapai kompetensi. Sehingga bahan ajar

dibuat sesuai dengan kebutuhan dan kecocokan dengan KD yang akan

diraih oleh peserta didik. Jenis dan bentuk bahan ajar ditetapkan atas

dasar analisis kurikulum dan analisis sumber bahan sebelumnya.

b. Penyusunan Peta dan Bahan Ajar

Peta kebutuhan bahan ajar disusun setelah diketahui berapa banyak

bahan ajar yang harus disiapkan melalui analisis kebutuhan bahan ajar.
23

Peta kebutuhan bahan ajar sangat diperlukan guna mengetahui jumlah

bahan ajar yang harus ditulis dan sekuensi atau urutan bahan ajarnya

seperti apa. Sekuensi bahan ajar ini sangat diperlukan dalam menentukan

prioritas penulisan. Di samping itu peta dapat digunakan untuk menentukan

sifat bahan ajar, apakah dependen (tergantung) atau independen (berdiri

sendiri). Bahan ajar dependen adalah bahan ajar yang ada kaitannya antara

bahan ajar yang satu dengan bahan ajar yang lain, sehingga dalam

penulisannya harus saling memperhatikan satu sama lain, apalagi kalau

saling mempersyaratkan. Sedangkan bahan ajar independen adalah bahan

ajar yang berdiri sendiri atau dalam penyusunannya tidak harus

memperhatikan atau terikat dengan bahan ajar yang lain.

c. Struktur Bahan Ajar

Dalam penyusunan bahan ajar terdapat perbedaan dalam strukturnya

antara bahan ajar yang satu dengan bahan ajar yang lain. Struktur dari

bahan ajar yang dikembangkan adalah terdiri dari judul, petunjuk belajar,

Kompetensi Dasar (KD), informasi pendukung, latihan-latihan,

tugas/langkah kerja, dan penilaian.

d. Penyusunan bahan ajar

Dalam menyusun sebuah bahan ajar terdapat beberapa tahapan yang

harus dilalui, yaitu : (1) Perumusan indikator pembelajaran, (2)

menentukan alat evaluasi/penilaian, (3) penyusunan materi, dan (4) urutan

pembelajaran.
24

e. Evaluasi dan revisi

Setelah selesai menulis dan menyusun bahan ajar, selanjutnya perlu

dilakukan evaluasi terhadap bahan ajar tersebut. Evaluasi ini bertujuan

untuk mengetahui apakah bahan ajar telah baik ataukah masih ada hal yang

harus diperbaiki. Teknik evaluasi bisa dilakukan dengan beberapa cara,

misalnya evaluasi teman sejawat ataupun uji coba kepada siswa secara

terbatas. Responden pun bisa ditentukan apakah secara bertahap mulai dari

one to one, group, atau class.

Komponen evaluasi mencakup kelayakan isi, kebahasaan, sajian,

dan kegrafikan. Komponen kelayakan isi mencakup antara lain: (1)

Kesesuaian dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar, (2) kesesuaian

dengan perkembangan anak, (3) kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar,

(4) kebenaran substansi materi pembelajaran, (5) manfaat untuk

penambahan wawasan, dan (6) kesesuaian dengan nilai moral, dan nilai-

nilai sosial.

Komponen Kebahasaan antara lain mencakup: (1) Keterbacaan, (2)

kejelasan informasi, (3) kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang

baik dan benar, dan (4) pemanfaat bahasa secara efektif dan efisien (jelas

dan singkat). Komponen Penyajian antara lain mencakup: (1) Kejelasan

tujuan (indikator) yang ingin dicapai, (2) urutan sajian, (3) pemberian

motivasi, daya tarik, (4) interaksi (pemberian stimulus dan respon), dan (5)

kelengkapan informasi. Komponen kegrafikan antara lain mencakup: (1)


25

Penggunaan font; jenis dan ukuran, (2) lay out atau tata letak, (3) ilustrasi,

gambar, foto, dan (4) desain tampilan (Depdiknas, 2008).

5. Pengembangan Bahan Ajar

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong

upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam

proses belajar (Hasanah, 2012:118). Berdasarkan pernyataan di atas, bahan

ajar juga perlu dikembangkan oleh guru guna menunjang pencapaian

kompetensi peserta didik. Pemilihan bahan ajar yang efektif harus sesuai

dengan tuntutan indikator sehingga dapat meningkatkan pencapaian

kompetensi secara maksimal. Untuk mencapai kompetensi sesuai dengan

Standar Kompentensi Lulusan (SKL) pada kurikulum nasional diperlukan

kemampuan guru untuk dapat mengembangkan bahan ajar yang tepat. Untuk

itu bahan ajar hendaknya disusun agar siwa lebih aktif dalam kegiatan

pembelajaran sesuai kompetensi.

Penilitian ini menggunakan metode Research and Development (R&D)

atau biasa disebut dengan penelitian pengembangan. Penelitian

pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan

suatu produk kemudian produk tersebut diuji keefektifannya (Sugiyono,

2016:407). Model pengembangan yang digunakan pada penelitian ini

didasarkan pada model pengembangan perangkat pembelajaran menurut

Thiagarajan dkk (1974) yaitu model 4-D. Model pengembangan 4-D terdiri
26

dari 4 tahap yaitu : tahap pendefinisian (define), tahap perancangan (design),

tahap pengembangan (develop), dan tahap diseminasi (disseminate). Namun

pada penelitian ini hanya dilakukan sampai tahap ke-3 yaitu tahap

pengembangan (develop), tahap diseminasi tidak dilakukan karena

pertimbangan keterbatasan waktu dan pembiayaan.

B. Model Pembelajaran Argument-Driven Inquiry with Scaffolding (ADIS)

1. Pengertian Model Argument-Driven Inquiry with Scaffoling (ADIS)

Model ADIS merupakan model pembelajaran berorientasi inkuiri

yang menekankan kegiatan argumentasi dengan menggunakan scaffolding

atau perancah. ADIS juga merupakan strategi pembelajaran yang dapat

digunakan oleh pendidik sains untuk membawa pengalaman siswa dalam

kegiatan laboratorium menjadi lebih ilmiah, otentik, dan edukatif. Adapun

scafflolding atau perancah adalah tindakan menyediakan beberapa fasilitas

kepada siswa selama awal kegiatan belajar, kemudian fasilitas tersebut

membiarkan siswa mengambil kesempatan untuk memiliki tanggung jawab

lebih untuk melakukan tugas itu sendiri (Hasnunidah, 2015:1187).

2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Argument-Driven Inquiry with

Scaffoling (ADIS)

Model ADIS memiliki langkah-langkah yang meliputi 8 tahap, yaitu :

1) Identifikasi tugas : guru memberikan tugas berupa pertanyaan inkuiri.


27

2) Pengumpulan data dan analisis data : siswa bekerjasama untuk

menyelesaikan tugas dan pertanyaan inkuiri yang telah diberikan pada

tahap satu dengan mengumpulkan dan menganalisis data.

3) Produksi argumen tentatif : siswa memproduksi argumen yang berisi

penjelasan, bukti, dan penalaran menggunakan medium yang dapat

disharing. Langkah ini dapat membantu guru melihat pemikiran siswa

(ide-ide, bukti, penalaran).

4) Sesi argumen interaktif : melakukan kegiatan diskusi untuk

mengkomunikasikan argumen yang sebelumnya dibuat.

5) Penyusunan laporan penyelidikan : menuliskan laporan penyelidikan

tertulis berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dan hasil studi pustaka dan

percobaan.

6) Tinjauan laporan sejawat (peer review) : siswa lain melihat dan

memeriksa laporan penyelidikan.

7) Proses revisi laporan : mengoreksi laporan penyelidikan berdasarkan hasil

tinjauan laporan sejawat (peer review).

8) Diskusi reflektif : refleksi dari guru untuk menghindari miskonsepsi

(Sampson dan Gleim : 2009).


28

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Argument-Driven Inquiry with

Scaffolding (ADIS)

Model pembelajaran yang ada sebenarnya semuanya baik, namun

tidak semua model pembelajaran cocok untuk diterapkan pada materi dan

siswa tertentu. Begitu pula model ADIS ini memiliki kelebihan dan

kekurangannya. Kelebihan yang dimiliki oleh model ADIS adalah sebagai

berikut :

1. Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa dengan

berpartisipasi dalam beberapa argumentasi ilmiah melalui aktivitas

menulis dan membaca.

2. Dapat mengembangkan partisipasi aktif siswa dalam wacana

argumentasi dan meningkatkan kualitas argumentasi siswa.

3. Dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan

gaya belajar mereka.

4. Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas

rata-rata.

5. Merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan

psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses

perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.

6. Merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada

pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang

sehingga pembelajaran lebih bermakna.


29

7. Paa salah satu tahapan pembelajaran ADIS, siswa akan memahami

bahwa para ilmuwan harus memiliki berbagai penjelasan pendukung

dengan bukti-bukti dan penalaran yang tepat atas teori yang akan

dikemukakan (Sampson dan Gleim : 2009).

Adapun kekurangan model ADIS yaitu :

1. Untuk dapat memberikan arahan secara kontinyu dalam memfasilitasi

siswa dalam memproduksi argumentasi pribadi masih sulit.

2. Memerlukan tingkat kecerdasan siswa yang tinggi, bila tidak maka

hasilnya akan kurang efektif.

3. Tidak meratanya ketercapaian kompetensi siswa diakibatkan model

belajar ini dilakukan secara berkelompok.

4. Cara belajar siswa dalam model ini menuntut bimbingan guru yang

lebih baik.

5. Membutuhkan waktu yang lama dan hasilnya kurang efektif jika

pembelajaran ini diterapkan pada situasi kelas yang kurang mendukung.

6. Pembelajaran akan kurang efektif jika guru tidak menguasai kelas.

(Shoimin, 2014:86-87)
30

C. Keterampilan Argumentasi

1. Keterampilan Argumentasi

Argumentasi merupakan suatu bentuk retorika yang berusaha untuk

mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka percaya dan

akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan penulis atau pembicara

(Keraf, 2007:3). Melalui argumentasi, penulis berusaha merangkaikan fakta-

fakta sehingga penulis mampu menunjukkan apakah suatu pendapat atau

suatu hal tertentu itu benar atau salah.

Argumentasi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam

penulisan yang ditulis dengan tujuan untuk meyakinkan atau membujuk

pembaca. Dalam penulisan argumentasi, isi dapat berupa penjelasan,

pembuktian, alasan, maupun ulasan objektif dimana disertakan contoh,

analogi, dan sebab akibat (Gunawan, 2009).

Secara umum, pendapat-pendapat di atas memberikan pengertian

tentang argumentasi, yakni merupakan wacana yang berusaha mempengaruhi

pembaca sehingga mengikuti pendapat dan pemikian penulis. Tidak peduli

apakah pendapat tersebut benar atau salah dan disampaikan dalam bentuk

penjelasan, pemaparan, analogi, bahkan dapat berupa hubungan sebab akibat.

Inch & Warnick (2006) menyatakan bahwa proses argumentasi

digunakan untuk menganalisis informasi tentang suatu topik dan kemudian

hasil analisisnya dikomunikasikan kepada orang lain. Seseorang yang terlibat


31

argumentasi bertujuan untuk mencari pembenaran terhadap keyakinannya,

sikapnya, dan nilai sehingga dapat mempengaruhi orang lain. Proses

argumentasi terkait dengan suatu sistem berpikir kritis. Dalam pembelajaran,

keterampilan mengungkapkan gagasa dapat melatih siswa untuk berpikir

kritis, mengevaluasi bukti atau saran, dan mengambil keputusan (Hendri dan

Defianti, 2015:545).

Berargumentasi dalam pembelajaran bukan hanya sekedar meminta

siswa untuk menyatakan pendapatnya mengenai suatu fenomena yang

disajikan. Berdasarkan penjelasan di atas, proses berargumentasi merupakan

proses berpikir kritis yang cukup baik untuk siswa belajar mengolah dan

menganalisis berbagai informasi yang didapat. Tidak hanya sampai disitu,

siswa harus mampu mengkomunikasikan hasil analisisnya kepada orang lain

dan berusaha agar orang lain setuju akan hasil analisisnya. Hal ini

mengajarkan siswa untuk bersikap gigih, jujur, dan percaya akan kemampuan

dirinya (Khusnayain, 2017:15).

Selain itu berargumentasi akan membuat siswa dapat

menghubungkan bukti dan klaim, dapat mengerti hubungan antara klaim

dengan jaminan, dan mempertajam kemampuan siswa untuk berpikir tingkat

tinggi dalam konteks saintifik sehingga pada akhirnya dapat menghindarkan

siswa dari komitmen yang tidak terjamin.


32

2. Struktur Argumentasi

Keterampilan berargumentasi dapat diukur dengan menggunakan

indikator yang telah dikembangkan berdasarkan Toulmin’s Argumentation

Pattern (TAP) yang terdiri atas data, claim, warrant, backing, qualifier, dan

rebuttal (Toulmin, 1969). Unsur-unsur untuk menganalisis suatu argument

yaitu :

a. Claim

Claim adalah sebuah kalimat yang diajukan kepada orang lain

untuk diterima dan mengandung informasi terkait tindakan yang

diinginkan untuk diterima dan dilakukan (Inch, 2006:122). Contoh claim

adalah “Dari sekian banyak sperma yang masuk kedalam vagina, hanya

satu sperma lah yang dapat membuahi sebuah ovum”.

b. Data

Data atau the grounds merupakan „kebenaran‟ yang mendasari

suatu claim. Data dapat berupa penalaran ditambah dengan fakta sehingga

data yang baik merupakan data yang tidak dipertentangkan lagi (Inch,

2006:122). Contoh data yang baik adalah ”Alat kontrasepsi berbasis

hormon memiliki tingkat kehamilan 0,1%”.

c. Warrant

Warrant ialah sebuah jaminan yang menghubungkan data-data

dengan klaim (Inch, 2006:122). Kalimat jaminan ini dapat diungkapkan

secara eksplisit maupun implisit, contoh ”Jika ada lebih banyak sperma
33

yang dapat membuahi ovum maka akan terjadi kelebihan kromosom pada

anakan”.

d. Backing

Backing ialah sebuah dukungan terhadap suatu argument yang

memberikan efek kuat pada jaminan. Contoh “Saya sepakat dengan

penggunaan pil kontrasepsi, karena pil tersebut merupakan alat

kontrasepsi berbasis hormon yang sangat efektif untuk mencegah

kehamilan dan juga aman untuk digunakan”.

e. Qualifier

Qualifier mengindikasikan kekuatan dari dua data kepada jaminan.

Qualifier dapat berupa kata-kata seperti : „kebanyakan‟, biasanya, „sering

kali‟, „selalu‟, atau „kadang-kadang‟. Contoh kalimat qualifier

“Kebanyakan alat kontrasepsi yang digunakan oleh masyarakat ialah alat

kontrasepsi berbasis hormon”.

f. Rebuttal

Rebuttal atau sanggahan ialah suatu argument perlawanan terhadap

suatu klaim, data, atau jaminan hingga sanggahan yang lain berlawanan

(rebuttal lainnya). Sanggahan ini dapat berupa klaim, data, atau jaminan.

Contoh “Lain halnya dengan natural family planning atau keluarga

berencana alamiah, meskipun tidak menggunakan alat kontrasepsi namun

bagi keluarga tertentu cara ini efektif untuk pencegahan kehamilan”.


34

Berdasarkan pemaparan di atas, komponen dari struktur argumentasi

dapat digambarkan dalam skema seperti pada Gambar 2.1 :

Qualifier

Data Claim

Warrant Rebuttal

Qualifier

Gambar 2.1 Struktur Argumentasi (Toulmin : 1958)

3. Kualitas Argumentasi

Kualitas argumentasi siswa menggambarkan keterampilan

argumentasinya, semakin tinggi kualitas argumen yang dihasilkan semakin

meningkat pula keterampilan argumentasi siswa tersebut. Penilaian kualitas

argumentasi dapat diukur berdasarkan kerangka kerja analisis argumentasi

seperti pada tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 Kerangka Kerja Analisis Kualitas Argumentasi

Level Kriteria

Argumentasi mengandung beberapa argumen dengan lebih


5
dari satu penyanggah yang jelas.
35

Level Kriteria

Argumentasi mengandung sebuah rangkaian klaim dengan

4 data, penjamin, atau pendukung dengan satu penyanggah

yang jelas.

Argumentasi mengandung sebuah rangkaian dengan data,


3
penjamin, atau pendukung serta penyanggah yang lemah.

Argumentasi mengandung klaim dengan data, penjamin


2
atau pendukung tetapi tidak mengandung sanggahan.

Argumentasi mengandung argumen dengan satu klaim

1 sederhana melawan suatu klaim yang bertentangan atau

satu klaim melawan klaim lainnya.

(Erduran dkk, 2004)

D. Materi Pokok Sistem Reproduksi

1. Tinjauan Kurikulum

Berdasarkan kurikulum nasional yang berlaku, sistem reproduksi

merupakan materi yang dipelajari oleh siswa kelas XI SMA/MA di semester

genap dan memiliki Kompetensi Dasar sebagai berikut :

a. Menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ reproduksi

dengan fungsinya dalam proses reproduksi manusia melalui studi literatur,

pengamatan, percobaan, dan simulasi.


36

b. Menerapkan pemahaman tentang prinsip reproduksi manusia untuk

menanggulangi pertambahan penduduk melalui program keluarga

berencana (KB) dan peningkatan kualitas hidup SDM melalui pemberian

ASI ekslusif.

c. Menyajikan hasil analisis tentang kelainan pada struktur dan fungsi organ

yang menyebabkan gangguan sistem reproduksi manusia melalui berbagai

bentuk media presentasi (Depdiknas, 2014).

Adapun Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) materi sistem

reproduksi adalah : (1) Siswa dapat menjelaskan struktur dan fungsi organ

sistem reproduksi, (2) siswa dapat menjelaskan proses spermatogenesis dan

oogenesis, (3) siswa dapat menganalisis tentang pencegahan kehamilan dan

jenis-jenis kontrasepsi, (4) siswa dapat menjelaskan tentang pemberian ASI

eksklusif untuk meningkatkan kualitas SDM, (5) siswa dapat menganalisis

tentang gangguan pada sistem reproduksi, dan (6) siswa dapat

mempresentasikan poster tentang gangguan pada sistem reproduksi.

Dari paparan di atas maka perlu dipaparkan materi pokok yang

diperlukan sebagai bahan bacaan atau konten materi yang terdapat pada bahan

ajar. Adapun paparan materi sistem reproduksi disarikan dari beberapa sumber

buku teks.

2. Sistem Reproduksi

Makhluk hidup memiliki kemampuan untuk memperbanyak diri

(reproduksi). Reproduksi berarti ‘membuat kembali‟, jadi reproduksi pada


37

manusia berarti kemampuan manusia untuk memperoleh keturunan. Setiap

makhluk hidup memiliki cara bereproduksi yang berbeda, ada yang

bereproduksi secara seksual ada pula yang bereproduksi secara aseksual

(Campbell, 2008)

Seperti halnya mamalia lainnya, manusia bereproduksi secara seksual

dan bersifat vivipar atau melahirkan anaknya. Berbeda dengan reproduksi

aseksual yang biasanya dilakukan oleh satu organisme (tingkat sederhana)

saja, reproduksi seksual ini melibatkan dua individu dengan jenis kelamin

berbeda untuk menghasilkan sel gamet jantan (sperma) dan sel gamet betina

(ovum). Ovum yang telah dibuahi oleh sperma akan menghasilkan zigot yang

selanjutnya tumbuh dan berkembang menjadi embrio di dalam rahim (uterus)

ibunya (Irianto, 2014).

a. Organ Reproduksi

Secara anatomi, alat kelamin manusia dibedakan menjadi alat

kelamin pria dan alat kelamin wanita yang keduanya mempunyai bagian-

bagian alat kelamin yang terdapat di luar (organ eksternal) dan di dalam

(organ internal) tubuh. Sehingga sistem reproduksi meliputi organ-organ

yang berhubungan dengan masalah seksualitas. Sistem reproduksi pada

manusia akan mulai berfungsi ketika seseorang mencapai kedewasaan

(pubertas). Pada seorang pria sistem reproduksi terdiri atas sepasang testis

sebagai penghasil sperma dan hormon yang terbungkus dalam kantong

skrotum, sepasang epididimis, saluran panjang berkelok-kelok, serta


38

kelenjar kelamin. Sedangkan sistem reproduksi pada wanita berpusat di

ovarium yang berfungsi menghasilkan sel telur dan hormon, saluran telur

(tuba falopi), rahim (uterus), dan saluran vagina (Campbell, 2008;Sa‟adah,

2017).

Ketika seorang wanita (istri) melakukan hubungan seksual dengan

seorang pria (suami) maka bisa jadi wanita tersebut akan hamil, karena dari

suatu pernikahan setiap pasangan tentu ingin memiliki keturunan (anak).

Dengan memiliki keturunan maka orang tua dapat mewujudkan harapan-

harapannya, selain itu tujuan yang lebih penting adalah melestarikan

jenisnya (Irianto, 2008).

b. Gamotogenesis pada Manusia

Gametogenesis artinya proses pembentukan gamet atau sel kelamin.

Ada dua jenis proses pembelahan dalam gametogenesis yaitu mitosis dan

meiosis. Bila sel tubuh (autosom) rusak, maka akan terjadi proses

penggantian sel yang rusak tersebut dengan pembelahan mitosis,

sedangkan sel kelamin (gonosom) sebagai agen utama dalam proses

reproduksi manusia menggunakan pembelahan meiosis (Irianto, 2014).

Pembelahan secara mitosis menghasilkan sel baru yang jumlah

kromosomnya sama persis dengan sel induk yaitu 46 kromosom atau

bersifat diploid (2n). Namun pada pembelahan meiosis jumlah kromosom

pada sel baru (anakan) hanya setengah dari sel induk yaitu 23 kromosom

atau bersifat haploid. Pria memiliki kromosom 46 XY atau (44 + XY)


39

sedangkan wanita memiliki kromosom 46 XX atau (44 + XX) (Campbell,

2008 ; Irianto, 2014).

Pada manusia gametogenesis ada dua, yaitu spermatogenesis dan

oogenesis. Pembentukan sel gamet atau gametogenesis pada pria disebut

spermatogenesis. Spermatogenesis ini menghasilkan sperma. Proses

pembentukan dan pematangan sperma berlangsung secara terus-menerus di

dalam testis (tepatnya tubulus seminiferus) dan selama perjalanan menuju

epididimis. Gametogenesis pada wanita disebut oogenesis. Oogenesis ini

menghasilkan ovum (sel telur). Proses pembentukan dan pematangan ovum

berlangsung secara terus-menerus di dalam ovarium (Campbell, 2008 ;

Irianto, 2014).

c. Menstruasi

Wanita akan mengalami menstruasi secara periodik yaitu rata-rata

sekitar 28 hari sekali sehingga jarak antara menstruasi yang satu dengan

mentsruasi berikutnya disebut satu siklus menstruasi. Siklus ini

berhubungan langsung dengan siklus ovarium. Dua siklus pada perempuan

ini sangat dipengaruhi oleh hormon-hormon yang akan mempengaruhi

perkembangan folikel, ovulasi, dan penebalan dinding rahim. Satu siklus

menstruasi terdiri dari empat fase : (1) Fase menstruasi, fase pra-ovulasi

(proliferasi), fase ovulasi, dan fase pasca ovulasi/fase sekretori (Irianto,

2014).
40

d. Fertilisasi

Ketika terjadi ovulasi, sel telur akan menuju tuba falopi (oviduk),

apabila saat itu terjadi hubungan seksual maka sperma akan dapat masuk

ke dalam sel telur. Bagian yang masuk adalah kepala dan bagian tengah,

sedangkan bagian ekor terputus dan tertinggal. Kemudian, inti sperma yang

mengandung 23 kromosom (haploid) akan bersatu menghasilkan zigot

dengan 23 pasang kromosom (2n) atau 46 kromosom. Itulah yang

dinamakan fertilisasi atau disebut juga konsepsi (conception). Fertilisasi

tepatnya terjadi di ampula tuba falopi yaitu daerah yang sedikit lebih luas

pada lengkungan tuba falopi dekat ovarium. Hasil dari fertilisasi ini ialah

terbentuknya zigot. Zigot kemudian akan mengalami proses penyibakan

(membelah secara mitosis) sambil bergerak menggelinding di sepanjang

tuba falopi (Irianto, 2014).

Tahap-tahap perkembangan zigot ini dimulai dari morula,

kemudian menjadi blastula/blastosis. Selanjutnya blastosis ini masih akan

terus aktif membelah sambil bergerak menuju rahim. Pergerakan ini

dibantu oleh silia yang terdapat di sepanjang saluran tuba falopi (Campbell,

2008 ; Irianto, 2014).

Sesampainya di rahim blastosis akan mengebor lapisan lendir rahim

dengan menggunakan enzim yang dapat melebur sel-sel pada lapisan

tersebut. Kemudian blastosis akan tertanam pada dinding rahim, peristiwa

ini disebut implantasi (Irianto, 2014).


41

e. Kehamilan, Persalinan, dan Laktasi

Masa kehamilan (gestasi) manusia berlangsung rata-rata 266 hari

(38minggu) dari fertilisasi telur, atau 40 minggu dari awal siklus

menstruasi terakhir. Masa kehamilan diawali dengan implantasi blastosis

ke dalam dinding rahim. Gestasi manusia terbagi menjadi tiga trisemester

yang masing-masing berlangsung selama tiga bulan (Irianto, 2014 ;

Sa‟adah, 2017).

Sumber: http://3.bp.blogspot.com/
Gambar 2.2 Perkembangan Fetus Manusia

Akhir trisemester ini akan terjadi proses persalinan. Persalinan

dapat terjadi karena adanya kontraksi uterus yang dipengaruhi oleh

beberapa hormon (Irianto, 2014).

Hormon prolaktin memiliki efek yaitu meningkatkan sekresi air

susu ibu. Hormon ini disekresikan oleh kelenjar hipofisis ibu dan
42

konsentrasinya dalam darah ibu meningkat dari minggu kelima kehamilan

sampai kelahiran bayi. Memberi ASI pada bayi mendatangkan berbagai

keuntungan baik bagi bayi maupun ibu bayi sendiri. Pemberian ASI juga

sangat ekonomis karena tidak menuntut pengeluaran keuangan yang lebih

besar. Hal tersebut menyebabkan seorang ibu dapat menghemat keuangan

keluarga sambil memberikan nutrisi yang terbaik (Irianto, 2014).

f. Kontrasepsi dan Keluarga Berencana

Angka pertumbuhan penduduk Indonesia termasuk tinggi yaitu

sekitar 1,49% per tahun, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan

kebijakan berupa progam Keluarga Berencana (KB) yang mempunyai

slogan “dua anak lebih baik”. Program KB ini bertujuan untuk

mengendalikan angka kelahiran penduduk, maka bagi pasangan suami-istri

yang melaksanakannya dapat memilih metode kontrasepsi (Irianto, 2014).

Jika konsepsi artinya terjadi fertilisasi kemudian mengakibatkan

kehamilan, maka kontrasepsi merupakan pencegahan kehamilan secara

sengaja. Prinsip metode kontrasepsi adalah mencegah ovulasi, menghambat

pergerakan sperma ke ovum, atau mencegah implantasi zigot. Fertilisasi

dapat dicegah melalui abstinensi atau pematangan terhadap hubungan

seksual atau bisa juga menggunakan penghalang yang menjaga agar

sperma tidak melakukan kontak dengan sel telur. Abstinensi temporer

seringkali disebut metode ritme atau pencegahan kehamilan atau keluarga

berencana alamiah (natural family planning). Pasangan suami istri yang


43

mempraktikkan abstinensi temporer tidak boleh melakukan hubungan

seksual dalam beberapa hari sebelum dan setelah ovulasi (Campbell, 2008 ;

Irianto, 2014).

g. Gangguan Sistem Reproduksi

Gangguan pada sistem reproduksi dapat disebabkan oleh kelainan

genetik, pengaruh hormon, mikroorganisme, atau pola hidup tidak sehat

sehingga dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Misalnya penyakit

gonorhoe yaitu terdapat nanah pada ujung saluran kencing dan terasa panas

(terbakar) saat buang air kecil. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri

Neisseria gonorrhoeae yang ditularkan melalui hubungan seksual

(berganti-ganti pasangan seks atau berhubungan seksual dengan pekerja

seks komersial). Kemudian penyakit sifilis (Raja singa) yaitu kerusakan

organ reproduksi yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum yang

ditularkan melalui hubungan seksual. Gejala penyakit ini ialah adanya luka

pada kemaluan, bintik atau bercak merah di tubuh, kelainan saraf, jantung,

pembuluh darah dan kulit. Lalu penyakit Aids (Acquired Immune

Deficiency Syndrome) yaitu hilangnya daya kekebalan tubuh terhadap

penyakit karena virus HIV (Human Immuno-deficiency Virus). Penyakit ini

akan menular setelah terjadi kontak cairan tubuh dengan penderita aids

seperti penggunaan jarum suntik bergilir, seks bebas, transfusi darah, atau

bayi yang tertular dari ibu penderita aids. Pada wanita ada penyakit

endometriosis yaitu keadaan dimana jaringan endometrium terdapat diluar


44

uterus seperti di sekitar ovarium, oviduk, atau jauh di luar uterus seperti

paru-paru. Jika tidak ditangani, endometriosis dapat menyebabkan sulitnya

memperoleh kehamilan. (Irianto, 2014 ; Sa‟adah, 2017).

Anda mungkin juga menyukai