Anda di halaman 1dari 66

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

S
DENGAN CKD On HD( CHRONIC KIDNEY DISEASE)
DI RUANG PAVILLIUN UMUM
RSUD JEND A. YANI METRO

DI SUSUN OLEH
1. ANITA ( 201920729190 )
2. ANNA WULANDARI ( 201920729191 )
3. ERMAWATI ( 201920729193 )
4. HERLINDA ( 201920729194 )

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU


PROGRAM STUDY KONVERSI NERS
TAHUN 2019/2020

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal ginjal kronik adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan

ireversibel dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahankan

keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolik yang mengakibatkan uremia atau

azitemia(Wijaya & Putri, 2013). Menurut laporan Word Health Organization

(WHO) &Global Burden of Disease (GBD) project, penyakit ginjal dan saluran

perkemihan berkontribusi menjadi beban penyakit di dunia dengan sekitar

850.000 kematian setiap tahun dan 15.010.167 kecacatan dan penurunan kualitas

hidup(Ifeanyi & Uzoma, 2016).

Laporan The global burden of kidney disease and the sustainable

development goals yang didanai WHOmenyebutkan bahwa pada tahun 2015

sebanyak 1,2 juta orang meninggal akibat penyakit gagal ginjal atau meningkat

sebesar 32% sejak tahun 2005. Pada tahun 2010, diperkirakan 2,3-7,1 juga orang

dengan penyakit ginjal stadium akhir meninggal tanpa mendapatkan akses

pelayanan hemodialisa. Secara keseluruhan, diperkirakan 5-10 juta orang

meninggal setiap tahun karena penyakit ginjal.Penyakit ginjal dikaitkan dengan

beban ekonomi yang luar biasa. Negara-negara berpenghasilan tinggi biasanya

menghabiskan lebih dari 2–3% dari anggaran perawatan kesehatan tahunan

mereka untuk pengobatan penyakit ginjal stadium akhir, meskipun mereka yang

menerima pengobatan tersebut mewakili kurang dari 0,03% dari total


3

populasi.  Pada tahun 2010, 2,62 juta orang menerima dialisis di seluruh dunia dan

kebutuhan untuk dialisis diproyeksikan meningkat dua kali lipat pada tahun

2030(Luyckx, Tonelli, & Stanifer, 2018).

Prevalensi penyakit gagal ginjal di Indonesia juga mengalami peningkatan

dari tahun ke tahun.Data terakhir tentang penderita ginjal di Indonesia

menunjukkan bahwa dari sekitar 250 juta penduduk, angka prevalensi gagal ginjal

di Indonesia diperkirakan mencapai 400/1 juta penduduk dan angka insiden

diperkirakan mencapai 100/1 juta penduduk. Dari data tersebut berarti terdapat

sekitar 100.000 klien gagal ginjal dan diperkirakan terdapat 25.000 klien baru

gagal ginjal setiap tahunnya(Saputra, 2016).Sementara itu, berdasarkan laporan

Indonesian Renal Registry (IRR)2017 menunjukkan bahwa jumlah klien baru

yang terdaftar menjalani hemodialisa tahun 2015 adalah sebanyak 21.050 pasien,

tahun 2016 meningkat menjadi 25.446 pasien dan tahun 2017 kembali mengalami

peningkatan menjadi 30.831 pasien. Sementara untuk pasien aktif yaitu seluruh

pasien baik pasien baru tahun 2017 maupun pasien lama dari tahun sebelumnya

yang masih menjalani terapi hemodialisa rutin dan masih hidup sampai dengan

Desember Tahun 2017 meningkat tajam yaitu dari 52.835 di tahun 2016

meningkat menjadi 77.892 di tahun 2017, tahun 2018 meningkat menjadi 132142

(IRR, 2018).

Berdasarkan Data di RSUD Jend.Ahmad Yani Metro diketahui bahwa

kapasitas mesin dialysis yang ada baru dapat melayani sebanyak 66 klien.Adapun

jumlah klien yang perlu mendapatkan pelayanan hemodialisis setiap tahunnya

cukup tinggi. Pada tahun 2016 terdapat sebanyak 133 penderita gagal ginjal yang
4

perlu mendapatkan terapi hemodialisa dan 67 (50,4%) klienbelum dapat

tertangani, tahun 2017jumlah klien yang perlu mendapatkan terapi hemodialisa

meningkat cukup tinggi yaitu tercatat sebanyak 149 dan dari jumlah tersebut83

(55,7%) klien belum mendapatkan penanganan,tahun 2018 tercatat sebanyak 143

pasien yang mendaftarkan diri untuk melakukan terapi hemodialisa namun 76

(53,1%) klien belum tertangani, pada tahun 2019 sebanyak 152 pasien yang

mendaftarkan diri untuk melakukan terapi hemodialisa namun 83 (54,6%) klien

belum tertangani, pada bulan januari s.d mei 2020 sebanyak 23 pasien yang

mendaftarkan diri untuk melakukan terapi hemodialisa namun 18 (78,2%) klien

belum mendapatkan penanganan. (RSUD Jend. Ahmad Yani Metro, 2020).

Masalah keperawatan yang banyak dihadapi pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisa umumnya adalahsesak nafas. Sesak nafas sendiri

merupakan salah satu gejala yang paling umum pada klien dengan penyakit

stadium lanjut.

Intervensi keperawatan untuk membantu klien dalam mengatasi masalah

sesak nafas diantaranya melalui strategi duduk tegak kemudian membungkuk ke

depan serta pemberian terapi oksigen dengan dosis 3 liter dengan nasal kanul.

Berdasarkan hasil pengamatan menunjukan bahwa ada keluhan utama yang

paling sering dirasakan oleh penderita gagal ginjal kronik adalah sesak nafas,

nafas tampak cepat dan dalam atau yang disebut pernafasan kussmaul.

Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan asuhan

keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di

RSUD Jend. Ahmad Yani Metro tahun 2020.


5

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalahyaitu “Upaya untuk mengurangi sesak nafas dengan

strategi duduk tegak kemudian membungkuk ke depan serta pemberian terapi

oksigen dengan dosis 3 liter dengan nasal kanul terhadap Ny. S dengan gagal

ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro

tahun 2020.”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum tujuan asuhan keperawatan ini adalah mampu memberikan

asuhan keperawatan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di

RSUD Jend.Ahmad Yani Metro tahun 2020.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan dari asuhan keperawatan ini adalah:

1.3.2.1 Melakukan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan gagal ginjal

kronikyang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Jend. Ahmad

Yani Metro tahun 2020.

1.3.2.2 Menetapkan diagnosa keperawatan pada Ny. S dengan pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Jend.

Ahmad Yani Metro tahun 2020.

1.3.2.3 Menyusun rencana keperawatan pada Ny. S dengangagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Jend. Ahmad Yani

Metro tahun 2020.


6

1.3.2.4 Melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny. S dengan gagal

ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Jend.

Ahmad Yani Metro tahun 2020.

1.3.2.5 Melaksanakan evaluasi keperawatan pada Ny. S dengan gagal

ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Jend.

Ahmad Yani Metro tahun 2020.

1.3.2.6 Membuat dokumentasi keperawatan pada Ny. S dengan gagal

ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Jend.

Ahmad Yani Metro tahun 2020.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Masyarakat/Aplikatif

Diharapkan dengan adanya asuhan keperawatan ini dapat menjadi

tambahan informasi yang berkaitan dengan upaya mengatasi masalah sesak nafas

pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis.

1.4.2 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan/Teoritis

Hasil asuhan keperawatan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan

dalam mengembangkan asuhan keperawatan yang lebih lanjut serta dapat menjadi

data awal untuk melakukan asuhan keperawatan selanjutnya yang berkaitan

dengan upaya mengatasi masalah sesak nafaspada pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani terapi hemodialisis.


7

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang mempunyai fungsi utama,

yaitu mempertahankan homeostatis dalam tubuh sehingga konsentrasi banyaknya

konstituen plasma, terutama elektrolit, air, dan dengan mengestimasi zat-zat yang

tidak diperlukan atau berlebihan di urin. Gagal ginjal dinyatakan terjadi jika

fungsi kedua ginjal terganggu sampai pada titik ketika keduanya tidak mampu

menjalani fungsi regulatorik dan ekskretorik untuk mempertahankan

keseimbangan(Brunner & Suddarth, 2013).

Gagalginjalkronik (GGK) merupakangangguanfungsiginjal yang progresif

dan ireversibel, yang menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,

sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalamdarah

(Smeltzer& Bare, 2013).Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal progresif

yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya

yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau

transplantasi ginjal (Nursalam, 2008).

B. Etiologi

Penyebab paling umum dari gagal ginjal kronik adalah diabetes

mellitus (tipe 1 atau tipe 2) dan hipertensi, sedangkan penyebab End-stage Renal


8

Failure (ERFD) di seluruh dunia adalah IgA nephropathy (penyakit inflamasi

ginjal). Komplikasi dari diabetes dan hipertensi adalah rusaknya pembuluh darah

kecil di dalam tubuh, pembuluh darah di ginjal juga mengalami dampak terjadi

kerusakan sehingga mengakibatkan gagal ginjal kronik (Huzella et al., 2017).

Etiologi gagal ginjal kronik bervariasi antara negara yang satu dengan

negra yang lain,di Amerika Serikat diabetesmellitus menjadi penyebab paling

banyak terjadi gagal ginjal kronik yaitu sekitar 44%, kemudian diikuti oleh

hipertensi sebanyak 27% dan glomerulonefritis sebanyak 10% (Price and

Lorraine, 2012). Di Indonesia

penyebabgagalginjalkronikseringterjadikarenaglomerulonefritis, diabetes mellitus,

obstruksi, dan infeksi pada ginjal, hipertensi (Muttaqin and Kumala, 2011).
9

Tabel 2.1

KlasifikasiPenyebabGagalGinjalKronik

KlasifikasiPenyakit Penyakit
Penyakitinfeksi tubuleinterstitial Pielonefritiskronis/refluksnefropati

Penyakitperadangan Glomerulonefritis
Penyakit vascular hipertensif Nefrosklerosisbenigna

Nefrosklerosismaligna

Stenosis arterirenalis
Gangguanjaringan ikat SLE, Poliarteritis nodosa

Sklerosissistemikprogresif
Gangguankongenital dan herediter Penyakitginjalpolikistik

Asidosistubulusginjal
Penyakitmetabolic DM, Gout, hiperparatiroidisme

Amilodosis
Nefropatitoksik Penyalahgunaananalgesik, obat TBC

Nefropatitimah
Nefropatiobstruktif Traktusurinariusbagianatas: batu,

neoplasma, fibrosis retroperitoneal

Traktusurinariusbagianbawah:

hipertropiprostat, striktururetra,

anomalycongenitallehervesikaurinaria

dan uretra
(Price and Lorraine, 2012).

C. Patofisiologi
10

Ginjal merupakan salah satu organ ekskretori yang berfungsi untuk

mengeluarkan sisa metabolisme didalam tubuh diantaranya ureum, kreatinin, dan

asam urat sehingga terjadi keseimbangan dalam tubuh. Penyakit ini diawali

dengan kerusakan dan penurunan fungsi nefron secara progresif akibat adanya

pengurangan masa ginjal. Pengurangan masa ginjal menimbulkan mekanisme

kompensasi yang mengakibatkan terjadinya hipertrofi struktural dan fungsional

nefron yang masih tersisa. Perubahan ini mengakibatkan hiperfiltrasi yang diikuti

oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Selanjutnya

penurunan fungsi ini akan disertai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus

(GFR) dan peningkatan sisametabolisme dalam tubuh.

Perjalananumumginjalkronik  dapatdibagimenjaditiga stadium. Stadium

satudinamakanpenurunancadanganginjal.Pada stadium inikreatin serum dan BUN

dalamkeadaan normal dan penderitaasimtomatik (tanpagejala).

Gangguanfungsiginjalakandapatdiketahuidengantes GFR (Hanafi R et al., 2016).

Stadium duadinamakaninsufisiensiginjal,dimanalebihdari 75%  jaringan

yang berfungsitelahrusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahapini BUN

barumulai stadium insufisiensiginjalgejalanokturia dan poliuria

diakibatkankegagalanpemekatan. Nokturia (berkemih pada malamhari) sebanyak

700 ml atau  berkemihlebihdaribeberapa kali. Pengeluaranurin normal sekitar

1.500 ml perhariatausesuaidenganjumlahcairan yang diminum (Fadila et al.,

2018).

Stadium ketigadinamakangagalginjal stadium akhiruremia.sekitar 90%

darimassanefrontelahhancuratausekitar 200.000 yang masihutuh. Nilai GFR


11

nyahanya 10% dari keadaan normal dan bersih akan keratin sebesar 5-10

ml/menit.Penderitabiasanyaoliguri (pengeluaran urine kurangdari 500 ml/hari)

karenakegagalanglomelurusuremik.Fungsiginjalmenurun, produkakhir

metabolisme protein.Terjadi uremia dan mempengaruhisetiap system tubuh

(Fadila et al., 2018).

Stadium paling dini dari penyakit gagal ginjal kronis, akan menyebabkan

penurunan fungsi yang progresif ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan

kreatinin serum. Pasien dengan GFR 60% belum merasakan keluhan, tetapi sudah

ada peningkatan kadar ureum dan kreatinin, sampai GFR 30% keluhan nokturia,

badan lemas, mual, nafsu makan berkurang, dan penurunan berat badan mulai

terjadi (Kartikasari et al, 2018).

PATHWAY
12

(Nanda, 2015)
13

D. Manifestasi Klinis

Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal kronis adalah penurunan secara

lambat dan progresif dari fungsi ginjal. Biasanya terjadi akibat komplikasi dari

kondisi medis lain yang serius. Tidak seperti gagal ginjal akut yang terjadi dengan

cepat dan tiba-tiba, gagal ginjal kronis terjadi secara bertahap. Gagal ginjal kronis

terjadi dalam hitungan minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun

sampai ginjal perlahan berhenti bekerja, mengantarkan pada stadium akhir

penyakit ginjal (ESRD). Perkembangan yang sangat lambat inilah yang

mengakibatkan gejala tidak muncul sampai adanya kerusakan besar. Berikut

merupakan manifestasi klinis gagal ginjal kronik:

1. Kardiovaskuler

a. Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis

b. Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)

c. Edema periorbital

d. Friction rub pericardial

e. Pembesaran vena leher

2. Dermatologi

a. Warna kulit abu-abu mengkilat

b. Kulit kering bersisik

c. Pruritus

d. Ekimosis

e. Kuku tipis dan rapuh

f. Rambut tipis dan kasar


14

3. Pulmoner

a. Krekels

b. Sputum kental dan liat

c. Nafas dangkal

d. Pernafasan kussmaul

4. Gastrointestinal

a. Anoreksia, mual, muntah, cegukan

b. Nafas berbau

c. Ulserasi dan perdarahan mulut

d. Konstipasi dan diare

e. Perdarahan saluran cerna

5. Neurologi

a. Tidak mampu konsentrasi

b. Kelemahan dan keletihan

c. Konfusi/perubahan tingkat kesadaran

d. Disorientasi

e. Kejang

f. Rasa panas pada telapak kaki

g. Perubahan perilaku

6. Muskuloskeletal

a. Kram otot

b. Kekuatan otot hilang

c. Kelemahan pada tungka


15

d. Fraktur tulang

e. Foot drop

7. Reproduktif

a. Amenore

b. Atrofi testekule

(Smeltzer and Bare, 2013).

E. Komplikasi

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik yaitu :

Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan

masukan diet berlebihan.

1. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk

sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

2. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin-

angiostensin-aldosteron

3. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah

merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan

darah selama hemodialisis.

4. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan

peningkatan kadar alumunium.

(Smeltzer and Bare, 2013).


16

Komplikasi lain yang dapat ditemukan dari gagal ginjal kronik yaitu:

a. Komplikasi Hematologis

Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi eritropoietin

yang tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian eritropoietin

subkutan atau intravena. Hal ini hanya bekerja bila kadar besi, folat, dan vitamin

B12 adekuat dan pasien dalam keadaanbaik. Sangat jarang terjadi, antibodi dapat

terbentuk melawan eritropoietin yang diberikan sehingga terjadi anemia aplastik.

b. Penyakit vascular dan hipertensi

Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal

kronik. Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi mungkin

merupakan faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar hipertensi pada

penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat retensi natrium dan air.

Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untukbisa menimbulkan edema, namun

mungkin terdapat ritme jantung tripel. Hipertensi seperti itu biasanya memberikan

respons terhadap restriksi natrium dan pengendalian volume tubuh melalui

dialysis. Jika fungsi ginjal memadai, pemberian furosemid dapat bermanfaat.

c. Dehidrasi

Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air

akibat hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan sebagian

filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus, sehingga mengekskresi urin yang

sangat encer, yang dapat menyebabkan dehidrasi.

d. Kulit

Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi. Keluhan
17

ini sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier serta dapat

disebabkab oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal dapat dikurangi

dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang mencegah kulit kering.

Bekuan uremik merupakan presipitat kristalureum pada kulit dan timbul hanya

pada uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan anemia dapat menyebabkan

pucat.

e. Gastrointestinal

Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering

terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun

gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi. Insidensi

esofagitis serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat menyebabkan

perdarahan. Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi.Gangguan pengecap dapat

berkaitan dengan bau napas yang menyerupai urin.

f. Endokrin

Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido,

impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita, sering

terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas. Siklus hormon

pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi dalam menyebabkan

retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan massa otot pada orang dewasa.

g. Neurologis dan psikiatrik

Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan kelelahan, kehilangan

kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi neurologis

(mencakup tremor, asteriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot


18

dengan mioklonus, klonus pergelangan kaki,hiperefleksia, plantar ekstensor, dan

yang paling berat kejang). Aktifitas Na+/K+ ATPase terganggu pada uremia dan

terjadi perubahan yang tergantung hormon paratiroid (parathyroid hormone,

PTH) pada transport kalsium membran yang dapat berkontribusi dalam

menyebabkan neurotransmisi yang abnormal. Gangguan tidur seringterjadi. Kaki

yangtidak biasa diam (restless leg) atau kram otot dapat juga terjadi dan kadang

merespons terhadap pemberian kuinin sulfat. Gangguan psikiatrik seperti depresi

dan ansietas sering terjadi dan terdapat peningkatan risiko bunuh diri.

h. Imunologis

Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering

terjadi. Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialysis dapat

mengaktivasi efektor imun, seperti komplemen, dengan tidak tepat.

i. Lipid

Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat

penurunan katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien yang

menjalani dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani hemodialisis,

mungkin akibat hilangnya protein plasma regulator seperti apolipoprotein A-1 di

sepanjang membran peritoneal.

j. Penyakit jantung

Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika kadar

ureum atau fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme sekunder yang berat.

Kelebihan cairan dan hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri atau

kardiomiopati dilatasi. Fistula dialysis arteriovena yang besara dapat


19

menggunakan proporsi curah jantung dalam jumlah besar sehingga mengurangi

curah jantung yang dapat digunakan oleh bagian tubuh yang tersisa.

(O’Callaghan, 2009)

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien GGK adalah:

1. Volume urin : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (fase oliguria) terjadi

dalam (24 jam – 48) jam setelah ginjal rusak.

2. Warna Urin : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah.

3. Berat jenis urin : Kurang dari l,020 menunjukan penyakit ginjal

contohglomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan

memekatkan : menetap pada l,0l0 menunjukkan kerusakan ginjal berat.

4. pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal dan

rasio urin/ serum saring (1 : 1).

5. Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan kerusakan

ginjal.

6. Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr bila ginjal

tidak mampu mengabsorpsi natrium.

7. Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.

8. Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi tambahan

warna merah diduga nefritis glomerulus. (Doenges, 2000)

Pemeriksaan yang biasdilakukandalammenentukan diagnosis gagalginjalkronik,

antara lain:
20

1. Gambaran Klinis

a) Penyakit yang mendasariseperti diabetes melitus, infeksitraktus, urinarius,

batutraktusurinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus

EritomatosusSistemik (LES), dan lain sebagainya.

b) Syndrom uremia yang terdiridarilemah, letargi, anoreksia, mualmuntah,

nokturia, kelebihan volume cairan, (Volume Overload) neuropatiperifer,

proritus, uremic, frost, perikarditis, kejang-kejangsampaikoma.

c) Gejalakomplikasinyaantara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,

payahjantung,asidiosismetabolik, gangguankeseimbanganelektrolit

(sodium, kalium, khlorida).

(Sudoyo et al., 2007)

2. PemeriksaanLaboratorium

a) Sesuaidenganpenyakit yang mendasarinya

b) Penurunanfungsiginjalberupapeningkatankadarureum dan kreatinin serum

dan penurunan LFG yang dihitungmempergunakanrumusKockcroft-Gault.

Kadar kreatinin serum

sajatidakbiasdipergunakanuntukmemperkirakanfungsiginjal.

c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin

peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper

atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidiosismetabolik.

d) Kelainanurinalisismeliputi: proteiuria, leukosuria, cast, isostenuria.

(Sudoyo et al., 2007)

3. Gambaran Radiologis
21

a) Foto polos abdomen, biastampakbatu radio opak.

b) Pielografiintravenajarangdikerjakan

Karenakontrasseringtidakbiasmelewati filter glomerulus,

disampingkekhawatiranterjadinyapengaruhtoksik oleh

kontrasterhadapginjal yang sudahmengalamikerusakan.

c) Pielografiantergradatauretrograddilakukansesuaidenganindikasi

d) Ultrasonografiginjalbiasmemperlihatkanukuranginjal yang mengecil,

korteks yang menipisadanyahidronefrosisataubatuginjal, kista, massa,

klasifikasi.

e) Pemeriksaanpemindaianginjalataurenografibilaadaindikasi.

(Prabowo and Pranata, 2014).

4. Biopsi dan PemeriksaanHistopatologiGinjal

Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal dilakukan pada pasien dengan

ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif

tidak bisa ditegakkan.Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui

etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah

diberikan.Biopsi ginjal indikasi kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran

ginjal yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang

tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas,

danobesitas(Prabowo and Pranata, 2014).


22

G. Penatalaksanaan

Rencana penatalaksanaan penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya

antara lain:

Tabel 2.2

Rencana penatalaksanaan penyakit ginjal kronik

Deraja LFG
Rencana Tatalaksana
t (ml/mn/1,73m2)
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi

komorbid,evaluasi perburukan (progression)

fungsiginjal, memperkecil risiko

kardiovaskuler
2 60-80 Menghambat perburukan (progession) fungsi

ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 ˂15 Terapi pengganti ginjal
(Suwitra,2009).
23

Di bawah ini merupakan penjelasan dari penatalaksanaan penyakitginjal

kronik berdasarkan tabel diatas adalah:

1. Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum

terjadinya penurunan LFG sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada

ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan

histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.

Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap

penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat (Sugianto et al., 2019).

2. Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid

Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG

pada pasien Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid

(superimposed factors) yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor

komorbid antara lain, gangguankeseimbangan cairan, hipertensi yang tidak

terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat

nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya

(Istanti, 2014).

3. Menghambat Perburukan Fungsi Ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya

hiperfiltrasi glomerulus dengan cara penggunaan obat-obatan nefrotoksik,

hipertensi berat, gangguan elektrolit (hipokalemia).Pembatasanasupan protein

akanmengakibatkanberkurangnyasindromuremik. Masalahpenting lain

adalahasupan protein berlebih (protein overload) akan mengakibatkan perubahan


24

hemodinamikginjal berupapeningkatanalirandarah dan tekananintraglomerulus

(intraglomerulus hyperfiltration), yang akan

meningkatkanprogresifitaspemburuanfungsiginjal. Pembatasanasupan protein juga

berkaitandenganpembatasanasupanfosfat, karena protein dan

fosfatselaluberasaldarisumber yang sama.

Tabel 2.3

Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik

LFG ml/mnt Asupan protein g/kg/hr Fosfat g/kg/hr


˃60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi
25-60 0,6-0,8/kg/hr, termasuk ≥ 0,35 gr/kg/hr ≤ 10 g

nilai biologi tinggi


5-25 0,6-0,8/kg/hr, termasuk ≥ 0,35 gr/kg/hr ≤ 10 g

protein nilai biologis tinggi /tambahan

0,3 g asam amino esensial / asam keton


˂60 (SN) 0,8/kg/hr (+ 1 gr protein/ g proteinuria atau ≤ 9 g

0,3 g / kg tambahan asam aminoesensial

atau asam keton


(Suwitra, 2009).

4. Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskuler

Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyaki kardiovaskuler

adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia,

pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan

cairan dan gangguankeseimbangan elektrolit (Nurdian et al., 2018).

5. Terapi Pengganti Ginjal


25

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,

yaitu pada LFG kurang dari 15ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa

hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.

a) Hemodialisis

Hemodialisaadalahsuatuprosedur yang digunakanuntukmengeluarkancairan

dan produk limbahdari dalamtubuhketikaginjaltidakmampumelaksanakan proses

tersebut. Proses dialisamenyebabkanpengeluarancairan dan sisa metabolisme

dalam tubuhsertamenjagakeseimbanganelektrolit dan produk kimiawidalamtubuh.

Tujuanhemodialisa adalah untuk mengambilzat-zat nitrogen yang

toksikdaridalamdarahyang penuhdengantoksin dan limbah nitrogen dialihkandari

tubuh pasien kedialisertempatdarahtersebut dibersihkan dan

kemudiandikembalikanlagiketubuhpasien (Raharjo, et al. 2009). Aliran

darahakanmelewatitubulustersebutsementaracairandialisatbersikulasi di

sekitarnya. Pertukaranlimbahdari darah kedalamcairandialisatak akanterjadi

membrane semipermeabletubulus.Proses hemodialisdilakukan 1-3 kali

dalamseminggu di rumahsakitdenganmemerlukanwaktusekitar 2-45 jam setiap

kali hemodialisis.Keputusan untukinisiasiterapi dialysis berdasarkan parameter

laboratoriumbila LFG antara 5 dan 8 ml/menit/l .73 m2(Rosdiana, 2011).


26

Gambar 1. Proses Hemodialisis

Ada tigaprinsip yang mendasarikerjahemodialisis, yaitudifusi, osmosis, dan

ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalamdarahdikeluarkanmelalui proses

difusidengancarabergerakdaridarah yang memiliki konsentrasi yang lebih rendah

(Rosidana, 2011).

Gambar 4. Proses Difusi

Air yang berlebihandikeluarkandaridalamtubuhmelalui proses osmosis.

Pengeluaran air dapatdikendalikandenganmenciptakan gradient tekanan, yaitu air

bergerakdaridaerahdengantekanan yang lebihtinggi (tubuhpasien)

kedaerahdengantekanan yang lebihrendah (cairandialisat).Gradien ini dapat


27

ditingkatkanmelaluipenambahantekanannegatif yang dikenalsebagaiultrafiltrasi

pada mesindialisis (Rosdiana, 2011).

Gambar 5. Proses Ultrafiltrasi

b) Peritoneal Dialisis

Pada dialysis ini membrane dialysis menggunakanmembran peritoneal

pasien sendiri. Cairan dialysis diletakkan pada rongga peritoneal

menggunakankateter yang dimasukkan dan dibiarkanselama 4-6 jam untuk

mencapaikesetimbangan.Dialisatkemudian dibuang dan

digantikandenganfluuidadialisis yang baru. Perubahankonsentrasiglukosa pada

dialisatidak akan mengubahosmolaritas dan hainimengaturperpindahan air secara

osmosis daridarahkedialisat. Proses inidapatdilakukansendiri oleh pasien di

rumah. Komplikasi yang seringterjadi adalah peritonitis (Tambunan, 2018).


28

c) TransplantasiGinjal

Transplantasiginjalmerupakanterapipenggantiginjal (anatomi dan

faal).Pertimbangan program transplantasiginjal:

1) Ginjalcangkok (kidney transplant) dapatmengambilalihseluruh (100%)

faalginjal, sedangkanhemodialisishanyamengambilalih 70 - 80% faal

ginjalalamiah.

2) Kualitashidup normal kembali

3) Masa hidup (survival rate) lebih lama

4) Komplikasi(biasanyadapatdiantisipasi) terutamaberhubungandengan

obatiimunosupresifuntukmencegahreaksipenolakan

5) Biayalebihmurah dan dapat diibatasi.

6) Kontraindikasi relative terhadaptransplantasiginjal:

 Usialebihdari 70 th

 HIV positif

 Infeksibakteri

 Keganasan yang baruterjadiatausedang diderita


29

 Penyakit jantungberat

 Sensitasitinggi

(Tambunan , 2018).

H. Asuhan Keperawatan

1. Fokus pengkajian

Pengkajian adalah dimulainya perawat menerapkan pengetahuan

dan pengalaman untuk mengumpulkan data tentang kliengagalginjal

kronis (Smeltzer and Bare, 2013) meliputi:

a) Demografi

Lingkungan yang tercemar oleh timah, merkuri dan air dengan

tinggi kalsium beresiko untuk gagal ginjal kronik, kebanyakan

menyerang umur 20-50 tahun jenis kelamin lebih banyak perempuan,

kebanyakan ras kulit hitam.

b) Riwayat penyakit dahulu

Riwayat infeksi saluran kemih penyakit peradangan vaskuler

hipertensif, penyakit metabolik, dan neropatik obstruktif.

c) Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat penyakit vaskuler hipertensi, penyakit metabolik, riwayat

memeliki penyakit gagal ginjal kronik.

2. Pola kesehatan fungsional

a) Pemeliharaan kesehatan
30

Konsumsi toksik, konsumsi makanan tinggi kalsium, purin fosfat,

protein dan kontrol tekanan darah dan gula tidak teratur

b) Pola nutrisi dan metabolik

Perlu dikaji adanya mual, muntah anoreksia, intake cairan inadekuat,

peningkatan berat badan cepat dan penurunan berat badan.

c) Pola eliminasi

Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuaria (gangguan tahap lanjut)

dan perubahan warna urin.

d) Pola aktivitas dan latihan

Penurunan atau mengalami kelemahan

e) Pola istirahat dan tidur

Gangguan tidur (insomnia atau somnolen)

f) Pola persepsi sensori dan kognitif

Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot,

penurunan lapang pandang, dan ketidakmampuanberkonsentrasi

g) Persepsi diri dan konsep diri

Perasaan tidak berdaya tidak ada harapan , takut, marah,

perubahankepribadian dan tidak mau bekerja

h) Pola reproduksi dan seksual

Penurunan libido, impoten, dan atropi testikuler.

3. Pemeriksaan fisik

a) Keluhan umum: lemas, nyeri pinggang

b) Tingkat kesadaran kompos mentis sampai koma


31

c) Antropometri: berat badan menurun,LILA menurun

d) Tanda-tanda vital: Tekanan darah meningkat, suhu meningkat,

nadimenurun.

e) Pemeriksaan head to toe

4. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data

subjektifdan objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian

untukmenegakkan diagnosa keperawatan. Adapun diagnosa

keperawatanyang muncul pada pasien gagal ginjal kronik yaitu sebagai

berikut:

a) Ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi

b) Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme regulasi

c) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d

faktorbiologis

d) Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan suplai O2

e) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan otot

f) Resiko Penurunan perfusi jaringan kardiovaskuler b/d hipertensi

(Nanda Nic-noc, 2015).


32

ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S

DENGAN DIAGNOSA CKD

Ruang : Pavilliun Umum

No. Medical Record : 256987

Tanggal Pengkajian : 05 Mei 2020

Pukul : 13.00 WIB

A. DATA DASAR

1. DATA DEMOGRAFI

a. Identitas Pasien

1. Nama : Ny. S

2. Usia : 52 th

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Status perkawinan : Menikah

5. Pekerjaan : IRT

6. Agama : Islam

7. Pendidikan : SMA

8. Suku : Jawa

9. Bahasa yang digunakan. : Indonesia

10. Alamat Rumah : Batang hari

11. Sumber biaya : BPJS

12. Tanggal masuk RS : 05 Mei 2020

13. Dx medis saat pengkajian : CKD On HD, anemia


33

b. Sumber Informasi

1. Nama : Tn. A

2. Umur : 56 th

3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Hubungan dengan pasien : Suami

5. Pendidikan : Sarjana

6. Pekerjaan : PNS

7. Alamat : Batanghari

2. RIWAYAT KESEHATAN

a. Riwayat Kesehatan masuk RS

Pasien datang ke Ruang Hemodialisa RSUD Jend. A. Yani Metro

pada tanggal 05 Mei 2020 pukul 06.00 WIB untuk melakukan HD

(Hemodialisa) rutin seminggu 2 kali, hari selasa dan jum’at. Pasien

mengatakan setelah HD (Haemodialisa) pukul 10.00 WIB

mengeluh badan terasa lemas dan sesak nafas sehingga pasien

dipindahkan ke IGD RSUD Jend A. Yani Metro. Pasien terlihat

konjungtiva anemis, akral teraba dingin, terdapat oedema pada

ekstremitas bawah, klien terlihat pucat, CRT 2-3 detik. Tanda-

Tanda vital: TD : 180/90 mmHg, Nadi : 86x/mnt, Respirasi : 28

x/mnt, T : 36,5 oC, TB: 160 cm, BB: 65kg, IMT : 20,3
34

b. Riwayat kesehatan saat pengkajian/riwayat penyakit sekarang

1) Keluhan utama saat pengkajian

Sesak

2) Keluhan penyerta

Pasien terlihat pucat, akral teraba dingin, terdapat oedema pada

ekstermitas bawah.

c. Riwayat kesehatan lalu

Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus

sejak 16 tahun yang lalu dan penyakit hipertensi 2 tahun yang lalu.

Pasien mengatakan sudah menjalani hemodialisa selama 2 tahun

yang lalu.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga klien mengatakan sebelumnya tidak ada keluarga yang

memiliki penyakit menular atau penyakit kronis lainnya.


35

KETERANGAN :

: Menikah
: keturunan
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Satu Rumah

e. Riwayat psiko social spiritual ekonomi

1) Psikologis

Gambaran diri : Pasien tidak malu dengan

keadaannya/penyakitnya saat ini

Peran : Klien mengatakan berperan menjadi seorang

istri dan ibu dari anak-anak.

Harga diri : Klien mengatakan tidak nyaman dengan

kondisinya saat ini, klien berharap dapat

pulih dan berkumpul bersama keluarganya.

Identitas diri : Klien seorang ibu rumah tangga yang hanya

mengurusi rumah dan anak-anak.

2) Social

Keluarga mengatakan selalu mendukung pengobatan dengan

selalu mengingatkan pasien untuk minum obat untuk

mempercepat proses penyembuhan penyakitnya.


36

3) Spiritual

Sebelum sakit : Pasien mengatakan beragama Islam, pasien


mengatakan selalu mengerjakan ibadah
sholat.
Setelah sakit : Pasien mengatakan selama sakit ini klien
hanya sholat ditempat tidur. Dan selalu
berdoa untuk kesembuhannya. Pasien
menganggap bahwa penyakit ini merupakan
ujian keimanan untuknya.

4) Ekonomi

Pasien mengatakan bekerja sebagai ibu rumah tangga,

mengurusi rumah tangga dan anak-anak. Biaya untuk

pengobatan menggunakan BPJS.

f. Pengetahuan Pasien dan Keluarga

Pasien mengatakan mengetahui tentang penyakitnya. Saat ada

anggota keluarga yang sakit keluarga berobat ke RS. Keluarga dan

pasienmengatakan tahu tentang diet dan cara perawatan atas

penyakitnya.

g. Lingkungan

Pasien mengatakan lingkungan rumahnya bersih, memiliki

ventilasi udara dan jauh dari polusi udara.


37

h. Pola kebiasaan sehari-hari

1) Pola pemenuhan nutrisi dan cairan

 Pola nutrisi

- Sebelum sakit

Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap

makanan tertentu. Pasien mengatakan makan 2x sehari.

Pasien mengatakan nafsu makan klien baik, klien

mengatakan menyukai semua makanan. BB 65 Kg.

- Saat sakit

Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap

makanan tertentu. Klien mengatakan mual. Klien

mengatakan nafsu makannya baik, klien makan,

makanan yang disediakan dari Rs. BB 65 kg.

IMT =65/(1,60)2

=65/3,20

=20,3

 Pola Cairan

- Sebelum sakit

Pasien mengatakan minum 2-3 gelas/hari air putih

dengan jumlah ± 600cc.

- Saat sakit

Keluarga pasien mengatakan klien susah minum, hanya

minum air putih 2 gelas sehari dengan jumlah 600 cc.


38

klien terpasang infus IVFD Nacl 0,9% 5cc/jam. Klien

tranfusi PRC 2 kolf.

2) Pada eliminasi

a. BAK

- Sebelum sakit

Pasien mengatakan BAK 1-2 kali sehari dengan jumlah

300 cc dengan warna kuning jernih dengan berbau khas

urine. Klien mengatakan tidak ada keluhan dalam BAK.

- Saat sakit.

Pasien mengatakan BAK 1-2 kali sehari dengan jumlah

300 cc sehari dengan warna kuning jernih bau khas

urine. Pasien mengatakan tidak ada keluhan dalam

BAK.

b. BAB

- Sebelum sakit

Pasien mengatakan BAB 1 kali sehari pada pagi hari

konsistensi lembek, warna dan bau khas. Pasien tidak

menggunakan obat pencahar.

- Saat sakit

Selama sakit pasien belum pernah BAB.

Intake Minum 600 cc / hari


39

= Infus 120 cc / hari

Tranfusi 660 cc

Am 325 cc 5cc X 65

Jumlah 1705cc

Iwl(15xkg/24

Output BAK 300 cc / hari =40,52

= BAB -

Jml 300 cc/hari

BC : Intake(output+iwl

: )

: 1705 (300+40,52)

: (1705 – 259,48)

1445,52

3) Pola personil hygiene

- Sebelum sakit

Pasien mengatakan mandi 2 kali yaitu pagi dan sore,

dengan menyikat gigi menggunakan pasta gigi dan

mencuci rambut menggunakan shampoo dan

menyabuni seluruh anggota badan hingga bersih.

- Saat sakit
40

Pasien mengatakan selama di RS mandi 1 kali sehari

saat pagi, dengan menyikat gigi hanya 1 kali sehari

pada pagi dan selama sakit klien baru 1 x mencuci

rambutnya.

4) Pola istirahat & tidur

- Sebelum sakit

Pasien mengatakan tidur 6-7 jam sehari. Pada siang hari

pasien mengatakan tidak tidur. Pasien mengatakan tidak

ada keluhan saat tidur.

- Saat sakit

Pasien mengatakan tidur pada malam hari 4-5 jam. Pada

siang hari 1-2 jam. Pasientidak mengalami kesulitan

tidur.

5) Pola aktifitas dan latihan

- Sebelum sakit

Pasien mengatakan aktifitas sebelum sakit hanya

dirumah mengurusi rumah dan anak-anak.

Pasienmengatakan tidak ada keluhan dan keterbatasan

dalam melaksanakan aktifitas.


41

- Saat sakit

Pasien mengatakan badannya lemas sehingga aktifitas

pasien saat sakit tidak dapat dilakukan seperti biasanya

karena pasien harus istirahat. Klien mengatakan

aktifitas pasien dibantu oleh keluarga.

6) Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan

- Sebelum sakit

Pasien mengatakan sebelum sakit tidak

merokok/minuman keras/ketergantungan terhadap obat

tertentu.

- Saat sakit

Pasien mengatakan saat sakit pun tidak

merokok/minuman keras dan saat ini menjalani

pengobatan di RS.

3. PENGKAJIAN FISIK (pengkajian focus)

a. Pemeriksaan umum

Kesadaran : Compos metis

Keadaan : lemah

TD : 180/90 mmhg

S : 36.5oC

N : 86 x/m
42

RR : 28 x/ m

BB Sebelum sakit : 65 kg

BB Saat sakit : 65 kg

TB : 165 cm

b. Pemeriksaan fisik persistem

1) Sistem pengelihatan

Posisi mata simetris, konjungtiva anemis, sclera an ikterik,

pupil isokor, reaksi terhadap cahaya (+) tidak terdapat tanda-

tanda radang & tidak memakai alat bantu penglihatan.

2) Sistem pendegaran

Bentuk dan ukuran telinga simetris, telinga tampak bersih dan

tidak ada serumen. Tidak terdapat tanda-tanda radang & lesi.

Pasien dapat mendengar dengan baik dan tidak menggunakan

alat bantu dengar.

3) Sistem wicara

Tidak terdapat kesulitan / gangguan dalam wicara

4) Sistem pernafasan

Pernafasan tidak menggunakan cuping hidung, tidak ada polip,

bentuk hidung simetris, tidak ada massa, pergerakan paru

kanan & kiri normal dengan frekuensi 28 x/m. Tidak terdapat

nyeri tekan. Tidak terdapat whezing / rochi yaitu vesikuler.

Klien menggunakan alat bantu pernapasan kanul o2 3lpm.

5) Sistem kardiovaskuler
43

a. Sirkulasi perifer

Nadi: 86 x/ m, irama teratur, denyut nadi lemah & cepat,

tidak terdapat peningkatan distensi vena jugularis,

temperature kulit hangat, warna kulit pucat, CRT > 3 detik.

Tidak terdapat adema.

b. Sirkulasi jantung

Irama jantung teratur, bunyi jantung 1 & 11 normal, tidak

terdapat kelaninan bunyi jantung. Klien tidak memiliki

keluhan jantung berdebar, keringat dingin, kesemutan, kaki

& tangan dingin dan juga tidak terdapat nyeri dada.

6) Sistem neurologi

GCS = I5 E =4 M=6 V= 5

Tingkat kesadaran komposmetis, tidak terdapat peningkatan

TIK.

7) Sistem pencernaan

Warna bibir pucat, mukosa bibir kering, bentuk bibir simetris.

Tidak ada lesi. Tidak terdapat pendarahan / radang pada gusi.

Klien mengatakan mual. Abdomen berbentuk datar dan tidak

ada distensi abdomen, bising usus 15 x/m, tidak terdapat

pembesar hepar.

8) Sistem imunology

Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening

9) Sistem endokrin
44

Klien tidak terdapat tremor, tidak terdapat pembesaran

kelenjar tyroid.

10) Sistem urogenital

Tidak terdapat distensi pada kandung kemih dan tidak terdapat

nyeri tekan. Tidak terdapat masalah dalam BAK. Tidak

terpasang kateter.

11) Sistem integuman

Rambut klien berwarna hitam, bersih. Kuku klien pendek dan

bersih. Tidak terdapat lesi, turgor kulit kering, kulit klien

teraba dingin.

12) Sistem Muskuloskeletal

Fungsi pergerakan baik. Tidak terdapat benjolan/bengkak, cara

berjalan klien baik. Tidak terdapat nyeri saat berjalan. Pasien

tidak terpasang orif / oref. Kekuatan tonus otot

5555 5555

5555 5555

13) Sistem Reproduksi

Keluarga pasien mengatakan pasien tidak terdapat gangguan

seksualitas.
45

7. RESUME KONDISI PASIEN (Saat Di Ugd Dan Sebelum

Pengkajian)

Pasien datang ke UGD tanggal 05 mei 2020 pukul 10.00 WIB

mengeluh badan terasa lemas dan sesak nafas. Pasien terlihat

konjungtiva anemis, akral teraba dingin, terdapat oedema pada

ekstremitas bawah, klien terlihat pucat, CRT >3 detik. Tanda- Tanda

vital: TD : 180/90 mmHg, Nadi : 86x/mnt, Respirasi : 28 x/mnt, T :

36,5 oC, TB : 165 cm, BB : 65 kg, IMT : 20,3

A. PEMERIKSAAN PENUNJANG.

Pemeriksaan laboratorium tanggal 05 mei 2020

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hematologi
Haemoglobin 6,1 L : 13 – 18 g/dL
P : 11,5 – 16,5 g/dL
Leukosit 67000 5.000 – 10.000 /uL
Trombosit 230.000 150 – 450x103 /uL
Eritrosit 2,03 4,37 – 5.63 juta/uL
Hematokrit 18,5 40,95 – 54 %
MCV 91,1 80 – 92 fL
MCH 30,0 27 – 31 pg
MCHC 32,9 32 – 36 g/dL
RDW 12,9 12,9 – 15,25 %
MPV 8,8 7,28 – 9,03 fL
Golongan darah A/+
Ureum 65 20-40mg/dl
Kreatinin 15,4 0.5-1.5 mg/dl
B. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN

1. Medis

O2 : 3-5 Lpm

IVFD :NaCl 0.9% 5cc/jam

Terapi tanggal 05 mei 2020


46

Furosemid 1x1 (iv)

Ranitidin 2x1 (iv)

Terapi: Per oral

1) Amlodipine 1 x 10 mg

2) As.Folat 1 x 400 mg

Rencana Transfusi II kolf

I.Transfusi di ruangan

II.Transfusi on HD

I. ANALISA DATA

N DATA FOKUS MASALAH ETIOLIGI

O
01 DS : Gangguan Penurunan kadar

- Pasien mengatakan lemas setelah perfusi jaringan HB

dilakukan tindakan hemodialisa perifer

- Pasien mengatakan sesak nafas

setelah dilakukan tindakan

hemodialisa

DO:

- K/U lemah

- Konjungtiva anemis

- Akral pasien teraba dingin


47

- Terpasang O2 Nasal 3-4 l/mnt

- Elevasi kepala (semi fowler)

- CRT >3 detik

- TD : 180/90 mmHg

- Nadi : 86 x/mnt

- Respirasi : 28 x/mnt

- Suhu : 36,5 oC

- HB : 6,1 g/dL

- Pasien tampak sesak

- Pasien terlihat nafas cepat dan

dangkal.
02 DS : Kelebihan intake dan output

- Pasien mengatakan kedua kaki volume cairan cairan tidak

bengkak. adekuat

DO:

- Terlihat oedema pada ekstremitas

bawah

- BB : 65 kg

- TB : 160 cm

- IMT : 20,3

- IWL 40,52

- 1445,52
03 DS: Intolerasi Ketidakseimbangan

- Pasien mengatakan sesak nafas aktivitas suplai 02


48

- Pasien mengatakan sesak nafas

bertambah jika digunakan

beraktivitas

- Pasien mengatakan sebagian

aktivitas klien dibantu keluarga

DO:

- k/u lemah

- aktivitas klien hanya ditempat

tidur

- Kesadaran composmetis

- GCS :15 E4V5M6

- Pasien tampak sesak

- TD : 180/90 mmHg

- Nadi : 86 x/mnt

- Respirasi : 28 x/mnt

- Suhu : 36,5 oC
49

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Tgl/Jam Diagnosa Sesuai Prioritas

.
01. 05mei 2020 Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan

14.00 WIB dengan penurunan kadar HB.

02. 05mei 2020 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan

14.00 WIB intake dan output cairan Tidak adekuat

03. 05 mei 2020 Intoleransi aktivitas berhubugan dengan

14.00 WIB ketidakseimbangan suplai 02

IV. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan (Smart) Rencana (Intervensi) Resional


01. Gangguan Setelah di lakukan 1. Kaji secara 1. Mengetahui
perfusi jaringan tindakan perawatan komprehensif kondisi
perifer selama 2 jam sirkulasi perifer, sirkulasi perifer
berhubungan diharapkan warna dan 2. Mengetahui
dengan kecukupan aliran temperatur kondisi pasien
penurunan darah disetiap ekstermitas 3. Mengetahui
kadar HB pembuluh kecil 2. Monitor ttv hasil hb pasien
terpenuhi dengan 3. Monitor
keiteria hasil: laboratorium hb

 Pengisian kapiler 4. Evaluasi nadi dan


jari edema
50

 Pengisian kapiler
jari kaki
 Suhu kulit ujung
kaki dan tangan
02. Kekuatan denyut
nadi karotis kanan 1. Mengetahui
dan kiri. 1. Pantau adanya adanya
Kelebihan tanda dan gejala overhidrasi
volume cairan overhidrat 2. Mengetahui
berhubungan Setelah di lakukan 2. Monitor intake balance cairan
dengan intake tindakankeperawatan dan output cairan 3. Mengetahui
dan output selama 2 jam yang yang akurat adanya
cairan tidak diharapkan 3. Monitor hasil keseimbangan
adekuat kelebihan volume LAB yang cairan
cairan tubuh teratasi relevan dengan 4. Mengetahui
dengan kriteria hasil keseimbangan kondisi klien
 keadaan umum cairam ( HT)
baik 4. Monitor tanda

 balance cairan gejala tanda

nol gejala dari oedem

 TTV 5. Kolaborasi

TD:130/90 dengan dokter


03 mmHg dalam

N:80x/mt penatalaksaan

S : 36130 C terapi furocemide 1. Mengetahui

RR:20x/mt 1x20 mg kemampuan


klien
Intoleransi 1. Bantu klien 2. Mengetahui
aktivitas b.d untuk keadaan umum
ketidak mengidentifikasi klien
seimbangan Setelah di lakukan aktifitas yang 3. Untuk
51

suplai02 tindakan mampu di mencegah


keperawatan selama lakukan resiko jatuh .
2jam diharapkan 2. Ukur TTV dan
intoleransi aktivitas kaji keadaan
dapat teratasi dengan umum
kriteria hasil 3. Kaji status fisio
 dapat logis yang
melaksanakan menyebabkan
aktivitas sehari- kelelahan
hari sendiri 4. Monitor pola
(ADL) tidur dan
 k/u baik akral lamanya
hangat tidur/istirahat
 TTV
TD:130/90
mmHg
N:80 x/mt
S : 36.30 C
RR:20 x/mt
No Tgl / Jam Implementasi Nama / TTD Tgl / Jam Evaluasi Nama / TTD
1 05/05/2020 05/05/2020 S: Erma
10.00 WIB Mengkaji secara komprehensif Erma 10.00 WIB - Pasien mengatakan lemas setelah
sirkulasi periferwarna dan dilakukan tindakan hemodialisa
temperatur ekstermitas - Pasien mengatakan sesak nafas setelah
R / pasien tampak pucat dilakukan tindakan hemodialisa
H / Akral pasien teraba dingin
CRT >3 detik O:
10.10 WIB
Memonitor ttv - Konjungtiva anemis
R / klien tampak sesak herlinda 10.10 WIB - Akral pasien teraba dingin
H / TTV - Terpasang O2 Nasal 3-4 l/mnt herlinda
TD : 180/90 mmHg - CRT 2-3 detik
Nadi : 86 x/mnt - TD : 180/90 mmHg
Respirasi : 28 x/mnt - Nadi : 86 x/mnt
Suhu : 36,5 oC - Respirasi : 28 x/mnt
- Suhu : 36,5 oC
10.20 WIB mengevaluasi nadi dan edema - HB : 6,1 g/dL
R/ klien kooperatif Anna - Pasien tampak sesak
H/ N 86x/mnt - Pasien terlihat nafas cepat dan dangkal.

59
52
Anita 10.20 WIB A Anna
10.30 WIB Masalah perfusi jaringan perifer belum
Memonitor laboratorium hb teratasi
R / pasien kooperatif
H / HB 6,1 g/dl Anita
10.25wib P
Lanjutkan intervensi
1. Kaji secara komprehensif sirkulasi
perifer, warna dan temperatur
ekstermitas
2. Monitor ttv
3. Monitor laboratorium hb
4. Mengevaluasi nadi dan edema
53
2. 05-05-2020
05-05-2020 Anita 10.40wib Aniita
10.40 WIB Memonitor intake dan output S:
cairan yang yang akurat - Pasien mengatakan kedua kaki bengkak.
R/klien tampak sesak
H/ intake 50cc, urin 0/2 jam O:
Herlinda - Terlihat oedema pada ekstremitas Herlinda
10.50 WIB Memonitor hasil LAB yang bawah
relevan dengan keseimbangan - BB : 65 kg
cairan ( HT) - TB : 160 cm
R/Klien tampak sesak - IMT : 20,3
TD : 180/90 mmHg IWL 40,52 Erma
Nadi : 86 x/mnt
Respirasi : 28 x/mnt A
Suhu : 36,5 oC Masalah belum teratasi

11.00 WIB Memonitor tanda gejala tanda Erma P Anna


gejala dari oedem Lanjutkan intervensi
R/ klien mengatakan kakinya 1. Monitor intake dan output cairan
bengkak yang yang akurat
54
H/ kaki klien tampak oedem 2. Monitor hasil LAB yang relevan
11.10 WIB Anna dengan keseimbangan cairam ( HT)
3. Monitor tanda dan gejala oedem
Kolaborasi dengan dokter 4. Kolaborasi dengan dokter dalam
dalam penatalaksaan terapi penatalaksaan terapi furocemide
furocemide 1x20 mg. 1x20 mg.
R/ Tidak ada alergi Ana
H / Furocemide 20 mg ( iv )
3.
05-05-2020 Anna 05-05-2020
11.20 WIB 11.20 WIB

Memberikan posisi nyaman S:


R / klien tampak rilek Anita - Pasien mengatakan sesak nafas Anita
11.30 WIB H / posisi semi fowler 300 - Pasien mengatakan sesak nafas
bertambah jika digunakan beraktivitas
- Pasien mengatakan aktivitas klien hanya
Meonitor pola tidur dan
11.40 WIB ditempat tidur
lamanya tidur/istirahat
R/ klien mengatakan tidur
O:
sehari 5-6 jam
55
H/ klien tampak nyaman - k/u lemah
11.40 WIB Erma - Kesadaran composmetis
- GCS :15 E4V5M6
- Pasien tampak sesak
- TD : 180/90 mmHg Erma
mengukur TTV dan kaji - Nadi : 86 x/mnt
keadaan umum - Respirasi : 28 x/mnt
R / klien tampak sesak - Suhu : 36,5 oC Herlinda
H / TD : 180/90 mmHg 11.50wib Akral teraba dingin
11.50 WIB Nadi : 86 x/mnt Herlinda
Respirasi : 28 x/mnt A
Suhu : 36,5 oC Masalah teratasi sebagian

P Anita
Memberikan terapi oksigen Lanjutkan Intervensi
sesuai anjuran dokter 1,2,3,4
R/ Klien merasa nyaman
H/ Oksigen terpasang 3 lpm nsl
Herlinda
56
1 10.00 WIB
06-5-2020 anita
10.00wib

S: Anna
Mengkaji secara komprehensif - Pasien mengatakansesak berkurang
sirkulasi periferwarna dan O:
temperatur ekstermitas - Konjungtiva anemis
R / pasien tampak pucat 10.10wib - Akral pasien teraba hangat
10.10wib H / Akral pasien teraba hangat Herlinda - CRT 2-3 detik
CRT 2detik - TD : 150/90 mmHg Erma
- Nadi : 80 x/mnt
- Respirasi : 24 x/mnt
Memonitor ttv - Suhu : 36,5 oC
R / klien tampak kooperatif anita
H / TTV A
TD : 150/90 mmHg Masalah perfusi jaringan perifer teratasi
10.20wib Nadi : 80 x/mnt Anna sebagian
Respirasi : 24 x/mnt
Suhu : 36,5 oC P
57
02 10.20wib Lanjutkan intervensi Anna
06-05-2020 mengevaluasi nadi dan edema 1,2,3
10.30wib R/ klien kooperatif
H/ N 80x/mnt dan kaki klien
tampak bengkat Erma 10.30wib
S:
Memonitor intake dan output Pasien mengatakan kedua kaki bengkak.
10.40wib cairan yang yang akurat
R/klien tampak sesak O:
H/ intake 50cc, urin 0/2 jam Anita - Terlihat oedema pada ekstremitas
10.40wib bawah
- BB : 65 kg
Memonitor tanda gejala tanda - TB : 160 cm
10.50wib gejala dari oedem - IMT : 20,3
R/ klien mengatakan kakinya IWL 44,52
bengkak Anna
H/ kaki klien tampak oedem 10.50wib A
Masalah belum teratasi

Kolaborasi dengan dokter P


58
dalam penatalaksaan terapi Lanjutkan intervensi
03 06-05-2020 furocemide 1x20 mg. 11.00wib 1. Monitor intake dan output cairan Anita
11.00wib R/ Tidak ada alergi Anita yang yang akurat
H / Furocemide 20 mg ( iv ) 2. Monitor tanda dan gejala oedem
3. Kolaborasi dengan dokter dalam
penatalaksaan terapi furocemide
11.10wib 1x20 mg.
Memberikan posisi nyaman Erma 11.10wib
R / klien tampak rilek S: Erma
H / posisi semi fowler 300 - Pasien mengatakan sesak sudah
berkurang
Meonitor pola tidur dan - Pasien mengatakan aktivitas pasien masi
11.20wib lamanya tidur/istirahat Herlinda dibantu keluarga
R/ klien mengatakan tidur
sehari 5-6 jam 11.20wib O: Herlinda
H/ klien tampak nyaman - Kesadaran composmetis
- GCS :15 E4V5M6
mengukur TTV dan kaji - TD : 150/90 mmHg Anna
keadaan umum - Nadi : 80 x/mnt
11.30 R / klien tampak kooperatif - Respirasi : 24 x/mnt
59
o
H / TD : 150/90 mmHg Anna - Suhu : 36,5 C
Nadi : 86 x/mnt Akral teraba hangat
Respirasi : 24 x/mnt A
Suhu : 36,5 oC Masalah teratasi sebagian

P
Lanjutkan Intervensi
Memberikan terapi oksigen 1,2,3,4
sesuai anjuran dokter
R/ Klien merasa nyaman
H/ Oksigen terpasang 3 lpm nsl
60
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Hasil pengkajiaan terhadap Ny.S di dapatkan diagnosa yg muncul

sebagai berikut:

1. Gangguan perfusi jaringan perifer b.d ketidakseimbangan kadar

oksigen dalam darah

2. Kelebihan volume cairan b.d intake dan autput yang tidak adekuat

3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen

Kelompok sudah melakukan intervensi keperawatan pada ketiga

diagnosa tersebut dan setelah dilakukan observasi selama 2 jam di IGD

RSUD Jend. A YaniMetro, intervensi tidak dapat mencapai kriteria

hasil yang telah di tentukan, sehingga klien dilakukan intervensi lebih

lanjut di ruang perawatan.

B. SARAN

1. Untuk Rumah sakit

Di harapkan petugas kesehatan di RSUD Jend.A Yani Metro

khususnya di ruangan IGD dapat melakukan tindakan intervensi

keperawatan dan melakukan observasi terhadap klien dengan gagal

ginjal kronik secara tepat, agar pasien dapat mendapatkan penanganan

yg maksimal.

59
2. Untuk Keluarga pasien

Diharapkan keluarga dapat menambah pengetahuan tentang penyakit

gagal ginjal kronik serta cara penanganan dan pencegahan. Serta

mengetahui cara mengatasi sesak nafas, kelebihan cairan, dan

kelemahan fisik, dengan terapi non farmakologis seperti pengaturan

posisi elevasi kepala, membatasi bicara saat mengalami sesak,

memantau intake (minum) pasien sesuai dengan yang di anjurkan

dokter dan mengetahui penyebab kelehan pada pasien.


DAFTAR PUSTAKA

Amin, H. Hardi, K. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Media dan Nanda Nic- Noc Edisi Revisi Jilid 3.Jogjakarta : Medication
Publising
Brunner & Suddart. 2013. Buku AjarKeperawatan Medikal BedahEdisi 8 volume
2. Jakarta : EGC
Dongoes, M. E. 200. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Fadilla I, Adikara Putra P, Perdana Rizal S. 2018. Klasifikasi Chonic Kidney
Disease (CKD) dengan Menggunakan Metode Extreme Learning Machine
(ELM). Jurnal Pengembangan Teknologi. Volume 2 nomor 10. ISSN 2548-
964X
Hanafi R, Bidjuni H, dan Babakal A. 2016. Hubungan Peran Perawat Sebagai
Care Giver Dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Gagal Ginjal
Kronikyang Menjalani Hemodialisis Di RSUP Prof. Dr. D. Kandou
Manado. Jurnal Keperawatan. Volume 4 Nomor 1.
Huzella devada C, Puspitasari M, Agustina D. 2017. Asuhan Keperawatan Pada
Klien Gagal Ginjal Kronik Dengan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan
Perifer Di Ruang Hemodialisa RSUD Bangil Pasuruan. Jurnal Kesehatan
Vol 11. No.1.
Istanti Yuni, P. Hubungan Antara Masukan Cairan Dengan Interdialytic Weight
Gains (IDGW) Pada Pasien Choric Kidney Disease Di Unit Hemodialisis
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Profesi. Volume 10
Kartiksari D, Puspitasari M, NuFus H. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Klien
Gagal Ginjal Kronik Dengan Masalah Gangguan Pertukaran Gas Di Ruang
Hemodialisa Rsud Bangli Pasuruan.Jurnal keperawatan
Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. 2011. Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Nurdian, Y., Kamasita, S.E., Suryono., Hermansyah, Y., Fatekurohman, M. 2018.
Pengaruh Hemodialisa Terhadap Kinetik Segmen Ventrikel Kiri Pada
Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V. Nurseline Journal.Volume
3.Nomor 1. ISSN 2541-464X
Nursalam.2008.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan System
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika
O’callaghan, C. 2009. At a glance system ginjal.Diterjemahkan oleh (E.
Yasmine).Jakarta : Erlangga
Prabowo, E., Pranata, A. E. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan System
Perkemihan.Yogyakarta : Nuha Medika
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2012). Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Rahardjo, P. Susalit, E., Suhardjono. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi 5.
Jakarta : Interna Publising
Rosdiana, I. 2011. Analisis Faktor yang Berhubungan Dengan Kejaidan Insomnia
Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialysis Di Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Tasikmalaya Dan Garut.Medical Surgical
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. 2013.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8.Jakarta : EGC
Sudoyo, A. W. Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata K,M., Setiati, S. 2007. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI
Sugianto., Pramudita, E. A. Pinzon, R. T., Padnamaba, M.B. 2019. Pola Terapi
Faktor Risiko Kardioserebrovaskuler Pasien Penyakit Gagal Ginjal Kronis
Yang Menjalani Hemodialisis.Jurnal Kefarmasian Indonesia.Volume
6.Nomor 1.
Suwitra, Ketut. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5. Jakarta :
Interna Publising
Tambunan marihot.2018. Perkembangan Terapi Pengganti Ginjal Di
Indonesia.Materi Seminar Prosiding. Pdpersi.co.id

Anda mungkin juga menyukai