Anda di halaman 1dari 9

Nama : Annisetya Robertha M.

Bate
NIM : 200933032

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


CONTUSIO CEREBRI

 PENGERTIAN
Secara definisi, kontusio serebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak akibat
adanya kerusakan jaringan otak disertai perdarahan yang secara makroskopis tidak
mengganggu jaringan. Kontosio sendiri biasanya menimbulkan defisit neurologis jika
mengenai daerah motorik atau sensorik otak., secara klinis didapatkan penderita
pernah atau sedang tidak sadar selama lebih dari 15 menit atau didapatkan adanya
kelainan neurologis akibat kerusakan jaringan otak. Pada pemerikasaan CT Scan
didaptkan daerah hiperdens di jaringan otak, sedangkan istilah laserasi serebri
menunjukkan bahwa terjadi robekan membran pia-arachnoid pada daerah yang
mengalami contusio serebri yang gambaran pada CT Scan disebut “Pulp brain”.
Kontusio cerebri erat kaitannya dengan trauma kepala berikut beberapa prinsip pada
trauma kepala :
a. Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas
untuk mengatasi adanya pukulan.
b. Bila daya / toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.
c. Berat / ringannya cedera tergantung pada :
1) Lokasi yang terpengaruh :
 Cedera kulit.
 Cedera jaringan tulang / tengkorak.
 Cedera jaringan otak.
2) Keadaan kepala saat terjadi benturan.
a. Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
(PTIK)
b. TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
 Volume darah /Pembuluh darah (± 75 - 150 ml).
 Volume Jaringan Otak (±. 1200 - 1400 ml).
 Volume LCS (± 75 - 150 ml).

 ETIOLOGI:
 Jatuh
 Kecelakaan
 Trauma

 PATOFISIOLOGI
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan
otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-neuron
mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi contusion
ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak
serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula
hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat,
sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularis
difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran
hilang selama blockade reversible berlangsung.
Timbulnya lesi contusio di daerah coup, contrecoup, dan intermediate menimbulkan
gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang positif dan
kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran puli kembali, si penderita biasanya
menunjukkan organic brain syndrome. Lesi akselerasi-deselerasi, gaya tidak langsung
bekerja pada kepala tetapi mengenai bagina tubuh yang lain, tetapi kepala tetap ikut
bergerak akibat adanya perbedaan densitas anar tulang kepala dengan densitas yang
tinggi dan jaringan otot yang densitas yang lebih rendah, maka terjadi gaya tidak
langsung maka tulang kepala akan bergerak lebih dulu sedangkan jaringan otak dan
isinya tetap berhenti, pada dasar tengkorak terdapat tonjolan- tonjolan maka akan
terjadi gesekan anatera jaringan otak dan tonjolan tulang kepala tersebut akibatnya
terjadi lesi intrakranial berupa hematom subdural, hematom intra serebral, hematom
intravertikal.kontra coup kontusio. Selain itu gaya akselerasi dan deselarasi akan
menyebabkan gaya tarik atau robekan yang menyebabkan lesi diffuse berupa
komosio serebri, diffuse axonal injuri. Akibat gaya yang dikembangkan oleh
mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas,
autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis.
Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan
lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan
pernafasan bisa timbul.

 TANDA DAN GEJALA


Manifestasi contusio bergantung pada lokasi luasnya kerusakan otak. Akan terjadi
penurunan kesadaran. Apabila kondisi berangsur kembali, maka tingat kesadaranpun
akan berangsur kembali tetapi akan memberikan gejala sisa, tetapi banyak juga yang
mengalami kesadaran kembali seperti biasanya. Dapat pula terjadi hemiparese.
Peningkatan ICP terjadi bila terjadi edema serebral.

Gejala lain yang sering muncul :


• Gangguan kesadaran lebih lama.
• Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
• Gejala TIK meningkat. Amnesia retrograd lebih nyata.
• Pasien tidak sadarkan diri.
• Pasien terbaring dan kehilangan gerakkan.
• Denyut nadi lemah.
• Pernafsan dangkal.
• Kulit dingin dan pucat.
• Sering defekasi dan berkemih tanpa di sadari.
• Hemiparese/Plegi.
• Aphasia disertai gejala mual-muntah.
• Pusing sakit kepala.
• Amnesia retrograd lebih nyata.
• Pasien tidak sadarkan diri.
• Pasien terbaring dan kehilangan gerakkan.
• Denyut nadi lemah.
• Pernafsan dangkal.
• Kulit dingin dan pucat.
• Sering defekasi dan berkemih tanpa di sadari.
• Aphasia disertai gejala mual-muntah.
• Pusing atau sakit kepala.

 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan adanya
kemungkinan komplikasi jangka pendek.

 PENGKAJIAN
Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem
persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :
1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab).
2. Riwayat Kesehatan.
3. Riwayat penyakit dahulu.
4. Pemeriksaan Fisik, meliputi:

Aspek Neurologis:
Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi
orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-
tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan
kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparese. Pada pasien sadar, dia
tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran.
Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi.
Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan
keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat
mempertahankana keseimabangan tubuh. Nervus kranialis dapat terganggu bila
trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak.
Kerusakan nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman
dan anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan
gejala berupa penurunan gejala penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV
(Trokhlearis) dan Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan
penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola
mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor. Nervus V (Trigeminus), gangguannya
ditandai ; adanya anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis
yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak
adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa
pada 2/3 bagian lidah anterior lidah. Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar
gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX
(Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang
ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut.
Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang
menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi
batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan
intrakranial. Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah
kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan
menelan.

Aspek Kardiovaskuler :
Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan
intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian
takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu
dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung,
telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan
terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal
hingga kaki.

Aspek sistem pernapasan :


Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat
dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi,
wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu
tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus
sebagai pusat pengatur suhu tubuh.

Aspek sistem eliminasi :


Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau
hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi
saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar atau lemah, aanya mual
dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.

5. Pengkajian Psikologis :
Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data
psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya
agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi
yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena
mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya. Data sosial yang diperlukan
adalah bagaimana psien berhubungan dengan orang-orang terdekat dan yang lainnya,
kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien
terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.
6. Data spiritual :
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien
serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada
penurunan kesadaran.

 DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1. Nyeri akut (nyeri kepala, pusing) berhubungan dengan agen injuri fisik,
biologis, psikologis.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis, fisiologis.
3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler
4. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan menurunnya curah jantung,
hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli.

 INTERVENSI:
Dx 1: Nyeri akut (nyeri kepala, pusing) berhubungan dengan agen injuri fisik, biologis,
psikologis

NOC:
1. Tingkat kenyamanan
2. Kontrol nyeri
3. Nyeri : efek yang merusak
4. Tingkat nyeri

NIC:
Pain Management :
1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik serta onset, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas / beratnya, nyeri dan faktor-faktor presipitasi.
2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dan ketidaknyamanan, khususnya dalam
ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif.
3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
4. Kaji latarbelakang budaya pasien
5. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri kronis
6. Evaluasi tentang keefektifan dan tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan
7. Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga
8. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
9. Beri informasi tentang nyeri seperti penyebab, berapa lama terjadi dan tindkaan
pencegahan
10. Anjutkan pasien untuk memonitor sendiri nyerinya
11. Anjurkan penggunaan tekhnik non farmakologis (relaksasi, guided imagery, terapi musik,
distraksi, aplikasi panas-dingin, massase, TENS, hipnotis, terapi bermain, terapi aktivitas,
akupresure)
12. Berikan analgetik sesuai anjuran
13. Evaluasi ketidakefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
14. Modifikasi tindakan nyeri berdasarkan respon pasien
15. Tingkatkan tidur / istirahat yang cukup
16. Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat
17. Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat
18. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan
19. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya / anggota kleuarga saat tindakan non
farmakologi dilakukan, untuk pendekatan prefentif
20. Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri
21. Monitor perubahan nyeri dan bantu pasien mengidentifikasi faktor presipitasi nyeri baik
aktual dan potensial
22. Lakukan pengkajian terhadap pasien dengan nyaman dan lakukan monitoring dari rencana
yang dibuat
23. Turunkan dan hilangkan faktor yang dapat meningkatkan pengalaman nyeri (rasa takut,
kelelahan dan kurang pengetahuan)
24. Pertimbangan pasien untuk berpartisipasi, dukungan dari keluarga dekat dan
kontraindikasi ketika strategi penurunan nyeri telah dipilih
25. Lakukan tekhnik variasi untuk mengontrol nyeri
26. Libatkan keluarga untuk mengurangi nyeri
Analgetik administration :
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang pemberian obat, dosisi dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secra IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat dan evaluasi efektifitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping).

Dx 2: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


faktor biologis, fisiologis.

NOC:
1. Nutritional Status
2. Nutritional Status : food and Fluid Intake
3. Nutritional Status : nutrient Intake
4. Weight control

NIC:
Manajemen Nutrisi:
1. Catat jika klien memiliki alergi makanan
2. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrien yang dibutuhkan
3. Dorong asupan kalori sesuai tipe tubuh dan gaya hidup
4. Dorong asupan zat besi
5. Berikan gula tambahan k/p
6. Berikan makanan tinggi kalori, protein dan minuman yang mudah dikonsumsi
7. Ajarkan keluarga cara membuat catatan makanan
8. Monitor asupan nutrisi dan kalori
9. Timbang berat badan secara teratur
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
11. Ajarkan teknik penyiapan dan penyimpanan makanan
12. Tentukan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya

Monitor nutrisi
1. BB klien dalam interval spesifik
2. Monitor adanya penurunan BB
3. Monitor tipe dan jumlah nutrisi untuk aktivitas biasa
4. Monitor respon emosi klien saat berada dalam situasi yang mengharuskan makan.
5. Monitor interaksi anak dengan orang tua selama makan.
6. Monitor lingkungan selama makan.
7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama jam makan.
8. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
9. Monitor turgor kulit
10. Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah.
11. Monitor adanya bengkak pada alat pengunyah, peningkatan perdarahan, dll.
12. Monitor mual dan muntah
13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar Ht.
14. Monitor kadar limfosit dan elektrolit.
15. Monitor makanan kesukaan.
16. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
17. Monitor kadar energi, kelelahan, kelemahan.
18. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan pada jaringan konjungtiva.
19. Monitor kalori dan intake nutrisi.
20. Catat adanya edema, hiperemia, hipertropik papila lidah dan cavitas oral. Catat jika lidah
berwarna merah keunguan.

Dx 3:Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan dengan Disfungsi Neuromuskuler.

NOC:
1. Respiratory status : ventilation
2. Respiratory status : airway potency
3. Aspiration control

NIC:
Respirasory monitoring
1. Monitor frekuensi, ritme dan kedalaman pernafasan
2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot nafas tambahan dan retraksi otot
intracostal
3. Monitor pernafasan hidung
4. Palpasi ekspansi paru
5. Auskultasi bunyi nafas

Airway management
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
3. Berikan bronkodilator bila perlu
4. Berikan pelembab udara kasa basah NaCl lembab
5. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
6. Monitor respirasi dan status O2

Oxygen therapi
1. Bersihkan mulut, hidung sampai trakea bila perlu
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital sign monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
2. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk atau berdiri
3. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
4. Monitor suara paru
5. Monitor pola pernafasan abnormal
6. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
7. Monitor sianosis perifer

Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

Dx 4: Perfusi Jaringan Tidak Efektif Berhubungan dengan Menurunnya Curah


Jantung, Hipoksemia Jaringan, Asidosis dan Kemungkinan Thrombus atau Emboli.

NOC:
1. Circulation status
2. Tissue Prefusion : cerebral

NIC:
Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer):
1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
2. Monitor adanya paretese
3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi
4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
6. Monitor kemampuan BAB
7. Kolaborasi pemberian analgetik
8. Monitor adanya tromboplebitis
9. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)

Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

Anda mungkin juga menyukai