Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KEGAWATDARURATAN DALAM LINGKUP KEPERAWATAN


KELUARGA (kejang pada anak akibat demam)

Dosen Pengampu : Uji Kawuryan, M.Kep

Disusun Oleh :

Lisa Ema Yulisti SR172110068

Raihan syawalana fitra SR172110047

Megawati SR1721100

Chris SR1721100

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

MUHAMMADIYAH PONTIANAK

2020
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA PASIEN KEJANG DEMAM

A. PENGERTIAN
1. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(Rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Ngastiyah, 1997: 229)
2. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium (Mansjoer, A.dkk. 2000: 434)
3. Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang
disebabkan oleh kelainan ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1)
4. Kejang demam : gannguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang
ditandai dengan demam (Wong, D.T. 1999: 182)
5. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba
yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau
memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
6. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan
gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
7. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-
klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M.
Wikson, 1995).

B. ETIOLOGI
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti,
demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu
tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu
tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia
(penurunan oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia,
dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh
gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus pencetusnya
dihilangkan (Corwin, 2001).

C. PATOFISIOLOGI
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui
membran tersebut dengan akibat teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang
yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit ) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan
oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin
meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan
pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi
serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama
dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinik klien dengan kejang demam antara lain :
1. Suhu tubuh > 38⁰c
2. Serangan kejang biasanya berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Sifat bangkitan dapat berbentuk :
 Tonik : mata ke atas, kesadaran hilang dengan segera, bila berdiri
jatuh ke lantai atau tanah, kaku, lengan fleksi, kaki/kepala/leher
ekstensi, tangisan melengking, apneu, peningkatan saliva
 Klonik : gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan ekstremitas
berada pada kontraksi dan relaksasi yang berirama, hipersalivasi,
dapat mengalami inkontinensia urin dan feses
 Tonik Klonik
 Akinetik : tidak melakukan gerakan
4. Umumnya kejang berhenti sendiri, anak akan terbangun dan sadar kembali
tanpa adanya kelainan saraf.

F. KLASIFIKASI
Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah :
1. Kejang demam sederhana : yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit
dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam
sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :
 umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
 kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
 Kejang bersifat umum
 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukan kelainan.
 Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2. Kejang kompleks :
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh
criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang
kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit,
fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak
sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang
dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.

G. KOMPLIKASI
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi
hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula –
mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.
Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis
di otak sehingga terjadi epilepsi. Ada beberapa komplikasi yang mungkin
terjadi pada klien dengan kejang demam :
a) Pneumonia aspirasi
b) Asfiksia
c) Retardasi mental

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi

kejang demam, diantaranya sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,

tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab

demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai

demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah

perifer, elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso et al., 2009). Selain itu,
glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama dari 15 menit dalam

durasi atau yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai (Farrell dan

Goldman, 2011).

b. Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan

untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasein kejang

demam pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk bayi kurang dari 12

bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk dilakukan dan bayi > 18

bulan tidak rutin dilakukan pungsi lumbal. Pada kasus kejang demam hasil

pemeriksaan ini tidak berhasil (Pusponegoro dkk, 2006).

c. Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam

sederhana namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang yang

kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi. EEG pada kejang

demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang

bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang unilateral (Jonston, 2007).

d. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography

scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali

dikerjakan dan dilakukan jika ada indikasi seperti kelainan neurologis fokal

yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak

(mikrosefali, spastisitas), terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial


(kesadaran menurun, muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI,

edema papil) (Saharso et al., 2009).

I. PENATALAKSANAAN
Tindakan pada saat kejang di rumah, (Ngastiyah, 2005, Mahmood et al.,

2011 dan Capovilla et al., 2009):

1) Baringkan pasein di tempat yang rata.

2) Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasein.

3) Semua pakaian ketat yang mengganggu pernapasan harus dibuka misalnya

ikat pinggang.

4) Tidak memasukkan sesuatu banda ke dalam mulut anak.

5) Tidak memberikan obat atau cairan secara oral.

6) Jangan memaksa pembukaan mulut anak.

7) Monitor suhu tubuh.

8) Pemberikan kompres dingin dan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh

yang tinggi.

9) Posisi kepala seharusnya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.

10) Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.

11) Menghentikan kejang secepat mungkin dengan pemberian obat

antikonvulsan yaitu diazepam secara rektal.

Kapan anak butuh bantuan darurat medis?

Meski sebagian besar kejang merupakan kondisi yang tidak membahayakan,


Anda sebaiknya tetap membawa anak ke dokter untuk diperiksa. Anda
bisa berkonsultasi dengan dokter dan mendeskripsikan perilaku anak selama
mengalami kejang maupun frekuensi terjadinya kejang.
Langkah ini akan membantu dokter dalam proses diagnosis mengenai
apakah kejang yang dialami anak termasuk kejang umum atau akibat
penyakit lainnya. Misalnya, epilepsi, tumor otak,  meningitis, maupun
ensefalitis.

Di sisi lain ada pula kondisi-kondisi kejang tertentu yang perlu diwaspadai
sebagai kondisi darurat dan harus segera ditangani oleh atau di rumah sakit.
Seperti apakah kondisi tersebut?

 Kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit.


 Anak mengalami kejang berulang Kondisi ini bisa mengindikasikan
epilepsi.
 Anak tidak kunjung sadar setelah kejang, lebih dari beberapa menit.
 Anak mengalami kesulitan bernapas.
 Bibir, lidah, maupun wajah anak yang tampak membiru. Kondisi ini
bisa menandakan kurangnya asupan oksigen.
 Kepala anak terbentur atau anak terjatuh sebelum atau selama
kejang.
 Anak tampak sakit saat kejang.
 Anak mengalami kejang saat berada di dalam air.
 Anak menunjukkan gejala lain yang membuat Anda khawatir.

Pengobatan kejang berkepanjangan di rumah sakit, (Capovilla et al., 2009):

1) Hilangkan obstruksi jalan napas.

2) Siapkan akses vena.

3) Monitor parameter vital (denyut jantung, frekuensi napas, tekanan darah,

SaO2).

4) Berikan oksigen, jika perlu (SaO2 <90%)


5) Mengadministrasikan bolus intravena diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg pada

kecepatan infus maksimal 5 mg/menit, dan menangguhkan ketika kejang

berhenti. Dosis ini dapat diulang jika perlu, setelah 10 menit.

6) Memantau kelebihan elektrolit dan glukosa darah.

7) Jika kejang tidak berhenti, meminta saran seorang spesialis (ahli anestesi, ahli

saraf) untuk pengobatan.

Menurut Ngastiyah (2007), pencegahan difokuskan pada pencegahan kekambuhan


berulang dan pencegahan segera saat kejang berlangsung yaitu:

a. Pencegahan berulang
1) Mengobati infeksi yang mendasari kejang.
2) Pendidikan kesehatan tentang
a) Tersedianya obat penurun panas yang di dapat dari atau resep dokter
b) Tersedianya alat pengukur suhu tubuh dan catatan penggunaan
thermometer, cara pengukuran suhu tubuh anak serta keterangan batas
suhu normal pada anak (36-37)
c) Anak diberikan obat antipiretik dan kompres hangat bila orang tua
mengetahuinya pada saat mulai demam dan jangan menunggu sampai
meningkat.
d) Memberitahu pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah
mengalami kejang demam bila anak akan di imunisasi.
b. Mencegah cidera saat kejang berlangsung
1) Baringkan pasien pada tempat yang rata.
2) Kepala dimiringkan untuk menghindari aspirasi cairan tubuh.
3) Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas.
4) Lepaskan pakaian ketat.
5) Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cidera.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN KEJANG DEMAM SEDERHANA

1. Pengkajian
Berdasarkan tanda dan gejala penyakit kejang demam, maka asuhan
keperawatan yang prioritas ditegakkan adalah pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, perencanaan pemulang yaitu:
Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam hari,
terjadinya kejang dan penurunan kesadaran.
a. Data biografi: nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS,
diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien,
sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat
muncul.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
e. Riwayat psikososial
Intrapersonal: perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
Interpersonal: hubungan dengan orang lain.
f. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme:
Pola nutrisi klien perlu dikaji untuk menentukan terjadinya gangguan
nutrisi atau tidak pada klien
2) Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien
merasakan demam terutama pada malam hari
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar (composmentis-
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
2) Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari
keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari
kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip (inspeksi,
auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB
untuk mengetahui adanya penurunan BB karena peningkatan gangguan
nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan (Wijaya,2013).

2. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis
b. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan
suhu tubuh
c. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus
d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang
tidak adekuat (Doengoes, 2007)

3. Perencanaan
Perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam
sederhana adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Rencana Tindakan keperawatan
Diagnosa Perencanaan
NO
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Peningkatan suhu Tupan: 1. Pantau suhu 1. Suhu 38,9-41,1
0
tubuh Setelah pasien (derajat C menunjukkan
berhubungan dilakukan dan pola): proses penyakit
dengan proses tindakan perhatikan infeksius akut.
patologis keperawatan menggigil?
selama 4 x 24 diaforesi.
suhu tubuh 2. Pantau suhu 2. Suhu ruangan,
normal. lingkungan, jumlah selimut harus
Tupen: batasi/tambahkan dirubah untuk
Setelah linen tempat tidur mempertahankan
dilakukan sesuai indikasi. suhu mendekati
tindakan normal
perawatan
selama 3 x 24 3. Berikan kompres 3. Dapat
jam proses hangat: hindari membantu
patologis teratasi penggunaan mengurangi demam,
dengan kriteria: kompres alkohol. penggunaan air
TTV stabil es/alkohol mungkin
Suhu tubuh menyebabkan
dalam batas 4. Berikan selimut kedinginan
normal pendingin 4. Digunakan untu
kengurangi demam
umumnya lebih besar
dari 39,5-40 0C pada
waktu terjadi
Kolaborasi: gangguan pada otak.
5. Berikan antipiretik
sesuai indikasi 5. Digunakan
untuk mengurangi
demam dengan aksi
sentral

2 Resiko tinggi Tupan: setelah 1. Ukur/catat haluaran 1. Penurunan haluaran


kekurangan volume dilakukan urin. urin dan berat jenis
cairan berhubungan tindakan akan menyebabkan
dengan perawatan selama hipovolemia.
peningkatan suhu 3 x 24 jam 2. Pantau tekanan 2. Pengurangan dalam
tubuh kekurangan darah dan denyut sirkulasi volume
volume cairan jantung cairan dapat
tidak terjadi mengurangi tekanan
darah/CVP,
Tupen: setelah mekanisme
dilakukan kompensasi awal dari
tindakan takikardia untuk
perawatan selama meningkatkan curah
2 x 24 jam jantung dan
peningkatan suhu meningkatkan
3. Palpasi denyut
tubuh teratasi, tekanan darah
perifer.
dengan kriteria: sistemik.
Tidak ada tanda- 3. Denyut yang lemah,
4. Kaji membran
tanda dehidrasi mudah hilang dapat
mukosa kering,
Menunjukan menyebabkan
turgor kulit yang
adanya hipovolemia.
tidak elastis
keseimbangan 4. Hipovolemia/cairan
cairan seperti ruang ketiga akan
output urin memperkuat tanda-
Kolaborasi:
adekuat tanda dehidrasi.
Turgor kulit baik 5. Berikan cairan
Membran mukosa intravena, misalnya
mulut lembab kristaloid dan
koloid
5. Sejumlah besar cairan
mungkin dibutuhkan
untuk mengatasi
hipovolemia relatif
(vasodilasi perifer),
6. Pantau nilai menggantikan
laboratorium kehilangan dengan
meningkatkan
permeabilitas kapiler.
6. Mengevaluasi
perubahan didalam
hidrasi/viskositas
darah.
3. Tidak efektifnya Tupan: setelah 1. Anjurkan pasien 1. Menurunkan risiko
bersihan jalan nafas dilakukan untuk aspirasi atau
b.d peningkatan tindakan mengosongkan masuknya sesuatu
sekresi mucus perawatan selama mulut dari benda asing ke faring.
4 x 24 jam jalan benda/zat tertentu.
nafas kembali 2. Letakkan pasien 2. Meningkatkan aliran
efektif pada posisi miring, (drainase) sekret,
permukaan datar, mencegah lidah jatuh
Tupen: setelah miringkan kepala dan menyumbat jalan
dilakukan selama serangan nafas.
tindakan kejang.
perawatan selama 3. Tanggalkan pakaian 3. Untuk memfasilitasi
2 x 24 jam pada daerah usaha
peningkatan leher/dada dan bernafas/ekspansi
sekresi mukus abdomen. dada.
teratasi, dengan 4. Masukan spatel 4. Jika masuknya di
kriteria: lidah/jalan nafas awal untuk membuka
Suara nafas buatan atau rahang, alat ini dapat
vesikuler gulungan benda mencegah tergigitnya
lunak sesuai dengan lidah dan
Respirasi rate
indikasi. memfasilitasi saat
dalam batas
melakukan
normal
penghisapan
lendiratau memberi
sokongan terhadap
pernafasan jika di
perlukan.
5. Lakukan 5. Menurunkan risiko
penghisapan sesuai aspirasi atau asfiksia.
indikasi

Kolaborasi :

6. Berikan tambahan 6. Dapat menurunkan


oksigen/ventilasi hipoksia serebral
manual sesuai sebagai akibat dari
kebutuhan pada sirkulasi yang
fase posiktal. menurunkan atau
oksigen sekunder
terhadap spasme
vaskuler selama
serangan kejang.

4 Resiko perubahan Tupan: setelah 1. Buat tujuan berat 1. Malnutrisi adalah


nutrisi kurang dari dilakukan badan minimum dan kondisi gangguan
kebutuhan tubuh tindakan kebutuhan nutrisi minat yang
b.d intake yang perawatan selama harian. menyebabkan depresi,
tidak adekuat 5 x 24 jam agitasi dan
perubahan nutrisi mempengaruhi fungsi
kurang dari kognitif/pengambilan
kebutuhan tidak keputusan.
terjadi 2. Gunakan 2. Pasien mendeteksi
pendekatan pentingnya dan dapat
Tupen: setelah konsisten, duduk beraksi terhadap
dilakukan dengan pasien saat tekanan, komentar
tindakan makan, sediakan apapun yang dapat
perawatan selama dan buang makanan terlihat sebagai
3 x 24 jam intake tanpa persuasi paksaan memberikan
nutrisi adekuat, dan/komentar. fokus padad makanan.
dengan kriteria: 3. Berikan makan 3. Dilatasi gaster dapat
Makan klien habis sedikit dan makanan terjadi bila pemberian
BB klien normal kecil tambahan, makan terlalu cepat
yang tepat.
4. Buat pilihan menu setelah periode puasa.
yang ada dan 4. Pasien yang
izinkan pasien untuk meningkat
mengontrol pilihan kepercayaan dirinya
sebanyak mungkin. dan merasa
mengontrol
lingkungan lebih suka
menyediakan
makanan untuk
5. Pertahankan jadwal makan.
bimbingan berat 5. Memberikan catatan
badan teratur. lanjut penurunan
dan/atau peningkatan
berat badan yang
akurat.

4. Pelaksanaan
Menurut Iyer et al (1996) yang dikutip oleh Nursalam
(2008).Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukkan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan.

5. Evaluasi
Fase terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan masalah klien
sehingga dapat diketahui tingkatan-tingkatan keberhasilan intervensi. Evaluasi
hasil perencanaan keperawatan dari masing-masing diagnosa keperawatan
dapat dilihat pada kriteria hasil intervensi keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Krisanty P,. Dkk (2008), Asuhan Keperawatan Gawat darurat, Trans info Media,
Jakarta
Arif Mansjoer, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media
Aesculapius, Jakarta
Doenges, Marillyn E, dkk (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC, Jakarta
Doenges, Marillyn E, et all (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC,
Jakarta
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Sylvia A. Price, dkk (1995), Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4, EGC,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai